• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3. OPTIMASI FORMULA

Pada tahap penentuan titik maksimum diperoleh bahwa titik maksimum substitusi untuk masing-masing tepung pensubstitusi (tepung jagung dan ubi jalar) adalah tingkat substitusi 100%. Namun, kedua tepung akan digunakan dalam bentuk tepung komposit sehingga keduanya harus ada dalam formula yang optimum. Oleh karena itu, pada saat proses input awal pada program Design Expert 7.0.0 dengan mixture design ditentukan bahwa 90% (89.98%) dipilih sebagai titik maksimum untuk input awal faktor tepung tersebut. Hal ini berarti akan ada sedikitnya 10% proporsi salah satu tepung pada formula optimum. Batas maksimum penggunaan tepung terigu adalah 20% karena diharapkan tepung komposit dapat mensubstitusi tepung terigu dalam jumlah yang tinggi (lebih dari 80%). Batasan minimum dan maksimum untuk masing-masing tepung ditunjukkan pada Tabel 9. Batasan-batasan tersebut kemudian dijadikan acuan bagi peranti lunak Design Expert 7.0.0 untuk menentukan titik-titik uji. Titik-titik uji yang diperoleh merupakan titik-titik yang diperkirakan akan menghasilkan respon yang baik untuk menentukan titik optimum. Titik-titik atau formula-formula tersebut ditunjukkan pada Tabel 10.

24 Tabel 8. Nilai kesukaan respon kukis hasil substitusi

Tingkat Substitusi 50% 60% 70% 80% 90% 100% Tepung Ubi Jalar Aroma 5.91a 5.70a 5.59a 5.74a 5.60a 5.63a Rasa 5.85a 5.46a 5.92a 6.02a 6.33a 5.58a Warna 4.95a 4.56a 5.40a 5.32a 5.32a 5.57a Tekstur 6.08a 5.61a 6.25a 6.02a 6.36a 5.67a Overall 5.80a 5.69a 5.96a 6.02a 6.21a 5.75a Tepung Jagung Aroma 6.50a 6.58a 6.50a 6.65a 6.50a 5.96a Rasa 6.66a 6.85a 6.66a 6.89a 6.75a 6.77a Warna 6.84a 6.86a 6.21a 6.44a 6.79a 7.08a Tekstur 6.38a 6.76a 6.52a 6.52a 6.30a 6.45a Overall 6.75a 6.98a 6.57a 6.69a 6.66a 6.68a Keterangan: huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5% Formula pada Tabel 10 tersebut kemudian digunakan untuk membuat corn flake cookies dan diujikan secara organoleptik kepada 70 panelis dengan menggunakan uji rating hedonik terhadap respon rasa, warna, aroma, tekstur, dan overall. Score sheet uji tersebut ditunjukkan pada Lampiran 7. Gambar kukis masing-masing formula ditunjukkan pada Lampiran 8. Hasil pengujian organoleptik untuk masing-masing formula ditunjukkan pada Tabel 11. Rekapitulasi data uji organoleptik ditunjukkan pada Lampiran 9a-9e. Nilai sensori yang diperoleh akan dijadikan input lanjutan untuk dianalisis ragam sehingga diperoleh model matematika yang memodelkan data masing-masing respon. Ringkasan hasil analisis untuk masing-masing atribut sensori ditunjukkan pada Tabel 12. Data respon tersebut kemudian diubah dalam bentuk plot kontur atau contour plot dan grafik tiga dimensi untuk dianalisis sehingga diperoleh titik optimum.

Tabel 9. Batas minimum dan maksimum tepung komposit Komponen Minimum Level (%) Maksimum Level (%)

Terigu 0.00 20.00

Tepung Jagung 10.00 89.98

25 Gambar 10. Labelled Affective Magnitude (LAM) scale (Kemp dkk 2009)

Tabel 10. Formula uji yang disarankan Design Expert 7.0.0

Formula Proporsi (%)

Terigu Tepung Jagung Tepung Ubi

1 20.00 22.62 57.38 2 0.00 89.98 10.02 3 0.00 10.03 89.97 4 20.00 68.41 11.59 5 10.00 54.38 35.62 6 0.00 50.00 50.00 7 1.54 26.18 72.28 8 20.00 37.22 42.78 9 1.73 72.99 25.28 10 7.19 35.08 57.73 11 20.00 56.96 23.04 12 0.00 89.98 10.02 13 0.00 10.03 89.97 14 0.00 50.00 50.00 15 20.00 22.62 57.38 16 20.00 68.41 11.59 100 12.25 22.25 34.06 44.69 50 55.62 68.12 78.06 87.11 0

Greatest imaginable liking Like extremely

Like very much Like moderately Like slightly

Neither like or dislike Dislike slightly

Dislike extremely Dislike very much Dislike moderately

26 Tabel 11. Hasil pengujian organoleptik masing-masing formula

Formula Proporsi (%) Overall Warna Rasa Aroma Tekstur Terigu T.Jagung T.Ubi

1 20.00 22.62 57.38 5.6 5.0 5.3 5.0 5.9 2 0.00 89.98 10.02 6.3 6.2 6.2 5.8 6.3 3 0.00 10.03 89.97 5.0 3.9 4.9 4.6 5.6 4 20.00 68.41 11.59 6.5 6.9 6.5 5.9 6.5 5 10.00 54.38 35.62 6.8 6.5 6.7 6.2 6.7 6 0.00 50.00 50.00 6.5 6.3 6.2 6.0 6.7 7 1.54 26.18 72.28 6.0 5.7 5.8 5.8 6.3 8 20.00 37.22 42.78 7.1 6.6 6.9 6.7 7.0 9 1.73 72.99 25.28 6.8 6.8 6.8 6.7 7.0 10 7.19 35.08 57.73 6.4 5.7 6.2 6.4 6.7 11 20.00 56.96 23.04 6.9 7.2 6.9 6.8 6.7 12 0.00 89.98 10.02 6.6 6.8 6.6 6.3 6.5 13 0.00 10.03 89.97 6.1 4.9 6.2 6.1 6.6 14 0.00 50.00 50.00 7.0 6.6 7.0 6.5 6.9 15 20.00 22.62 57.38 6.6 6.1 6.8 6.7 6.9 16 20.00 68.41 11.59 7.1 7.4 7.0 6.9 6.7

Tabel 12. Ringkasan hasil analisis ragam dan penentuan model respon organoleptik

No Respon Model Signifikansi Adjusted

R-square

Predicted R-square

Model*) Lack of fit*)

1 Overall Reduced Quadratic Signifikan Tidak signifikan 0.5217 0.1868 2 Warna Reduced Quadratic Signifikan Tidak signifikan 0.8190 0.6446 3 Rasa Reduced Quadratic Signifikan Tidak signifikan 0.3389 -0.1182

4 Aroma Mean - Tidak

signifikan - -0.1378

5 Tekstur Mean - Tidak

signifikan - -0.1378

*) Pada taraf signifikansi 5%

4.3.1.Respon Overall

Respon organoleptik secara keseluruhan atau overall seluruh formula uji dapat dilihat pada Tabel 11. Nilai responnya berkisar antara 5.0 dan 7.1 dari skala maksimal 10.0 atau berada pada kelompok neither like nor dislike hingga like moderately berdasarkan skala LAM. Respon yang rendah pada umumnya dihasilkan dari pengujian formula yang tersusun atas tepung ubi jalar dengan proporsi yang tinggi sedangkan respon yang tinggi dihasilkan dari pengujian formula yang tersusun atas tepung ubi jalar dengan proporsi yang rendah. Hal ini menunjukkan bahwa tepung jagung lebih meningkatkan kesukaan terhadap respon overall kukis corn flake yang dihasilkan.

Berdasarkan hasil analisis ragam dari data respon overall dengan menggunakan peranti lunak

27 probabilitas modelnya adalah 0.0075 yang menunjukkan modelnya signifikan dan berarti faktor dalam model tersebut mempengaruhi secara nyata respon overall kukis yang peroleh. Nilai probabilitas dari

lack of fit-nya sebesar 0.9742 yang menunjukkan lack of fit-nya tidak signifikan dan berarti model yang didapatkan dapat memodelkan respon overall dengan baik. Nilai adjusted R-square data respon organoleptik overall yang diperoleh sebesar 0.5217 dan predicted R-square sebesar 0.1868. Selisih kedua R-square tersebut lebih dari 0.2 yang menunjukkan data respon yang diperoleh terdapat pencilan atau outlier atau datanya agak beragam. Walaupun begitu, presisi model ini dalam memodelkan data respon overal baik karena memiliki nilai Adeq Precision yang lebih dari 4 yaitu 7.246. Dengan demikian, model ini masih dapat memodelkan data respon overall dengan baik.

Persamaan polinomial dari model yang terpilih berdasarkan analisis ragam dengan menggunakan peranti lunak Design Expert 7.0.0 ditunjukkan pada persamaan (3) berikut. Persamaan tersebut menunjukkan bahwa komponen yang paling berpengaruh terhadap respon overall adalah komponen tepung terigu karena memiliki nilai konstanta tertinggi yaitu 0.078370. Walaupun begitu, ketiga komponen (tepung terigu, jagung dan ubi jalar) memiliki efek meningkatkan kesukaan dengan nilai yang berbeda-beda. Selain ketiga komponen tersebut, efek dari interaksi kompenen tepung jagung dan tepung ubi juga meningkatkan kesukaan secara overall.

Overall = 0.078370x + 0.062364y + 0.048913z + 4.51599E-004yz (3) Keterangan: x= tepung terigu (%)

y= tepung jagung (%) z= tepung ubi (%)

Penyebaran data respon organoleptik secara keseluruhan atau overall ditunjukan oleh grafik

Normal Plot of Residual (Lampiran 11a), yaitu grafik antara normal probability dan internally studentized residuals. Normal probabilitas mengindikasikan residu mengikuti distribusi normal atau tidak. Jika grafik menunjukkan bentuk lurus maka residu mengikuti distribusi normal. Residu adalah kesesuaian atau selisih antara data aktual dan prediksi. Internally studentized residuals menunjukkan standar deviasi yang memisahkan nilai aktual dan prediksi. Jika seluruh hasil respon rata-rata dari titik-titik uji berada pada garis lurus yang terdapat pada grafik Normal Plot of Residual berarti tidak ada data pencilan atau outlier yang menunjukkan kesalahan dari modelnya kecil. Besarnya kesalahan juga dapat dilihat dari nilai residual pada hasil analisis ragam. Nilai residual respon overall kecil yaitu sebesar 1.81 yang berarti kesalahan model kecil. Hal ini sesuai dengan grafik Normal Plot of Residual yang menunjukkan titik-titik uji cenderung berada pada garis lurus dan hanya sedikit yang agak menjauh walaupun tidak terlalu jauh dari garis lurus.

Nilai respon kesukaan respon overall dapat dilihat pada contour plot (Lampiran 11a) atau grafik tiga dimensi (Gambar 11). Masing-masing titik memiliki nilai kesukaan yang berbeda-beda tergantung letak dan warna daerahnya. Semakin biru warna daerah semakin rendah nilai kesukaannya atau minimum. Semakin merah warna daerah semakin tinggi nilai kesukaannya atau maksimum dan titik optimum kemungkinan berada pada di daerah ini. Rentang nilai kesukaan secara overall formula yang diuji adalah 5.0-7.1. Hal ini berarti respon maksimum atribut overall atau keseluruhan bernilai 7.1 sedangkan respon minimumnya bernilai 5.0. Hal tersebut dapat terlihat pada grafik tiga dimensinya (Gambar 11). Bagian puncak (lengkung atas atau titik M) adalah titik dengan nilai respon

28 Gambar 11. Grafik tiga dimensi respon overall

4.3.2.Respon Warna

Menurut Lawless dan Leymann (2010), warna adalah persepsi di otak yang merupakan hasil dari deteksi cahaya setelah berinteraksi dengan suatu objek. Cahaya yang diarahkan ke suatu objek dapat dibiaskan, dipantulkan, diteruskan, atau diserap oleh objek tersebut. Jika cahaya tampak dipantulkan oleh permukaan yang buram, maka objek tersebut akan terlihat putih. Jika cahaya tampak diserap oleh sebagian objek, maka objek tersebut akan terlihat abu-abu. Jika seluruh cahaya tampak diserap maka objek akan terlihat hitam. Penampakan dari suatu produk pangan akan mempengaruhi dari penerimaan produk pangan tersebut. Oleh karena itu, warna merupakan atribut penting dalam penerimaan suatu produk pangan. Menurut Lawless dan Leymann (2010), warna suatu produk pangan juga mempengaruhi efek penerimaan atribut sensori yang lain seperti aroma, rasa, dan flavor.

Respon kesukaan warna dari formula uji berkisar antara 3.9 dan 7.4 dari skala maksimal 10.0. Formula dengan proporsi tepung ubi jalar tinggi dan proporsi tepung jagung rendah memiliki respon kesukaan warna yang rendah. Sebaliknya, respon kesukaan warna yang tinggi dimiliki oleh formula dengan proporsi tepung jagung tinggi karena formula tersebut menghasilkan kukis yang berwarna cerah (kuning kecoklatan) yang relatif disukai oleh panelis. Tingginya proporsi tepung ubi pada suatu formula menyebabkan warna kukis yang dihasilkan terlalu gelap sehingga kurang disukai. Menurut Antarlina (1998), derajat putih tepung ubi jalar adalah sebesar 74.43%, lebih kecil dari nilai derajat putih tepung terigu (82.17%). Menurut Sandhu dkk (2007), derajat putih tepung jagung bernilai 74.02-84.42. Hal tersebut berarti tepung ubi jalar lebih gelap dari tepung terigu dan tepung jagung. Kurang putihnya warna tepung ubi jalar disebabkan oleh kandungan fenol yang tinggi pada ubi jalar sehingga pada proses pembuatan (pengupasan dan pemotongan) terjadi proses pencoklatan enzimatis. Tingginya kandungan fenol inilah yang mungkin menyebabkan warna tepung ubi jalar lebih gelap dari tepung jagung. Tepung jagung berwarna kuning kecoklatan sedangkan tepung ubi jalar berwarna coklat kekuningan. Selain itu, tingginya kadar gula pada ubi jalar juga mempengaruhi warna kukis yang dihasilkan. Kadar gula pereduksi rata-rata dari 13 jenis ubi jalar yang diteliti oleh Antarlina (1998) adalah sebesar 5.37% (basis kering) sedangkan menurut Sibues (2001) kadar gula pereduksi pada tepung jagung sekitar 4.76%. Gula pereduksi tersebut mendorong terjadinya reaksi Maillard saat pemanggangan yang menghasilkan warna gelap pada kukis (Fennema 1996). Tepung jagung yang

29 berwarna kuning kecoklatan tidak menghasilkan kukis berwarna gelap tetapi berwarna kuning kecoklatan dan cenderung disukai oleh panelis.

Berdasarkan hasil analisis ragam dari data respon warna dengan menggunakan peranti lunak

Design Expert 7.0.0 (Lampiran 10b), respon warna memiliki model Reduced Quadratic. Nilai probabilitas modelnya sebesar 0.0003 yang menunjukkan modelnya signifikan dan berarti faktor dalam model tersebut mempengaruhi respon warna secara nyata pada taraf signifikansi 5%. Nilai lack of fit model tersebut tidak signifikan dengan nilai probabilitassebesar 0.9837 yang berarti model yang diperoleh dapat memodelkan respon warna dengan baik. Nilai adjusted R-square data respon warna sebesar 0.8190 dan predicted R-square sebesar 0.6446. Selisih kedua R-square tersebut kurang dari 0.2 sehingga model dikatakan in reasonable agreement yang berarti pada data respon warna yang diperoleh hanya ada sedikit pencilan atau outlier atau datanya tidak terlalu beragam. Nilai Adeq Precision data respon warna lebih dari 4 yaitu 11.617 yang menunjukkan presisi data tersebut baik.

Persamaan polinomial dari model yang terpilih berdasarkan analisis dengan menggunakan peranti lunak Design Expert 7.0.0 ditunjukkan pada persamaan (4). Persamaan tersebut menunjukkan bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap respon warna kukis adalah faktor tepung terigu karena memiliki nilai konstanta tertinggi yaitu 0.29684. Ketiga komponen lainnya (tepung jagung dan tepung ubi jalar) memiliki efek meningkatkan kesukaan dengan nilai yang berbeda-beda tergantung dari nilai konstantanya. Interaksi tepung terigu-tepung jagung dan tepung terigu-tepung ubi menurunkan kesukaan terhadap warna karena konstanta kedua interaksi ini bernilai negatif (-). Warna = 0.29684x + 0.061415y + 0.035453z – 2.30397E-003xy – 3.09008E-003xz + 6.70453E-

004yz (4) Keterangan: x= tepung terigu (%)

y= tepung jagung (%) z= tepung ubi (%)

Penyebaran data respon organoleptik warna ditunjukan oleh grafik Normal Plot of Residual

(Lampiran 11b), yaitu grafik antara normal probability dan internally studentized residuals. Normal probability mengindikasikan residu mengikuti distribusi normal atau tidak. Jika grafik menunjukkan bentuk lurus (seperti pada Lampiran 11b) maka residu mengikuti distribusi normal. Residu adalah kesesuaian atau selisih antara data aktual dan prediksi. Internally studentized residuals menunjukkan standar deviasi yang memisahkan nilai aktual dan prediksi. Pada grafik Normal Plot of Residual

(Lampiran 11b) terlihat bahwa secara umum titik-titik uji berada didekat garis lurus yang berarti residu mengikuti sebaran normal atau tidak ada data pencilan atau outlier. Tidak adanya outlier menunjukkan kesalahan dari modelnya kecil. Besarnya kesalahan juga ditunjukkan pada nilai

residual pada hasil analisis ragam. Nilai residual respon overall kecil yaitu sebesar 1.55 yang berarti kesalahan model kecil. Hal ini sesuai dengan grafik Normal Plot of Residual yang menunjukkan titik- titik uji cenderung berada pada garis lurus dan hanya sedikit yang agak menjauh walaupun tidak terlalu jauh dari garis lurus.

Nilai respon kesukaan warna kemudian dianalisis melalui contour plot (Lampiran 11b) dan grafik tiga dimensi (Gambar 12). Masing-masing titik memiliki nilai kesukaan yang berbeda-beda tergantung pada letak dan warna daerahnya. Semakin biru warna daerah semakin rendah nilai kesukaannya. Semakin merah warna daerah semakin tinggi nilai kesukaannya. Daerah berwarna merah tersebut merupakan daerah optimum dimana titik optimum berada. Rentang nilai kesukaan warna fomula uji adalah 3.9 - 7.4 yang berarti respon maksimum overall 7.4 sedangkan respon minimumnya bernilai 3.9.

30

Contour plot atau plot kontur yang diperoleh (Lampiran 11b) menunjukkan bahwa semakin tinggi jumlah tepung ubi yang digunakan dalam pembuatan kukis semakin rendah nilai respon warna. Kukis yang dihasilkan dari penggunaan tepung ubi yang terlalu banyak akan memiliki warna yang gelap sehingga kurang disukai (formula 3 dan 13 pada Lampiran 8). Warna gelap dapat disebabkan oleh warna tepung ubi awal yang sudah gelap. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, menurut Antarlina (1998) warna gelap pada tepung ubi jalar disebabkan oleh kandungan fenol yang tinggi pada ubi jalar sehingga pada proses pembuatan (pengupasan dan pemotongan) terjadi proses pencoklatan enzimatis. Kandungan gula pereduksi pada ubi jalar yang bereaksi dengan asam amino dari bahan lain seperti telur pada waktu pemanggangan menyebabkan terjadinya reaksi Maillard yang menghasilkan warna yang gelap pada kukis. Selain itu, warna gelap tersebut juga dapat disebabkan oleh proses karamelisasi akibat adanya pemanasan gula pada suhu tinggi (Belitz dkk 2009).

Contour plot atau plot kontur yang diperoleh (Lampiran 11b) menunjukkan bahwa semakin tinggi jumlah tepung jagung yang digunakan semakin tinggi respon warna kukisnya. Penggunaan tepung jagung yang tinggi dapat menaikkan tingkat kesukaan terhadap atribut warna hingga batas tertentu seperti yang terlihat pada plot kontur dengan warna daerah merah (Lampiran 11b). Oleh karena itu, daerah optimum yang menghasilkan kukis dengan warna yang disukai adalah daerah yang memiliki formula yang tersusun atas kombinasi tepung jagung yang tinggi dengan tepung terigu dan tepung ubi jalar yang relatif rendah seperti pada formula 11 dan 16 (Tabel 11). Analisis respon optimum juga dapat dilakukan pada grafik tiga dimensinya (Gambar 12). Titik M adalah titik dengan respon tertinggi sedangkan titik yang terendah adalah titik dengan respon terendah. Titik M tersebut kemungkinan titik yang optimum.

Gambar 12. Grafik tiga dimensi respon warna

4.3.3.Respon Rasa

Salah satu atribut sensori adalah rasa. Menurut Meilgaard dkk (1999), rasa atau taste adalah persepsi (asin, asam, manis, pahit) yang disebabkan oleh substansi terlarut di dalam mulut. Menurut Kemp dkk (2009), rasa merupakan respon yang melibatkan persepsi dari substansi non-volatil yang ketika larut dalam air, minyak, atau saliva dideteksi oleh reseptor rasa pada taste buds yang terletak

31 pada permukaan lidah serta area lain di mulut dan kerongkongan. Sensasi yang dihasilkan dapat dibagi menjadi lima kualitas rasa yang berbeda yaitu asin, manis, asam, pahit, dan umami.

Respon rasa dari formula uji berkisar antara 4.9 dan 7.0 dari skala maksimal 10.0. Respon yang rendah dimiliki oleh formula kukis dengan proporsi tepung ubi jalar tinggi dan tepung jagung rendah (formula 3 pada Tabel 11). Tingginya jumlah tepung ubi menyebabkan rasa ubi pada kukis yang terlalu terasa dan rasa tersebut relatif kurang disukai. Selain itu, kandungan gula yang tinggi pada ubi juga menyebabkan rasa kukis yang dihasilkan terlalu manis sehingga cenderung kurang disukai. Menurut Tewe dkk (2003), kandungan total gula pada ubi jalar berkisar 3.68 - 10.40 g/100 g (basis kering). Kandungan gula pada ubi jalar tersebut lebih tinggi dari jagung yang hanya sekitar 1.9 g/100 g (Watson 2003). Hal tersebut yang kemungkinan menyebabkan respon kesukaan rasa yang relatif tinggi dimiliki oleh formula kukis dengan proporsi tepung jagung yang lebih besar dari proporsi tepung ubi (formula 16 pada Tabel 11) karena menghasilkan kukis yang tidak terlalu manis sehingga lebih disukai.

Berdasarkan hasil analisis ragam data dengan menggunakan peranti lunak Design Expert 7.0.0

(Lampiran 10c), respon rasa memiliki model Reduced Quadratic. Interaksi tepung jagung dan tepung ubi dimasukkan ke dalam model agar mengurangi nilai residual sehingga meningkatkan nilai F yang pada akhirnya akan probabilitasnya akan signifikan. Nilai probabilitas modelnya adalah 0.0474 yang menunjukkan modelnya signifikan dan berarti faktor dalam model tersebut mempengaruhi respon rasa secara nyata pada taraf signifikansi 5%. Nilai lack of fit model tersebut tidak signifikan dengan nilai probabilitas sebesar 0.9939 yang berarti model yang diperoleh dapat memodelkan respon rasa dengan baik. Nilai adjusted R-square data respon rasaadalah 0.3389 dan predicted R-square adalah -0.1182. Nilai predicted R-square yang negatif berarti prediksi respon rasa beragam. Selisih kedua R-square tersebut lebih dari 0.2 sehingga model not in reasonable agreement dan berarti data respon rasa sangat beragam. Data respon rasa memiliki presisi yang cukup baik dengan nilai Adeq Precision-nya lebih dari 4 yaitu 5.401. Dengan demikian, secara keseluruhan model yang diperoleh masih dapat memodelkan atribut rasa jika dilihat dari model yang signifikan, lack of fit yang tidak signifikan, dan presisinya.

Persamaan polinomial dari model yang terpilih berdasarkan analisis ragam dengan menggunakan peranti lunak Design Expert 7.0.0 ditunjukkan pada persamaan (5). Persamaan tersebut menunjukkan bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap respon rasa kukis yang dihasilkan adalah faktor tepung terigu karena memiliki nilai konstanta yang tinggi yaitu sebesar 0.077684. Faktor tepung jagung memiliki nilai konstanta lebih rendah yaitu sebesar 0.062771. Faktor ubi jalar juga memiliki efek meningkatkan respon kesukaan tetapi nilai konstanta yang lebih rendah. Interaksi tepung jagung dan tepung ubi juga menaikkan kesukaan terhadap rasa karena memiliki konstanta yang bernilai positif (+) yaitu 3.72938E-004.

Rasa = 0.077684x + 0.062771y + 0.049402z + 3.72938E-004yz (5) Keterangan: x= tepung terigu (%)

y= tepung jagung (%) z= tepung ubi (%)

Penyebaran data respon rasaditunjukan oleh grafik Normal Plot of Residual (Lampiran 11c), yaitu grafik antara normal probability dan internally studentized residuals. Normal probability

mengindikasikanapakah residu mengikuti distribusi normal atau tidak. Jika grafik menunjukkan bentuk lurus (seperti Lampiran 11c) maka residu mengikuti distribusi normal. Residu adalah

32 kesesuaian atau selisih antara data aktual dan prediksi. Internally studentized residuals menunjukkan standar deviasi yang memisahkan nilai aktual dan prediksi. Residu pada respon rasa mengikuti sebaran normal karena residu pada titik uji untuk respon tersebut berada di dekat garis lurus. Nilai residu respon rasa berdasarkan analisis ragam adalah sebesar 2.98 dimana 2.58 merupakan pure error

yang menunjukkan data antara titik yang direplikasi beragam.

Nilai respon kesukaan rasa dapat dianalisis dengan menggunakan contour plot (Lampiran 11c) dan grafik tiga dimensi (Gambar 13). Masing-masing titik pada contour plot memiliki nilai yang berbeda-beda tergantung pada letak dan warna daerahnya pada. Semakin biru warna daerah semakin rendah nilai kesukaannya. Semakin merah warna daerah semakin tinggi nilai kesukaannya dan kemungkinan merupakan daerah titik optimum. Rentang nilai kesukaan rasa fomula uji adalah 4.9- 7.0. Hal ini berarti respon maksimum rasa bernilai 7.0 sedangkan respon minimumnya bernilai 4.9.

Contour plot atau plot kontur yang diperoleh menunjukkan bahwa semakin tinggi jumlah (proporsi) tepung ubi yang digunakan dalam pembuatan kukis semakin rendah nilai kesukaan terhadap rasa. Penggunaan tepung ubi yang terlalu banyak akan menyebabkan rasa ubi pada kukis terlalu terasa dan relatif kurang disukai seperti yang ditunjukkan pada formula 3 pada Tabel 11. Selain itu, kandungan gula yang tinggi pada ubi juga menyebabkan rasa kukis yang dihasilkan terlalu manis sehingga cenderung kurang disukai. Sebaliknya, penggunaan tepung ubi jalar yang rendah akan menaikkan respon rasa kukis seperti yang terlihat pada plot kontur dengan warna daerah merah (Lampiran 11c). Pada daerah tersebut kemungkinan terdapat titik optimum. Analisis respon rasa dapat dilakukan dengan grafik tiga dimensinya (Gambar 13). Titik M (lengkung atas) adalah titik dengan respon tertinggi sedangkan titik yang terendah adalah titik dengan respon terendah. Titik M ini kemungkinan menjadi titik optimum.

Gambar 13. Grafik tiga dimensi respon rasa

4.3.4.Respon Aroma

Aroma merupakan odor suatu produk pangan yang dideteksi ketika komponen volatilnya masuk pada rongga nasal dan diterima oleh sistem olvaktori (Meilgaard dkk 1999). Jumlah komponen volatil yang keluar dari produk pangan tersebut dipengaruhi oleh suhu dan sifat senyawanya. Selain itu, volatilitas juga dipengaruhi oleh kondisi permukaan. Semakin halus, berporos, dan lembab suatu

33 permukaan semakin banyak komponen volatil yang dilepaskan. Sebaliknya, semakin kasar, licin, dan kering semakin sedikit komponen volatil yang dilepaskan.

Respon aroma dari formula uji berdasarkan uji organoleptik berkisar antara 4.6 dan 6.9 dari skala maksimal 10.0. Respon aroma yang rendah dimiliki oleh formula dengan proporsi tepung ubi jalar yang tinggi dan proporsi tepung jagung yang rendah (formula 3 pada Tabel 11). Tingginya jumlah tepung ubi menyebabkan aroma ubi pada kukis yang dihasilkan terlalu tercium dan aroma tersebut relatif kurang disukai. Sebaliknya, respon aroma yang relatif tinggi dimiliki oleh formula dengan proporsi tepung jagung yang lebih besar dari tepung ubi (formula 16 pada Tabel 11) karena menghasilkan kukis dengan aroma yang lebih disukai. Menurut studi yang dilakukan oleh Wang dan Kays (2000) terhadap komponen volatil pada ubi jalar panggang ( Ipomoea batats (L.) Lam.), ada 60 senyawa volatil pada sampel tersebut. Tiga senyawa seperti phenylacetaldehyde, maltol (karamel), dan metylgeranate (2,6-octadienoic acid, 3,7-dimethyl-,-methylester) (sweet candy) memiliki nilai

Dokumen terkait