SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy.)
Oleh :
Saidah Hijriah NIM :1110043100037
KONSENTRASI PERBANDINGAN MAZHAB FIKIH
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
i
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
Skripsi yang berjudul “ZAKAT HASIL TAGKAPAN LAUT DI KELURAHAN
KAMAL MUARA KECAMATAN PENJARINGAN JAKARTA UTARA” telah
diajukan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Program Studi Perbandingan Mazhab Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 22 Oktober 2015. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata Satu (S-1) pada Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum.
Jakarta, 22 Oktober 2015 Mengesahkan
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Dr. Asep Saepudin Jahar, MA NIP. 196912161996031001
PANITIA UJIAN MUNAQASYAH
Ketua : Fahmi Muhammad Ahmadi, MSi ( ... ) NIP. 197412132003121002
Sekretaris : Hj. Siti Hana, S.Ag, Lc, MA ( ... ) NIP.197402162008012013
Pembimbing I : Fahmi Muhammad Ahmadi, MSi ( ... ) NIP. 197412132003121002
Pembimbing II: Hj. Ummu Hana Yusuf Saumin,MA ( ... ) NIP.150277548
Penguji I : Drs. Sirril Wafa, MA ( ... ) NIP. 196003181991031001
ii
iv
Kelurahan Kamal Muara Kec. Penjaringan Jakarta Utara, Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum, Konsentrasi Perbandingan Mazhab Fiqih, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436/2015M.
Nelayan di Kelurahan Kamal mempunyai beberapa metode dalam pencarian dilaut diantaranya pertambakan dan hasil tangkapan laut menggunakan perahu yang dimiliki oleh juragan. Dari pendapatan-pendapatan tersebut dapat digolongkan sebagai pendapatan yang berpotensi zakat atau tidak. Apabila pendapatan-pendapatan tersebut tergolong pendapatan yang berpotensi zakat, maka bagaimanakah cara penghitungan zakatnya.
Jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan instrumen penelitian lapangan (field research), dan penelitian kepustakaan yang didasarkan pada suatu pembahasan dengan menggunakan metode studi kepustakaan (library research), metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, yakni penulis berusaha menyajikan fakta-fakta yang objektif sesuai dengan kondisi dan situasi yang sebenarnya terjadi pada saat penelitian dilakukan.
Hasil analisis ini disimpulkan bahwa pendapatan nelayan di Kelurahan Kamal Muara Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara belum dapat digolongkan sebagai pendapatan yang berpotensi zakat, khususnya untuk nelayan yang hasil tangkapan dari laut, karena pendapatan tersebut belum mencapai nishab (kuota), ada beberapa faktor diantaranya kondisi cuaca saat ini, dan pengaruh limbah terhadap air laut yang tercemar. Lain halnya dengan pendapatan yang di peroleh melalui pertambakan maka harus dikeluarkan zakatnya karena penghasilan yang besar dan mecapai nisab dan cara perhitungannya adalah dengan setiap kali panen kemudian diambil zakatnya tanpa harus menunggu setahun, hal itu di qiyaskan pada zakat pertanian, begitupun jika hasil nelayan yang menangkap ikan dilaut pengeluaran zakatnya sama dengan hasil pertambakan yaitu di qiyas-kan dengan zakat pertanian yang prosentasenya sebesar 5% - 10%.
Pembimbing : Fahmi Muhammad Ahmadi, M. Si. Ummu Hana Yusuf Saumin, MA.
vi
KATA PENGANTAR
Dengan penuh kerendahan hati, kutengadahkan kedua tangan ini. Untuk sekedar meluapkan rasa, kemudian sujud syukur kepada Allah SWT. bibir dan hati ini seakan menyatu menyimpulkan kata “Alhamdulillah” segala puji kupersembahkan kepada-Nya. Karena penulis dapat menuntaskan kewajiban studinya, yaitu penulisan
skripsi guna memenuhi syarat dalam rangka memperoleh gelar Sarjana Syari’ah pada Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Shalawat teriring salam penulis haturkan kepada suri tauladan umat, sang baginda Rasulullah SAW, para keluarga, sahabat dan orang-orang yang tercerahkan untuk membumikan hukum-hukumnya. Dalam kesempatan ini pula, penulis menghaturkan banyak terimakasih atas kerjasama dan bantuannya, baik moril maupun materiil. Karena penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak mungkin terwujud tanpa orang-orang disekelilingku. Untuk itu penulis sepantasnyalah menyampaikan rasa terimakasih kepada:
1. Bapak, Dr. Asep Saepudin Jahar, MA. selaku Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak (Abah) Fahmi Muhammad Ahmadi, M. Si, selaku ketua jurusan PMH dan dosen pembimbing sekaligus kyai dan guru yang telah rela meluangkan waktunya dan selalu sabar memberikan masukan, arahan dan kritikan yang
konstruktif serta mendo’akan penulis, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan, dan Ibu Siti Hana Harun Lc, selaku sekeretaris Jurusan PMH yang telah memberikan arahan, bimbingan dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.
3. Ibu Hj. Ummu Hanah Yusuf Saumin, MA, selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan arahan, meluangkan waktu dengan penuh
keikhlasan, dan kesabaran serta dukungan do’a, waktu, dan motivasi sehingga
skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
4. Bapak/Ibu dosen Fakultas Syari’ah dan hukum yang telah memberi ilmu, pengalaman dan nasehat kepada penulis. Semoga ilmu yang penulis dapatkan dari Bapak/Ibu dapat bermanfaat dunia dan akhirat serta menjadi amal kebaikan bagi Bpak/Ibu dosen.
5. Seluruh staf karyawan Perpustakaan Utama dan staf karyawan fakultas
Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas kerjasamanya
dalam pelayanan yang terbaik dalam pengumpulan materi skripsi dan kelancaran administrasi.
vi
kenal lelah untuk terus berkorban bagi anaknya. Senyum mu adalah penyemangat penulis dalam menjalani kehidupan ini, serta doa yang tak pernah terhingga sepanjang masa untuk keberhasilan studi penulis, mudah-mudahan Allah SWT selalu memberikan limpahan rahmat dan kasih sayang-Nya, segala hormat dan cinta yang tak terhingga penulis persembahkan. Seluruh keluarga besarku, yang senantiasa memberikan motivasi dan dukungan agar penulis tetap semangat dalam menempuh studi di kampus tercinta ini dan selalu memberikan keceriaan dalam bingkai kebersamaan baik suka maupun duka.
9. Kepada sahabat-sahabat penulis dan teman-teman Perbandingan Mazhab Fikih angkatan 2010 yang telah memberikan bantuan berupa dorongan moral kepada penulis untuk menyelesaikan Skripsi ini dan memberikan kesan tersendiri bagi penulis selama menuntut ilmu di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Besar harapan bagi penulis, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang memerlukannya dan dapat memberikan khazanah baru dalam dunia akademik. Sebagai manusia yang dhoif, yang memiliki keterbatasan dan kekurangan, tentunya skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Akhirnya, hanya kepada Allah SWT juga kita memohon agar apa yang telah kita lakukan menjadi sesuatu investasi yang sangat berharga dan kelak dapat membantu kita di yaumil akhir.
vii DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... i
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ... ii
LEMBAR PERNYATAAN ... iii
ABSTRAK ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vii
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1
B.Pembatasan Dan Perumusan Masalah ... 7
C.Tujuan Dan Manfaat Penelitian ... 7
D.Review Study Terdahulu ... 8
E. Metode Penelitian ... 10
F. Sistematika Penulisan ... 11
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ZAKAT A.Definisi dan Dasar Hukum Zakat ... 13
1. Definisi Zakat ... 13
2. Dasar Hukum Zakat ... 16
B.Syarat Wajib dan Rukun Zakat dalam Islam ... 19
1. Syarat Wajib ... 19
2. Rukun Zakat... ... 22
3. Macam-Macam Zakat ... 23
4. Orang-Orang Yang Berhak Menerima Zakat ... 23
C.Jenis-jenis Harta Kekayaan yang Wajib Dikeluarkan Zakatnya ... 32
1. Jenis Kekayaan ... 32
viii
D.Tujuan dan Hikmah Zakat ... 41
1. Tujuan Zakat ... 41
2. Hikmah Zakat ... 43
BAB III PENDAPATAN NELAYAN DI KELURAHAN KAMAL MUARA KECAMATAN PENJARINGAN JAKARTA UTARA A.Gambaran Umum Kelurahan Kamal Muara ... ... 47
1. Letak Geografis ... 47
2. Keadaan Demografis ... 49
3. Keadaan Sosiologis ... 49
B.Sistem Penangkapan Nelayan Kelurahan Kamal Muara... ... 50
BAB IV ANALISIS ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT KELURAHAN KAMAL MUARA KECAMATAN PENJARINGAN JAKARTA UTARA A.Analisis Hukum Islam Tentang Zakat Hasil Tangkapan Laut ... 53
B.Analisis Tentang Pendapatan Nelayan Yang Berpotensi Zakat ... 61
BAB V PENUTUP A.Kesimpulan ... 69
B.Saran-saran ... 70
DAFTAR PUSTAKA ... 71
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Zakat merupakan salah satu rukun Islam, yang merupakan ibadah kepada
Allah dan sekaligus merupakan amal sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan, untuk
mempersucikan dan mempertumbuhkan harta serta jiwa pribadi para wajib zakat,
mengurangi penderitaan masyarakat, memelihara keamanan serta meningkatkan
pembangunan. Pada hakikatnya bagian dari peraturan Islam tentang kehartabendaan
(Nizamul Islam al-Mali wal Ijtima’i), dibahas dalam kitab as-siyasah asy-syar’iyyah. Adapun disebutkannya dalam ibadah adalah karena ia menjadi saudara kandung dari
shalat.1
Zakat adalah bagian dari harta dengan persyaratan tertentu, yang Allah
SWT.mewajibkan kepada pemiliknya, untuk diserahkan kepada yang
berhakmenerimanya, dengan persyaratan tertentu pula.2 Zakat diwajibkan secara
resmi di Mekah pada masa awal perkembangan Islam.Pada saat itu, zakat tidak
dibatasi seberapa besar harta yang wajib dikeluarkan zakatnya dan tidak pula jumlah
yang harus dikeluarkan zakatnya.Semua itu diserahkan kepada kesadaran dan
kemurahan hati kaum muslimin. Pada tahun kedua setelah hijriah, menurut
1
Yusuf al-Qardhawi, Fiqhu al-Zakah, cet. ke-1 (Beirut: Darul Irsyad, 1969), hlm.7.
2
keterangan yang paling masyhur, mulai ditetapkan kadar dan jumlah dari setiap jenis
harta yang harus dikeluarkan zakatnya.3
Zakat merupakan salah satu ibadah kepada Allah SWT setelah manusia
dikarunia keberhasilan dalam bekerja dengan melimpahnya harta benda. Bagi orang
muslim, pelunasan harta semata-mata sebagai cermin kualitas imannya kepada Allah
SWT kepentingan zakat merupakan kewajiban agama seperti halnya sholat dan
menunaikan ibadah haji. Islam memandang bahwa harta benda kekayaan adalah
mutlak milik Allah SWT. sedangkan manusia dalam hal ini hanya sebatas pengurusan
dan pemanfaatannya saja. Harta adalah amanah yang harus dipertanggung jawabkan
pembelajarannya diakhirat nanti. Dengan demikian, setiap muslim yang kekayaannya
telah mencapai nisab dan hawl berkewajiban untuk mengeluarkan zakat baik zakat
fitrah maupun zakat mal.4
Yusuf Qardawi menyatakan bahwa zakat adalah kewajiban yang besifat
tetap dan terus menerus. Ia akan berjalan terus selama islam dan kaum muslimin ada
dimuka bumi ini, kewajiban tersebut tidak akan dapat dihapuskan oleh siapapun.
Seperti halnya shalat, zakat merupakan tiang agama dan pokok ajaran islam. Ia
merupakan ibadah dalam rangka taqarrub kepada Allah SWT, karenanya memerlukan
keikhlasan ketika menunaikannya. Disamping sebagai ibadah yang mengandung
3
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Jakarta: Cakrawala Publishing, Cet, ke-3, 2012, hlm. 57.
4
3
berbagai hikmah yang sangat penting dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
umat.5
Ada banyak sekali usaha yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan
kekayaan. Salah satunya adalah mencari penghasilan di laut, di Kelurahan Kamal
Muara Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara, merupakan salah satu wilayah pesisir di
Kecamatan Penjaringan,ditinjau dari letak geografisnya yang berhadapan dengan
Laut Jawa menyebabkan Kelurahan Kamal Muara mempunyai potensi sumber daya
kelautan yang cukup besar untuk dapat dimanfaatkan masyarakat pesisir khususnya
nelayan. Di Kelurahan Kamal Muara, sebagian mata pencaharian penduduknya
adalah nelayan yang menangkap ikan dilaut kemudian hasilnya dijual. Ada dua
metode dalam pencarian nafkah dilaut diantaranya penangkapan ikan dengan
menggunakan perahu dan pertambakan kerang hijau yang hanya menggunakan alat
sederhana seperti tali dan bambu, yang mereka pasang di sekitar pinggir pantai Kamal
Muara.
Pertambakan di Kamal Muara hanya ada pertambakan kerang hijau, tidak
ada pertambakan ikan, dikarenakan lokasinya yang tidak memadai untuk
menjadikannya sebagai pertambakan ikan. Dari masing-masing pertambakan, nelayan
mempunyai beberapa ternak dalam pertambakan kerang hijau, dari penghasilan yang
didapat dari pertambkan sangat mencukupi kebutuhan mereka, bahkan bisa
membiayai anak-anak mereka sampai ke jenjang perkuliahan. Sedangkan nelayan
5
yang menggunakan perahu dalam pencarian ikan terdiri dari dua macam yaitu juragan
(pemilik perahu) dan nelayan buruh. Dengan adanya perbedaan tersebut, maka
pendapatan yang diperoleh pun berbeda-beda, pendapatan juragan jauh lebih banyak
jika dibandingkan dengan pendapatan nelayan buruh, karena juragan adalah selaku
pemilik modal, modal awal yang dibutuhkan untuk melaut didapatkan dari
perorangan dalam hal ini didapatkan dari juragan/pemilik kapal. Tetapi dalam
pembagian hasilnya, dibagikan sesuai dengan jumlah nelayan buruh, setelah dipotong
dengan awal modal.Sedangkan nelayan yang mempunyai pertambakan kerang hijau
mereka mempunyai anak buah untuk mengerjakan pertambakan tersebut.Kegiatan ini
mampu mendatangkan keuntungan bagi para nelayan.
Berdasarkan besarnya potensi laut dan didukung dengan pemanfaatan yang
maksimal oleh para nelayan, maka dapat dikatakan bahwa para nelayan mendapatkan
kesejahteraan yang cukup layak karena mereka menguasai laut yang berpotensi
besar,Para nelayan tidak setiap musim melaut.Biasanya jika musim barat6 tiba para
nelayan tidak ada yang pergi melaut dikarenakan cuaca dilaut sangat buruk,
gelombang tinggi, badai dan angin kencang hampir setiap saat terjadi pada musim ini.
Musim barat biasanya dimanfaatkan oleh para nelayan untuk memperbaiki perahu,
mesin dan jaring jika ada yang rusak, dan akan digunakan lagi pada saat musim barat
telah usai. Pada saat melaut biasanya satu perahu diisi kurang lebih 3 sampai 5 orang
6
5
dengan lama perjalanan 7-15 hari atau sedikitnya para nelayan melaut dua kali dalam
satu bulan, dan ada juga nelayan yang setiap harinya pulang. Penghasilan yang
didapat tidak menentu, kadang bisa mencapai puluhan juta rupiah, kadang juga hanya
ratusan ribu rupiah dan bahkan bisa juga tidak mendapatkan hasil sama sekali.
Disamping itu mayoritas penduduk Kelurahan Kamal, Kecamatan Penjaringan
adalah muslim, bagi seorang muslim suatu kewajiban baginya untuk menunaikan
perintah agama yaitu membayar zakat hasil penangkapan ikan dilaut, setelah ia
mendapatkan keberhasilan dalam usahanya dengan melimpahkan harta benda. dengan
pendapatan yang demikian selama ini para nelayan disana belum mengeluarkan zakat
pendapatan nelayan, dikarenakan kurangnya pemahaman dan informasi mengenai
zakat pendapatan itu sendiri.
Pemahaman para nelayan di Kelurahan Kamal Muara tentang zakat hanya
seputar zakat fitrah dan zakat mal yang sebagaimana disebutkan dalam ayat-ayat al
Qu’randan hadits Nabi, yaitu meliputi pertanian, peternakan, perdagangan, emas dan
perak, dan harta rikazatau harta terpendam. Padahal dengan menggunakan metode
analogy (qiyas) zakat tidak hanya pada harta yang telah disebutkan diatas saja, akan tetapi terdapat pula sumber-sumber zakat baru yang sesuai dengan perekonomian
modern saat ini, sumber zakat tersebut adalah zakat profesi, zakat perusahaan, zakat
surat-surat berharga (saham dan obligasi), zakat perdagangan mata uang, zakat hewan
ternak yang diperdagangkan, zakat madu dan produksi hewan, zakat investasi
anggrek, ikan hias, sarang burung wallet, dan sektor modern lainnya yang sejenis, dan
zakat sektor rumah tangga modern.7
Akibat dari kurangnya pemahaman mengenai persoalan tersebut dan zakat
pendapatan tidak disebutkan dalam al Qur’an dan hadits secara langsung
sebagaimana zakat-zakat diatas, maka masyarakat Kamal Muara menganggap bahwa
tidak ada zakat untuk penghasilan/pendapatan yang telah diperoleh dari
pekerjaan/profesi mereka (nelayan). Akan tetapi, jika seseorang nelayan memperoleh
pendapatan yang cukup banyak atau lebih dari biasanya, maka nelayan tersebut akan
membagikan uang atau ikan hasil tangkapannya kepada kerabat dan para tetangga
mereka yang kurang mampu. Namun perlu diingat bahwa pembagian tersebut bukan
dimaksudkan untuk menunaikan zakat tetapi hanya untuk sadaqah.
Dari kedua macam pendapatan diatas, apakah pendapatan-pendapatan
tersebut dapat digolongkan sebagai pendapatan yang berpotensi zakat atau tidak.
Apabila pendapatan-pendapatan tersebut tergolong pendapatan yang berpotensi zakat,
maka bagaimanakah cara penghitungannya karena ada syarat-syarat yang harus
dipenuhi oleh seorang muslim untuk menunaikan kewajiban membayar zakat agar
sesuai dengan ketentuan hukum Islam.
Sehubungan dengan latar belakang diatas, penulis tertarik mengkaji masalah
tersebut.Penulis berpendapat bahwa kasus tersebut layak untuk diteliti dan dikaji
7
7
lebih lanjut. Dalam hal ini penulis mencoba menyusun sebagai karya skripsi penulis
dengan judul: “ZAKAT HASIL TANGKAPANLAUT di Kel. Kamal Muara Kec.
Penjaringan Jakarta Utara”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Agar pembahasan skripsi ini tidak melebar dari yang diinginkan, maka penulis
membatasi fokus pembahasan masalah hanya sebatas bagaimanacara pengeluaran zakat
hasil tangkapan ikan laut pada masyarakat di Kel.Kamal muara Kec.penjaringan.
Dari pembatasan masalah diatas, dan kemudian supaya pembahasan lebih
terfokus sesuai dengan judul skripsi yang penuliskemukakan, maka dapat di rumuskan
masalahnyasebagai berikut:
1. Apakah pendapatan nelayan di Kelurahan Kamal Muara Kecamatan Penjaringan
dapat digolongkan sebagai pendapatan yang berpotensi zakat?
2. Apabila pendapatan nelayan tersebut dapat digolongkan sebagai pendapatan
berpotensi zakat, maka bagaimanakah cara penghitungan zakatnya?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini terangkum beberapa tujuan diantaranya:
1. Untuk mengetahui pendapatan nelayan di Kelurahan Kamal Muara Kecamatan
Penjaringan yang dapat digolongkan sebagai pendapatan yang berpotensi zakat.
2. Memperoleh gambaran atau deskripsi mengenai bagaimana cara perhitungan
zakatnya.
Adapun manfaat penulisan skripsi ini adalah:
1. Untuk memenuhi perbendaharaan isi perpustakaan fakultas Syari’ah dan Hukum dan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bagi kalangan akademisi dan masyarakat umum, penelitian ini diharapkan dapat
memberiskan kontribusi besar keilmuan bagi yang berminat untuk mengkaji
aspek-aspek yang berhubungan dengan dinamika perkembangan hukum Islam di
Indonesia.
3. Sebagai informasi sekaligus menambah pengetahuan tentang kewajiban
melaksanakan zakat pendapatan nelayan bagi para nelayan pada umumnya dan
khususnya bagi para nelayan di Kelurahan Kamal Muara Kecamatan Penjaringan
Jakarta Utara.
D. Review Studi Terdahulu
Untuk menghindari penelitian dengan objek yang sama, maka diperlukan
kajian terdahulu. Berdasarkan pengamatan dan pengkajian yang telah dilakukan
terhadap beberapa sumber kepustakaan terkait dengan permasalahan yang dibahas
dalam penulisan skripsi ini, penulis telah membaca skripsi, baik dari Fakultas
Syari’ah dan Hukum, maupun Fakultas lain, bahkan Universitas lain yang terkait
dengan permasalahan yang akan dibahas, namun karakteristiknya berbeda-beda.
Adapun beberapa karya yang mempunyai korelasi dengan permasalahan yang akan
diangkat oleh penulis antara lain sebagai berikut:
Deni Jazuli, dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (2005), pada tulisannya
9
Kabupaten Lamongan Jawa Timur Ditinjau dari Hukum Islam”. Pembahasan dalam penelitian ini tentang bagaimana kerjasama bagi hasil penangkapan ikan di Desa
Weru yang berdasarkan adat istiadat yang berlangsung di sana. Selanjutnya juga
dijelaskan mengenai cara-cara bagi hasil penangkapan ikan di desa Weru yang
menurut Hukum Islam telah sesuai dengan syari’at islam.
Muhammad Ali, dari IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (2003) pada
tulisannya yang berjudul “Praktek Jual Beli Hasil Laut Antara bakul dan Nelayan di
Desa Gebang Mekar Kecamatan Babakan Kabupaten Cirebon. Tulisan ini memfokuskan bagaimana terajadinya praktek jual beli hasil laut antara bakul dan
nelayan, kemudian dijelaskan pula dalam hal transaksi di anatara mereka dan
bagaimana pandangan Hukum Islam terhadap praktek tersebut.
Sri Wahyuni, dari UIN Sunan Kalijaga (2006), “Etos Kerja Nelayan di
Desa Torjek Kecamatan Kangayan Kabupaten Sumenep”.Tulisan ini membahas
tentang pandangan nelayan terhadap pekerjaannya, nelayan di Desa Torjek memiliki
pandangan bahwa kerja merupakan suatu keharusan dan kewajiban bagi setiap
manusia untuk memenuhi kebutuhannya, kemudian mengenai perilaku nelayan dalam
bekerja dilihat dari sikap kerjanya, ketekunan dalam bekerja, efisiensi kerjanya dan
pemanfaatan hasilnya. Sedangkan yang membedakan dari penelitian ini membahas
tentang zakat hasil tangkapan ikan laut, jika pendapatannya mencapai nishab maka
wajib mengeluarkan zakat sesuai ketentuan syari’ah berdasarkan analogi qiyas.
Dengan demikian sangat jelas terlihat beda antara penelitian yang penulis susun
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian kualitatif dengan
menggunakan instrumen penelitian lapangan (field research), dan penelitian kepustakaan yang didasarkan pada suatu pembahasan dengan menggunakan metode
studi kepustakaan (library research), yaitu suatu metode yang dilakukan dengan mengumpulkan data-data dan bahan-bahan penelitian melalui studi kepustakaan yang
diperoleh melalui kajian undang-undang dan peraturan-peraturan yang ada
dibawahnya serta bahan-bahan yang lainnya yang berhubungan dengan data-data
penelitian.8
Sedangkan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif, yakni penulis berusaha menyajikan fakta-fakta yang objektif sesuai dengan
kondisi dan situasi yang sebenarnya terjadi pada saat penelitian dilakukan.9
2. Sumber Data
a. Primer, adapun data primer berasal dari study kepustakaan, seperti: kitab-kitab
Fiqh, seperti: Kitab Zakat karangan Yusuf Qardhawi, Wahbah al-Zuhayly,
kitab-kitab hadits seperti Shahih al-Bukhari.
b. Sekunder yaitu didapat dari buku-buku yang berkaitan dengan tema dalam skripsi
ini.
8
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006).
9
11
3. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data dalam penelitian ini, penulis menggunakan
beberapa teknik pengumpulan data sebagai berikut:
a. Teknik observasi adalah suatu cara mengumpulkan data dengan pengamatan dan
pencatatan terhadap fenomena-fenomena yang diteliti.10 Tujuan pengamatan ini
adalah untuk memperoleh data sebagaimana mestinya.
b. Teknik interview atau wawancara adalah metode pengumpulan data dengan
menggunakan tanya jawab langsung, yang dikerjakan secara sistematik dan
dilandaskan pada tujuan penelitian.11Interview yang digunakan adalah bebas
terpimpin, artinya dilakukan dengan kerangka-kerangka pertanyaan baru yang
berhubungan dengan permasalahan.Metode ini digunakan dalam melaksanakan
wawancara dengan para nelayan di kelurahan Kamal Muara seputar pelaksanaan
zakat hasil laut yang mereka praktekkan.
4. Teknik Penulisan Skripsi
Adapun teknik penulisan skripsi ini, penulis mengacu pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2012”.
F. Sistematika Penulisan
Dalam skripsi ini penulis membagi pembahasan ke dalam (5) lima Bab,
dimana masing-masing bab mempunyai sub bahasan, hal ini dimaksudkan untuk
10
Sutrisno Hadi, Metode Rised, Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM, 1987, hlm. 62.
11
memberikan penekanan pembahasan mengenai topik-topik tertentu dalam penulisan
skripsi ini sehingga mendapatkan gambaran dan penjelasan yang utuh. Lebih
jelasnya, gambaran sistematika pembahasan penulisan skripsi ini sebagai berikut:
BAB I Merupakan pendahuluan, yang meliputi latar belakang masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
metode penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II Menguraikan kewajiban zakat secara umum yang terdiri dari
pengertian, dan dasar hukum zakat,macam-macam zakat, harta yang
wajib dizakati, orang-orang yang berhak menerima zakat, serta tujuan
dan hikmah zakat.
BAB III Dideskripsikan tentang gambaran umum wilayah yang dijadikan
tempat penelitian, yang bertujuan untuk mengetahui keadaan
masyarakat di daerah tersebut, juga akan diuraikan mengenai letak
geografisnya agar dapat diketahui dengan jelas letak daerah tersebut,
kemudian akan diuraikan pula mengenai pendapatan nelayan di
Kelurahan Kamal Muara Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara.
BAB IV Adalah bagian yang berisi analisa dari data-data yang telah diperoleh
sebagaimana diuraikan dalam bab tiga yaitu mengenai pendapatan
nelayan di Kelurahan Kamal Muara Kecamatan Penjaringan Jakarta
Utara.
BAB V Merupakan kesimpulan penutup yang terdiri atas kesimpulan
13 BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG ZAKAT
A. Definisi dan Dasar Hukum Zakat
1. Definisi Zakat
Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat mempunyai beberapa arti, yaitu al-barakatu “keberkahan”, al-namaa, “pertumbuhan dan perkembangan”, al-Taharah,
“kesucian”, dan al-Salah, “keberesan”.1 Menurut terminologi istilah zakat adalah
nama bagi sejumlah harta tertentu yang telah mencapai syarat tertentu pula yang
diwajibkan oleh Allah SWT. untuk dikeluarkan dan diberikan kepada orang-orang
yang berhak menerimanya.2
Zakat menurut syara’, Al-Mawardi dalam kitab Al-Hawi berkata:
يش خأ حي ص سا ة اكزلا
اص أ ى ع ص ص ل ا ص ص ء
ف
ةص ص ةفئ اطل ةص ص
3Artinya:“Zakat itu nama bagi pengambilan tertentu dari harta yang tertentu, menurut sifat-sifat yang tertentu untuk diberikan kepada golongan yang tertentu.”
Kata zakat merupakan kata dasar dari zaka memiliki beberapa arti, yaitu berkembang, bertumbuh, dan bertambah.4 Menurut lisan al Arab, kata zaka
1
Majma Lughah al-Arabiyah, al-Mu’jam al-Wasith, (Mesir: daar al-Ma’arif, 1972) Juz I, hlm.396.
2
Muhammad, Zakat Profesi: Wacana Pemikiran dalam Fiqh Kontemporer, (Jakarta: Salemba Diniyah, 2002), hlm. 10.
3
mengandung arti suci, tumbuh, berkah, dan terpuji. Zakat menurut istilah fiqh adalah
sejumlah harta tertentu yang harus diserahkan kepada orang-orang yang berhak
menurut syari’at Allah SWT.5
Sedangkan secara istilah, meskipun para ulama
mengemukakannya dengan redaksi yang agak berbeda antara satu dan lainnya, akan
tetapi pada prinsipnya sama, yaitu bahwa zakat adalah bagian dari harta dengan
persyaratan tertentu, yang Allah SWT mewajibkan kepada pemiliknya, untuk
diserahkan kepada yang berhak menerimanya, dengan persyaratan tertentu pula.
Hubungan antara pengertian zakat menurut bahasa dengan pengertian menurut istilah
sangat nyata dan erat sekali, yaitu bahwa setiap harta yang dikeluarkan zakatnya akan
menjadi berkah, tumbuh, bertambah, suci dan beres (baik).
Adapun definisi zakat yang telah dikemukakan oleh beberapa ulama,
diantaranya: Ulama’ Madzhab Maliki mendefinisikan dengan “mengeluarkan
sebagian yang khusus pula yang telah mencapai nishab (batas kuantitas yang mewajibkan zakat) kepadaorang yang berhak menerimanya (mustahiqq)-nya.”
Dengan catatan, kepemilikan itu penuh dan mencapai hawl(setahun), bukan barang tambang dan bukan pertanian.6
Ulama’ Madzhab Hanafi mendefinisikannya dengan “pemilikan bagian
tertentu dari harta tertentu yang dimiliki seseorang berdasarkan ketetapan Allah
4
Ahmad Warso Munawar, Al-Munawir Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), hlm. 577.
5
Mursyidi, Akutansi Zakat Kontemporer, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2003), hlm. 75
6
15
Ta’ala.” Definisi inipun hanya untuk zakat harta karena pengertian “harta tertentu”
dimaksudkan sebagai harta yang telah mencapai nisab. Ulama’ Madzhab Syafi’i
mendifinisikan dengan “sesuatu yang dikeluarkan dari harta/jiwa dengan cara
tertentu.” Dalam definisi ini secara jelas ditunjukkan bahwa zakat yang mereka
maksudkan adalah zakat harta dan zakat fitrah. Ulama’ Madzhab Hambali
mendefinisikan dengan “hak wajib pada harta tertentu bagi (merupakan hak)
kelompok orang tertentu pada waktu yang tertentu pula.” Definisi inipun hanya
menyangkut harta saja.7
Dari definisi diatas jelaslah bahwa zakat menurut terminologi fuqoha,
dimaksudkan sebagai penunaian, yakni penunaian hak yang wajib yang terdapat
dalam harta.8 Zakat merupakan salah satu sendi agama Islam yang menyangkut harta
benda dan bertujuan kemasyarakatan. Sedangkan zakat dalam undang-undang
Republik Indonesia nomor 38 pasal 1 ayat 2 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat
diformulasikan sebagai harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan
yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan
kepada yang berhak menerimanya.9 Menurut Quraisy Shihab yang perlu diperhatikan
bahwa zakat adalah satu ketetapan Tuhan menyangkut harta, bahkan saadaqah dan
infaqpun demikian. Karena Allah menjadikan harta benda sebagai sarana kehidupan
7
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam, Jilid 6 Cet I, (Jakarta: Ichtiar Baru van Hove Ichtiar, 1996)
8
Muhammad, Zakat Profesi: Wacana Pemikiran dalam Fiqh Kontemporer, (Jakarta: Salemba Diniyah, 2002), hlm. 10.
9
untuk umat manusia seluruhnya maka harta harus diarahkan guna kepentingan
bersama.10
Berdasarkan pendapat dan ketentuan diatas, zakat merupakan perintah Tuhan
untuk menciptakan kesejahteraan umat manusia dan pemerataan ekonomi. Penulis
memahami zakat sebagai sarana ibadah sosial, disitu dapat diambil pengertian bahwa
zakat yang berarti kemurnian dan kebersihan. Islam menggunakan makna itu untuk
menyebut tindakan menyisihkan sebagian kekayaan untuk diberikan kepada
orang-orang yang memerlukan termasuk untuk membiayai kebutuhan umat. Hal tersebut
amatlah penting karena pada dasarnya di dalam harta benda yang kita miliki itu ada
hak orang Islam. Dengan diberikan kepada orang yang berhak menerimanya itu,
kekayaan tersebut menjadi bersih.
2. Dasar Hukum Zakat
Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang lima. Zakat juga merupakan
salah satu kewajiban yang ada didalamnya.11 Hukum mengeluarkan zakat adalah
fardhu „ain. Zakat telah di wajibkan di Madinah, pada bulan Syawal tahun kedua
Hijriah, yaitu setelah kepada umat Islam diwajibkan berpuasa Ramadhan.12 Tetapi,
zakat tidak diwajibkan atas para nabi, pendapat yang terakhir ini disepakati para
ulama karena zakat dimaksudkan sebagai penyucian untuk orang-orang yang berdosa
10
M. Quraish Shihab, Membumikan Al Qur’an, (Bandung: Mizan, 1994), hlm. 23.
11
Wahbah Al-Zuhayly, Zakat Kajian Berbagai Mazhab, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995), cet. Ke-6 hlm. 89.
12
17
sedangkan para nabi terbebas dari hal demikian.Lagi pula, mereka mengemban titipan
Allah; disamping itu mereka tidak memiliki harta, dan tidak diwarisi.13
Zakat dalam Al-Qura’an disebut sebanyak 82 kali.14Adapun mengenai dasar
hukum banyak termaktub didalam Al-Quran’an, Sunnah, dan Ijma’/kesepakatan
ulama.15
a. Al-Qur’an
1) Surat Al-Baqarah: 43
Artinya: “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta
orang-orang yang ruku. (QS. Al-Baqarah: 43)
Wajhu Dalalah:
Lafadz ة صلا ْيقأ merupakan perintah (amr) yang bermakna wajib,
maka dari itu, dalam hal ini tidak ada perbedaan dikalangan para ulama
terhadap kewajibannya sholat.
Lafadz “ة كَزلا تاء
”
juga bermakna perintah yang bermakna wajib,yang juga mempunyai arti menyerapkan dan memberi.16
13
Wahbah Al-Zuhayly, Zakat Kajian Berbagai Mazhab, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995), cet. Ke-6 hlm. 89.
14
Mohd. Salleh Hj. Din, Zakat dan Wirausaha, (Jakarta: CED, 2005), cet. Ke-1, hlm. 7.
15
Zakiah Daradjat, Zakat Pembersih Harta dan Jiwa, (Jakarta: YPI RUHAMA, 1993),cet ke-4, hlm. 9.
16Abu Ja’far Muhammad bin
Lafadz“ ْيعكَ لا ع عكْ ا
”
ulama berbeda pendapat dalam mengartikankalimat perintah, dalam ayat ini ada yang mengatakan bahwa makna kalimat
perintah dalam ayat ini adalah sunnah dan ada yang mengatakan bahwa kalimat
perintah ini adalah wajib. Ulama yang mengatakan ayat ini bermakna sunnah
maka berpendapat bahwa sholat berjama’ah itu sunnah tidak wajib, dan adapun
ulama yang mengatakan kalimat perintah dalam ayat ini wajib, maka ulama itu
berpendapat bahwa sholat jama’ah itu wajib.17
b. As-Sunnah
Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin
Umar Rasulullah bersabda:
ا ش س خ ى ع اساا
هلا ا أ ة
اا
أ ها
،ةاصلا اقا ،هاا ل س ا ح
اض ص ،خحلا ،ةاكزلاءاتيا
.
18
Artinya: “Islam itu ditegakkan atas lima pilar: syahadat yang menegaskan bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah, mendirikan shalat, membayar zakat, menunaikan haji dan berpuasa
pada bulan ramadlan” (HR. Bukhari Muslim)
c. Ijma’ Ulama’
Adapun dalil berupa ijma’ ialah adanya kesepakatan semua (ulama)
umat islam di semua negara kesepakatan bahwa zakat adalah wajib. Bahkan para
sahabat Nabi SAW. sepakat untuk membunuh orang-orang yang enggan
mengeluarkan zakat. Dengan demikian barang siapa mengingkari kefardhuannya,
17Abul Fada’ Ismail bin Umar bin Katsir bin Al Qursy Ad Damsyiqi
Tafsir Ibnu Katsier,
(Beirut, Daarul Fikr) hlm.109.
18
19
berarti dia kafir atau jika sebelumnya dia merupakan seorang Muslim yang
dibesarkan di daerah Muslim, menurut kalangan para ulama murtad. Kepadanya
diterapkan hukum-hukum orang murtad. Seseorang hendaknya menganjurkannya
untuk bertobat. Anjuran itu dilakukan sebanyak tiga kali.Jika dia tidak mau
bertobat, mereka harus dibunuh. Barang siapa mengingkari kefardhuan zakat
karena tidak tahu, baik karena baru memeluk Islam maupun karena dia hidup di
daerah yang jauh dari tempat ulama, hendaknya dia beritahu tentang hukumnya.
Dia tidak dihukumi sebagai orang kafir sebab dia memiliki uzur.19
B. Syarat Wajib dan Rukun Zakat dalam Islam
Berbicara masalah zakat, maka perlu dibagi tentang syarat wajib zakat
(muzakki) yaitu orang yang berdasarkan ketentuan hukum Islam diwajibkan
mengeluarkan zakat atas harta yang dimilikinya dan rukun zakat.Menurut
kesepakatan ulama, syarat wajib zakat adalah merdeka, Islam, baligh, berakal,
memiliki harta kekayaan dengan persyaratan tertentu. Untuk lebih jelasnya penulis
akan uraikan dibawah ini:
1. Syarat Wajib Zakat
a. Islam
Menurut ijma’ zakat tidak wajib bagi orang kafir karena zakat merupakan
ibadah mahdhah yang suci sedangkan orang kafir bukan orang yang suci.20 Hal ini
19
Wahbah Al-Zuhaily, Zakat Kajian Berbagai Mazhab, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995), cet. Ke-6, hlm. 90.
20
sejalan dengan sabda Rasulullah SAW yang disampaikan kepada Muaz bin Jabal
ketika diutus ke Yaman menjadi Kadi bahwasanya Rasul bersabda: “jika engkau
berhadapan dengan ahlul kitab maka tindakan pertama adalah menyeru mereka
agar bersyahadat. Jika mereka menyambut seruan itu, maka mereka bahwa Allah
mewajibkan sholat lima kali sehari semalam, mewajibkan berzakat yang diambil
dari harta orang-orang kaya dan diserahkan kepada fakir miskin.” Jadi jelaslah
bahwa yang wajib dikenai zakat adalah orang kaya muslim.21
b. Merdeka
Menurut ijma’ para ahli fiqih, zakat tidak diwajibkan atas hamba sahaya
karena secara hukum mereka tidak mempunyai hak milik, tidak memiliki harta.22
Begitu pula budak mukatab (budak yang dijanjikan kemerdekaannya) tidak wajib mengeluarkan karena kendatipun dia memiliki harta, hartanya tidak dimiliki secara
penuh.23 Madzhab maliki berpendapat bahwa tidak ada kewajiban zakat pada harta
milik seorang hamba sahaya baik atas nama hamba sahaya itu sendiri maupun atas
nama tuannya karena harta milik hamba sahaya tidak sempurna (naqish), padahal
zakat pada hakikatnya hanya diwajibkan pada harta yang dimiliki secara penuh.24
c. Baligh dan berakal
21
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam, 1987.
22
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam,1987.
23Ally As’ad,
Fathul Muin jilid 2, (Kudus: Menara Kudus), hlm. 2.
24
21
Syari’at ini dikemukakan oleh madzhab Hanafi. Oleh sebab itu, anak
kecil dan orang gila tidak dikenai kewajiban zakat. Karena keduanya tidak
termasuk dalam ketentuan orang yang wajib mengerjakan ibadah seperti sholat dan
puasa. Akan tetapi, jumhur ulama fiqh tidak menerima syarat ini dengan
berpendirian bahwa apabila anak kecil atau orang gila memiliki harta satu nishab
atau lebih maka wajib dikeluarkan zakatnya dengan alasan bahwa Al Qur’an
maupun hadits tidak membedakan apakah pemiliknya baligh dan berakal atau
tidak.25
Menurut para ahli hukum Islam, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi
agar kewajiban zakat dapat dibebankan pada harta yang dipunyai oleh seorang
muslim. Syarat-syarat itu adalah:26
a. Pemilikan yang pasti. Artinya sepenuhnya berada dalam kekuasaan yang
punya, baik kekuasaan pemanfaatan maupun kekuasaan menikmati hasilnya.
b. Berkembang. Artinya harta itu berkembang, baik secara alami berdasarkan
sunnatullah maupun bettambah karena ikhtiar atau usaha manusia.
c. Melebihi kebutuhan pokok. Artinya harta yang dipunyai oleh seseorang itu
melebihi kebutuhan pokok yang diperlukan oleh diri dan keluarganya untuk
hidup wajar sebagai manusia.
25
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam,1988.
26
d. Bersih dari hutang. Artinya harta yang dipunyai oleh seseorang itu bersih dari
hutang, baik hutang kepada Allah (nazar, wasiat) maupun hutang kepada
sesama manusia.
e. Mencapai nishab. Artinya mencapai jumlah minimal yang wajib dikeluarkan zakatnya.
f. Mencapai hawl. Artinya harus mencapai waktu tertentu pengeluaran zakat, biasanya dua belas bulan atau setiap kali menuai atau panen.
Ada 2 kelompok benda zakat yaitu zakat modal dan zakat pendapatan,
persyaratan “berlaku satu tahun” hanya diterapkan pada zakat modal, misalnya
ternak, uang dan harta benda dagang. Sedangkan pada zakat pendapatan,
persyaratan “berlaku satu tahun” tidak diberlakukan, karena zakat yang
dikeluarkannya adalah pada saat pendapatan diterima.27
2. Rukun Zakat
Rukun zakat ialah mengeluarkan sebagian dari nishab (harta), dengan melepaskan kepemilikan terhadapnya, menjadikannya sebagai milik orang fakir, dan
menyerahkannya kepadanya, atau harta tersebut diserahkan kepada wakilnya; yakni
imam atau orang yang bertugas untuk memungut zakat.28
27
Yusuf al-Qardhawi, Fiqh Az-Zakah, hlm. 161.
28
23
3. Macam-Macam Zakat
Zakat terdiri dari dua macam yakni:
1. Zakat mal atau zakat harta adalah bagian dari harta kekayaan seseorang (juga
badan hukum) yang wajib dikeluarkan untuk golongan orang-orang tertrentu
setelah dipunyai selama jangka waktu tertentu dalam jumlah minimal tertentu.
2. Zakat Fitrah adalah zakat pengeluaran wajib dilakukan oleh setiap Muslim yang
mempunyai kelebihan dari keperluan keluarga yang wajar pada malam dan hari
raya Idulfitri.29
4. Orang-Orang yang Berhak Menerima Zakat (Mustahiq Zakat)
Para ulama madzhab sependapat bahwa golongan yang berhak menerima
zakat itu ada delapan, dari semuanya sudah disebutkan dalam al-Qur’an Surat at
-Taubah (9) ayat 60, seperti berikut:
Artinya:“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. At-Taubah (9): 60)
29
Berdasarkan ayat diatas dapat kita ketahui golongan penerima zakat yaitu:
1. Fakir
Menurut pandangan mayoritas (jumhur) ulama fikih, fakir adalah orang yang
tidak memiliki harta dan penghasilan yang halal, atau yang mempunyai harta yang
kurang dari nishab zakat dan kondisinya lebih buruk dari pada orang miskin.30 Oleh
karena itu fakir menjadi prioritas utama dalam menyalurkan dana zakat.
2. Miskin
Miskin adalah orang yang memiliki mata pencaharian tetap, tetapi
penghasilannya belum cukup untuk keperluan minimal bagi kebutuhan diri dan
keluarganya.31 Miskin menurut mayoritas (jumhur) ulama adalah orang yang tidak
memiliki harta dan tidak mempunyai pencarian yang layak untuk memenuhi
kebutuhannya.32
Secara umum pengertian yang dipaparkan oleh para ulama mazhab untuk
fakir dan miskin tidak jauh dari indikator ketidakmampuan secara materi untuk
memenuhi kebutuhannya, atau indikator (kemampuannya) mencari nafkah (usaha),
dimana dalam hasil usaha tersebut belum bisa memenuhi kebutuhannya. Dengan
demikian, indikator umum yang ditekankan para imam mazhab adalah:33
30
Hikmat Kurnia, Ade Hidayat, Panduan Pintar Zakat (Jakarta: Qultum Media, 2008), hlm. 140.
31
Al-Furqon Hasbi, 125 Masalah Zakat (Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2008), hlm. 155.
32
Hikmat Kurnia, Ade Hidayat, Panduan Pintar Zakat, hlm. 141.
33
25
a. Ketidakmapuan pemenuhan kebutuhan materi.
b. Ketidakmampuan dalam mencari nafkah.
3. Amil
Para pemungut zakat atau amilin adalah orang yang ditugaskan oleh imam
kepala pemerintah atau wakilnya untuk mengumpulkan zakat. Dengan demikian
mereka adalah pemungut-pemungut zakat, termasuk para penyimpan,
pengembala-pengembala ternak, dan yang mengurus administrasinya.34
Oleh karena itu, amil zakat berhak mendapat bagian dari kuota amil yang
diberikan oleh pihak mengangkat mereka dengan catatan bagian tersebut tidak
melebihi dari upah yang pantas. Supaya total gaji para amil dan biaya administrasi itu
tidak lebih dari seperdelapan zakat.35 Sehingga mustahik yang lain akan tetap
mendapat bagian dari dana zakat sesuai dengan porsinya.
4. Muallaf
Muallaf adalah orang yang sudah masuk Islam tetapi keislamannya masih
lemah maka ia diberi zakat agar imannya semakin kuat. Jadi tujuan pemberian zakat
terhadapnya adalah untuk melunakkan hatinyaagar tetap dalam Islam. Pada mulanya
golongan ini terdiri dari orang-orang kafir Quraisy yang turut serta pada perang
Hunain dan kepada mereka diberikan berbagai macam sedekah oleh Rasulullah
SAW.terutama sekali harta rampasan, bahkan kadang-kadang bagian mereka lebih
34
Al-Furqon Hasbi, 125 Masalah Zakat (Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2008),hlm. 163.
35
besar dari bagian orang Islam sendiri. Gunanya ialah untuk membujuk dan
menjinakkan hati mereka, agar mereka berniat masuk agama Islam.
Sebagian ulama berpendapat, bahwa muallaf itu sendiri dari kaum Yahudi
dan Nasrani yang telah memeluk Islam.Sebagiannya pula berpendapat, terdiri dari
kepala-kepala orang-orang musyrik yang mempunyai pengaruh dan pengikut yang
banyak.Kepada mereka diberikan zakat, agar mereka memeluk Islam, dan dengan itu
ikut serta pula pengikut mereka yang banyak itu. Rasulullah SAW. pernah
memberikan harta yang banyak kepada mereka seperti Abu Sufyan bin Harb, Haris
bin Hisyam, Suhail bin Amru, Huwaitib bin Abdul Uzza, masing-masingnya
mendapat 100 ekor unta.
Apakah golongan muallaf itu masih didapati sampai akhir zaman? Umar bin
Khattab, Hasan, Sya’bi berkata, sudah habis masa muallaf itu, karena Islam telah
menjadi kuat. Demikian pendapat yang kuat dalam mazhab Malik dan ahli
rakyu.Menurut keterangan sebagian ulama dari kalangan Hanafiah, para sahabat telah
ijmak mengatakan sebagaimana yang dikatakan Umar itu.Berkata jumhur ulama,
bagian mereka tetap ada, karena kadang-kadang imam merasa perlu untuk membujuk
mereka ke dalam Islam, seperti biaya dan perbelanjaan dakwah Islam yang amat
diperlukan, istimewa pada masa sekarang ini.
Kalau kita perhatikan alasan Umar yang menghentikan bagian golongan
27
Islam itu masih lemah atau telah lemah, tentu bagian mereka itu akan diperoleh
kembali, karena umat perlu akan yang demikian itu.36
5. Riqab
Riqab adalah pembebasan budak dan usaha menghilangkan segala bentuk
perbudakan.37 Dalam kajian fikih klasik yang dimaksud dengan para budak, dalam
hal ini jumhur ulama, adalah perjanjian seorang muslim (budak belian) untuk bekerja
dan mengabdi kepada majikannya, dimana pengabdian tersebut dapat dibebaskan bila
si budak belian memenuhi kewajiban pembayaran sejumlah uang, namun si budak
belian tersebut tidak memiliki kecukupan materi untuk membayar tebusan atas
dirinya tersebut. Oleh karena itu, sangat dianjurkan untuk memberikan zakat kepada
orang itu agar dapat memerdekakan diri mereka sendiri.38
Menurut Mawardi dalam kitabnya Ahkam Al-Sulthaniyah yang telah ditafsirkan, melihat kondisi sekarang ini tidak terdapatnya lagi budak-budak yang
mesti dimerdekakan, karena perbudakan itu telah dihapuskan, tentulah untuk
sementara bagiannya itu ditiadakan, tapi tidak berarti dihapuskan sama sekali. Karena
andaikata perbudakan itu timbul pula kembali, maka dengan sendirinya bagian itu
akan ada pula.39
36
Abdul Halim Hasan, Tafsir Al-Ahkam, (Jakarta: Kencana, 2006), cet. Ke-1,hlm. 494-495.
37
Peraturan Gubernur Provinsi daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 51 Tahun 2006, pasal 1, Ayat 24.
38
M. Arief Mufraini, Akutansi dan Manajemen Zakat:(Mengomunikasikan Kesadaran dan Membangun Jaringan), hlm. 200.
39
Mengingat golongan ini sekarang tidak ada lagi, maka kuota zakat mereka
dialihkan ke golongan mustahiq lain menurut pendapat mayoritas ulama fikih
(jumhur). Namun sebagian ulama berpendapat bahwa golongan ini masih ada, yaitu
para tentara muslim yang menjadi tawanan.
6. Gharimin
Gharimin adalah orang-orang yang mempunyai hutang dan sulit untuk
membayarnya.40 Orang yang berhutang berhak menerima bagian zakat golongan ini
adalah:
Orang yang berhutang untuk kepentingan pribadi yang tidak bisa
dihindarkan, dengan syarat-syarat sebagai berikut:41
a. Utang itu tidak timbul karena kemaksiatan.
b. Utang itu melilit pelakunya.
c. Sudah tidak sanggup lagi melunasi utangnya.
d. Utang itu sudah jatuh tempo, atau sudah harus dilunasi ketika zakat itu diberikan
kepada orang yang berhutang.
Untuk konteks kemaslahatan, tegas masdar perlu definisi kekinian atas
konteks gharim yaitu tidak hanya dinisbahkan pada hutang perorangan atau kepailitan
40
Al-Furqon Hasbi, 125 Masalah Zakat(Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2008), hlm. 179.
41
29
perorangan, namun juga lembaga-lembaga Islam yang karena manajemennya tidak
begitu baik jatuh pailit atau berhutang.42
7. Sabilillah
Sabil artinya ialah jalan.43Sabilillah adalah usaha dan kegiatan perorangan
atau badan yang bertujuan untuk menegakkan kepentingan agama atau kemaslahatan
umat.44 Pada dasarnya sabilillah itu dimaknai dengan thariq at-taqarrub ila Allah
(jalan mendekatkan diri kepada Allah) yang meliputi amalan kebajikan, baik untuk
invidu maupun masyarakat, seperti yang telah disinggung dalam makna mufradat.
Akan tetapi, para ulama berbeda pendapat mengenai makna sabilillah yang terdapat
dalam ashnaf mustahiq zakat ini. Perbedaan berikut ialah sebagai berikut: a. Mazhab Hanafi
Para ulama Hanafiyah sebenarnya tidak sepakat dalam mendifinisikan
sabilillah.Akan tetapi, secara umum dapat dikatakan bahwa sabilillah bagi mereka
adalah orang yang berjuang dalam kebajikan, sperti menuntut ilmu dan tentara
yang berjuang melawan musuh-musuh Islam.Mazhab ini juga membuat
persyaratan sabilillah yang berhak menerima zakat, yaitu fakir ataupun miskin.
b. Mazhab Maliki
42
Masdar F. Mas’udi, Agama Keadilan: Risalah Zakat (Pajak) dalam Islam, (Jakarta Pustaka Firdaus, 1993), hlm. 150.
43
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Pedoman Zakat, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1999), hlm. 185.
44
Menurut kaum Malikiyah, sabilillah itu adalah segala sesuatu yang berhubungan
dengan perang, baik tentara maupun alat yang digunakan untuk berperang, dan
mereka juga sepakat bahwa sabilillah berhak menerima zakat walaupun kaya.
c. Mazhab Asy-Syafi’I dan Hambali
Kedua mazhab ini berpendapat, sabilillah itu adalah para tentara yang melawan
musuh Islam yang tidak mendapat gaji dari pemerintah, para pejuang diberi zakat
walaupun mereka kaya.
Yusuf Al-Qardhawi mengenai makna sabilillah yaitu sebagai berikut:45
a) Jihad termasuk dalam kategori sabilillah.
b) Zakat itu diberikan pada individu para pejuang.
c) Tidak boleh memberi zakat atas nama sabilillah kepada jalan kebajikan atau
kemaslahatan umum, seperti membangun masjid, madrasah, ataupun jembatan.
Akan tetapi, banyak ulama muta’akhkhirin yang memaknai sabilillah dengan
arti yang lebih luas sesuai dengan makna dasarnya, seperti Rasyid Ridha, dan
Saltut.Menurut mereka, sabilillah tidak hanya individu para pejuang tetapi segala
kebajikan, seperti membangun masjid dan madrasah.Pendapat ini juga dipegang oleh
Muhammad Mahmud Hijazi. Dengan demikian, menurut mereka masjid, madrasah,
serta jalan kebajikan lainnya berhak mendapatkan bagian dari zakat atas nama
sabilillah.46
45
Yusuf Al-Qardhawi, Fiqh Az-Zakah, hlm. 643-644.
46
31
8. Ibnu Sabil
Ibnu sabil sebagaimana diterangkan dalam al-Qur’an yang dimaksud ibnu
sabil ialah musafir yang perjalanannya bukan untuk melakukan maksiat. Dalam hal
ini ia boleh menerima zakat karena melakukan perjalanan ibadah atau perjalanan
yang sifatnya adalah mubah seperti perjalanan untuk mencari barangnya yang
hilang.47 Para fuqoha selama ini mengartikan ibnu sabil dengan musafir yang kehabisan bekal.Pengertian ini sampai saat sekarang masih sangat relevan. Tetapi
pengertian yang telah ada belum mencakup seluruhnya. Kini ketika keadaan
masyarakat sudah menjadi kompleks, maka perlu menengok arti awal dari ibnu sabil.Anak jalanan, sebagaimana yang difahami pada saat ini adalah mengacu pada pengertian orang-orang yang tengah dalam keadaan tuna wisma, atau terpental dari
tempat tinggalnya.Bukan karena kefakiran dan kemiskinan yang dideritanya,
melainkan lebih disebabkan oleh hal-hal yang bersifat kecelakaan. Pengertian
tersebut tentunya lebih luas lagi dari sekedar hanya pelancong yang kehabisan bekal.
Tentunya dalam konteks pentasarufan zakat untuk golongan ini dapat dialokasikan
untuk para pengungsi, baik mereka mengungsi karena pergolakan politik dan perang
maupun karena bencana alam.48
47
Imam Taqiyuddin Abu Bakar Al-Husaini, Kifayatul Akhyar, (Surabaya: PT. Bina Ilmu,1997), cet. Ke-2, hlm. 405.
48Masdar F. Mas’udi,
C. Jenis-Jenis Harta Kekayaan yang Wajib Dikeluarkan Zakatnya
1. Jenis Kekayaan
Benda yang harus dizakati ialah emas, perak, harta simpanan, hasil bumi,
binatang ternak, dagangan, hasil usaha, hasil jasa (honorarium) yang berjumlah besar,
harta rikaz, harta makdin, dan hasil laut.
a. Emas dan perak.
Dasar hukum wajib zakat emas, perak, simpanan: Al-Qur’an surat At-Taubah (9):
35.
Artinya:“pada hari dipanaskan emas dan perak itu dalam nerakajahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan pinggang mereka (lalu dikatakan kepada mereka). inilah hartabendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu
simpan itu.”(At-Taubah: 35).
Tafsirnya
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Abbas yang bercerita, “Tatkala
turun ayat “emas dan perak” ini menjadi resahlah sahabat Rasulullah dan mengeluh.
“Tidak seorang di antara kami yang dapat meninggalkan harta untuk anaknya
sekarang ini.” Maka pergilah Umar diikuti oleh Tsauban bertanya kepada rasulullah
saw. “Ya Nabi Allah, menjadi resahlah para sahabatmu karena ayat ini.”49
49
33
Emas simpanan dikenakan zakat baik berupa mata uang atau batangan asal
dalam simpanan telah cukup satu tahun (haul) dan jumlahnya cukup senisab (yaitu 20
dinar atau kurang lebih 94 gram emas) zakatnya 2 ½ persen.Perak simpanan juga
dikenakan zakat, baik berupa mata uang atau batangan yang dalam simpanan telah
cukup satu tahun (hawl) dan jumlahnya cukup senisab (yaitu 200 dirham, sama dengan 27 7/9 real Mesir, sama dengan 555 ½ qurus Mesir atau lebih kurang 672
gram). Emas dan perak simpanan yang masing-masing kurang dari senisab tidak
perlu dikumpulkan agar menjadi senisab yang kemudian dikeluarkan
zakatnya.Misalnya seorang yang mempunyai simpanan 10 dinar emas, (setengah
nisab) dan 100 dirham perak (setengah nisab) tidak dikenakan zakat pada
kedua-duanya.
b. Harta Dagangan.
Dasar hukum wajib zakat dagangan ialah Al-Qur’an surat Al-Baqarah (2):
267.
buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. (QS. Al-Baqarah (2): 267).
Syarat wajib zakat dagang adalah jumlah nilainya ada senisab emas (20
dinar) dan harus sudah berjalan setahun.Jadi zakat dagang harus dilakukan setiap
setahun sekali.Cara pelaksanaannya ialah setelah dagang berjalan satu tahun, uang
kontan yang ada dan segala macam barang dagangan ditaksir, kemudian jumlah
yang didapat dikeluarkan zakatnya 2 ½ %. Dari hasil zakat dagangan ini, jika
semua pedagang muslim berzakat akan terkumpul sejumlah zakat yang besar
sekali.
c. Hasil Bumi.
Dasar hukum zakat hasil bumi ialah Al-Qur’an surat Al-An’am: 141
.
35
berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan”. (QS. Al-An’am: 141).
Tafsirnya:
Ibnu Umar, Atha’, Mujahid dan Sa’id bin Jubair mengatakan ayat ini
“muhkamat”. Wajiblah atas orang yang mengetam atau menuai, meberikan sedikit
hasilnya itu kepada orang miskin yang datang meminta kepadanya. Namun Ibnu
Abbas, Muhammad bin Hanafiah, Hasan, Nakha’i, Thawus, Abu Tsa’tsa’,
Qatadah, Dhahhak, dan Ibnu Juraih mengatakan, bahwa ayat ini telah di
nasakh-kan oleh ayat zakat. Itulah yang dipilih Ibnu Jarir, karena ayat adalah ayat
makkiyah, sedang ayat zakat adalah ayat madaniah, jadi ayat madaniyah itu
me-nasakh-kan ayat makkiyah.50
Zakat hasil bumi tanpa syarat hawl, sebab setiap kali panen harus dikeluarkan zakatnya. Sedangkan panen hasil bumi ada yang sekali setahun, ada
yang dua kali, ada yang tiga kali, bahkan ada yang empat kali. Setiap kali panen
jika hasilnya ada senisab dikeluarkan zakatnya dan jika tidak cukup senisab tidak
usah hasil panen itu dikumpulkan dengan hasil panen yang lain guna mengejar
nisab.
d. Binatang ternak.
Binatang ternak di Indonesia yang dikenakan zakat adalah sapi, kerbau dan
kambing. Zakat ini harus dengan syarat haul.
Adapun nisabnya sebagai berikut:
50
Kambing
1) Mulai dikenakan zakat (senisab) setelah ada sejumlah 40 ekor
2) Dari jumlah 40 s/d 120 zakatnya seekor kambing
3) Dari jumlah 121 s/d 200 zakatnya dua ekor kambing
4) Dari jumlah 201 s/d 300 zakatnya tiga ekor kambing
5) Selebihnya setiap ada 100 ekor zakatnya satu kambing
Sapi
1) Mulai dikenakan zakat (senisab) setelah ada sejumlah 30 ekor sapi.
2) Dari jumlah 30 s/d 39 zakat seekor sapi berumur setahun lebih, sapi ini diberi
nama “Tabii”.
3) Dari jumlah 40 s/d 59 zakatnya seekor sapi berumur dua tahun lebih, sapi ini
diberi nama “Musinnah”.
4) Dari jumlah 60 s/d 69 zakatnya dua ekor sapi berumur satu tahun lebih.
5) Dari jumlah 70 s/d 79 zakatnya dua ekor sapi, seekor berumur satu tahun lebih,
seekor beumur dua tahun lebih.
6) Selebihnya dari itu setiap ada tambahan 30 zakatnya seekor sapi tabii, dan
setiap ada