• Tidak ada hasil yang ditemukan

OPTIMASI PROSES PEMASAKAN UDANG DAN VALIDASI PROSES PEMASAKAN TERHADAP INAKTIVASI BAKTERI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "OPTIMASI PROSES PEMASAKAN UDANG DAN VALIDASI PROSES PEMASAKAN TERHADAP INAKTIVASI BAKTERI"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

1 SKRIPSI

OPTIMASI PROSES PEMASAKAN UDANG DAN VALIDASI PROSES PEMASAKAN TERHADAP INAKTIVASI BAKTERI

Listeria monocytogenes DI PT CENTRALPERTIWI BAHARI, LAMPUNG

Oleh

Mohammad Fauzan F24103045

2008

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

2 OPTIMASI PROSES PEMASAKAN UDANG DAN VALIDASI PROSES

PEMASAKAN TERHADAP INAKTIVASI BAKTERI

Listeria monocytogenes DI PT CENTRALPERTIWI BAHARI, LAMPUNG

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh:

Mohammad Fauzan F24103045

2008

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

3 Mohammad Fauzan. F24103045. Optimasi Proses Pemasakan Udang dan Validasi Proses Pemasakan terhadap Inaktivasi Bakteri Listeria monocytogenes di PT Centralpertiwi Bahari, Lampung. Dibawah bimbingan: Dr. Ir. Dahrul Syah M.Sc, Dr. Ir. Ratih Dewanti Haryadi, M.Sc, dan Esti Puspitasari, M.Sc.

RINGKASAN

Udang merupakan salah satu produk perikanan yang bernilai tinggi ditinjau dari segi komersial, nilai gizi maupun selera konsumen di dalam dan di luar negeri. Produk udang bagi Indonesia merupakan primadona ekspor non migas. Hal ini didukung oleh produksi udang Indonesia yang terus meningkat secara kuantitatif setiap tahunnya. Sebagai salah satu komoditas ekspor maka masalah penjagaan mutu dan keamanan produk udang menjadi masalah penting bagi industri yang mengelolanya.

Permasalahan mutu yang terjadi di PT Centralpertiwi Bahari (PT CPB) yakni tingginya cooking loss. Tingginya cooking loss menyebabkan ukuran (size) dan berat produk akhir udang menjadi lebih kecil dari yang diinginkan. Sedangkan permasalahan keamanan yang terjadi yakni proses pemasakan udang yang berlangsung di dalam proses produksi belum memastikan dapat menginaktivasi bakteri Listeria monocytogenes. Bakteri ini bersifat patogen sehingga sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Perbaikan yang bisa dilakukan pada permasalahan cooking loss yang tinggi yaitu dengan pemakaian suhu pemasakan yang lebih rendah. Suhu pemasakan yang lebih rendah dapat mengurangi tingkat kehilangan air dalam produk udang selama pemasakan. Sedangkan untuk permasalahan keamanan produk, perlu dilakukan validasi proses pemasakan terhadap inaktivasi bakteri Listeria monocytogenes. Hasil validasi ini akan memastikan bahwa produk udang masak yang dihasilkan aman untuk dikonsumsi.

Penelitian ini bertujuan mengoptimasi proses pemasakan udang untuk menurunkan cooking loss dengan tetap menjaga mutu produk lainnya (kematangan, blackspot, dan organoleptik) dan memastikan proses pemasakan yang berlangsung di dalam proses produksi mampu menginaktivasi bakteri

Listeria monocytogenes. Perlakuan yang diberikan pada Optimasi Proses

Pemasakan Udang yaitu pemakaian suhu yang lebih rendah dari suhu awal yaitu 98ºC-99ºC menjadi suhu 85ºC, 90ºC, dan 95ºC pada mesin Cabinplant® Cooker. Produk udang yang digunakan sebagai sampel yaitu udang CTO (Cooked

Tail-On) dan udang Peeled Cooked size 41-45. Kedua sampel ini merupakan produk

unggulan dan masih memiliki cooking loss lebih tinggi daripada produk udang

cook lainnya. Sedangkan perlakuan pada penelitian validasi reduksi bakteri Listeria monocytogenes dengan menurunkan waktu pemasakan dari 80 detik suhu

98-99°C produk CTO size 41-50 (sampel produksi) menjadi 60 detik.

Penelitian Optimasi Proses Pemasakan Udang dibagi menjadi 2 tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan (aplikasi dalam skala produksi). Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan waktu yang optimal pada 3 suhu pemasakan yang lebih rendah dengan mengamati parameter kematangan dan

cooking loss. Khusus untuk produk CTO ditambahkan parameter blackspot.

Udang hasil pemasakan dengan variasi waktu pada suhu yang optimal diamati mutu organoleptiknya.

(4)

4 Pada penelitian lanjutan dilakukan pemasakan udang dalam skala produksi dengan suhu dan waktu yang optimal hasil dari penelitian pendahuluan. Pengamatan yang dilakukan berupa kematangan, cooking loss, dan blackspot. Hasil dari penelitian lanjutan ini dapat disajikan sebagai pertimbangan untuk diterapkan di dalam proses produksi. Sedangkan metode penelitian Validasi dilakukan dengan mengevaluasi pengaruh nilai derajat letalitas (Fo) proses pemasakan terhadap inaktivasi bakteri Listeria monocytogenes.

Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa untuk estimasi waktu pemasakan produk Peeled Cooked pada suhu 85°C tidak dapat ditetapkan karena tidak mencapai tingkat kematangan maksimal pada waktu pemasakan terlama . Sedangkan pada suhu 90°C dengan produk yang sama, kisaran waktu pemasakan yang ditetapkan yaitu 140-165 detik. Waktu pemasakan optimal yang diambil dari kisaran tersebut adalah 155 detik berdasarkan kematangan yang maksimal (100%) dan % cooking loss yang paling rendah (5.27%). Namun setelah diuji blackspot pada produk udang berkulit (Cooked Tail-On) atau CTO diperoleh kemunculan

blackspot yang tidak sesuai dengan standar PT CPB. Pengujian pemasakan pada

suhu 95°C dengan produk CTO menghasilkan kisaran waktu pemasakan 110-120 detik dengan waktu optimal pada 120 detik berdasarkan kematangan yang maksimal (100%) dan blackspot yang paling rendah (0.00%-0.04%). Mutu organoleptik (kenampakan, aroma, tekstur, dan rasa) dari kisaran waktu tersebut tidak berbeda nyata. Sebagai pembanding, dilakukan pengambilan sampel produksi pada suhu 98°C-99°C dengan hasil kematangan maksimal (100%),

cooking loss sebesar 7.99%, dan blackspot 0%. Dari data yang diperoleh dari

penelitian pendahuluan dapat disimpulkan bahwa semakin rendah suhu pemasakan, semakin lama waktu yang diperlukan untuk pemasakan, semakin kecil cooking loss tetapi semakin tinggi frekuensi terjadinya blackspot.

Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, dipilih suhu 95°C dengan waktu pemasakan 120 detik menjadi penggunaan suhu dan waktu pemasakan yang optimal dari semua perlakuan yang diberikan. Hasil ini kemudian diaplikasikan dalam skala produksi. Hasil dari penelitian dalam skala produksi ini adalah Nilai blackspot setelah pemasakan sebesar 0.32%, setelah disimpan 1 hari sebesar 0.215%, dan setelah disimpan 3 hari sebesar 0.286%. Nilai blackspot tersebut tidak sesuai dengan standar PT. CPB untuk blackspot yaitu 0%.

Blackspot menyebabkan produk ditolak konsumen sehingga produk akhir harus

bebas dari blackspot. Sedangkan cooking loss yang didapat sebesar 5.27%, masih dibawah cooking loss pada metode penggunaan suhu 98-99°C (7.99%) sehingga target yang diinginkan sudah dapat terpenuhi.

Hasil validasi proses pemasakan terhadap inaktivasi bakteri Listeria

monocytogenes menunjukkan bahwa perlakuan pemasakan selama 60 detik

dengan Nilai Fo (menit) sebesar 0.02 (U1) dan 0.05 (U2) mampu untuk menginaktivasi bakteri Listeria monocytogenes. Nilai Fo proses pemasakan produksi dengan waktu pemasakan 80 detik produk CTO sebesar 1.14. Hasil ini dapat dibuat kesimpulan bahwa Nilai Fo (derajat letalitas) yang lebih kecil dari sampel produksi mampu untuk menginaktivasi bakteri Listeria monocytogenes sehingga bisa dipastikan bahwa proses pemasakan yang sedang berlangsung di dalam proses produksi mampu untuk menginaktivasi bakteri ini.

(5)

5 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

OPTIMASI PROSES PEMASAKAN UDANG DAN VALIDASI PROSES PEMASAKAN TERHADAP INAKTIVASI BAKTERI

Listeria monocytogenes DI PT CENTRALPERTIWI BAHARI, LAMPUNG

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh:

Mohammad Fauzan F24103045

Dilahirkan tanggal 06 Oktober 1984 Di Jakarta

Tanggal lulus : 24 Januari 2008 Bogor, 30 Januari 2008

Menyetujui :

Dr. Ir. Ratih Dewanti - H, M.Sc Hardi Kurniawan Pembimbing Akademik-2 Pembimbing Lapang

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc Pembimbing Akademik-1

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc Ketua Departemen ITP

(6)

6 RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Mohammad Fauzan, dilahirkan di Jakarta pada tanggal 06 Oktober 1984. Penulis merupakan anak ke-dua dari dua bersaudara dari pasangan Ayahanda Abdullah, BA dan Ibunda Istianah serta kakak Mohammad Tofan.

Penulis memulai pendidikan pada tahun 1990-1991, di TK Fatahillah Ciracas, Jakarta Timur. Pada tahun 1991-1997 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Sudirman Cijantung, Jakarta Timur. Pada tahun 1997-2000, penulis melanjutkan ke jenjang berikutnya yaitu Sekolah Menengah Pertama Negeri 102 Cijantung, Jakarta Timur, kemudian Sekolah Menengah Umum Negeri 39 Cijantung, Jakarta Timur pada tahun 2000-2003. Pada tahun 2003 penulis diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama di perkuliahan, penulis aktif di Organisasi Rohis Kelas Teknologi Pangan dan Gizi (ROKET) sebagai ketua umum (2003-2007) dan Direktur Forum Bina Islami FATETA (FBI-F) tahun 2005-2006. Penulis juga aktif di beberapa kepanitiaan seperti TECHNO-F (2004), BAUR(2005), dan Seminar Nasional Pangan Halal (2005). Penulis juga pernah mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Purwasari, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor pada bulan Juli-Agustus tahun 2005. Prestasi yang pernah diraih yaitu mendapat dana kompetisi Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang Pengabdian Masyarakat tahun 2006.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Teknologi Pertanian IPB, penulis melakukan kegiatan magang selama empat bulan di PT Centralpertiwi Bahari (PT CPB), Lampung. Tema penelitian dalam kegiatan magang ini adalah “Optimasi Proses Pemasakan Udang dan Validasi Proses Pemasakan terhadap Inaktivasi Bakteri Listeria monocytogenes di PT Centralpertiwi Bahari, Lampung” dibawah bimbingan Dr. Ir. Dahrul Syah M.Sc, Dr. Ir. Ratih Dewanti, M.Sc, dan Hardi Kurniawan.

(7)

7 KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat, nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Optimasi Proses Pemasakan Udang dan Validasi Proses Pemasakan terhadap Inaktivasi Bakteri Listeria monocytogenes di PT Centralpertiwi Bahari, Lampung” dengan baik yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan rasa terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ayahanda Abdullah, BA dan Ibunda Istianah, serta Mas Ifan dan Mba Lia yang telah memberikan dukungan, semangat, motivasi, dan suasana hangat di rumah semoga skripsi ini bisa menjadi buah karya yang bermanfaat. 2. Bapak Dr. Ir. Dahrul, M.Sc sebagai dosen pembimbing akademik atas

bimbingan, nasihat, dan perhatian sampai penulis berhasil menyelesaikan skripsi ini.

3. Ibu Dr. Ir. Ratih Dewanti Hariyadi, M.Sc sebagai dosen pembimbing ke-2 atas bimbingan, nasihat, dan perhatian sampai penulis berhasil menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Bambang Widigdo dan Bapak Bambang Panca serta seluruh pimpinan PT CPB atas izinnya sehingga penulis dapat magang di PT CPB. 5. Ibu Esti Puspitasari, M.Sc sebagai pembimbing lapang atas bimbingan, nasihat dan masukan-masukannya sehingga penulis dapat menyelesaikan berbagai permasalahan yang timbul selama magang berlangsung.

6. Seluruh Keluarga Besar Divisi Application and Improvement (A&I) PT CPB : Pak Hardi dan Pak Ahmad, atas segala masukan, nasihat, dan motivasi selama magang berlangsung, Bu Ari, Pak Ade, Seluruh supervisor Mbak Rini, Teh Herni, Mbak Retno, Mas Kabul, dan Mas Andi khusus kepada My Best Team : Teh Rini, Mas Joko, Mas Edi, Mas Adi, Mas Istamar (Terimakasih banyak atas semua kerjasamanya, maaf banyak merepotkan, sungguh kita merupakan tim yang sangat LUAR BIASA !!!), Mas Heri dan Mas Didit atas bantuannya ketika tahap aplikasi

(8)

8 dalam skala produksi, Mas Hari, Mas Pay, Mas Imam, Mas Ilung, Mba Sri, Mas Day, Mbak Dwi, Bang Roy, Mas Yudi, Mas Miawan, Mba Iin, Mas Wahyu, Mas Handoko, Mas Gembus, Mas Wahyu Wisnu, Mba Suryati (Terimakasih atas semua kerjasamanya, perhatian, canda tawa, dan suasana kekeluargaan selama penulis bergabung di Divisi A&I).

7. Departemen Laboratorium : Ibu Santi, Pak Teddy, Mba Nuren, Mas Anton, dan Pak Kusnan (Terimakasih banyak atas bimbingan dan training analisis Listerianya), Mas Puspo, Mba Gita, Mas Afri, dan Mas Ambri (Terimakasih atas kesediaannya sebagai panelis organoleptik) serta seluruh personil Laboratorium PT CPB.

8. Seluruh manager shift Produksi: Bapak Bambang Suseno, Bapak Tri Hartono, dan Bapak Joko Sulistiyo. Juga Mas Agus, Mba Linda, Ibu Kunarti, Pak Abdurrokhman serta semua operator yang telah membantu. (Terimakasih atas kerjasama dan izinnya selama penulis melakukan riset di produksi). Juga pihak QC (diwakili Mba Linda) dan pihak Engineering (diwakili Pak Gultom) yang banyak membantu selama riset.

9. Seluruh Keluarga Besar SEAFAST IPB: Ibu Tri, Ibu Entin, Sofah, dan teman-teman seperjuangan di Lab. Mikrobiolagi: Fitri, Mba Yuli, Mba Dhenok. Juga Mas Jay dan dessy (Terimakasih atas dukungan dan bantuannya selama penulis melakukan riset validasi reduksi Listeria). 10.Seluruh sahabat-sahabat terbaik di ITP 40 (Rahmat, Arie, Sarwo, Usman,

Helmi, Sumarto, Dhani, Eka KS, Prima, Maulita, Lala, Hanifah, Maya) khusus sahabat kelompok praktikum: Sindhu, Sinung, dan Adoz (Terimakasih atas kerjasama dan suasana hangat selama kuliah dan praktikum di ITP), juga Chusni (teman seperjuangan penelitian di Lampung), tidak lupa Gilang, Angel, Anggita (teman satu bimbingan). Juga kepada rekan-rekan ITP 41, 42, dan 43 yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

11.Seluruh pengurus Lembaga Dakwah Fakultas (LDF) Forum Bina Islami Fateta (FBI-F), khususnya kepengurusan 2005-2006 (Syukron Jazakumullah atas segala perjuangannya, semoga segala pengorbanan kita mendapat ridho dari Allah SWT, Allahu Akbar !!!).

(9)

9 DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix I. PENDAHULUAN ... 16 A. LATAR BELAKANG ... 16 B. TUJUAN ... 17 C. SASARAN ... 17 D. MANFAAT ... 17

II. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN ... 19

A. SEJARAH PERKEMBANGAN PERUSAHAAN ... 19

B. LOKASI DAN TATA LETAK PABRIK ... 19

C. VISI DAN MISI PERUSAHAAN ... 20

D. SUMBER DAYA MANUSIA ... 20

E. STRUKTUR ORGANISASI PERUSAHAAN ... 21

F. HASIL PRODUKSI DAN PEMASARAN ... 22

G. FASILITAS ... 22

III. TINJAUAN PUSTAKA ... 24

A. PROSES PEMASAKAN UDANG ... 24

1. Bagan Alir Pemasakan Udang ... 24

2. Parameter Mutu Udang Masak ... 27

3. Pemasakan dengan Cabinplant® cooker ... 29

B. BAKTERI Listeria monocytogenes ... 30

1. Karakteristik, Klasifikasi, dan Habitat Bakteri Listeria monocytogenes ... 30

2. Bahaya Bakteri Listeria monocytogenes terhadap Keamanan Pangan ... 32

3. Pencegahan dan Kontrol Bakteri Listeria monocytogenes ... 34

4. Teori Kecukupan Panas dalam Menginaktivasi Bakteri Listeria monocytogenes ... 35

(10)

10 5. Standar Perdagangan di Berbagai Negara terhadap

Bakteri Listeria monocytogenes ... 38

a. Amerika Utara ... 38

b. Eropa ... 39

c. Australia ... 40

IV. METODOLOGI PENELITIAN ... 42

A. BAHAN DAN ALAT ... 42

1. Bahan ... 42

2. Alat ... 42

B. TEMPAT DAN WAKTU ... 42

C. METODE PENELITIAN ... 43

1. Optimasi Proses Pemasakan Udang ... 43

a. Penelitian Pendahuluan ... 43

b. Penelitian Lanjutan (aplikasi dalam skala produksi) ... 43

2. Validasi Proses Pemasakan terhadap Inaktivasi Bakteri Listeria monocytogenes ... 44

D. STANDAR PEMASAKAN UDANG ... 49

E. METODE ANALISIS ... 56

1. Optimasi Proses Pemasakan Udang ... 56

a. Perhitungan Kematangan ... 56

b. Perhitungan Cooking Loss ... 56

c. Perhitungan Blackspot ... 56

d. Uji Organoleptik ... 57

2. Validasi Proses Pemasakan terhadap Inaktivasi Bakteri Listeria monocytogenes ... 57

a. Perhitungan Nilai Fo ... 57

b. Analisis Kualitatif Bakteri ... 58

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 61

A. Optimasi Proses Pemasakan Udang ... 61

1. Penelitian Pendahuluan ... 61

a. Pengaruh pemakaian suhu yang lebih rendah terhadap waktu pemasakan ... 67

(11)

11

b. Pengaruh pemakaian suhu yang lebih rendah

terhadap cooking loss ... 68

c. Pengaruh pemakaian suhu yang lebih rendah terhadap blackspot ... 69

2. Penelitian Lanjutan (aplikasi dalam skala produksi) ... 72

B. Validasi Proses Pemasakan terhadap Inaktivasi Bakteri Listeria monocytogenes ... 73

1. Hasil Perhitungan Nilai Fo ... 73

2. Hasil Analisis Kualitatif Bakteri Listeria monocytogenes ... 74

3. Hubungan antara Nilai Fo dan Inaktivasi Bakteri Listeria monocytogenes ... 78

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 80

a. Kesimpulan ... 80

b. Saran ... 81 DAFTAR PUSTAKA

(12)

12 DAFTAR TABEL

Tabel 1. Syarat pencapaian waktu pada berbagai suhu untuk menginaktifasi

Listeria monocytogenes (FDA, 2001) ... 22

Tabel 2. Standar udang masak beku (EC, 2005) ... 25

Tabel 3. Standar udang masak beku (ICMSF, 1996) ... 26

Tabel 4. Alur proses Validasi dan Penjelasannya ... 37

Tabel 5. Hasil pengujian pemasakan produk Peeled Cooked Size 41-45 Suhu 90°C ... 46

Tabel 6. Hasil pengujian pemasakan produk Cooked Tail-On (CTO) Size 41-45 Suhu 90°C... 47

Tabel 7. Hasil pengujian pemasakan produk Cooked Tail-On (CTO) Size 41-45 Suhu 95°C... 48

Tabel 8. Hasil pengambilan sampel produksi Produk CTO Size 41-45 ... 51

Tabel 9. Hasil aplikasi dalam skala produksi ... 56

Tabel10. Hasil analisis kualitatif bakteri Listeria monocytogenes ... 58

(13)

13 DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Food processing plant 2 di PT Centralpertiwi Bahari ... 8

Gambar 2. Udang Cooked Tail-On dan Peeled Cooked... 9

Gambar 3. Diagram alir proses pemasakan udang di PT CPB ... 11

Gambar 4. (a) Mesin Cabinplant® keseluruhan; (b) Cooling zone (spray); (c) Panel pengatur suhu dan waktu pemasakan;(d)Outfeed mesin15 Gambar 5. Karakteristik bakteri Listeria monocytogenes ... 16

Gambar 6. Proses infeksi bakteri Listeria monocytogenes ... 18

Gambar 7. Kurva hubungan nilai D dan z (Mendez dan Abuin, 2006) ... 21

Gambar 8. Diagram alir penelitian Optimasi Proses Pemasakan Udang ... 29

Gambar 9. Pertumbuhan Listeria monocytogenes (pada TSYE agar ( ) dan Palcam agar ( ) yang telah diinkubasi dalam TSYE broth pada 30°C) (Augustin et al., 1999) ... 38

Gambar 10. Proses inokulasi bakteri ... 39

Gambar 11. Pemasakan udang dalam panci kukus ... 39

Gambar 12. Proses pendinginan udang ... 40

Gambar 13. Proses pemasakan udang di PT CPB ... 30

Gambar 14. Penimbangan udang ... 31

Gambar 15. Proses dan hasil penyusunan udang ... 32

Gambar 16. Cara pemasukan tray udang ... 33

Gambar 17. Cara pengukuran suhu pusat ... 34

Gambar 18. Proses pendinginan udang masak ... 34

Gambar 19. Penirisan udang ... 35

Gambar 20. Udang matang, mentah, dan blackspot ... 36

Gambar 21. Pembekuan udang ... 36

Gambar 22. Pengemasan udang ... 36

Gambar 23. Diagram alir uji kualitatif Listeria monocytogenes (BAM, 2000)... 45

Gambar 24. Hasil uji organoleptik pada penggunaan suhu 95°C ... 49

Gambar 25. Pengaruh pemakaian suhu yang lebih rendah terhadap waktu pemasakan ... 52

Gambar 26. Pengaruh pemakaian suhu yang lebih rendah terhadap cooking loss ... 53

(14)

14 Gambar 27. Pengaruh pemakaian suhu yang lebih rendah

terhadap blackspot ... 54

Gambar 28. Diagram perjalanan suhu pusat udang selama pemasakan 60 detik (ulangan ke-1) ... 57

Gambar 29. Diagram perjalanan suhu pusat udang selama pemasakan 60 detik (ulangan ke-2) ... 57

Gambar 30. Diagram perjalanan suhu pusat udang selama pemasakan 80 detik (sampel produksi) ... 57

Gambar 31. Hasil uji pada media spesifik agar (PALCAM) ... 59

Gambar 32. Hasil uji motilitas ... 60

(15)

15 DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1a. Hasil pengujian pemasakan produk Peeled Cooked

Size 41-45 Suhu 90°C... 71

Lampiran 1b. Hasil pengujian pemasakan produk Cooked Tailed-On Size 41-50 Suhu 90°C... 73

Lampiran 1c. Hasil pengujian pemasakan produk Cooked Tailed-On Size Suhu 95 °C ... 74

Lampiran 2a. Hasil uji LSD pengaruh pemakaian suhu yang lebih rendah terhadap waktu pemasakan ... 78

Lampiran 2b. Hasil uji LSD pengaruh pemakaian suhu yang lebih rendah terhadap cooking loss ... 78

Lampiran 2c. Hasil uji LSD pengaruh pemakaian suhu yang lebih rendah terhadap Blackspot ... 78

Lampiran 3a. Hasil uji Duncan terhadap penampakan ... 79

Lampiran 3b. Hasil uji Duncan terhadap tekstur ... 79

Lampiran 3c. Hasil uji Duncan terhadap aroma ... 79

Lampiran 4. Form pengujian organoleptik ... 80

Lampiran 5. Hasil analisis uji organoleptik ... 81

Lampiran 6. Hasil aplikasi dalam skala produksi ... 82

Lampiran 7a. Data perjalanan suhu pusat udang selama pemasakan 60 detik dan perhitungan nilai Fo (Ulangan ke-1 / U1) ... 83

Lampiran 7b. Data perjalanan suhu pusat udang selama pemasakan 60 detik dan perhitungan nilai Fo (Ulangan ke-2 / U2) ... 84

Lampiran 7c. Data perjalanan suhu pusat udang selama pemasakan 80 detik dan perhitungan nilai Fo (sampel produksi) ... 85

(16)

16 I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Udang merupakan salah satu produk perikanan yang bernilai tinggi ditinjau dari segi komersial, nilai gizi maupun selera konsumen di dalam dan di luar negeri. Produk udang bagi Indonesia merupakan primadona ekspor non migas. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) (2007), ekspor ikan dan udang pada periode Januari-Juni 2006 mencapai 825,5 juta dollar AS, pada periode yang sama 2005 tercatat 759,2 juta dollar AS. Dibanding Mei 2006, ekspor Juni 2006 meningkat 50,2 juta dollar AS, membuat komoditas ini masuk 10 besar penghasil devisa nonmigas setelah sebelumnya tak terlihat. Hal ini didukung oleh produksi udang Indonesia yang terus meningkat secara kuantitatif setiap tahunnya. Menurut data dari Direktorat Jendral Perikanan Budidaya (2007), nilai produksi udang Indonesia tahun 2006 sebesar 327.260 ton, naik jika dibandingkan periode sama 2005 sebesar 280.465 ton.

Sebagai salah satu komoditas ekspor maka masalah penjagaan mutu dan keamanan produk udang menjadi masalah penting bagi industri yang mengelolanya. Masalah ini sangat serius karena hanya dengan tingkat keamanan yang tinggi dan mutu yang prima, produk udang Indonesia dapat bersanding dan bersaing dengan produk-produk udang dari negara lain di pasar global. PT Centralpertiwi Bahari (PT CPB) sebagai salah satu perusahaan yang bergerak di bidang industri pengolahan udang beku berorientasi ekspor, sangat perhatian terhadap permasalahan mutu dan keamanan produknya.

Permasalahan mutu yang sedang dihadapi oleh industri udang masak ini yakni tingginya cooking loss. Tingginya cooking loss menyebabkan berat produk akhir udang menjadi lebih kecil dari yang diinginkan. Hal tersebut diakibatkan oleh hilangnya air pada udang akibat dari proses pemanasan selama pemasakan. Tingginya cooking loss produk dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah satu faktor yang menjadi penyebabnya adalah penggunaan suhu pemasakan yang tinggi pada proses pemasakan udang.

Selain mutu produk, masalah keamanan produk juga harus diperhatikan. Keamanan produk banyak dipengaruhi oleh aspek mikrobiologi yang terdapat

(17)

17 pada bahan pangan yang dihasilkan. Permasalahan yang terjadi di PT CPB yakni proses pemasakan udang yang berlangsung di dalam proses produksi belum memastikan dapat menginaktivasi bakteri Listeria monocytogenes. Bakteri ini bersifat patogen sehingga sangat berbahaya bagi kesehatan manusia.

Berdasarkan kenyataan-kenyataan tersebut diatas, perlu dilakukan perbaikan mutu dan keamanan produk udang di PT CPB. Permasalahan

cooking loss yang tinggi bisa dilakukan dengan menurunkan suhu pemasakan.

Suhu pemasakan yang tidak terlalu tinggi dapat mengurangi tingkat kehilangan air pada udang selama pemasakan. Sedangkan untuk permasalahan keamanan produk, perlu dilakukan validasi proses pemasakan terhadap inaktivasi bakteri Listeria monocytogenes. Hasil validasi ini akan memastikan bahwa produk udang masak yang dihasilkan aman untuk dikonsumsi.

B. Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah

1. Optimasi proses pemasakan udang untuk menurunkan cooking loss dengan tetap menjaga mutu produk lainnya (kematangan, blackspot, dan organoleptik).

2. Memastikan proses pemasakan yang berlangsung di dalam proses produksi mampu menginaktivasi bakteri Listeria monocytogenes.

C. Sasaran

Sasaran dari penelitian ini adalah

1. Mendapatkan standar penggunaan mesin pemasak yang optimal berdasarkan kematangan, cooking loss, blackspot, dan mutu organoleptik. 2. Memperoleh kepastian bahwa proses pemasakan yang berlangsung di

dalam proses produksi dapat menginaktivasi bakteri Listeria monocytogenes.

D. Manfaat

1. Optimasi proses pemasakan dengan menurunkan suhu ini diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan yang terjadi dalam perusahaan berkaitan dengan proses pemasakan pada mesin pemasak yang masih

(18)

18 menghasilkan cooking loss tinggi pada suhu 98ºC-99ºC sehingga akan diperoleh proses yang ideal dan dapat menghasilkan udang siap saji berkualitas secara mutu melalui proses produksi yang efisien.

2. Proses Validasi yang dilakukan dapat memastikan bahwa produk udang siap saji aman dikonsumsi karena kemampuan proses pemasakannya dalam menginaktivasi bakteri Listeria monocytogenes.

(19)

19 II. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN

A. SEJARAH PERKEMBANGAN PERUSAHAAN

PT Centralpertiwi Bratasena didirikan pada tanggal 8 Juli 1984. Pendirian perusahaan dikukuhkan dengan SPT BPKM No. 453/PMDN/1994 dan Surat Keputusan Gubernur Daerah lampung No. 5 tahun 1996 tentang Pola Kemitraan Usaha Perikanan Inti Rakyat di Wilayah Lampung. Perusahaan ini merupakan usaha gabungan antara investor Charoen Pokphand Indonesia dan Bratasena Perkasa Kencana. Charoen Pokphand Indonesia merupakan anak perusahaan Charoen Pokphand Group dari Thailand. Karena PT Bratasena Perkasa Kencana menarik sahamnya pada tahun 1998, nama PT Centralpertiwi Bratasena berubah menjadi PT Centralpertiwi Bahari (PT CPB). Saat ini, mayoritas saham PT Centralpertiwi Bahari dimiliki oleh PT Centralproteina Prima yang merupakan anak cabang Charoen Pokphand Indonesia (CPI).

B. LOKASI PERUSAHAAN DAN TATA LETAK PABRIK

PT Centralpertiwi Bahari berada di wilayah bekas hutan register 47 Way Terusan, Kecamatan Pembantu Gedong Meneng, Kecamatan Induk Menggala, Kabupaten Tulang Bawang, Propinsi Lampung. Luas lahan yang dicadangkan adalah 22271 hektar. Batas-batas wilayah PT Centralpertiwi Bahari, yaitu :

Utara : Sungai Way Tulang Bawang Selatan : Sungai Way Seputih dan Laut Jawa Barat : Sungai Way Terusan

Timur : Laut Jawa

PT Centralpertiwi Bahari mempunyai kapasitas sekitar 15000 petambak dan 10000 karyawan. Hingga kini baru sekitar 4000 hektar dari total luas lahan yang telah digunakan. Tambak budidaya udang terletak di dua desa, yaitu :

1. Desa Adiwarna yang meliputi Blok 1, Blok 2, dan Blok 81. 2. Desa Mandiri yang meliputi Blok 71.

(20)

20 PT Centralpertiwi Bahari juga mempunyai tempat pengembangan benur udang (hatchery) seluas 130 hektar yang terletak di Desa Suak, Lampung Selatan. Selain itu, terdapat pula pabrik pakan udang yang terletak di Tanjung Bintang, Kawasan Industri Lampung.

C. VISI DAN MISI PERUSAHAAN

PT Centralpertiwi Bahari merupakan perusahaan budidaya dan pengolahan udang modern. Perusahaan ini memilki visi menjadi perusahaan tambak inti rakyat yang baik dan menerapkan teknologi ramah lingkungan. Adapun misi-misi PT CPB yaitu :

1. Mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas.

2. Membina hubungan kerjasama yang harmonis antara perusahaan dengan petambak untuk mencapai tujuan bersama.

3. Menyediakan produk dan pelayanan dengan mutu terbaik bagi pelanggan sehingga dapat memberikan manfaat kepada investor, karyawan, mitra kerja dan pemerintah.

4. Memberikan manfaat kepada masyarakat sekitar melalui peningkatan kegiatan ekonomi.

Selain itu, PT CPB juga memiliki nilai-nilai (values) yang diterapkan, meliputi :

1. Contribution : merupakan falsafah Charoen Pokphand yang berarti perusahaan memberikan kontribusi dan bermanfaat bagi Negara, masyarakat, dan karyawan.

2. Professionalism (honesty, loyality, quality, and integrity) : segala sesuatunya diusahakan berjalan secara profesional, sesuai dengan nilai-nilai kejujuran, kesetiaan, kualitas dan integritas yang tinggi pada perusahaan.

3. Broadminded : berpikiran luas, fleksibel, mampu menerima, dan menyerap serta menerapkan kemajuan ilmu dan teknologi.

D. SUMBER DAYA MANUSIA

Karyawan di PT Centralpertiwi Bahari dibagi menjadi tiga shift kerja.

(21)

21 pukul 16.00-24.00. Karyawan shift tiga bekerja pukul 00.00 hingga 08.00 pagi. Pertukaran shift dilakukan setiap minggu.

E. STRUKTUR ORGANISASI PERUSAHAAN

PT Centralpertiwi Bahari merupakan badan usaha perseroan terbatas. Kekuasaan tertinggi dipegang oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). RUPS memilih dan mengangkat direktur, presiden (CPB operation), dan site

vice president.

PT CPB memilki sebelas divisi yang tersebar di beberapa wilayah di Lampung, dan dua bagian non divisi. Sembilan dari sebelas divisi tersebut berada di area tambak (Pond Site), wilayah Menggala, Kabupaten Tulang Bawang. Dua divisi lainnya berada di wilayah Kawasan Industri Lampung (KaIL) Tanjung Bintang dan di wilayah Suak-Kalinda, Lampung Selatan.

Divisi yang berada di wilayah KaIL Tanjung Bintang adalah Divisi pabrik pembuatan pakan udang (Feedmill Operation). Sedangkan divisi yang berada di wilayah Suak-Kalianda adalah divisi budidaya benur udang (Breeding Operation). Dua bagian nondivisi PT CPB adalah Kantor Perwakilan (Representative Office) wilayah Lampung di Bandar lampung dan Kantor Pusat (Head Office) di Jakarta.

Delapan divisi PT Centralpertiwi Bahari di area tambak ( Pond Site) yaitu : 1. Budidaya perairan (Aquaculture division).

2. Pengolahan dan penyimpanan (Processing and cold storage). 3. Pelayan petambak (Farmer service).

4. Pengembangbiakan udang (Breeding operation).

5. Pembangkit listrik dan peralatan elektrik ( Powerplant and electric

engineering).

6. Permasalahan umum dan pengembangan sumber daya manusia ( General

Affairs and Human Capital).

7. Keuangan dan akuntasi (Finnance and accounting). 8. Masyarakat dan persemaian (Civil and engineering)

(22)

22 F. HASIL PRODUKSI DAN PEMASARAN

PT Centralpertiwi Bahari memproduksi berbagai jenis udang beku seperti udang mentah beku (conventional frozen shrimp), udang kupas mentah beku (peel raw frozen shrimp), udang masak beku (cooked frozen shrimp), nobashi ebi dan sushi ebi. Seluruh produk tadi diekspor ke manca Negara, seperti Jepang, Amerika, beberapa Negara Eropa, dan sebagainya.

G. FASILITAS

PT Centralpertiwi Bahari menyediakan fasilitas bagi karyawan, petambak dan keluarganya. Fasilitas tersebut meliputi fasilitas perumahan, sarana pendidikan, alat transportasi, tempat ibadah, sarana ekonomi, sarana komunikasi, sarana kesehatan, sarana olahraga dan rekreasi. Fasilitas pendidikan terdiri dari satu Sekolah Dasar (SD) pada masing-masing desa dan satu Sekolah Menegah Pertama (SMP) serta satu Sekolah Menengah Umum (SMU). Fasilitas transportasi berupa infrastruktur jalan (road dan subroad), jalan raya menuju dermaga (20 km), dermaga sungai (Amarta dan Sadewa), transportasi air (speed boat dan pontoon), serta transportasi darat (bus karyawan dan minibus).

Untuk memenuhi kebutuhan spiritual, didirikan tempat ibadat berupa masjid, mushola, gereja dan pura. Fasilitas ekonomi meliputi pasar tradisional, warung, kantin, bengkel dan pertokoan di setiap lokasi pemukiman. Selain itu juga terdapat koperasi karyawan (kopkar), Koperasi Unit Desa (KUD) bagi petambak. Fasilitas komunikasi meliputi radio Swara Bahari, Warung telekomunikasi (Wartel) dan pemancar signal telepon seluler atau handphone. Fasilitas kesehatan meliputi puskesmas di setiap blok tambak dan Pusat Pelayanan kesehatan.

Fasilitas olahraga meliputi lapangan sepak bola, lapangan voli, lapangan basket, lapangan bulu tangkis dan tenis meja. Selain itu, juga terdapat fasilitas, organisasi olahraga Satria Nusantara (SN) dan taekwondo.

Bagi para petambak, perusahaan menyediakan fasilitas tempat tinggal berupa rumah tipe 36, kolam tambak (ukuran 4900 m2 atau 0.49 hektar), yang dilengkapi sarana irigasi, alas plastik, peralatan operasional dan pelatihan (dibayar dengan sistem kredit, fasilitas listrik dan air bersih, paket teknologi

(23)

23 (biosecurity, benur, analisa laboratorium untuk kualitas air, udang dan lingkungan tambak, obat-obatan serta pakan), paket natura (kebutuhan pokok berupa beras, minyak goreng, mie instant, susu kaleng, sabun mandi, sabun cuci, dan minyak tanah) serta biaya hidup bulanan sebesar Rp. 700.000.

PT CPB menyediakan rumah tinggal (mess) bagi karyawan tetap yang belum menikah dan memilki jabatan sebagai staf keamanan (satpam), operator, kepala grup pekerja (foereman/forelady), pengawas (supervisior), manajer, kepala bagian, manajer senior dan vice president. Karyawan tetap yang telah menikah maupun karyawan belum tetap dapat menempati rumah sewa atau rumah pribadi di daerah pemukiman. Fasilitas lainnya berupa pasokan listrik dan air bersih, tunjangan kesehatan, jamsostek, kantin karyawan, bus karyawan, koperasi, pasar tradisional, dan bengkel.

(24)

24 III. TINJAUAN PUSTAKA

A. PROSES PEMASAKAN UDANG 1. Bagan Alir Pemasakan Udang

Produk udang yang dipakai sebagai sampel pada penelitian ini adalah udang CTO (Cooked Tail-On) dan udang Peeled Cooked. Udang CTO adalah produk udang Litopenaeus vannamei beku dan masak, tanpa kepala tetapi ekor masih ada, dibuang kulit segmen 1-5, bekas pangkal kaki renang dikerik, kemudian dibelah dari segmen 2-5 sedalam usus terambil (kedalaman 30%) kemudian dimasak dan dibekukan (A&I PT CPB, 2007) sedangkan udang Peeled Cooked adalah produk udang Litopenaeus vannamei beku tanpa kepala, kulit segmen 1-5 dibuang, ekor dan kulit segmen 6 dicabut, bekas pangkal kaki renang dikerik, usus diambil dengan cara dicukit kemudian dimasak dan dibekukan (A&I PT CPB, 2007). Secara rinci, udang

Cooked Tail-On dan Peeled Cooked bisa dilihat pada Gambar 2.

(Cooked Tail-On) (Peeled Cooked) Gambar 2. Udang Cooked Tail-On dan Peeled Cooked

Proses pemasakan udang CTO dan Peeled Cooked pada PT Centralpertiwi Bahari ini dimulai dari penerimaan udang mentah ( raw

material), kemudian dilakukan pencucian dengan air es. Tahap selanjutnya adalah penyortiran berdasarkan ukuran dan grade udang dan dilanjutkan dengan penimbangan. Setelah penimbangan kemudian dicuci menggunakan air es, dipotong kepala, dan dicuci kembali menggunakan air es. Setelah dicuci dengan air es lagi, kemudian akan

(25)

25 dikelompokkan berdasarkan permintaan harian yang telah dibuat oleh PPIC (Production Planning & Inventory Control). Setelah dikelompokkan, kemudian dilakukan pengupasan kulit, pembuangan usus sampai pembelahan pada punggung udang, setelah itu dikoreksi keseragaman ukuran udang dan ada atau tidaknya kista, kemudian direndam dengan menggunakan carnal 2,5 % dan garam 2%.

Proses pemasakan dilakukan setelah perendaman dengan larutan tersebut diatas. Proses pemasakan yang dilakukan merupakan salah satu penerapan pengolahan-panas pada bahan pangan. Menurut Lund (1993), pengolahan panas merupakan salah satu cara paling penting yang telah dikembangkan untuk memperpanjang umur simpan bahan pangan. Karena diperpanjangnya umur simpan ini, maka bahan pangan yang melimpah hanya selama waktu panen yang nisbi pendek, dapat dibuat tersedia sepanjang tahun. Pengolahan panas pada bahan pangan yang diterapkan pada pemasakan udang berupa pengukusan (menggunakan sumber panas berupa steam). Pengukusan adalah proses pemanasan yang sering diterapkan pada sistem jaringan sebelum pembekuan, pengeringan, atau pengalengan. Tujuan proses pengukusan bergantung pada perlakuan lanjutan terhadap bahan pangan. Misalnya pengukusan sebelum pembekuan atau pengeringan terutama untuk menginaktivasikan enzim yang akan menyebabkan perubahan warna, cita rasa, atau Nilai gizi yang tidak dikehendaki selama penyimpanan (Lund, 1993).

Optimasi proses pemasakan dapat dilakukan dengan mengkombinasikan antara suhu dan waktu pemasakan yang digunakan. Penggunaan suhu yang lebih rendah dengan waktu pemasakan yang lebih lama dapat menurunkan cooking loss produk. Hal ini dikarenakan pada penggunaan suhu rendah pada proses pemasakan menyebabkan perbedaan suhu pusat udang dengan suhu permukaan menjadi lebih kecil sehingga air yang hilang selama pemasakan dapat ditekan dan rendemen akan meningkat jika dibandingkan dengan penggunaan suhu tinggi. Selain itu penggunaan suhu yang lebih rendah akan membuat

(26)

26 produk lebih aman karena produk akan lebih lama berada pada kisaran suhu diatas pertumbuhan bakteri serta akan memberikan penampakan, tekstur dan rasa yang lebih bagus (Anonim a, 2001).

Setelah proses pemasakan berakhir, kemudian dilanjutkan dengan pendinginan dalam air kualitas pertama ( first quality water) yang telah ditambahkan serpihan es (flake ice) dan garam 2% sampai suhu dibawah 5°C. Suhu dibawah 5°C ini berfungsi sebagai shock chilling yang bertujuan agar mikroba yang belum tereduksi selama pemasakan tidak tumbuh lagi. Selain itu, suhu dingin pada udang juga diperlukan karena setelah proses pemasakan, akan dilanjutkan pada proses pembekuan sehingga produk akan lebih cepat beku karena beban refrigerasi dapat dikurangi.

Proses pembekuan dilakukan setelah proses pemasakan selesai. Proses pembekuan dilakukan dengan menggunakan sistem tunnel

freezer, penimbangan, glazing, dikemas dan diberi label, tahap akhir

adalah penyimpanan di cold room. Secara lebih rinci diagram alir proses pemasakan ini, dapat dilihat pada Gambar 3.

Penerimaan

Pencucian menggunakan air es

Penyortiran (ukuran dan grade)

Penimbangan

Pencucian menggunakan air es

Potong kepala

Pencucian menggunakan air es

Pengelompokkan

Pengupasan kulit, pengambilan usus dan pembelahan punggung

(27)

27 @

Koreksi

Perendaman dengan carnal dan garam

Pemasakan

Pendinginan

Pembekuan dengan tunnel freezer

Penimbangan

Glazing

Pengemasan dan Pelabelan

Penyimpanan dalam cold room

Gambar 3. Diagram alir proses pemasakan udang di PT CPB 2. Parameter Mutu Produk Udang Masak

Salah satu metode penilaian mutu produk perikanan yaitu dengan penilaian subjektif. Penilaian subjektif yang biasa disebut juga penilaian organoleptik, menggunakan panca indra pengamat untuk menilai faktor-faktor mutu yang umumnya dikelompokkan atas penampakan, bau, citarasa, dan tekstur. Sifat organoleptik yang berhubungan dengan sifat fisik, sangat memegang peranan penting terutama untuk menentukan komoditas yang masih segar atau sudah busuk (Muchtadi dan Sugiyono, 1992).

Berdasarkan penampakan, untuk udang masak, daging udang yang telah matang berwarna putih susu. Penilaian mutu secara subjektif (organoleptik) selain penampakan adalah tekstur, aroma, dan rasa. Tekstur yang paling bagus pada udang masak adalah elastis, kompak, dan padat kenyal. Untuk produk udang masak, kematangan juga sangat berpengaruh terhadap tekstur. Udang yang terlalu matang akan merusak tekstur. Tekstur pada udang yang terlalu matang menjadi tidak bagus dan rusak. Udang yang terlalu lembek dan sangat lunak juga tidak

(28)

28 bagus bagi tekstur udang. Rasa udang masak, tergantung pada konsentrasi bumbu yang telah dicampurkan sebelum proses pemasakan (AOAC, 2000).

Selain kematangan, parameter penampakan yang sering menjadi permasalahan yaitu adanya blackspot pada tubuh udang. Blackspot berbentuk noda (spot) atau wilayah (bands dan zones) hitam yang mulai berkembang dari kepala lalu meluas ke membran kulit penghubung ruas-ruas tubuh (abdomen) hingga meliputi sirip ekor. Gejala bercak hitam atau melanosis disebabkan bukan oleh bakterial tetapi oleh reaksi enzim (Ilyas, 1993). Menurut Bileye dkk (1960), bercak hitam itu adalah senyawa melanin, hasil kerja dari enzim oksidatif tyrosinase atau Polyphenol Oxidase (PPO) yang mengkatalisis reaksi untuk mengubah tyrosin (substrat) menjadi melanin yang berwarna hitam. Blackspot tidak berbahaya bagi kesehatan, tidak juga mengubah rasa maupun aroma tetapi memperburuk penampakan pada udang sehingga, produk akan ditolak oleh konsumen. Enzim PPO, yang merupakan penyebab terjadinya blackspot, banyak terdapat pada lapisan kutikula dan

hemolymph pada crustaceans dan serangga. PPO berperanan penting

dalam pengerasan kulit dari chitin selama siklus pertumbuhannya. Sehingga blackspot banyak terjadi pada produk udang berkulit

(Shell-On).

Cooking loss produk juga merupakan salah satu parameter lain dari

produk udang masak. Walaupun tidak secara langsung berkaitan dengan mutu produk tetapi tingkat cooking loss yang terlalu tinggi akan berakibat pada rusaknya komponen-komponen yang terdapat pada udang. Parameter cooking loss biasanya sangat berpengaruh terhadap keuntungan perusahaan. Cooking loss dihitung berdasarkan persentase perbandingan selisih antara bobot udang sebelum pemasakan dengan bobot udang setelah pemasakan terhadap bobot udang sebelum pemasakan (basis basah) (AOAC, 1995). Cooking loss menyebabkan ukuran dan berat akhir produk udang menjadi lebih kecil dari ukuran

(29)

29 3. Pemasakan dengan Cabinplant® cooker

Menurut Crowly (2001), metode dasar dari pemasakan komersil

seafood ada tiga yaitu: pemasakan dengan steam, pemasakan dengan air

panas, dan pemasakan dengan udara panas. Proses pemasakan di PT Centralpertiwi Bahari (PT CPB) memakai steam sebagai sumber panasnya dan memanfaatkan pindah panas konduksi dan koveksi dalam prosesnya. Mesin pemasak yang digunakan yaitu mesin Cabinplant®

cookerdan Laitram® cooker.

Mesin pemasak yang digunakan pada penelitian ini adalah mesin Cabinplant® cooker. Mesin Cabinplant® cooker mampu memenuhi kapasitas produksi pemasakan 1000 kg/jam. Steam, yang dijadikan sumber panas, dialirkan langsung merata dari bagian atas mesin ke produk dengan waktu pemasakan antara 25 sampai 240 detik. Suhu yang digunakan yaitu 197°F-203°F atau sekitar 92°C-113°C (Crowly, 2001). Suhu pemasakan yang distandarkan pada Mesin Cabinplant®

cooker di PT CPB yaitu 98°C-99°C. Kisaran suhu ini juga banyak

dipakai oleh perusahaan-perusahaan udang masak lainnya.

Zona yang terdapat dalam Cabinplant® cooker terbagi menjadi tiga yaitu: first cooling zone dengan menggunakan spray, zona pemasakan, dan second cooling zone dengan perendaman udang dalam bak air es.

Cooling zone berfungsi untuk menghindari uap air tidak keluar dari

mesin akibat proses pemasakan. Mesin Cabinplant® cooker dirancang agar uap tidak keluar dari mesin. Pengeluaran uap dari mesin dapat membuang energi dan menyebabkan kondensasi di ruang proses. Kondensasi berupa tetesan air dari langit-langit ruangan akan jatuh ke mesin dan pekerja. Secara rinci, mesin Cabinplant dan bagian-bagian di dalamnya dapat dilihat pada Gambar 4.

(30)

30

(a)

(b) (c) (d)

Gambar 4. (a) Mesin Cabinplant® keseluruhan; (b) Cooling zone (spray); (c) Panel pengatur suhu dan waktu pemasakan; (d) Outfeed mesin

B. Bakteri Listeria monocytogenens

1. Karakteristik, Klasifikasi, dan Habitat bakteri Listeria monocytogenes

Listeria monocytogenes merupakan salah satu jenis bakteri

gram-positif, psikotropik, anaerob fakultatif, tidak berspora, motil, dan bentuknya batang pendek. Dalam kultur segar, selnya mungkin dalam bentuk rantai pendek. Listeria monocytogens bersifat hemolitik dan memfermentasikan gula rhamnose tetapi tidak untuk xylose. Bakteri ini tumbuh antara 1 sampai 44°C, dengan pertumbuhan optimal pada 35°C- 37°C. Pada 7°C-10°C akan berkembangbiak relatif cepat. Listeria

monocytogenes dapat memfermentasikan glukosa tanpa menghasilkan

gas. Bakteri ini dapat tumbuh pada banyak bahan pangan dan lingkungan. Selnya relatif bertahan pada pembekuan, pengeringan, kadar garam tinggi, dan pH 5.0 serta pH diatasnya. Listeria

(31)

31 detik atau 62,8°C dalam 30 menit), tetapi ketika di dalam sel darah putih, suhu 76.4°C sampai 77.8°C dalam 15 detik dibutuhkan untuk membunuh sel bakteri ini (Ray, 2000). Karakteristik bakteri Listeria

monocytogenes dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Karakteristik bakteri Listeria monocytogenes (Anonim b, 2007)

Listeria monocytogenes adalah salah satu spesies dari 6 species

bakteri Listeria yaitu: L. Monocytogenes, L. Innocua, L. Welshimeri, L.

Seeligeri, L. Ivanovii, dan L. Garyi (Boerlin et al, 1992). Spesies L. Ivanovii memiliki 2 subspesies yaitu: ivanovii dan londoniensis (Jay,

1996; Kozak et al., 1996).

Listeria monocytogenes diisolasi dari banyak sampel lingkungan,

seperti tanah, limbah, air, dan tumbuh-tumbuhan mati. Bakteri ini diisolasi dari isi usus dari hewan dan burung lokal. Manusia dapat juga membawa bakteri ini dalam ususnya tanpa banyak menimbulkan penyakit. Bagian besar dari daging mentah, susu, telur, makanan laut, dan ikan, seperti halnya daun dari tumbuh-tumbuhan dan umbi-umbian (khususnya pada kentang dan lobak) mengandung Listeria monocytogenes. Banyak makanan yang diproses dengan panas, seperti

susu pasteurisasi dan produk susu, serta pengolahan daging ready-to-eat juga dapat mengandung bakteri ini. Listeria monocytogenes diisolasi dalam ferkuensi tinggi dari banyak tempat pada proses pangan dan area penyimpanan (Ray, 2000). Berdasarkan hal tersebut, potensi bakteri ini berada dalam bahan pangan sangat besar. Apabila bakteri ini berada dalam bahan pangan maka bahan pangan tersebut menjadi tidak aman

(32)

32 dikonsumsi bagi manusia. Hal ini berarti bakteri Listeria monocytogenes dapat mempengaruhi kemanan bahan pangan tertentu.

2. Bahaya Bakteri Listeria monocytogenes terhadap Keamanan Pangan

Menurut Undang-Undang R. I. Nomor 7 Tahun 1996, Keamanan Pangan didefinisikan sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk

mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Berdasarkan isi undang-undang tersebut, cemaran

biologis merupakan salah satu hal yang akan membuat bahan pangan menjadi tidak aman untuk dikonsumsi. Cemaran biologis itu bisa berasal dari bakteri Listeria monocytogenes yang bersifat patogen bagi manusia.

Sifat patogen dari bakteri ini berasal dari toksin yang dihasilkannya. Faktor yang bersifat toksin pada Listeria monocytogenes adalah tipe khusus dari hemolysin, Listeriolysin O. Toksin itu diproduksi dalam pertumbuhan eksponensial dari selnya. Bakteri yang bersifat patogen ini menyerang jaringan tubuh berbeda dan berkembangbiak dalam sel tubuh, menghasilkan toksin. Toksin ini dapat menyebabkan kematian pada sel tubuh (Ray, 2000).

Toksin yang dihasilkan merupakan bagian dari proses invasi bakteri ke tubuh inangnya. Proses infeksi bakteri ini adalah invasi melalui bagian permukaan usus. Proses invasi ini melibatkan residu D-galaktosa pada bakteri yang menempel pada reseptor D-D-galaktosa yang cocok pada usus. Bakteri kemudian menangkapnya dengan proses fagositosis yang dihubungkan oleh membran berprotein yang disebut internalin. Setelah itu bakteri akan memproduksi toksin Listeriolysin (LLO) untuk keluar dari fagosom. Bakteri akan memperbanyak diri dengan cepat pada sitoplasma dan bergerak melalui sitoplasma untuk menyerang sel yang terdekat dengan polimerisasi aktin untuk membentuk ekor yang panjang (Anonim d, 2007). Secara rinci proses infeksi bakteri Listeria monocytogenes dapat dilihat pada Gambar 6.

(33)

33 Gambar 6. Proses infeksi bakteri Listeria monocytogenes

Proses infeksi Listeria monocytogenes pada tubuh manusia itu dapat menimbulkan berbagai penyakit. Listeria monocytogenes dikenal sebagai penyebab terjadinya listeriosis, jarang terjadi, tetapi merupakan infeksi penyakit asal pangan yang mempunyai tingkat mematikan 25% (Salmonella, sebagai perbandingan, mempunyai tingkat mematikan kurang dari 1%) (Anonim c, 2007). Gejala-gejala yang ditimbulkan dari infeksi bakteri patogen ini selanjutnya dijelaskan oleh Ray (2000), bahwa pada orang dengan kesehatan normal, gejala yang ditimbulkan salah satunya seperti gejala flu ringan dengan demam ringan, nyeri perut, dan diare. Gejala-gejala ini timbul dalam beberapa hari, tetapi kadang-kadang seseorang akan membuang Listeria monocytogenes dalam feses mereka.

Lain halnya gejala-gejala yang terjadi pada kelompok-kelompok orang yang sensitif seperti: ibu hamil, bayi yang belum lahir, bayi, dan orang lanjut usia dengan tingkat kekebalan yang rendah. Gejala yang terjadi yaitu tipus dengan mual, muntah, nyeri perut, dan diare, serta gejala jangka panjang demam dan sakit kepala. Bakteri ini kemudian menyebar melalui aliran darah dan menyerang jaringan pada organ vital

(34)

34 yang berbeda, termasuk sistem syaraf pusat. Pada wanita hamil, Listeria

monocytogenes dapat menyerang jaringan organ dari janin melalui

plasenta. Gejalanya termasuk bacterimia (septicemia, meningitis,

encephalitis, dan endocarditis). Tingkat mematikan pada janin, infeksi

bayi yang baru lahir, dan membahayakan kekebalan seseorang adalah sangat tinggi. Tingkat infeksi kurang lebih mencapai 100 sampai 1000 sel, khususnya pada orang dengan tingkat sensitifitas yang tinggi (Ray, 2000). Selain menyerang manusia, bakteri ini juga menyerang berbagai jenis hewan seperti: ayam, kelinci, kambing, sapi, kuda, dan sebagainya (Supardi dan Sukamto, 1999). Gejala-gejala penyakit yang ditimbulkan dari bakteri Listeria monocytogenes ini sangat banyak dan berbahaya. Oleh karena itu bakteri ini harus dicegah dan dikontrol demi menjamin keamanan pangan.

3. Pencegahan dan Kontrol Bakteri Listeria monocytogenes

Melihat sangat besarnya bahaya bakteri Listeria monocytogenes terhadap kesehatan manusia, maka pencegahan dan kontrol bakteri perlu dilakukan sebagai upaya untuk menjamin kemanan pangan. Menurut Ray (2000) metode pencegahan dan kontrol bakteri (termasuk bakteri Listeria monocytogenes) untuk meminimalkan dan menghilangkan jumlahnya dalam bahan pangan yaitu diantaranya melalui: 1) Mengontrol akses mikroorganisme ke dalam makanan, 2) Memindahkan secara fisik kehadiran mikroorganisme dalam makanan, 3) Mencegah dan mengurangi pertumbuhan mikroorganisme dan perkecambahan dari spora yang ada dalam makanan, dan 4) Membunuh sel mikroba dan spora yang hadir dalam makanan.

Menurut Bell dan Kyriakides (2002) setidaknya ada 3 tempat atau area, khususnya dalam industri, dalam mencegah dan mengontrol bakteri Listeria monocytogenes yaitu: kontrol pada bahan mentah, kontrol dalam proses, dan kontrol pada produk akhir. Kontrol dalam proses misalnya pada proses pemanasan, proses fermentasi, proses pencucian, proses pengasapan, kontaminasi proses akhir.

(35)

35 Proses pemanasan melalui proses pemasakan merupakan salah satu upaya pencegahan dan kontrol bakteri dengan cara membunuh sel mikroba dan spora yang hadir dalam makanan pada area proses di dalam industri. Karena sifatnya memusnahkan mikroba, maka dengan menggunakan proses ini ada jaminan bahwa mikroba yang telah mati tidak akan pernah aktif kembali. Walaupun ada mikroba yang ditemukan pada produk pangan yang diproses dengan cara ini, maka kemungkinan besar hal ini terjadi karena rekontamninasi (Fardiaz, 1996).

Proses pemanasan merupakan proses utama dalam menginaktivasi bakteri Listeria spp. pada industri berbagai macam jenis makanan termasuk daging masak, makanan siap santap, dan makanan penutup.

Listeria monocytogenes dirusak oleh temperatur pasteurisasi yang

diaplikasikan pada daging, di United Kingdom (UK) dikhususkan pada suhu 70°C selama 2 menit (Anonim d, 1992). Proses ini menginaktivasi sebanyak 6–log organisme di dalam makanan. Penelitian terhadap ayam masak mengindikasikan Nilai D untuk Listeria monocytogenes adalah 0.133 menit pada 70°C (Murphy et al., 1999). Proses pemanasan susu pasteurisasi di UK memakai suhu 71.7°C selama 15 detik untuk menginaktivasi bakteri sebanyak 3-4 log (berdasarkan Nilai z sebesar 5-7.5°C).

4. Teori Kecukupan Panas dalam Menginaktivasi Bakteri Listeria monocytogenes

Menurut Fardiaz (1996), proses termal atau proses yang menggunakan energi panas adalah salah satu proses di dalam pengolahan pangan yang jika tidak dilakukan dengan benar dapat menimbulkan masalah keamanan. Oleh karena itulah, proses termal merupakan tahap pengolahan yang dianggap kritis karena harus dilakukan secara hati-hati dengan perhitungan kecukupan panas yang akurat untuk menjamin keamanan produk pangan yang dihasilkan.

Teori kecukupan panas mengenal konsep Nilai Fo, Nilai D, dan Nilai z yang berhubungan dengan inaktivasi bakteri Listeria

(36)

36

monocytogenes di dalamnya. Menurut Wirakartakusumah dkk (1989),

Nilai D merupakan waktu untuk menurunkan jumlah mikroba sebanyak 90% (1 siklus log) sedangkan Nilai z adalah perbedaan suhu yang menyebabkan perubahan Nilai D sebanyak 1 siklus log. Hubungan antara Nilai D dan Nilai z dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Kurva hubungan nilai D dan z (Mendez dan Abuin, 2006) Pada Gambar terlihat bahwa Nilai D menyebabkan jumlah mikroba berkurang dari 10.000 menjadi 1000 (sebanyak 90% berkurang). Dalam proses pemanasan juga dikenal istilah “Order Reaksi”. Order dalam termal proses adalah berapa kali Nilai D dicapai pada suatu proses pemanasan. Misalnya suatu bahan pangan mempunyai populasi awal 10.000.000 sel dipanaskan hingga populasinya 10 sel, maka order reaksinya adalah 6. Jadi order yaitu berapa n D suatu pemanasan dilakukan (Wirakartakusumah dkk, 1989). Dalam menginaktivasi bakteri Listeria monocytogenes dipakai konsep 6D (FDA, 2001).

Selain Nilai D dan z, dalam proses pemanasan yang berkaitan dengan inaktivasi bakteri terdapat istilah Fo. Menurut Fardiaz (1996) Nilai Fo adalah waktu setara dalam menit pada suhu rujukan (Tref) yang menghasilkan pengaruh mematikan yang sama seperti pemanasan pada suhu T selama t:

Fo = 10

(T-Tref) / z

x t

(37)

37 Nilai Fo mencerminkan derajat letalitas terhadap mikroba dan merupakan Nilai kecukupan panas yang diperlukan untuk mereduksi jumlah mikroba yang diinginkan. Nilai Fo dan suhu rujukan (Tref) yang dijadikan syarat dalam proses pemanasan untuk menginaktivasi bakteri

Listeria monocytogenes bisa dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Syarat pencapaian waktu (Fo) pada berbagai suhu pusat produk (Tref) untuk menginaktivasi Listeria monocytogenes (FDA, 2001)

Internal Product Temperature (°F)

Internal Product

Temperature (°C) Lethal Rate

Time for 6D Process (minutes) 145 63 0.117 17.0 147 64 0.158 12.7 149 65 0.215 9.3 151 66 0.293 6.8 153 67 0.398 5.0 154 68 0.541 3.7 156 69 0.736 2.7 158 70 1.000 2.0 160 71 1.359 1.5 162 72 1.848 1.0 163 73 2.512 0.8 165 74 3.415 0.6 167 75 4.642 0.4 169 76 6.310 0.3 171 77 8.577 0.2 172 78 11.659 0.2 174 79 15.849 0.1 176 80 21.544 0.09 178 81 29.286 0.07 180 82 39.810 0.05 182 83 54.116 0.03 183 84 73.564 0.03 185 85 100.000 0.02 Nilai z = 7.5 °C

(38)

38 5. Standar Perdagangan di Berbagai Negara terhadap bakteri Listeria

monocytogenes

Standar perdagangan terhadap bakteri Listeria monocytogenes dibuat untuk menjamin keamanan pangan. Standar perdagangan di berbagai negara terhadap bakteri ini berbeda-beda. Salah satu hal yang mempengaruhi hal tersebut adalah perbedaan pengetahuan tentang berapa banyak sel yang harus direduksi yang dapat menyebabkan penyakit sehingga mempengaruhi kebijakan yang dibuat oleh pemerintah setempat berupa peraturan-peraturan tentang batas minimal kehadiran bakteri ini di dalam bahan pangan dan non pangan.

Bagaimanapun juga, setiap usaha yang dilakukan harus dibuat untuk menghambat penggandaan dari organisme ini dalam makananan (Farger dan Peterkin, 2000). Berikut ini beberapa kebijakan pemerintah di Kawasan Amerika Utara, Eropa, dan Australia tentang bakteri

Listeria monocytogenes yang berhubungan dengan standar perdagangan

yang dibuat (Frager dan Peterkin, 2000). a. Amerika Utara

Di Negara Kanada, kebijakan yang dibuat fleksibel. Kebijakan peraturan yang dibuat terhadap makanan yang terkontaminasi bakteri

Listeria monocytogenes berdasarkan prinsip dari Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) yang dibangun dengan

menggunakan pendekatan penilaian resiko kesehatan. Kebijakan yang dibuat mencerminkan bahwa resiko dari kontaminasi Listeria

monocytogenes dapat direduksi tetapi organisme ini tidak selalu

dapat dibasmi dari produk akhir atau lingkungan. Kebijakan langsung diberlakukan pada produk pangan Ready-To-Eat (RTE) atau makanan siap saji yang berpotensi terhadap pertumbuhan bakteri ini.

Produk pangan dibagi menjadi 3 kategori berdasarkan resiko kesehatan. Produk pada kategori 1 merupakan penyebab terjangkitnya penyakit Listeriosis dan menjadi prioritas terbesar dalam inspeksi. Produk yang termasuk dalam kategori 1 ini harus

(39)

39 ditarik kembali dari pasaran. Kategori 2 adalah semua produk pangan RTE yang mendukung untuk tumbuhnya bakteri Listeria

monocytogenes dan mempunyai ketahanan hidup baktrei ini lebih

dari 10 hari. Produk yang termasuk dalam kategori 2 ini juga harus ditarik kembali dengan pertimbangan yang mungkin dari pasaran. Kategori 3 terdiri dari 2 jenis produk pangan RTE yaitu: Produk yang mendukung pertumbuhan bakteri dengan ketahanan hidup ≤ 10 hari dan tidak mendukung pertumbuhan. Untuk produk pangan RTE kategori 3, faktor seperti kehadiran atau ketidakhadiran dari Good

Manufacturing Processing (GMP), tingkat dari Listeria monocytogenes dalam bahan pangan ( 100 cfu g-1), dan atau evaluasi resiko kesehatan adalah semua dipertimbangkan dalam pengambilan tindakan yang memenuhi.

b. Eropa

Pemerintah United Kingdom (UK) hanya mempunyai perundang-undangan untuk Listeria monocytogens dalam keju dan produk berbahan dasar susu lainnya yang telah diisukan langung oleh

European Community (EC). Isi dari peraturan yang diberlakukan

dalam produk susu dan berbahan dasar susu adalah Listeria

monocytogenes tidak ada dalam 25 gram sampel dari keju lunak dan

tidak ada pada 1 gram sampel dari produk lainnya. Sebagai tambahan, Public Health Laboratory Sevices (PHLS) memberikan petunjuk untuk beberapa bahan pangan RTE masak yang dibagi menjadi 4 kategori yaitu: (1) Memuaskan (Listeria monocytogenes tidak terdeteksi dalam 25 gram sampel); (2) Cukup Memuaskan (ada pada 25 gram sampel dengan tingkat <100 cfu g-1); (3) Tidak Memuaskan (100-1000 cfu g-1); dan (4) Tidak diterima / penuh resiko (> 1000 cfu g-1).

Pemerintah Jerman telah mengembangkan rekomendasi untuk digunakan sebagai otoritas inspeksi makanan. Empat kategori dari makanan telah dikembangankan dengan berbagai level. Group I terdiri dari makanan untuk bayi dan anak-anak dengan level tidak

(40)

40 ada bakteri Listeria monocytogenes dalam 25 gram sampel. Group II terdiri dari makanan seperti susu fermentasi dan produk kemasan aseptis dengan level sama seperti Group I. Group III termasuk makanan beku, keju (bukan keju mentah), sosis, dan udang kemasan dengan level >100 cfu g-1. Grup IV terdiri dari 3 jenis makanan yang berbeda seperti ikan asap dan sosis fermentasi; makanan mentah konsumsi dengan status mentah atau tidak diproses; dan makan mentah yang dipanaskan dahulu sebelum dikonsumsi. Untuk Grup IV level <100 cfu g-1 biasanya masih diizinkan.

Untuk produk udang masak beku, European Community (EC) menetapkan standar bakteri Listeria monocytogenes adalah negatif dalam 25 gram sampel pada kondisi sebelum produk didistribusikan dari pabrik. Sedangkan standar pada kondisi selama produk beredar di pasar adalah 100 cfu/gram. Secara rinci, standar yang diberlakukan EC dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Standar udang masak beku (EC, 2005)

c. Australia

Standar pembatasan kontaminasi Listeria monocytogens belum dimasukkan dalam Australian Food Standard Code. Kontrol

(41)

41 terhadap permintaan ekspor yaitu ketidakhadiran Listeria monocytogenes pada 5 X 25 gram sampel dari banyak keju. Otoritas

Pangan Austarlia mempertimbangkan untuk memperkenalkan standar dari organisme ini dalam Food Standar Code. Seperti di pendekatan di Kanada, produk akan digrupkan sesuai dengan kemampuannya dalam mendukung pertumbuhan Listeria monocytogenes dan informasi dari model prediksi akan digunakan.

International Commission on Microbiological Specifications for Foods (ICMSF) telah mengembangkan kebijakan penting untuk

perdagangan internasional untuk makanan yang mengandung

Listeria monocytogenes. Makanan yang diperuntukkan bagi orang

normal, ICMSF merekomendasikan nilai n (jumlah sampel) dari 5, 10 atau 20 dengan level 100 cfu g-1 dan untuk makanan yang diperuntukkan bagi orang yang sensitif / peka, nilai n dari 15, 30 atau 60 dengan level “nol” untuk 25 gram sampel. Untuk produk udang masak beku, ICMSF menetapkan standar bakteri Listeria monocytogenes negatif pada 25 gram sampel. Secara rinci, standar

yang diberlakukan ICMSF dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Standar udang masak beku (ICMSF, 1996)

Bakteri Standar Udang masak

Total Aerobic Plate Counts 106 cfu /g

Staphilococcus aureus 100 cfu /g

Total Coliform 3.0 MPN / g

Escherchia coli 25 cfu/g

Salmonella Negatif/ 25 g

(42)

42 IV. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian Optimasi Proses Pemasakan adalah udang mentah siap masak CTO (Cooked Tail-On) dan

Peeled Cooked size 41-50 sebanyak minimal 30 kg/hari yang digunakan

untuk penelitian pendahuluan dan 100 kg untuk penelitian lanjutan, air

chiller, air normal, flake ice, dan garam.

Penelitian Validasi Proses Pemasakan terhadap Inaktivasi Listeria

monocytogenes membutuhkan bahan-bahan antara lain: udang mentah

siap masak CTO (Cooked Tail-On), media Listeria Enrichment Broth (LEB), University of Vermont (UV-M1 dan UV-M2), PALCAM Agar,

Trypticase Soy Agar dengan 0.6% Yeast Extract (TSAYE), Trypticase Soy Broth dengan 0.6% Yeast Extract (TSBYE), Bacto Peptone, Motility Test Medium (MTM), Gula Dextrose, Xylose, Mannitol, dan Maltose serta

aquades. 2. Alat

Alat-alat yang digunakan untuk penelitian Optimasi Proses Pemasakan Udang antara lain: mesin pemasak dan tray untuk proses pemasakan, box cooling, timbangan AND kapasitas 15,000 x 0,005 kg, termometer dingin dan termometer panas TFA type A1368, stop watch merk casio, keranjang besar (kapasitas 10 kg), pisau, dan data tracer.

Penelitian Validasi Proses Pemasakan terhadap Inaktivasi Listeria

monocytogenes membutuhkan alat-alat antara lain: kompor/pemanas,

panci kukus, thermocouple, gunting preparasi, sarung tangan, pinset,

stomacher, gelas piala, erlenmeyer, cawan petri, bunsen, jarum ose, tabung

reaksi, inkubator, dan autoclave. B. TEMPAT DAN WAKTU

Tempat untuk melakukan penelitian dibagi menjadi 2 yaitu PT Centralpertiwi Bahari, Lampung, untuk penelitian Optimasi Proses Pemasakan Udang dan Laboratorium mikrobiologi patogen SEAFAST Center IPB, Bogor,

Gambar

Gambar 1. Food processing plant 2 di  PT Centralpertiwi Bahari
Gambar  4.  (a)    Mesin  Cabinplant ®   keseluruhan;  (b)  Cooling  zone  (spray); (c) Panel pengatur suhu dan waktu pemasakan;
Gambar  5.  Karakteristik  bakteri  Listeria  monocytogenes  (Anonim  b,  2007)
Gambar 7. Kurva hubungan nilai D dan z (Mendez dan Abuin, 2006)  Pada Gambar terlihat bahwa Nilai D menyebabkan jumlah mikroba  berkurang dari 10.000 menjadi 1000 (sebanyak 90% berkurang)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Disamping peningkatan kapasitas produksi, penggunaan mesin listrik juga mengurangi jumlah pekerja dimana pemotongan secara manual agar pekerjaan dapat berlangsung

Nilai signifikan 0,036 lebih kecil dari alpha 0,05 dan memiliki nilai koefisien parameternya negative yaitu -0,054, maka maka dapat disimpulkan bahwa variabel motivasi

Lihat HB Sumardi, Berbagai Permasalahan Pembelajaran Membaca Permulaan pada Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Bantul, PGSD, (t.t, t.p., t.th), 4.. Peran

Hal ini diakui oleh pe- rawat bahwa penghasilan yang dimaksud adalah jasa pelayanan yang diberikan untuk perawat seharusnya lebih besar karena mereka memiliki risiko tinggi

16 berikut yaitu, menemukan alternatif solusi melalui redefinisi masalah, memperbesar dan memperkuat sumber daya dan kepentingan agar semua pihak dapat mencapai tujuan, menemukan

Manfaat yang dapat diperoleh dari modul ini, antara lain mahasiswa kedudukan olahraga senam dan renang dalam pemelajaran penjas dan dapat memahami persyaratan yang harus

Pada satu sisi mereka dituntut untuk melakukan pekerjaan rumah tangga (domestik) dengan baik, dan pada sisi lain mereka juga harus membantu suami mencari nafkah,