• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

D. Optimasi Pemisahan Parasetamol dan Natrium Fenobarbital dengan KCKT

KCKT Fase Terbalik

Campuran parasetamol dan natrium fenobarbital dipisahkan dengan KCKT jenis kromatografi partisi fase terbalik. Fase diam yang digunakan adalah oktadesilsilan (C18) yang bersifat nonpolar, sedangkan fase gerak yang digunakan

adalah campuran metanol dan buffer fosfat pH 3,2 yang bersifat polar. Dengan demikian, sampel yang bersifat lebih polar akan terelusi lebih dulu sedangkan sampel yang lebih nonpolar akan terelusi belakangan karena tertambat pada fase diam (Willard dkk, 1988).

Pada kromatografi fase terbalik, ionisasi analit harus diminimalkan supaya analit tidak terlalu polar dan tetap dapat berinteraksi dengan fase diam oktadesilsilan (C18) yang bersifat nonpolar. Maka pada penelitian ini digunakan buffer asam sebagai pelarut dan fase gerak, untuk mengubah garam natrium fenobarbital menjadi bentuk asamnya, supaya tidak mengalami ionisasi dan dapat berinteraksi dengan fase diam. Apabila digunakan aquabidest sebagai fase gerak, garam natrium fenobarbital akan larut dan berubah menjadi spesies ion yang tidak dapat berinteraksi dengan fase diam akibatnya kromatogram natrium fenobarbital tidak dapat diamati.

Dengan demikian untuk selanjutnya natrium fenobarbital akan disebut sebagai asam fenobarbiturat dalam penelitian ini, kecuali dalam perhitungan kurva baku dan sampel. Reaksi antara buffer fosfat pH 3,2 dengan natrium fenobarbital, membentuk asam fenobarbiturat (fenobarbital) adalah sebagai berikut.

+ NH H N O Na O O C2H5 NH H N O H O O C2H5 +

natrium fenobarbital asam fenobarbiturat

P O HO OH OH P O HO OH O Na

asam fosfat natrium dihidroksi fosfat

Pemisahan pada KCKT dipengaruhi oleh interaksi suatu analit dengan fase diam dan fase gerak. Parasetamol dan asam fenobarbiturat yang terbentuk memiliki gugus polar dan nonpolar. Gugus polar akan berinteraksi dengan fase gerak melalui ikatan hidrogen, sedangkan gugus nonpolar akan berinteraksi dengan fase diam oktadesilsilan melalui ikatan van der Waals. Gambar gugus nonpolar dari parasetamol dan asam fenobarbiturat yang akan membentuk ikatan van der Waals dengan fase diam adalah sebagai berikut.

HO HN C O CH3 NH H N O O O C2H5 (A) (B)

Gambar 12. Gugus nonpolar dari parasetamol (A) dan asam fenobarbiturat (B) yang berinteraksi dengan fase diam

Keterangan : = gugus nonpolar

Pada gambar di atas dapat terlihat bahwa asam fenobarbiturat memiliki gugus nonpolar yang lebih banyak dibanding parasetamol. Dengan demikian asam fenobarbiturat akan lebih tertahan pada fase diam dibandingkan parasetamol, sehingga waktu retensinya lebih lama. Waktu retensi (tR) merupakan waktu yang dibutuhkan suatu senyawa untuk keluar dari kolom.

Perbandingan fase gerak campuran metanol dan buffer fosfat pH 3,2, maupun kecepatan alirnya harus dioptimasi terlebih dahulu untuk memperoleh pemisahan parasetamol dan asam fenobarbiturat yang optimum. Seperti yang

disebutkan sebelumnya, pada penelitian ini perbandingan fase gerak buffer fosfat pH 3,2 : metanol yang dioptimasi adalah 90 : 10 dan 70 : 30, sedangkan kecepatan alir yang dioptimasi adalah 1 dan 1,5 ml/menit.

Komposisi fase gerak dan kecepatan alir yang optimum ditentukan dari resolusi kromatogram yang dihasilkan. Resolusi merupakan suatu pemisahan yang nyata antara dua kromatogram yang berdekatan. Suatu pemisahan yang baik memiliki resolusi yang lebih dari atau sama dengan 1,5, berarti terjadi pemisahan antara kedua senyawa > 99,7% (Sastrohamidjojoa, 2002). Kromatogram parasetamol dan asam fenobarbiturat yang diperoleh dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 13. Puncak parasetamol (a) dan asam fenobarbiturat (b) Keterangan : Fase gerak buffer fosfat pH 3,2 : metanol (70 : 30)

Fase diam oktadesilsilan Kecepatan alir 1 ml/menit Deteksi UV 236 nm

Gambar 14. Puncak parasetamol (a) dan asam fenobarbiturat (b) Keterangan : Fase gerak buffer fosfat pH 3,2 : metanol (70 : 30)

Fase diam oktadesilsilan Kecepatan alir 1,5 ml/menit Deteksi UV 236 nm

Gambar 15. Puncak parasetamol (a) dan asam fenobarbiturat (b) Keterangan : Fase gerak buffer fosfat pH 3,2 : metanol (90 : 10)

Fase diam oktadesilsilan Kecepatan alir 1 ml/menit Deteksi UV 236 nm

Gambar 16. Puncak parasetamol (a) dan asam fenobarbiturat (b) Keterangan : Fase gerak buffer fosfat pH 3,2 : metanol (90 : 10)

Fase diam oktadesilsilan Kecepatan alir 1,5 ml/menit Deteksi UV 236 nm

Berdasarkan kromatogram optimasi pemisahan tersebut, terlihat bahwa peak

parasetamol mengalami tailing yang disebabkan karena parasetamol memiliki gugus amin yang akan berinteraksi dengan gugus silanol di dalam kolom. Adanya interaksi ini dapat menyebabkan pengekoran pada kurva parasetamol, karena sebagian analit terlambat keluar dari kolom. Tailing juga terjadi pada kromatogram asam fenobarbiturat karena asam fenobarbiturat juga memiliki gugus amin. Tailing juga dapat terjadi karena parasetamol dan asam fenobarbituratmemiliki kelarutan rendah dalam fase gerak yang sebagian besar komposisinya adalah buffer fosfat pH 3,2. Hal ini menyebabkan analit yang sama-sama memiliki gugus nonpolar tertahan pada kolom lebih lama, baru kemudian larut pada fase gerak sedikit demi sedikit sehingga menyebabkan pengekoran kromatogram. Sedangkan munculnya double peak pada kromatogram parasetamol dan natrium fenobarbital disebabkan karena pelarut yang digunakan (buffer fosfat pH 3,2:metanol 70:30) memiliki kekuatan ionik yang lebih besar dibandingkan fase gerak (buffer fosfat pH 3,2:metanol 90:10).

Resolusi kromatogram parasetamol dan asam fenobarbiturat yang diperoleh dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel IV. Resolusi pemisahan parasetamol 0,21 mg/ml dan asam fenobarbiturat 1,5 mg/ml pada KCKT Buffer fosfat pH 3,2 : metanol Kecepatan alir (ml/menit)

Rep Resolusi Keterangan

1 0,35 2 0,32 3 0,37 X 0,35 1 SD 0,03 Tidak memisah 1 0,28 2 0,3 3 0,33 X 0,30 70 : 30 1,5 SD 0,03 Tidak memisah 1 1,79 2 1,63 3 1,56 X 1,66 1 SD 0,12 Memisah 1 1,7 2 1,65 3 1,55 X 1,63 90 : 10 1,5 SD 0,08 Memisah

Berdasarkan data yang diperoleh, komposisi buffer fosfat pH 3,2 : metanol yang dipilih adalah komposisi 90 : 10 karena dapat memisahkan kromatogram parasetamol dan asam fenobarbiturat dengan resolusi yang baik sedangkan pada komposisi 70 : 30 parasetamol dan asam fenobarbiturat tidak dapat memisah.

Komposisi fase gerak 90 : 10 mengandung lebih banyak buffer fosfat pH 3,2, sehingga lebih banyak menyumbangkan ion H+ yang diperlukan untuk membentuk asam fenobarbiturat. Pada komposisi fase gerak 70 : 30 asam

fenobarbiturat memiliki waktu retensi yang lebih cepat, karena sebagian analit kemungkinan masih berada dalam bentuk garam/ ion yang lebih menyukai fase gerak, sehingga menyebabkan pemisahannya dengan parasetamol tidak sempurna.

Berdasarkan tabel IV, pada komposisi fase gerak 90 : 10, kedua kecepatan alir yang dioptimasi memberikan hasil yang memenuhi persyaratan resolusi > 1,5. Akan tetapi kecepatan alir yang dipilih adalah 1,5 ml/menit. Alasan pemilihan ini adalah karena kecepatan alir 1,5 ml/menit memiliki tingkat reprodusibilitas yang lebih baik daripada kecepatan alir 1 ml/menit, hal ini terlihat pada besarnya standar deviasi dari resolusi yang dihasilkan dari tiga kali replikasi. Selain itu, waktu retensi asam fenobarbiturat lebih pendek pada kecepatan alir 1,5 ml/menit dibanding kecepatan alir 1 ml/menit karena adanya tekanan yang lebih besar pada kolom. Hal ini sangat penting untuk efisiensi waktu kerja dalam analisis.

Dengan demikian, selanjutnya analisis campuran parasetamol dan natrium fenobarbital dengan metode KCKT menggunakan fase gerak metanol : buffer fosfat pH 3,2 dengan perbandingan 90 : 10 dan kecepatan alir 1,5 ml/menit.

Dokumen terkait