• Tidak ada hasil yang ditemukan

Orang-Orang yang Berhak Menerima Zakat (Mustahiq Zakat)

TINJAUAN UMUM TENTANG ZAKAT

B. Syarat Wajib dan Rukun Zakat dalam Islam

4. Orang-Orang yang Berhak Menerima Zakat (Mustahiq Zakat)

Para ulama madzhab sependapat bahwa golongan yang berhak menerima zakat itu ada delapan, dari semuanya sudah disebutkan dalam al-Qur’an Surat at -Taubah (9) ayat 60, seperti berikut:















































Artinya:“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang

dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. At-Taubah (9): 60)

29

Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat Dan Wakaf, (Jakarta:Universitas Indonesia UI-Press, 1998), cet. Ke-1, hlm. 42.

Berdasarkan ayat diatas dapat kita ketahui golongan penerima zakat yaitu: 1. Fakir

Menurut pandangan mayoritas (jumhur) ulama fikih, fakir adalah orang yang tidak memiliki harta dan penghasilan yang halal, atau yang mempunyai harta yang kurang dari nishab zakat dan kondisinya lebih buruk dari pada orang miskin.30 Oleh karena itu fakir menjadi prioritas utama dalam menyalurkan dana zakat.

2. Miskin

Miskin adalah orang yang memiliki mata pencaharian tetap, tetapi penghasilannya belum cukup untuk keperluan minimal bagi kebutuhan diri dan keluarganya.31 Miskin menurut mayoritas (jumhur) ulama adalah orang yang tidak memiliki harta dan tidak mempunyai pencarian yang layak untuk memenuhi kebutuhannya.32

Secara umum pengertian yang dipaparkan oleh para ulama mazhab untuk fakir dan miskin tidak jauh dari indikator ketidakmampuan secara materi untuk memenuhi kebutuhannya, atau indikator (kemampuannya) mencari nafkah (usaha), dimana dalam hasil usaha tersebut belum bisa memenuhi kebutuhannya. Dengan demikian, indikator umum yang ditekankan para imam mazhab adalah:33

30

Hikmat Kurnia, Ade Hidayat, Panduan Pintar Zakat (Jakarta: Qultum Media, 2008), hlm. 140.

31

Al-Furqon Hasbi, 125 Masalah Zakat (Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2008), hlm. 155.

32

Hikmat Kurnia, Ade Hidayat, Panduan Pintar Zakat, hlm. 141.

33

M. Arief Mufraini, Akutansi dan Manajemen Zakat: Mengomunikasikan Kesadaran dan Membangun Jaringan (Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 183.

25

a. Ketidakmapuan pemenuhan kebutuhan materi. b. Ketidakmampuan dalam mencari nafkah. 3. Amil

Para pemungut zakat atau amilin adalah orang yang ditugaskan oleh imam kepala pemerintah atau wakilnya untuk mengumpulkan zakat. Dengan demikian mereka adalah pemungut-pemungut zakat, termasuk para penyimpan, pengembala-pengembala ternak, dan yang mengurus administrasinya.34

Oleh karena itu, amil zakat berhak mendapat bagian dari kuota amil yang diberikan oleh pihak mengangkat mereka dengan catatan bagian tersebut tidak melebihi dari upah yang pantas. Supaya total gaji para amil dan biaya administrasi itu tidak lebih dari seperdelapan zakat.35 Sehingga mustahik yang lain akan tetap mendapat bagian dari dana zakat sesuai dengan porsinya.

4. Muallaf

Muallaf adalah orang yang sudah masuk Islam tetapi keislamannya masih lemah maka ia diberi zakat agar imannya semakin kuat. Jadi tujuan pemberian zakat terhadapnya adalah untuk melunakkan hatinyaagar tetap dalam Islam. Pada mulanya golongan ini terdiri dari orang-orang kafir Quraisy yang turut serta pada perang Hunain dan kepada mereka diberikan berbagai macam sedekah oleh Rasulullah SAW.terutama sekali harta rampasan, bahkan kadang-kadang bagian mereka lebih

34

Al-Furqon Hasbi, 125 Masalah Zakat (Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2008),hlm. 163.

35

besar dari bagian orang Islam sendiri. Gunanya ialah untuk membujuk dan menjinakkan hati mereka, agar mereka berniat masuk agama Islam.

Sebagian ulama berpendapat, bahwa muallaf itu sendiri dari kaum Yahudi dan Nasrani yang telah memeluk Islam.Sebagiannya pula berpendapat, terdiri dari kepala-kepala orang-orang musyrik yang mempunyai pengaruh dan pengikut yang banyak.Kepada mereka diberikan zakat, agar mereka memeluk Islam, dan dengan itu ikut serta pula pengikut mereka yang banyak itu. Rasulullah SAW. pernah memberikan harta yang banyak kepada mereka seperti Abu Sufyan bin Harb, Haris bin Hisyam, Suhail bin Amru, Huwaitib bin Abdul Uzza, masing-masingnya mendapat 100 ekor unta.

Apakah golongan muallaf itu masih didapati sampai akhir zaman? Umar bin Khattab, Hasan, Sya’bi berkata, sudah habis masa muallaf itu, karena Islam telah menjadi kuat. Demikian pendapat yang kuat dalam mazhab Malik dan ahli rakyu.Menurut keterangan sebagian ulama dari kalangan Hanafiah, para sahabat telah ijmak mengatakan sebagaimana yang dikatakan Umar itu.Berkata jumhur ulama, bagian mereka tetap ada, karena kadang-kadang imam merasa perlu untuk membujuk mereka ke dalam Islam, seperti biaya dan perbelanjaan dakwah Islam yang amat diperlukan, istimewa pada masa sekarang ini.

Kalau kita perhatikan alasan Umar yang menghentikan bagian golongan muallaf itu karena katanya Islam itu telah kuat, maka dengan alasannya itu juga, jika

27

Islam itu masih lemah atau telah lemah, tentu bagian mereka itu akan diperoleh kembali, karena umat perlu akan yang demikian itu.36

5. Riqab

Riqab adalah pembebasan budak dan usaha menghilangkan segala bentuk perbudakan.37 Dalam kajian fikih klasik yang dimaksud dengan para budak, dalam hal ini jumhur ulama, adalah perjanjian seorang muslim (budak belian) untuk bekerja dan mengabdi kepada majikannya, dimana pengabdian tersebut dapat dibebaskan bila si budak belian memenuhi kewajiban pembayaran sejumlah uang, namun si budak belian tersebut tidak memiliki kecukupan materi untuk membayar tebusan atas dirinya tersebut. Oleh karena itu, sangat dianjurkan untuk memberikan zakat kepada orang itu agar dapat memerdekakan diri mereka sendiri.38

Menurut Mawardi dalam kitabnya Ahkam Al-Sulthaniyah yang telah ditafsirkan, melihat kondisi sekarang ini tidak terdapatnya lagi budak-budak yang mesti dimerdekakan, karena perbudakan itu telah dihapuskan, tentulah untuk sementara bagiannya itu ditiadakan, tapi tidak berarti dihapuskan sama sekali. Karena andaikata perbudakan itu timbul pula kembali, maka dengan sendirinya bagian itu akan ada pula.39

36

Abdul Halim Hasan, Tafsir Al-Ahkam, (Jakarta: Kencana, 2006), cet. Ke-1,hlm. 494-495.

37

Peraturan Gubernur Provinsi daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 51 Tahun 2006, pasal 1, Ayat 24.

38

M. Arief Mufraini, Akutansi dan Manajemen Zakat:(Mengomunikasikan Kesadaran dan Membangun Jaringan), hlm. 200.

39

Mengingat golongan ini sekarang tidak ada lagi, maka kuota zakat mereka dialihkan ke golongan mustahiq lain menurut pendapat mayoritas ulama fikih (jumhur). Namun sebagian ulama berpendapat bahwa golongan ini masih ada, yaitu para tentara muslim yang menjadi tawanan.

6. Gharimin

Gharimin adalah orang-orang yang mempunyai hutang dan sulit untuk membayarnya.40 Orang yang berhutang berhak menerima bagian zakat golongan ini adalah:

Orang yang berhutang untuk kepentingan pribadi yang tidak bisa dihindarkan, dengan syarat-syarat sebagai berikut:41

a. Utang itu tidak timbul karena kemaksiatan. b. Utang itu melilit pelakunya.

c. Sudah tidak sanggup lagi melunasi utangnya.

d. Utang itu sudah jatuh tempo, atau sudah harus dilunasi ketika zakat itu diberikan kepada orang yang berhutang.

Untuk konteks kemaslahatan, tegas masdar perlu definisi kekinian atas konteks gharim yaitu tidak hanya dinisbahkan pada hutang perorangan atau kepailitan

40

Al-Furqon Hasbi, 125 Masalah Zakat(Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2008), hlm. 179.

41

Hikmat Kurnia, Ade Hidayat, Panduan Pintar Zakat Jakarta: (Qultum Media, 2008), hlm. 147.

29

perorangan, namun juga lembaga-lembaga Islam yang karena manajemennya tidak begitu baik jatuh pailit atau berhutang.42

7. Sabilillah

Sabil artinya ialah jalan.43Sabilillah adalah usaha dan kegiatan perorangan atau badan yang bertujuan untuk menegakkan kepentingan agama atau kemaslahatan umat.44 Pada dasarnya sabilillah itu dimaknai dengan thariq at-taqarrub ila Allah

(jalan mendekatkan diri kepada Allah) yang meliputi amalan kebajikan, baik untuk invidu maupun masyarakat, seperti yang telah disinggung dalam makna mufradat.

Akan tetapi, para ulama berbeda pendapat mengenai makna sabilillah yang terdapat dalam ashnaf mustahiq zakat ini. Perbedaan berikut ialah sebagai berikut:

a. Mazhab Hanafi

Para ulama Hanafiyah sebenarnya tidak sepakat dalam mendifinisikan sabilillah.Akan tetapi, secara umum dapat dikatakan bahwa sabilillah bagi mereka adalah orang yang berjuang dalam kebajikan, sperti menuntut ilmu dan tentara yang berjuang melawan musuh-musuh Islam.Mazhab ini juga membuat persyaratan sabilillah yang berhak menerima zakat, yaitu fakir ataupun miskin. b. Mazhab Maliki

42

Masdar F. Mas’udi, Agama Keadilan: Risalah Zakat (Pajak) dalam Islam, (Jakarta Pustaka Firdaus, 1993), hlm. 150.

43

Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Pedoman Zakat, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1999), hlm. 185.

44

Peraturan Gubernur Provinsi daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 51 Tahun 2006, pasal 1, Ayat 24.

Menurut kaum Malikiyah, sabilillah itu adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan perang, baik tentara maupun alat yang digunakan untuk berperang, dan mereka juga sepakat bahwa sabilillah berhak menerima zakat walaupun kaya. c. Mazhab Asy-Syafi’I dan Hambali

Kedua mazhab ini berpendapat, sabilillah itu adalah para tentara yang melawan musuh Islam yang tidak mendapat gaji dari pemerintah, para pejuang diberi zakat walaupun mereka kaya.

Yusuf Al-Qardhawi mengenai makna sabilillah yaitu sebagai berikut:45 a) Jihad termasuk dalam kategori sabilillah.

b) Zakat itu diberikan pada individu para pejuang.

c) Tidak boleh memberi zakat atas nama sabilillah kepada jalan kebajikan atau kemaslahatan umum, seperti membangun masjid, madrasah, ataupun jembatan.

Akan tetapi, banyak ulama muta’akhkhirin yang memaknai sabilillah dengan arti yang lebih luas sesuai dengan makna dasarnya, seperti Rasyid Ridha, dan Saltut.Menurut mereka, sabilillah tidak hanya individu para pejuang tetapi segala kebajikan, seperti membangun masjid dan madrasah.Pendapat ini juga dipegang oleh Muhammad Mahmud Hijazi. Dengan demikian, menurut mereka masjid, madrasah, serta jalan kebajikan lainnya berhak mendapatkan bagian dari zakat atas nama sabilillah.46

45

Yusuf Al-Qardhawi, Fiqh Az-Zakah, hlm. 643-644.

46

31

Dokumen terkait