• Tidak ada hasil yang ditemukan

Orang yang Memotivasi Berobat dan Memakan Obat yang Diberi Puskesmas

Dalam dokumen SKRIPSI OLEH ROYANA PARHUSIP NIM (Halaman 74-82)

6. Pengetahuan adalah suatu hal yang diketahui pasien tentang case fiding TB paru

4.5 Tindakan Pasien

4.5.5 Orang yang Memotivasi Berobat dan Memakan Obat yang Diberi Puskesmas

Tabel 4.18 Matriks Pernyataan Orang yang Memotivasi Berobat dan Memakan Obat dari Puskesmas

Informan Pernyataan

1 Yah… paling anak ada yang mengingatkan dan menyuruh minum dek.

2 Orang tua, mama saya ini bilang saya harus sembuh biar bisa melanjutkan kuliah lagi dan biar mama saya senang katanya.

3 Istri dan anak saya lah yang menyemangati, kadang cucu bilang harus sembuh ya opung… gitu ya saya makanlah obatnya sampai habis.

4 Cuma kaka saya saja, soalnya Cuma dia yang tau saya sakit.

5 Tidak ada, saya sendiri yang ingin sembuh dan harus sehat.

6 Istri saya, istri selalu semangatin dan ingatkan minum obat.

7 Sekeluarga nyuruh semua, harus sehat dan minum obat sampai habis katanya.

8 Yah… semua keluarga yang bilang supaya siap minum obat.

9 Yah..saya kan sadar itu bahaya dibiarkan, jadi saya memotivasi diri saya biar sehat dan harus semangat, semua keluarga pun menyemangati.

10 Saya sendiri yang ingin sembuh sama di ingatin istri biar sembuh trus, saya juga takut anak saya jadi kena.

Berdasarkan hasil penelitian ternyata didapatkan hampir semua informan (8 orang) bahwa yang memotivasi untuk berobat dan memakan obat adalah anggota keluarga atau keluarga terdekat, seperti orang tua, istri, anak, kakak, dan anak-anaknya. Hanya dua orang mengatakan termotivasi dari dalam diri sendiri, tetapi tidak ada yang mengatakan dari petugas kesehatan.

Dalam penelitian ini, dorongan yang diberikan oleh keluarga kepada pederita adalah supaya penderita berobat teratur. Dorongan yang diberikan dapat berupa motivasi kepada penderita supaya penderita tetap semangat dan teratur dalam menjalani pengobatannya, tidak terputus-putus dalam meminum obat. Hal ini

dikarenakan berobat TB membutuhkan waktu yang cukup lama, yaitu sekitar 6 bulan.

Menurut Green (Notoatmodjo, 2003), untuk mendapatkan pelayanan kesehatan salah satunya dipengaruhi oleh faktor pendorong (reinforcing factors), yang terwujud dalam sikap dan perilaku, keluarga, tetangga, teman kerja, dan para petugas kesehatan yang dapat memengaruhi individu untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan.

Berdasarkan tujuan, hasil dan pembahasan penelitian, maka dapat disimpulkan apa saja determinan pencapaian penemuan kasus (case finding) penderita TB Paru di Puskesmas Mogang Kecamatan Palipi Kabupaten Samosir 2018 sebagai berikut:

1. Kemampuan petugas dalam penemuan kasus TB Paru di wilayah kerja puskesmas Mogang masih kurang ,masih rendahnya penemuan kasus TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Mogang, meskipun petugas melaksanakan pekerjaannya sesuai Uraian tugas, dan perencanaan yang dibuat oleh petugas, hal ini dibuktikan dengan kurangnya penyuluhan dan pemberitahuan kepada masyarakat tentang bahaya TB Paru, gejala dan penyebabnya dan kurangnya himbauan kepada masyarakat, terlebih penderita TB Paru untuk mengajak orang yang dekat kontak langsung dengan penderita untuk memeriksakan diri.

2. Beban kerja petugas dalam penemuan kasus TB Paru di Puskesmas Mogang masih dirasakan berat, hal ini disebabkan antara lain karena tidak pernah tercapainya case finding TB paru, banyaknya tugas lain yang harus diselesasikan, tidak adanya rotasi jabatan dan relatif lama menduduki satu jabatan, dan susahnya bekerjasama dengan masyarakat sekitar.

3. Motivasi kerja petugas dalam Penemuan kasus TB paru di Puskesmas Mogang masih kurang, hal ini disebabkan antara lain karena kurangnya motivasi dalam diri akibat kejenuhan dalam melaksanakan tugas dan tidak

adanya dorongan motivasi dari luar (eksternal) dimana tidak pernah mendapat pujian atau reward dalam bentuk sertifikasi, dan tidak adanya insentif dalam melaksanakan pekerjaannya.

4. Pengetahuan Pasien tentang TB paru relative masih rendah dan menganggap biasasaja, karena kurangnya penyuluhan tentang TB Paru dan pembinaan pada waktu pasien mengambil obat ke puskesmas.

5. Tindakan pasien untuk menangani TB Paru relatif masih rendah, hal ini disebabkan antara lain karena kurangnya pengetahuan masyarakat tentang TB Paru dan rendahnya motivasi dalam diri untuk mencari pelayanan kesehatan.

5.2 Saran

1. Kepada pemegang program TB Perlu ditingkatkan kemampuan petugas dalam pelaksanaan penemuan kasus TB paru dengan melakukan pemeriksaan pasien secara teratur, memberikan penjelasan tentang TB Paru, mengajak pasien untuk mengikuti penyuluhan dan membawa keluarga yang kontak langsung dengan pasien untuk dilakukan pemeriksaan TB Paru, dan kerjasama dengan bidan desa.

2. Kepada penanggung jawab P2M, perlu untuk meningkatkan kemampuan dengan ikut membantu pemegang program TB Paru melakukan promosi aktif, penjaringan secara aktif, dan lebih memperhatikan program TB Paru.

3. Kepada analis laboratorium untuk terus meningkatkan kemampuan dan kinerja dengan membantu pemegang program TB Paru untuk melakukan

pemeriksaan dahak, ikut melakukan promosi aktif dan pencarian suspek secara aktif, dan memperhatikan hasil laboratorium dengan seksama untuk menghindari kesalahan laboratorium dalam mendiagnosis TB Paru.

4. Kepada kepala puskesmas perlu di berlakukan kembali penyuluhan secara kontinu tentang TB Paru dan pencegahannya kepada masyarakat luas dengan melibatkan PMO dan kader-kader, dan senantiasa meningkatkan kemampuan petugas dengan cara memberi refreshing, on the job training serta kesempatan mengikuti pelatihan, seminar-seminar tentang program TB paru, dan lebih memperhatikan program TB Paru.

5. Kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Samosir meningkatkan pelatihan TB Paru kepada pemegang program TB Paru se-KabupatenSamosir dan petugas kesehatan lainnya, melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan program TB Paru, sehingga penemuan kasus dapat mencapai target sebagaimana yang diharapkan. Dengan adanya pelatihan dapat meningkatkan kemampuan petugas, dan seluruh petugas dapat mengetahui tentang TB Paru dan mampu menjalankan program sehingga mudah dilakukan rotasi jabatan sehingga petugas kesehatan tidak jenuh karena lamanya menduduki suatu jabatan.

Gerdunas TB, Jakarta

Azwar A, 1988. Epidemiologi Edisi pertama, PT. Binarupa Aksara, Jakarta Depkes RI, 2001. Pelatihan Penanggulangan Tuberkulosis Nasional, Modul V,

Gerdunas TB, Jakarta

---, 2002. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis.

Direktorat Jenderal P2M & PLP. Jakarta

---, 2004. Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat, Jakarta ---, 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta ---, 2008. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Cetakan

kedua. Bakti Husada, Jakarta

Dinas Kesehatan Kabupaten Samosir, 2017. Profil Kesehatan Kabupaten Samosir Tahun 2017, Samosir

Dirjen PPM dan PL, 2002. Iformasi Dasar Tentang Tuberkulosis, Jakarta Gibson, J., Ivancevich., Donelly.,J., H., 1995. Perilaku, Struktur, Proses Jilid I,

Edisi kelima. Penerbit Erlangga, Jakarta

Girsang M, 2002. Pengobatan Standar Penderita TBC, Cermin Dunia Kedokteran No. 137

Gupte S, (Alih bahasa Suryawidjaya JE), 2000. Mikrobiologi Dasar, Binarupa Aksara, jakarta

Handayani T, 2002. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penemuan Penderita Pneumonia pada Puskesmas di Kota Padang tahun 2001, Skripsi FKM USU

Ilyas, Y. 2002. Kinerja, Teori, Penilaian, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Jakarta

Ivantika, Elvira. 2001. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Cakupan Penemuan Penderita Pneumonia pada Puskesmas di Kabupaten Bandung tahun 2000, Tesis FKM UI. Depok

Juliani, A, Ansar, danJumriani. 2012. Evaluasi Program Imunisasi Puskesmas

Kemenkes, Dirjen PPM dan PL, 2011.Pedoman Nasioanal Pengendalian Tuberkulosis, Jakarta

Kemenkes RI, 2014. Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta

---, 2015. Rencana Strategis Nasional Penanggulangan Tuberkulosis Tahun 2015-2019, Jakarta

---, 2016. Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis, Jakarta

---, 2016. Pedoman Umum Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga, Jakarrta

---, 2016. Pedoman Manajamen Puskesmas, Jakarta ---, 2017. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2016, Jakarta

Mangkunegara, A., A., Anwar, Parbu. 2005. Evaluasi kinerja sumber daya manusia. Penerbit Refika Aditama Bandung

Maslow AH, 1984. Motivasi dan Kepribadian, Teori Motivasi dengan Ancanangan Hirarki Kebutuhan Manusia, PT. Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta

Munandar, A.S. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi, UI-Pres, Jakarta Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Rineka Cipta,

Jakarta

---, 2012. Ilmu Perilaku Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta

Permatasari, A. 2005. Pemberantasan Penyakit TB Paru dan Strategi DOTS.

Bagian Paru. FK USU, Medan

Permendagri No.12, 2008. Pedoman Analis Beban Kerja di Lingkungan Departeman Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah, Jakarta

Perpres RI, 2015. Rencana pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019, Jakarta

PP RI Nomor 46, 2014.SistemInformasiKesehatan. Jakarta

Rahman, T. dan Solikhah, S. 2016. Analisis Pengaruh Rotasi Kerja, Motivasi Kerja dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan di Lembaga Keuangan Mikro Syariah.

Robbins, S.P. & Coulter. 2004. Manajamen. PT. IndeksKelompokGramedia, Jakarta

Setyawan, EF. 2007. Perilaku Pencarian Pengobatan pada Kelompok Ibu Rumah Tangga di DesaTirtonarto Kecamatan Cawas Kabupaten

Klaten. (Skripsi) :Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro Semarang

Stoner JAF, 1986. Manajamen. Jilid II, Intermedia, Jakarta

Sugiyono, 2016. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Alfabeta CV.

Bandung

Sukiswoyo.2005. Praktek Pencarian Pengobatan (Care Seeking) Penderita Suspek Malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Kandang serang Kabupaten Pekalongan Tahun 2005. Tesis, Program Pasca sarjana Universitas Diponegoro Semarang

WHO, 2016.Global Tuberkulosis Report 2016

Winardi J, 2001. Motivasi Dan Pemotivasian Dalam Manajamen. PT. Raja GrafindoPersada,Jakarta

Sulaeman, E, S., 2005. Manajamen Kesehatan. Gadjah Mada University Pres, Yogyakarta

Dalam dokumen SKRIPSI OLEH ROYANA PARHUSIP NIM (Halaman 74-82)

Dokumen terkait