• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. LANDASAN TEORI

D. Orangtua

1. Pengertian orangtua

Orangtua biasanya terdiri dari ayah dan ibu atau siapa saja yang berperan dan bertanggung jawab dalam suatu keluarga. Keluarga biasanya terdiri dari ayah dan ibu atau orang-orang yang menggantikan peran mereka. Orangtua adalah orang-orang yang telah dewasa lahir dan batin, yang telah memiliki kematangan secara fisik dan non-fisik, keamatangan/keseimbangan emosi/perasaan dan rasio/pemikiran dan adanya kemandirian dalam bidang ekonomi, sosial dan mental serta berperan sesuai dengan fungsinya masing-masing sebagai orangtua dalam mengelola dan membina/mengasuh peserta didik/orang-orang yang belum dewasa dalam keluarganya, seperti anaknya. Orangtua yang ideal adalah mereka yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang relatif cukup dalam mengelola berbagai aspek dalam kehidupan dan pendidikan keluarganya (Yacub, 2005).

Menurut Verkuyl (dalam ahmadi, 1999) ada 3 (tiga) tugas dan panggilan untuk orangtua, yaitu:

a. Mengurus keperluan materil anak

Merupakan tugas pertama dimana orangtua harus memberi makan, tempat perlindungan dan pakaian kepada anak. Anak sepenuhnya masih tergantung kepada orangtuanya karena anak belum mampu mencukupi kebutuhannya sendiri.

b. Menciptakan suatu “home” bagi anak

Home” disini berarti bahwa di dalam keluarga itu anak dapat berkembang dengan subur, merasakan kemesraan, kasih sayang,

keramahtamahan, merasa aman, terlindungi, dan lain-lain. Di rumah anak merasa tentram, tidak pernah kesepian dan selalu gembira.

c. Tugas pendidikan

Tugas mendidik merupakan tugas terpenting dari orangtua terhadap anaknya.

2. Masa dewasa

Istilah adolescene yang berarti tumbuh menjadi dewasa. Oleh karena itu, orang dewasa adalah individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya. Masa dewasa merupakan periode yang paling penting dalam masa kehidupan, umunya dibagi atas tiga periode, yaitu masa dewasa dini, dari umur 18-40 tahun, masa dewasa pertengahan, dari umur 40-60 tahun, dan masa dewasa akhir atau ”usia lanjut”, dari 60 tahun hingga kematian (Hurlock, 1980).

Peran orangtua dimulai dari masa dewasa dini. Diantara sekian banyak tugas perkembangan orang dewasa dini, tugas-tugas yang berkaitan dengan pekerjaan dan hidup keluarga merupakan tugas yang sangat banyak, sangat penting dan sangat sulit diatasi. Hal ini disebabkan kurangnya dasar-dasar yang harus dibangun dalam menyesuaikan diri dengan peran baru yang terjadi di dewasa dini. Masa sebagai orangtua dipandang sebagai ”masa krisis” dalam kehidupan seseorang karena masa tersebut menuntut perubahan dalam sikap, nilai dan peran (Hurlock, 1980).

Masa dewasa dini merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Orang dewasa muda diharapkan memainkan peran baru, seperti peran suami/isteri, orangtua, dan pencari nafkah, dan mengembangkan sikap-sikap baru, keinginan-keinginan dan nilai-nilai baru sesuai dengan tugas barunya. Sebagai orang dewasa, mereka diharapakan mengadakan penyesuaian diri secara mandiri (Hurlock, 1980).

3. Peran orangtua dalam pendidikan di lingkungan keluarga

Anak sebagai generasi unggul pada dasarnya tidak akan tumbuh dan berkembang dengan sendirinya. Anak memerlukan lingkungan subur yang khusus diciptakan untuk itu. Lingkungan yang kondusif tersebut akan memungkinkan anak untuk berkembang secara optimal. Dalam hal ini, peranan orangtua amatlah penting. Seperti halnya dalam mendidik anak, yang menjadi model utama dan paling dekat dalam kehidupan anak adalah orangtua (Mulyadi, 2004).

Khumas (2003) menyebutkan bahwa selain pemerintah yang bertugas sebagai penyelenggara dan penanggung jawab kelangsungan proses pendidikan, tanggung jawab orangtua terhadap pendidikan anak juga tidak kalah besarnya. Peranan orangtua dalam proses pendidikan anak cukup penting. Sejalan dengan pendapat tersebut, Hamalik (dalam khumas, 2003) mengatakan bahwa orangtua turut bertanggung jawab atas kemajuan belajar anak-anaknya. Pemenuhan kebutuhan anak tidak cukup hanya dari segi materi melainkan orangtua juga diharapkan memenuhi kebutuhan belajar anak secara psikis, seperti memuji, menegur, memberi hadiah, mengawasi, serta turut serta pada program kegiatan

belajar anak. Haditono (dalam Khumas, 2003) menyebutkan bahwa semakin tinggi keikutsertaan orangtua dalam kegiatan belajar anak maka semakin baik pula pengawasan yang diberikan terhadap anaknya, dalam hal ini membantu anak mencapai prestasi belajar yang baik. kondisi yang demikian memberi sumbangan terhadap kemauan dan ketekunan anak untuk belajar.

Gunarsa & Gunarsa (2000) menyebutkan orangtua berperan penting bagi perkembangan anak. Peran ibu dalam pendidikan di lingkungan kelurga, yakni sebagai pendidik yang mampu mengatur dan mengendalikan anak yang bertujuan untuk mendidik anak dan mengembangkan kepribadiannya, ibu juga menjadi contoh teladan bagi anaknya, memberi rangsangan bagi perkembangan anak dan pelajaran yang bertujuan agar anak senang belajar di rumah. Peran ayah dalam pendidikan anak di lingkungan keluarga, yakni ayah turut berpartisipasi dalam pendidikan anak, di mana peran ayah sangat besar terhadap anak laki-lakinya untuk menjadi model dan contoh teladan dalam bersikap sebagai seorang laki-laki dan peran ayah untuk anak perempuannya sebagai pelindung atau tokoh yang tegas, bijaksana, mengasihi keluarga.

Interaksi dalam keluarga juga berpengaruh besar terhadap proses sosialisasi anak-anak, baik terhadap lingkungan maupun kegiatan belajarnya (Vembriarto dalam Khumas, 2003). Penelitian Komisi Bullock di Inggris (dalam Khumas, 2003), menemukan bahwa peran aktif orangtua sangat vital dalam pendidikan anak. Orangtua yang bersikap pasif, hanya sekedar memberi fasilitas, tetapi tidak menindaklanjuti dengan usaha konkrit yang langsung bersentuhan dengan kebutuhan psikologis anak, kurang memberikan hasil yang maksimal.

Sears (2004) mengatakan investasi dalam pendidikan anak berarti kesediaan orangtua untuk mencurahkan waktu dan tenaga yang banyak untuk membesarkan anak. Orangtua harus mempelajari perilaku dan kemampuan anak pada setiap tahapan. Membaca buku ataupun artikel majalah membantu orangtua memahami perkembangan anak. Dan yang paling penting, cobalah melihat dunia dari sudut pandang anak. Anak-anak tidak berpikir seperti orang dewasa. Orangtua perlu mengetahui apa yang diharapkan pada setiap tahap perkembangan sehingga bisa membimbing anak dengan baik. Cara pendidikan anak akan berjalan dengan lancar jika orangtua belajar mentoleransi perilaku yang terkait dengan usia dan tahap perkembangan anak.

Suyanto & Abbas (2004) menyebutkan kesadaran tentang pentingnya pendidikan memeransertakan orangtua dan masyarakat pada proses pengelolaan pendidikan, khususnya di sekolah sebenarnya sudah berlangsung sejak lama, yaitu sejak dipahaminya konsep tri pusat pendidikan. Tri pusat pendidikan dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara (dalam Ahmadi & Uhbiyati, 1991) meliputi pendidikan keluarga, sekolah dan masyarakat. Keluarga adalah bentuk masyarakat kecil yang terdiri dari beberapa individu yang terikat oleh satu keturunan, yakni kesatuan antara ayah, ibu dan anak yang merupakan kesatuan kecil dari bentuk-bentuk kesatuan masyarakat. Keluarga mempunyai hak otonom untuk melaksanakan pendidikan. Orangtua mau tidak mau, berkeahlian atau tidak, berkewajiban secara kodrati untuk menyelenggarakan pendidikan terhadap anak- anaknya. Bagi anak, keluarga merupakan tempat pertama dikenal dan merupakan lembaga pertama ia menerima pendidikan.

Sears (2004) menyebutkan rumah sebagai masyarakat bagi setiap anak untuk pertama kali. Bagaimana dia belajar untuk hidup dalam dunia masyarakat mini ini, membentuk pola-pola interaksi sosial lainnya di sekolah, dalam kelompok, dan kemudian dalam pernikahan serta dalam karir. Batasan-batasan di rumah membantu anak menyalurkan energi sosial dan kreatif mereka ke arah yang bermanfaat. Batasan-batasan ini juga memungkinkan bagi orang dewasa dan anak-anak, untuk bekerjasama, dan menikmati hidup mereka bersama.

Dokumen terkait