• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi Proses Pemasakan Udang a. Penelitian Pendahuluan

D. STANDAR PEMASAKAN UDANG

1. Optimasi Proses Pemasakan Udang a. Penelitian Pendahuluan

Pada penelitian pendahuluan ini dilakukan pengujian pemasakan dengan 3 suhu pemasakan yang lebih rendah yaitu: 85°C, 90°C, dan 95°C. Hasil penelitian pendahuluan untuk estimasi waktu pemasakan pada suhu 85°C tidak dapat ditetapkan karena tidak mencapai tingkat kematangan maksimal pada waktu pemasakan terlama sehingga analisa untuk perlakuan suhu 85°C tidak dilanjutkan karena tidak memenuhi kriteria kematangan produk. Sedangkan untuk suhu 90°C dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil pengujian pemasakan produk Peeled Cooked Size 41-45 Suhu 90°C

Dari data diatas, dapat diambil kisaran waktu pemasakan untuk suhu 90°C yaitu 140-165 detik. Dari kisaran waktu pemasakan tersebut diambil waktu pemasakan yang optimal. Waktu pemasakan yang optimal yaitu waktu masak yang mampu menghasilkan % cooking loss paling rendah, dengan tingkat kematangan yang maksimal, dan tingkat kemunculan

blackspot yang rendah serta waktu yang paling singkat. Berdasarkan data

pada tabel diatas, dapat diambil kesimpulan untuk waktu masak dengan %

cooking loss paling rendah dengan kematangan maksimal yaitu 155 dan

165 detik. Karena dipilih waktu yang paling singkat, maka waktu 155 detik menjadi waktu yang optimal untuk suhu 90°C.

Suhu (°C) Waktu (detik) Rata-rata Kematangan (%) Rata-rata Cooking Loss (%) 90 140 100 6.22 150 98.94 5.82 155 100 5.74 160 100 6.24 165 100 5.74

62 Menurut Zeuthen et al (1987), semakin singkat waktu yang diberikan pada proses pemasakan, maka proses keluarnya air dapat ditekan. Hal ini disebabkan oleh proses terputusnya ikatan hidrogen pada air dan menurunnya jumlah ikatan rata-rata molekul air dalam unsur yang terlepas dari bahan pangan dapat dipersingkat. Keluarnya air merupakan penyebab

cooking loss pada bahan pangan. Namun data yang diperoleh tidak

sepenuhnya mengikuti pendapat diatas. Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor lain yang terjadi selama pemasakan. Salah satu faktor-faktor tersebut adalah kisaran suhu pusat udang awal yang cukup besar yaitu antara 10°C-20°C. Hal ini menyebabkan perbedaan antara suhu pusat udang dengan suhu steam mesin pemasak menjadi berbeda-beda yang kemudian mengakibatkan energi aktivasi dari molekul air untuk berpindah dan bergerak keluar dari udang menjadi berbeda-beda pula.

Air yang keluar pada proses pemasakan tersebut adalah jenis air bebas yang terdapat pada bahan pangan. Menurut Winarno (1992), air bebas merupakan air yang secara fisik terikat dalam jaringan matriks bahan seperti membran, kapiler, serat, dan lain-lain. Air jenis ini mudah untuk diuapkan. Selain air bebas, pada bahan pangan juga terdapat air terikat yaitu molekul air yang terikat pada molekul-molekul lain melalui suatu ikatan hidrogen yang berenergi besar. Air jenis ini terikat kuat pada bahan pangan dan sangat sulit dipengaruhi oleh faktor luar seperti pemanasan.

Untuk melihat frekuensi terjadinya blackspot, maka dilakukan pengujian pemasakan pada produk udang berkulit (Shell-On) dengan size yang sama. Pengujian terjadinya blackspot hanya pada produk udang berkulit karena enzim Polyphenol Oxidase (PPO), yang merupakan penyebab terjadinya blackspot, hanya terdapat pada bagian kulit udang. Produk udang berkulit yang dipakai yaitu CTO (Cooked Tail-On). Pengujian pemasakan hanya dilakukan pada waktu yang optimal yaitu 155 detik. Secara rinci, hasil pengujian blackspot dan parameter lainnya (kematangan dan cooking loss) dapat dilihat pada Tabel 6.

63 Tabel 6. Hasil pengujian pemasakan produk Cooked Tail-On (CTO) size

41-45 suhu 90°C Suhu (°C) Waktu (detik) Kematang-an (%) Rata-rata Cooking Loss (%) Blackspot (%) Setelah Pemasak-an Simpan 1 hari Simpan 3 hari 90 155 97.60 5.50 0.32 2.15 3.66

Dari data diatas, dapat dilihat bahwa blackspot muncul setelah pemasakan sebesar 0.32%, setelah disimpan 1 hari sebesar 2.15%, dan setelah disimpan 3 hari sebesar 3.66%. Nilai kemunculanblackspot tersebut tidak sesuai dengan standar PT. CPB untuk blackspot yaitu 0%. Berdasarkan hal tersebut maka analisa selanjutnya untuk penggunaan suhu 90°C tidak dilakukan. Tingkat kematangan pada pengujian pemasakan ini tidak maksimal karena terdapat beberapa produk udang yang saling menempel saat dimasak. Tingkat cooking loss yang terjadi masih cukup rendah yaitu 5.50%. Hasil ini tidak berbeda jauh dengan pengujian pemasakan sebelumnya dengan suhu dan waktu yang sama pada produk

Peeled Cooked yaitu 5.74% .

Pengujian pemasakan selanjutnya yaitu dengan menggunakan suhu 95°C. Hasil pengujian pemasakan pada produk CTO dengan menggunakan suhu 95°C dapat dilihat pada Tabel 7.

64 Tabel 7. Hasil pengujian pemasakan produk Cooked Tail-On (CTO) size

41-45 suhu 95°C Suhu (°C) Waktu (detik) Rata-rata Kematangan (%) Rata-rata Cooking Loss (%) Blackspot (%) Setelah Pemasak-an Simpan 1 hari Simpan 3 hari 95 110 96.55 4.66 0.04 0.13 0.13 115 99.37 3.36 0.24 0.26 0.26 120 100 5.13 0.00 0.04 0.04

Dari data diatas, dapat diambil kisaran waktu pemasakan untuk suhu 95°C yaitu 110-120 detik. Dari kisaran waktu pemasakan tersebut diambil waktu pemasakan yang optimal seperti pengujian pemasakan sebelumnya. Berdasarkan data pada tabel diatas maka dapat disimpulkan untuk penggunaan suhu 95°C dengan waktu pemasakan 110, 115, dan 120 detik memenuhi semua parameter yang ditentukan (kematangan, cooking loss, dan blackspot). Untuk memastikan waktu pemasakan yang optimal dari ketiga waktu tersebut maka dilakukan analisa lebih lanjut yaitu uji organoleptik.

Pengujian mutu organoleptik dilakukan dengan menggunakan metode uji scoring yang meliputi uji penampakan, tekstur, aroma dan rasa. Nilai maksimum tiap-tiap aspek menurut standar PT.CPB adalah 3. Hasil uji organoleptik dapat dilihat pada Lampiran 5. Uji organoleptik ini diikuti oleh 4 panelis terlatih dari pihak laboratorium PT CPB. Pengujian dilakukan pada produk udang hasil pemasakan pada suhu 95°C dengan waktu 110, 115, dan 120 detik. Secara rinci, hasil uji organoleptik ini

65 dapat dilihat pada Gambar 24 dan data-data penilaian panelis pada Lampiran 5.

Gambar 24. Hasil uji organoleptik produk CTO pada suhu 95°C

Dari gambar, dapat dilihat bahwa yang memperoleh nilai maksimal pada atribut aroma, tekstur, rasa dan penampakan adalah perlakuan suhu 950C dengan waktu pemasakan 115 detik, sedangkan pada perlakuan waktu pemasakan 120 detik terdapat hasil sedikit kurang maksimal pada atribut aroma dan tekstur sedangkan pada perlakuan waktu pemasakan 110 detik terdapat hasil sangat rendah pada penampakan karena produknya yang dinilai masih mentah. Perbandingan hasil uji organoleptik dari gambar dan uji secara statistik (Lampiran 4a, 4b, 4c, 4d) menunjukkan perbedaan atribut antara perlakuan menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Hal ini bisa dilihat dari uji lanjut duncan dengan selang kepercayaan 95%, penampakan mempunyai Nilai 0.100 > 0.05, begitu juga tekstur (0.405 > 0.05), dan aroma (0.875 > 0.05) sedangkan rasa mempunyai hasil maksimal pada semua perlakuan.

Dari hasil uji ini, dapat ditunjukkan bahwa perbedaan waktu pemasakan pada suhu 95°C tidak mempengaruhi mutu organoleptiknya. Dengan demikian dapat disimpulkan untuk pemilihan waktu pemasakan yang optimal pada suhu 95°C berdasarkan mutu organoleptiknya tidak bisa dilakukan karena hasilnya yang tidak berbeda nyata. Pemilihan waktu pemasakan yang optimal selanjutnya didasarkan pada parameter

66 sebelumnya yaitu: kematangan, cooking loss, dan blackspot. Dari data pada Tabel 6, dapat ditetapkan bahwa waktu pemasakan yang optimal pada suhu 950C adalah 120 detik. Hal ini didasarkan pada parameter kematangan yang maksimal (100%) dan blackspot yang minimal (0.00%-0.04%) walaupun dengan cooking loss yang terendah dari dua waktu lainnya (5.13%). Kematangan dan blackspot merupakan parameter yang langsung berhubungan dengan mutu produk. Secara lebih lengkap, data pemilihan waktu yang optimal berdasarkan parameter-parameter yang telah ditentukan diatas disajikan pada Lampiran 1a, 1b, dan 1c.

Pengambilan sampel produksi dilakukan untuk menjadi pembanding dengan pengujian pemasakan dengan pemakaian yang lebih rendah. Hasil dari pengambilan sampel produksi dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Hasil pengambilan sampel produksi pada produk CTO size 41-45

Suhu (°C) Waktu (detik) Rata-rata Kematang-an (%) Rata-rata Cooking Loss (%) Blackspot (%) Setelah Pemasak-an Simpan 1 hari Simpan 3 hari 98-99 85 100 7.99 0.00 0.00 0.00

Dari data diatas, dapat disimpulkan untuk sampel produksi pada suhu 98°C-99°C dengan waktu pemasakan 85 detik menghasilkan rata-rata kematangan maksimal (100%), cooking loss sebesar 7.99%, dan blackspot 0%. Secara lebih rinci, hasil-hasil pengujian pemasakan pada penelitian pendahuluan ini dan pengambilan sampel produksi terdapat pada Lampiran 1a, 1b, 1c, dan 1d. Hasil pengambilan sampel produksi ini kemudian dibandingkan dengan hasil penelitian pendahuluan untuk melihat pengaruh penggunaan suhu pemasakan yang lebih rendah terhadap

67 waktu pemasakan, cooking loss, dan blackspot. Perbandingan yang dilakukan hanya untuk produk CTO size 41-45 saja. Secara lebih rinci bisa dijelasakan sebagai berikut:

1. Pengaruh penggunaan suhu pemasakan yang lebih rendah

Dokumen terkait