• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI PENELITIAN 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat IPA 2.1.1.1 Pengertian IPA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Hasil Belajar IPA Menggunakan Model Discovery Learning dan Problem Based Learning pada Sis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI PENELITIAN 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat IPA 2.1.1.1 Pengertian IPA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Hasil Belajar IPA Menggunakan Model Discovery Learning dan Problem Based Learning pada Sis"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

LANDASAN TEORI PENELITIAN

2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat IPA 2.1.1.1 Pengertian IPA

Abdullah (2008: 18) menyatakan bahwa IPA merupakan pengetahuan teoritis yang di dapat dengan cara khusus yaitu dengan melakukan pengamatan, penelitian, penyimpulan, penyusunan teori dan seterusnya menghubungkan antara cara satu dengan lainnya. Pendapat lainnya menurut Suyoso (2008: 23) menyatakan bahwa sains merupakan pengetahuan hasil kegiatan manusia yang bersifat aktif dan terus berjalan tanpa henti yang di dapat melalui cara tertentu dengan teratur, sistematis, berobjek, bermetode dan berlaku secara umum.

Pada Hakikatnya, IPA dapat dipandang dari segi produk, proses, pengembangan sikap dan teknologi. Artinya belajar IPA memiliki dimensi proses, dimensi hasil (produk), dimensi pengembangan sikap ilmiah, dan IPA sebagai teknologi. Keempat dimensi tersebut bersifat saling terkait. Sulistyorini (2007: 9-10) mengemukakan bahwa proses belajar mengajar IPA seharusnya mengandung empat dimensi IPA yaitu:

1) IPA sebagai Produk

Yaitu dihasilkan dari data yang disusun dalam bentuk teks buku secara sistematis.

2) IPA sebagai Proses

(2)

3) IPA sebagai Pemupukan Sikap

IPA dijadikan sebagai pemotivasi sikap siswa dalam mengembangkan

kemampuan untuk memecahkan masalah dan mencari jawaban dari fenomena fisik dana lam saat pembelajaran.

4) IPA sebagai Teknologi

Hakikat IPA dari waktu ke waktu mengalami perubahan. Dalam perkembangan pelaksanaan metode ilmiah yang berpusat pada kemajuan teknologi pada saat ini. Perkembangan teknologi yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari menjadi bagian penting dari hasil belajar IPA. IPA bersifat praktis sebagai bekal yang berguna dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan observasi dan eksperimen banyak dipengaruhi oleh penggunaan peralatan atau instrument yang digunakan, karena banyak fenomena alam yang tidak dapat secara langsung diamati oleh manusia dengan indra penglihatan dan bergantung pada teknologi.

(3)

Tabel 2.1.1.1

Tingkat Kompetensi dan Ruang lingkup Materi IPA SD

Tingkat

Kompetensi Ruang Lingkup Materi

Tingkat Pendidikan

Dasar (Kelas 1-VI)

• Makhluk hidup dan proses kehidupan yaitu, manusia dan hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan

lingkungan, serta kesehatan.

• Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi :

cair, padat dan gas.

• Energi dan perubahannya meliputi : gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana. • Bumi dan alam semesta meliputi : tanah, bumi, tata

surya, dan benda-benda langit lainnya.

Sumber : Lampiran Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi.

2.1.2 Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar (SD)

(4)

Pembelajaran IPA terdiri dari konsep-konsep pembelajaran. Konsep ini bersifat tidak nyata dan membuat para siswa akan lebih sulit mempelajari sebuah ilmu pembelajaran IPA, dari permasalahan tersebut Baharuddin dan Wahyuni (2010: 116) menyatakan bahwa guru dapat memfasilitasi proses

belajar mengajar dengan cara yang bermakna dan relevan bagi siswa. Guru dapat memberi kesempatan agar siswa menemukan pemikiran mereka sendiri.

Pembelajaran IPA di SD disesuaikan dengan perkembangan kognitif anak. Rifa’i menyatakan pendapat dari teori Piaget (2009: 27-30), setiap individu pada saat tumbuh mulai dari bayi sampai menginjak usia dewasa mengalami tingkatan perkembangan kognitif sebagai berikut:

1) Tahap sensorimotor, yang terjadi dari lahir hingga usia 2 tahun, merupakan tahap pertama piaget. Pada tahap ini mental bayi mengalami kemajuan dalam merasakan sensasi seperti mendengar dan melihat dari gerakan fisik. 2) Tahap praoperasional, yang terjadi dari usia 2 hingga 7 tahun, pada tahap ini perkembangan anak dilihat dari kemampuan menggunakan simbol-simbol untuk menyatakan objek-objek dunia. Pemikiran masih egosentris. Tahap operasional konkrit, yang berlangsung dari usia 7 hingga 11 tahun. Tahap ini anak dapat melakukan penalaran logis desertai pengalaman konkrit. Kemampuan anak sudah mulai bisa mengalikan, membagi, mengurutkan, mengganti, menganalisis. Pemikiran tidak lagi sentrasi tetapi desentrasi dan pemecahan masalah tidak begitu dibatasi oleh keegoisan.

3) Tahap operasional formal, pada usia 11-15 tahun. Pada tahap ini seseorang melebihi dunia yang nyata, hal-hal konkrit dan berpikir dengan logis dan abstrak. Masalah-masalah yang muncul dapat dipecahkan dengan

sistematis.

2.1.3 Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD)

(5)

pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan. Ketercapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk meningkatkan kemampuan, bekerja secara ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru. Berikut ini SK dan KD IPA kelas III di SD sesuai dengan

Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 disajikan dalam tabel 2.1.3

Tabel 2.1.3

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA Kelas III Semester II

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Energi dan Perubahannya

4. Memahami berbagai cara gerak benda, hubungannya dengan energi

dan sumber energi

4.1 Menyimpulkan hasil pengamatan bahwa gerak benda dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran

4.2 Mendeskripsikan hasil pengamatan tentang pengaruh energi panas, gerak, getaran dalam

kehidupan sehari-hari

4.3 Mengidentifikasi sumber energi dan kegunaannya

5. Menerapkan konsep energi gerak 5.1 Membuat kincir angin untuk menunjukkan

bentuk energi angin dapat diubah menjadi energi gerak

5.2 Menerapkan cara menghemat energi dalam kehidupan sehari-hari

Bumi dan Alam Semesta

6. Memahami kenampakan

permukaan bumi, cuaca dan pengaruhnya bagi manusia, serta hubungannya dengan cara manusia memelihara dan melestarikan alam

6.1 Mendeskripsikan kenampakan permukaan bumi di lingkungan sekitar

6.2 Menjelaskan hubungan antara keadaan awan dan cuaca

6.3 Mendeskripsikan pengaruh cuaca bagi kegiatan manusia

(6)

Sumber : Lampiran Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi, Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD).

2.2.1 Penelitian Perbandingan (Komparatif)

Sedarmayati dan Hidayat (2011: 36) berpendapat bahwa penelitian perbandingan yaitu penelitian yang dilakukan untuk meneliti peristiwa atau fenomena yang terjadi dari belakang melalui data untuk menemukan factor yang mendahului atau menentukan kemungkinan sebab atas peristiwa atau fenomena yang diteliti. Menurut pendapat Iskandar (2008: 137) menyatakan bahwa penelitian komparatif menggunakan langkah-langkah pokok yang harus diperhatikan dalam pelaksanaannya yaitu:

1. Memilih masalah penelitian yang diteliti 2. Perumusan masalah

3. Tujuan penelitian 4. Kerangka teori 5. Hipotesis penelitian

6. Pengumpulan data penelitian 7. Analisis data

8. Laporan hasil penelitian

Berdasarkan pendapat dari para ahli di atas, penelitian komparatif yaitu penelitian kuantitatif yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan pengaruh dua variable bebas atau lebih terhadap variable terikat yang dalam proses pengujiannya

dalam mengkaji beberapa peristiwa atau fenomena sosial yang tidak ada manipulasi sehingga didapatkan data yang sebenarnya.

2.3.1 Model Pembelajaran

(7)

berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru untuk merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran.

Model pembelajaran juga dapat dimaknai sebagai perangkat rencana atau pola yang dapat dipergunakan untuk merancang bahan-bahan pembelajaran serta membimbing aktivitas pembelajaran di kelas atau di tempat-tempat lain yang melaksanakan aktivitas-aktivitas pembelajaran (Aunurrahman, 2013: 27).

Berdasarkan uraian mengenai model pembelajaran di atas, model pembelajaran diartikan sebagai suatu kerangka konseptual yang akan menentukan proses pembelajaran itu berlangsung dan sebagai pedoman dalam proses mengajar yang akan menentukan ketercapaian tujuan dari pembelajaran tersebut.

2.3.1.1 Model Pembelajaran Discovery Learning

2.3.1.1.1 Pengertian Model Pembelajaran Discovery Learning

Roestiyah (2008: 20) berpendapat bahwa teknik penemuan atau

discovery adalah proses mental dimana siswa dapat menyesuaikan suatu konsep

atau prinsip. Proses mental yang dimaksud yaitu mengamati, mencerna, mengerti, menggolongkan, menduga, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan lain sebagainya. Konsep tersebut misalnya segiempat, dingin, demokrasi dan sebagainya, sedangkan prinsip yang dimaksud yaitu logam apabila dipanaskan akan mengembang. Dalam teknik ini siswa dibiarkan menemukan atau mengalami proses mental.

Pembelajaran discovery merupakan suatu rangkaian kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa

(8)

bebas yang termodifikasi, adalah masalah diajukan guru di dasarkan teori yang sudah dipahami siswa. Tujuannya untuk melakukan penyelidikan dalam rangka membuktikan kebenaran (Suhana, 2012: 77).

2.3.1.1.2 Langkah-langkah Model Pembelajaran Discovery Learning

Kurniasih dan Sani (2014: 68-71) mengemukakan langkah-langkah operasional model discovery learning yaitu sebagai berikut:

a. Langkah persiapan model discovery learning 1) Menentukan tujuan pembelajaran.

2) Melakukan identifikasi karakteristik siswa. 3) Memilih materi pelajaran.

4) Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif. 5) Membuat bahan belajar

b. Prosedur aplikasi model discovery learning

1) Stimulation (stimulasi/pemberian rangsang)

Pada sintak ini siswa diberi pertanyaan oleh guru, agar dapat memecahkan masalah tersebut siswa diberi rangsangan untuk mencari tahu dengan pemikiran mereka sendiri.

2) Problem statement (pernyataan/identifikasi masalah)

Siswa diberi kesempatan oleh guru untuk mengidenfikasi masalah sesuai pelajaran dan dibuat dalam bentuk pertanyaan dan jawaban sementara.

3) Data collection (pengumpulan data)

Pada sintak ini siswa diharapkan untuk mengumpulkan bahan dari berbagai sumber untuk membuktikan hipotesis.

4) Data processing (pengolahan data)

(9)

5) Verification (pembuktian)

Sintak ini siswa membuktikan benar atau tidak dari jawaban sementara atau hipotesis yang mereka temukan.

6) Generalization (menarik kesimpulan)

Sintak ini adalah menarik kesimpulan untuk masalah yang sama.

Model pembelajaran Discovery Learning disajikan pada tabel 2.3.1.1.2 berikut ini:

Tabel 2.3.1.1.2

Langkah-langkah Model Pembelajaran Discovery Learning

Tahap 1 Simulation Guru bertanya dengan mengajukan persoalan atau menyuruh anak didik membaca atau mendengarkan uraian yang memuat permasalahan

Tahap 2 Problem statement

(identifikasi masalah)

Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda

masalah yang relevan dengan bahan pelajaran. Kemudian dirumuskannya hipotesis

Tahap 3 Data collection

(pengumpulan data)

Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang

relevan untuk membuktikan hipotesis Tahap 4 Data processing

(pengolahan data)

Siswa mengolah data dan informasi yang telah diperoleh baik melalui wawancara, observasi, dan

sebagainya. Tahap 5 Verification

(pembuktian)

Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai

dalam kehidupannya. Tahap 6 Generalization

(menarik

kesimpulan/generalisasi)

(10)

Berdasarkan teori-teori yang telah dikemukakan para ahli, model

discovery learning adalah suatu proses pembelajaran yang penyampaian

materinya disajikan secara tidak lengkap dan menuntut siswa terlibat secara aktif untuk menemukan sendiri suatu konsep ataupun prinsip yang belum

diketahuinya. Adapun langkah-langkah pembelajaran dengan model discovery

learning yaitu: 1) memberikan stimulus kepada siswa, 2) mengidentifikasi

permasalahan yang relevan dengan bahan pelajaran, merumuskan masalah kemudian menentukan jawaban sementara (hipotesis), 3) membentuk siswa ke dalam beberapa kelompok dalam diskusi, 4) membimbing siswa dalam mengumpulkan data dan diolah menjadi hipotesis, 5) siswa diarahkan untuk menarik kesimpulan dari data yang mereka temukan, dan 6) mempresentasikan atau mengomunikasikan hasil yang mereka temukan dengan kelompok.

2.3.1.1.3 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Discovery Learning

Hosnan (2014: 287-288) mengemukakan beberapa kelebihan dari model

discovery learning yakni sebagai berikut.

1) Membantu siswa untuk meningkatkan keterampilan.

2) Pengetahuan uang diperoleh siswa dapat menguatkan ingatan mereka.

3) Meningkatkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah. 4) Membantu siswa memperkuat konsep dirinya.

5) Mendorong keterlibatan keaktifan siswa.

6) Mendorong siswa berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri.

7) Melatih siswa belajar mandiri.

8) Siswa aktif dalam kegiatan belajar mengajar.

Hosnan (2014: 288-289) mengemukakan beberapa kekurangan dari model discovery learning yaitu:

1) Banyak menyita waktu karena guru sebagai pembimbing. 2) Pemikiran rasional siswa masih terbatas

(11)

2.3.1.2 Model Pembelajaran Problem Based Learning

2.3.1.2.1 Pengertian Model Pembelajaran Problem Based Learning

Model pembelajaran berbasis masalah, kelompok-kelompok kecil siswa

bekerja sama memecahkan suatu masalah yang telah disepakati oleh siswa dan guru. Model pembelajaran berdasarkan masalah dilandasi oleh teori belajar konstruktivis. Pada model ini pembelajaran dimulai dengan menyajikan permasalahan nyata yang penyelesaiannya membutuhkan kerja sama di antara siswa-siswa. Saat pembelajaran siswa dipandu oleh guru dalam perencanaan pemecahan masalah, kemudian siswa diberi contoh oleh guru dalam mengembangkan ketrampilan agar terselesaikan tugas tersebut. (Trianto, 2011: 90).

2.3.1.2.2 Langkah-langkah Model Pembelajaran Problem Based Learning

(12)

Tabel 2.3.1.2.2

Langkah-langkah Model Pembelajaran Problem Based Learning Tahap 1 Orientasi siswa

pada masalah

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih.

Tahap 2 Mengorganisasi siswa untuk belajar

Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.

Tahap 3 Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok

Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.

Tahap 4

Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.

Tahap 5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.

2.3.1.2.3 Kelebihan dan kekurangan Model Pembelajaran Problem Based Learning Sanjaya (2007: 218) mengemukakan kelebihan dan kekurangan model PBL sebagai berikut.

Kelebihannya yaitu:

1) Menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa.

2) Meningkatkan motivasi dan aktivitas pembelajaran siswa.

(13)

4) Membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam perjalanan yang mereka lakukan.

5) Mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan

pengetahuan baru.

6) Memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.

7) Minat siswa dapat berkembang secara terus menerus.

8) Siswa lebih mudah menguasai konsep yang mereka pelajari untuk memecahkan masalah.

Disamping kelebihan diatas, terdapat juga kelemahannya yaitu:

1) Siswa tidak mencoba untuk memecahkan masalah tersebut karena tidak mempunyai niat terlebih dahulu.

2) Tanpa pemahaman mengenai materi mereka tidak dapat memecahkan masalah yang mereka temukan.

2.4.1 Hasil Belajar

Kegiatan pembelajaran di dalamnya terdapat proses perubahan yang harus dicapai oleh pembelajar setelah melaksanakan aktivitas belajar yang telah dirumuskan dalam tujuan pembelajaran. Hasil belajar yaitu perubahan tingkah laku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar. Perubahan perilaku diperoleh dari apa yang dipelajari oleh siswa, apabila siswa mempelajari pengetahuan konsep maka hasil yang diperoleh yaitu penguasaan konsep. (Anni, 2007: 5).

Hasil yang diperoleh dari proses pembelajaran berupa perubahan tingkah laku yang relative tetap, bukan hanya saat pembelajaran saja tetapi pada waktu setelah

mendapatkan suatu pembelajaran. Perubahan yang terjadi bukan hanya satu aspek melainkan berbagai aspek yang dimiliki siswa. Menurut Suprijono (2009: 5-7) hasil belajar yaitu pola-pola perbuatan, nilai-nilai, sikap-sikap, pengertian-pengertian, ketrampilan dan apresiasi. Hasil belajar adalah perubahan tingkah laku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiannya saja.

(14)

Perubahan perilaku yang diperoleh peserta didik setelah mengalami kegiatan belajar tersebut tergantung pada apa yang dipelajari oleh peserta didik (Rifa’i, 2009: 85).

2.2 Hasil Penelitian yang Relevan

Mawardi & Mariati (2016) melakukan penelitian yang berjudul “Komparasi Model Pembelajaran Discovery Learning dan Problem Solving Ditinjau dari Hasil Belajar IPA Pada Siswa Kelas 3 SD di Gugus Diponegoro” Kecamatan Tengaran Semester genap Tahun Pelajaran 2016/2017. Hal tersebut ditunjukkan pada kelas eksperimen 79,83 dan kelas control 75,48. Nilai t hitung 1,583 dengan signifikasi 0,49 < 0,05. Selain itu, pembelajaran dengan menggunakan model Discovery Learning lebih efektif daripada menggunakan model Problem Based Learning untuk diterapkan pada mata pelajaran IPA. Hal tersebut ditunjukkan pada ketuntasan belajar IPA dengan menggunakan model Discovery Learning mencapai 94% sedangkan ketuntasan belajar IPA menggunakan model Problem Based Learning mencapai 64%.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Mawardi & Mariati (2016) adalah sama-sama menggunakan model pembelajaran discovery

learning dalam pembelajaran IPA, perbedaannya penelitian ini memfokuskan untuk

melihat dan mencatat segala informasi adanya perbedaan kedua model pembelajaran. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Mawardi & Mariati (2016) memfokuskan untuk mengetahui keefektifan pembelajaran IPA.

Ni Kd. Kariani, DB Kt. Ngr. Semara Putra dan Kt. Ardana (2014) melakukan penelitian yang berjudul “Model Problem Based Learning Menggunakan Metode Probing - Prompting Berpengaruh Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa” pada siswa kelas V SD Negeri 21 Pemecutan Denpasar Utara Tahun Ajaran 2013/2014. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa penerapan model Problem Based Learning menggunakan metode Probing-Prompting berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V SD Negeri 21 Pemecutan Denpasar Utara Tahun Ajaran 2013/2014.

(15)

menggunakan metode ekperimen sedangkan jurnal tersebut menggunakan metode

probing-prompting.

Yosef Patandung (2017) melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh model

discovery learning terhadap peningkatan motivasi belajar IPA Siswa”. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa (i) Implementasi model pembelajaran penemuan pada kelompok eksperimen mengikuti sintaks model pembelajaran penemuan yaitu observasi, pembuatan kuesioner, pembuatan hipotesis, pengumpulan data dan pembuatan kesimpulan; (ii) Motivasi siswa kelas 5 SDN Mannuruki dalam pembelajaran sains dikategorikan sebagai media sebelum menerapkan model pembelajaran penemuan; (iii) Ada pengaruh yang signifikan dari penerapan model pembelajaran discovery terhadap motivasi siswa kelas VIII Mannuruki dalam pembelajaran IPA dimana nilai signifikansi 0,0015 <α 0,05. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa ada Pengaruh signifikan penerapan model pembelajaran penemuan terhadap motivasi siswa kelas VII SD Mannuruki dalam pembelajaran sains.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Yosef Patandung (2017) adalah sama-sama menggunakan model discovery learning.

Perbedaan penelitian ini mengarah pada hasil belajar IPA sedangkan pada jurnal ini mengarah pada motivasi siswa.

Nurwati (2015) melakukan penelitian yang berjudul “Penerapan Model

Discovery pada Pembelajaran IPA Kelas V di Sekolah Dasar Negeri 2 Karangbener

Kecamatan Bae Kabupaten Kudus”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Perencanaan penerapan model discovery dalam pembelajaran IPA di SDN 2

Karangbener Kecamatan BaeKabupaten Kudus dilakukan dengan mengirim guru dalam penataran/workshop yang menunjang guru dalam pembelajaran, Guru membuat rencana scenario (tahap-tahap) pembelajaran yang akan dilaksanakan dalam satu atau lebih pertemuan dalam wujud RPP. (2) Pelaksanaan penerapan pembelajaran IPA dengan model discovery di SDN 2 Karangbener Kecamatan Bae Kabupaten Kudus kegiatan awal dimulai dengan persiapan materi dan bahan seperti media yang ada akan digunakan untuk menunjang penyampaian materi nantinya salah satunya dengan gambar dan video serta LCD. Kegiatan akhir atau penutup guru melakukan refleksi bersama dengan peserta didik. (3) Hasil penerapan pembelajaran IPA dengan model

(16)

mampu mengkonsep pengetahuan dibenak mereka sendiri. Peserta didik menjadi aktif, kritis dan kreatif. Kelas menjadi produktif, menyenangkan dan tidak membosankan. Serta peserta didik lebih dihargai karena penilaian autentik tidak hanya dari tugas saja tetapi dari proses serta aktivitas siswa juga dinilai. (4) Kendala yang dihadapi dalam

pelaksanaan pelaksanaan penerapan model discovery di kelas V SDN 2 Karangbener Kecamatan Bae Kabupaten Kudus adalah bahwa masih ada beberapa siswa yang kaget dengan penerapan model discovery ini, kemudian selain itu terkadang dalam pelaksanaan evaluasi akhir guru tidak sempat melakukan kegiatan penilaian sebab fokus pada penyampaian materi.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurwati (2015) adalah sama-sama menggunakan model discovery learning. Perbedaan penlitian ini adalah mengarah pada hasil belajar IPA sedangkan pada jurnal tersebut mengarah pada proses pembelajaran.

Ni L. Kd. Lhistya Dewi, I Wayan Suwatra dan Ni Wayan Rati (2014) melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Model Problem Based Learning

Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V Tahun Pelajaran 2013/2014 di Sd Segugus 1 Kecamatan Marga Kabupaten Tabanan”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen tergolong tinggi dengan rata-rata (M) 19,50. (2) Hasil belajar IPA siswa kelompok kontrol tergolong rendah dengan rata-rata (M) 12,25. (3) Terdapat perbedaan hasil belajar IPA siswa kelas V semester II SD Negeri 1 Tua dan SD Negeri 4 Tua yang signifikan antara kelompok siswa yang

dibelajarkan dengan model pembelajaran PBL dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional (thit > ttab, thit = 11,69 dan ttab = 2,201). Sepadan dengan penelitian yang dilakukan Ni Luh Leni D, Riswandi dan Een Y. Haenilah (2015) melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Problem Based Learning Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa”. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran Problem Based Learning

berpengaruh terhadap hasil belajar IPA pada siswa kelas V di SD Negeri 2 Kampung Baru Bandar lampung tahun pelajaran 2014/2015.

(17)

adalah perbedaan penggunaan model terhadap hasil belajar IPA sedangkan jurnal tersebut adalah pengaruh penggunaan model terhadap hasil belajar.

2.3 Kerangka Berpikir

Pembelajaran IPA menjadi mata pelajaran yang penting karena memberikan pengetahuan tentang lingkungan alam, mengembangkan keterampilan, wawasan, dan kesadaran teknologi dalam kaitan dengan pemanfaatannya bagi kehidupan sehari-hari. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar peserta didik adalah model pembelajaran yang digunakan dapat berpengaruh terhadap hasil belajar anak karena model pembelajaran sangat penting dalam keberhasilan dalam belajar. Proses pembelajaran IPA di kelas 3 SDN Gugus Diponegoro Kabupaten Grobogan belum optimal, dikarenakan guru belum menggunakan model pembelajaran inovatif yang akan memicu peserta didik untuk bereksplorasi dengan melakukan suatu penemuan dan kegiatan pemecahan masalah. Berdasarkan permasalahan tersebut maka perlu dilakukan pembaharuan dalam model pembelajaran. Pembelajaran dengan menggunakan model Discovery Learning dan Problem Based Learning merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan seorang guru dalam memberikan materi pembelajaran IPA.

Peneliti akan membandingkan hasil belajar IPA antara kelas eksperimen dan kelas control. Setelah dilakukan pembelajaran dengan menerapkan model Discovery

Learning di kelas ekperimen dan model Problem Based Learning di kelas control maka

hasil belajar dari kedua kelompok tersebut dilakukan uji beda rata-rata hasil posttest untuk melihat apakah ada perbedaan yang signifikan terhadap hasil belajar IPA.

Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat

dilihat pada gambar di bawah ini:

X2 Y

(18)

Keterangan:

X1 = Model Discovery Learning

X2 = Model Problem Based Learning

Y = Hasil Belajar

= Perlakuan

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka berfikir diatas maka dirumuskan suatu hipotesis yaitu sebagai berikut:

H

0= Tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap hasil belajar IPA kelas 3 SD

menggunakan model pembelajaran Discovery Learning dan Problem Based Learning

di Gugus Diponegoro Kabupaten Grobogan.

H

a= Terdapat perbedaan yang signifikan terhadap hasil belajar IPA kelas 3 SD

menggunakan model pembelajaran Discovery Learning dan Problem Based Learning

Gambar

Tabel 2.1.1.1
Tabel 2.1.3
Tabel 2.3.1.1.2
Tabel 2.3.1.2.2

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti, hambatan pada kegiatan skrining IMS dengan VCT itu terletak pada sarana prasarana Lapas terkait tidak adanya

Perbedaan perubahan kadar kolesterol total yang tidak bermakna antara kelompok perlakuan dan kontrol sesuai dengan penelitian Trully Kusumawardhani yang menyatakan

Dalam penelitian ini akan dimodelkan jumlah penderita kusta di Provinsi Jawa Tengah menggunakan regresi poisson dan GWPR dengan pembobot fungsi kernel gaussian dan kernel

setelah mendapatkan penjelasan mengenai penelitian tentang “Hubungan Pemberian ASI Eksklusif terhadap Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Bayi

M engingat populasi burung kakatua di Pulau Komodo banyak ditemukan di lembah-lembah maka penting untuk melakukan penelitian seleksi habitat burung kakatua dengan variasi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1) perbedaan antara pembelajaran IPA menggunakan model Problem Based Learning dan Inkuiri Terbimbing terhadap hasil belajar

Concept Selection adalah suatu metode untuk memutuskan konsep mana yang akan terus dikembangkan hingga akhirnya menjadi produk jadi dari beberapa konsep yang telah

Concept Selection adalah suatu metode untuk memutuskan konsep mana yang akan terus dikembangkan hingga akhirnya menjadi produk jadi dari beberapa konsep yang telah