• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

C- Organik Tanah

Kandungan bahan organik tanah telah terbukti berperan sebagai kunci utama dalam mengendalikan kualitas tanah baik secara fisik, kimia maupun biologi. Bahan organik mampu memperbaiki sifat fisik tanah seperti menurunkan berat volume tanah, meningkatkan permeabilitas, menggemburkan tanah, memperbaiki aerasi tanah, meningkatkan stabilitas agregat, meingkatkan kemampuan tanah memegang air, menjaga kelembaban dan suhu tanah,

mengurangi energi kinetik langsung air hujan, mengurangi aliran permukaan dan erosi tanah (Oades, 1989).

Kandungan Bahan organik tanah suatu lahan juga akan berbeda dengan waktu. Hal ini isebabkan karena BO merupakan sumber energi mikroba. Aktifitas mikroba merombak BO sangat tergantung kondisi lingkungan, terutama suhu dan kelembaban. Musim yang berbeda akan membedakan suhu dan kelembaban tanah, sehingga laju dekomposisi BO tidak akan sama, di samping laju pertumbuhan tanaman dan jumlah BO yang disumbangkannya ke tanah juga berbeda. Oleh sebab itu, jika tidak ada penambahan BO kepada suatu tanah, maka BO nya akan menurun dengan waktu (Yulnafatmawita, dkk, 2011).

Sifat Fisik Tanah Permeabilitas Tanah

Permeabilitas adalah kualitas tanah untuk meloloskan air atau udara, yang diukur berdasarkan besarnya aliran yang melalui satuan tanah yang telah dijenuhi terlebih dahulu per satuan waktu tertentu. Permeabilitas sangat dipengaruhi oleh tekstur, struktur, dan porositas. Permeabilitas diukur berdasarkan horizon tertentu (Sutanto, 2005).

Tabel 2. Kelas Permeabilitas Tanah (Arsyad, 1989)

Kecepatan Permeabilitas Tanah Kelas

Sangat lambat (<0,5 cm/jam) Lambat (0,5-2,0 cm/jam)

Lambat sampai sedang (2,0-6,3 cm/jam) Sedang (6,3-12,7 cm/jam)

Sedang sampai cepat (12,7-25,4 cm/jam) Cepat (>25,4 cm/jam) 6 5 4 3 2 1

Bulk Density (BD)

Bulk Density (BD) yaitu bobot padatan (pada kering konstan) dibagi total volume (padatan + pori), BD tanah yang ideal berkisar antara 1,3 -1,35 g/cm3, BD pada tanah berkisar > 1,65 g/cm3 untuk tanah berpasir ; 1,0-1,6 g/cm3 pada tanah geluh yang mengandung BO tanah sedang - tinggi, BD mungkin lebih kecil dari 1 g/cm3 pada tanah dengan kandungan BO tinggi. BD sangat bervariasi antar horizon tergantung pada tipe dan derajat agregasi, tekstur dan BO tanah. Bulk density sangat sensitif terhadap pengolahan tanah ( Kurnia, dkk, 2006 ).

Bulk Density (BD) merupakan indikator dari pemadatan tanah. Hal ini dihitung sebagai berat kering tanah dibagi dengan volume. Volume ini termasuk volume dari partikel tanah dan volume pori antara partikel tanah. BD biasanya dinyatakan dalam g/cm3. BD tergantung pada tekstur tanah dan kepadatan mineral tanah (pasir, debu, liat) dan partikel bahan organik (Brady, 2008).

Tekstur Tanah

Tekstur tanah menunjukkan kasar halusnya tanah berdasarkan perbandingan banyaknya butir-butir pasir, debu dan liat. Tekstur tanah dipengaruhi oleh faktor dan proses pembentukan tanah tersebut. Faktor pembentukan tanah yang penting antara lain adalah bahan induk tanah. Bahan induk bertekstur kasar cenderung menghasilkan tanah bertekstur kasar dan sebaliknya (Hardjowigeno, 2003).

Definisi tekstur menurut USDA adalah perbandingan relatif antara partikel tanah yang terdiri atas fraksi lempung, debu, dan pasir. Tekstur tanah bersifat permanen/tidak mudah diubah dan mempunyai pengaruh yang besar terhadap sifat

tanah yang lain seperti struktur, konsistensi, kelengasan tanah, permeabilitas tanah, run off, daya infiltrasi, dan lain-lain (Sutanto, 2005).

Struktur Tanah

Struktur adalah ikatan butir primer ke dalam butir sekunder atau agregat. Susunan butir-butir primer tersebut menentukan tipe struktur. Tanah-tanah yang berstruktur kersai atau granular lebih terbuka atau lebih sarang dan akan menyerap air lebih cepat dari pada yang berstruktur dengan butir-butir primer lebih raat. Terdapat dua aspek struktur yang penting dalam hubungannya dengan erosi. Yang pertama adalah sifat fisiko-kimia liat yang menyebabkan terjadinya flokuasi, dan aspek yang keduanya adalah adanya bahan pengikat butir-butir primer sehingga terbentuk agregat yang mantap (Arsyad, 1989).

Tabel 3. Kelas Struktur Tanah (Arsyad, 1989)

Struktur Tanah (Ukuran diameter) Kelas

Granular sangat halus Granular halus

Granular sedang sampai kasar Gumpal, lempeng, pejal

1 2 3 4

Kedalaman Efektif

Kedalaman tanah efektif adalah kedalaman tanah yang baik bagi pertumbuhan akar tanaman, yaitu kedalaman sampai pada lapisan yang tidak dapat ditembus oleh akar tanaman. Lapisan tersebut dapat berupa lapisan padas keras (hard pan), padas liat (clay pan), padas rapuh (Fragi-pan) atau lapisan phlintite (Arsyad, 2010).

Cara praktis penetapan bawah (kedalaman efektif) suatu solum tanah adalah melalui penyidikan pada kedalaman penetrasi perakaran tanaman yang tidak mempunyai lapisan padat yang dapat menghambat penetrasi akar, maka

perakaran tanaman akan berpeluang menembus sampai perbatasan mineral tanah dan bahan geologis atau bukan tanah. (Foth, 1998) mengklasifikasikan kedalaman efektif sebagai berikut; Ke-1 = > 90 cm (dalam), Ke-2 = 50-90 cm (sedang), Ke-3 = 25-50 cm (dangkal), dan Ke-4 = < 25 cm (sangat dangkal).

Kedalaman efektif tanah adalah kedalaman tanah sampai sejauh mana tanah dapatdi tumbuhi akar dan menyimpan cukup air. Nilai faktor kedalaman tanah dipengaruhi oleh jenis tanah seperti disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Nilai Faktor Kedalaman Tanah Pada Berbagai Jenis Tanah (Hammer, 1981)

No USDA Sub Order dan Kode Faktor Kedalaman

Tanah 1 Aqualfs (AQ) 0.9 2 Udalfs (AD) 0.9 3 Ustalfs (AU) 0.9 4 Aquents (EQ) 0.9 5 Arents (ER) 1 6 Fluvents (EV) 1 7 Orthents (EO) 1 8 Psamments (ES) 1 9 Andepts (IN) 1 10 Aquepts (IQ) 0.95 11 Tropepts (IT) 1 12 Alballs (MW) 0.75 13 Aqualls (MQ) 0.9 14 Rendolls (MR) 0.9 15 Udolls (MD) 1 16 Ustolls (MU) 1 17 Aquox (OQ) 0.9 18 Humox (OH) 1 19 Orthox (OO) 0.9 20 Ustox (OU) 0.9 21 Aquods (SQ) 0.9 22 Ferrods (SI) 0.95 23 Hummods (SH) 1 24 Arthods (SO) 0.95 25 Aquults (UQ) 0.8 26 Humults (UH) 1 27 Udults (UD) 0.8 28 Ustults (UU) 0.8 29 Uderts (VD) 1 30 Ustearts (VU) 1 Kemiringan Lereng

Kemiringan lereng dinyatakan dalam derajat atau persen. Dua titik yang berjarak 100% m yang mempunyai selisih tinggi 10 m membentuk lereng 10% kecuraman lereng 100% sama dengan kecuraman lereng 45.selain dari

memperbesar jumlah aliran permukaan,semakin curam lereng juga memperbesar kecepatan aliran permukaan yang dengan demikian memperbesar energy angkut aliran permukaan.selain itu,dengan semakin miringnya lereng,maka jumlah butir-butir tanah yang terpercik ke bagian bawah lereng oleh tumbukan butir-butir-butir-butir hujan semakin banyak.jika lereng permukaan tanah menjadi dua kali lebih curam,maka banyaknya erosi persatuan luas menjadi 2,0 sampai 2,5 kali lebih besar.gambar 3.4 menunjukkan hubungan antara erosi dengan kecuraman lereng.erosi semakin besar dengan semakin curam lereng.sementara besarnya erosi menjadi lebih dari dua kali lebih curam jumlah aliran permukaan tidak banyak bertambah bahkan cendrung mendatar (gambar 3.4).hal ini disebabkan,karena jumlah aliran permukaan dibatasi oleh jumlah air hujan yang jatuh (Arsyad, 2010).

Panjang Lereng

Panjang lereng dihitung mulai dari titik pangkal terjadinya aliran permukaan samapi suatu titik dimana air masuk kedalam saluran atau sungai,atau dimana kemiringan lereng berubah sedemikian rupa,sehingga kecepatan aliran permukaan berubah.air yang mengalir di permukaan tanah akan terkumpul di ujung lereng.dengan demikian,bererti lebih banyak air yang mengalir dan semakin besar kecepatannya di bagian bawah lereng dari pada di bagian atas lereng.akibatnya adalah tanah di bagian bawah lereng mengalami erosi lebih besar dari pada di bagian atas(Suripin,2004).

Pengendalian atau Pencegahan Erosi Koservasi Secara Agronomis

Konservasi tanah dan air secara vegetative adalah penggunaan tanaman atau tumbuhan dan sisa tanaman dengan cara sedemikian rupa sehingga dapat mengurangi laju erosi dengan cara mengurangi daya rusak hujan yang jatuh dan jumlah daya rusak aliran permukaan (Arsyad, 2010).

Konservasi Secara Mekanis

Prinsip dasar konservasi tanah adalah menguraangi banyaknya tanah yang hilang akibat erosi,sedangkan prinsip konservasi air adalh memanfaatkan air hujan yang jatuh ke tanah se-efesien mungkin,mengendalikan kelebihan air di musim hujan,dan menyediakan air yang cukup di musim kemarau (Arsyad, 2010).

Konservasi Secara Kimiawi

Struktur tanah merupakan salah satu sifat tanah yang sangat menentukan kepekaan tanah terhadap ancaman erosi.oleh karena itu sejak tahun 1950-an telah di mulai adanya usaha-usaha untuk memperbaiki kemantapan struktur tanah melalui pemberian preparat-preparat kimia yang secara umum disebut pemantap tanah (soil conditioner).Sarief (1985)mengemukakan bahwa usaha pemantapan tanah yang yang bertujuan untuk sifat fisik tanah dengan menggunakan preparat-preparat kimia baik secara buatan atau alami,telah dikemukakan pertama kali pada symposium di philadelpia pada bulan desember 1951.pada saat itu di perkenalkan

krikulum sebagai bahan pemantap tanah pertama oleh perusahaan amerika serikat.krikulum adalah senya garam natrium dari polyacrylonitrile yang terhidrosida.selang kurang dari dua tahun kemudian telah di perkenalkan ratusan paten bahan pemantap tanah yang sama.

Dampak Erosi Tanah

Erosi dapat mengakibatkan kehilangan tanah dengan kandungan bahan-bahan organik dan nitrogen yang sangat besar, oleh sebab itu erosi khususnya merusak tanaman biji-bijian yang bukan kacang-kacangan. Berkurangnya kemampuan tanah dalam penyediaan nitrogen dapat dipulihkan dengan menggunakan pupuk nitrogen, tetapi dapat meningkatkan biaya produksi (Foth, 1994).

Apabila erosi berjalan terus menerus mengikis lapisan permukaan tanah, maka sendirinya akan terangkut kompleks liat dan humus serta partikel tanah lainnya yang kaya akan unsur hara (Suripin, 2002).

Tabel 5. Dampak Erosi Tanah

No Dampak

Dampak di Tempat Kejadian Erosi

Dampak di Luar Tempat Kejadian

1. Langsung

a.Kehilangan lapisan tanah yang baik bagi berjangkarnya akar tanaman

a.Pelumpuran dan pendangkalan waduk, sungai,

saluran dan badan air lainnya b.Kehilangan unsur hara

dan kerusakan struktur tanah

b.Tertimbunnya lahan pertanian, jalan,dan bangunan

lainnya c.Peningkatan penggunaan energi untuk produksi

c.Menghilangnya mata air dan memburuknya kualitas air d.Kemerosotan produktivitas

tanah atau bahkan menjadi tidak dapat dipergunakan untuk berproduksi

d.Kerusakan ekosistem perairan (tempat bertelurikan,

terumbu karang, dan sebagainya)

e.Kerusakan bangunan konservasi dan bangunan lainnya

e.Kehilangan nyawa dan harta oleh banjir 2. Tidak Langsung a.Berkurangnya alternatif penggunaan tanah

a.Kerugian oleh memendeknya umur waduk

b.Timbulnya dorongan untuk membuka lahan baru

b.Meningkatnya frekuensi dan besarnya banjir

c.Keperluan akan perbaikan lahan dan bangunan rusak Sumber: Arsyad (1989).

Perhitungan (Prediksi) Laju Erosi Metode USLE

Prediksi erosi pada sebidang tanah dapat dilakukan menggunakan model

yang dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith (Hallsworth, 1987; Arsyad, 2006) yang diberi nama Universal Soil Loss Equation (USLE) dengan

persamaan sebagai berikut:

A = R x K x LS x C x P……….. (1) dimana :

A = banyaknya tanah yang tereosi (ton/ha/thn)

R = faktor curah hujan dan aliran permukaan

K = faktor erodibilitas tanah, yaitu laju erosi per indeks erosi hujan (R) untuk suatu tanah yang di dapat dari petak percobaan standar

LS= faktor panjang lereng yaitu nisbah antara besarnya erosi dari tanah dengan suatu panjang lereng ditentukan terhadap erosi dari tanah dengan panjang lereng 72,6 kaki (22,1 meter) dibawah keadaan yang identik. Faktor kecuraman lereng yaitu nisbah antara besarnya erosi yang terjadi dari suatu tanah dengan kecuraman lereng tertentu terhadap besarnya erosi dari tanah dengan lereng 9% dibawah keadaan yang identik.

C = faktor vegetasi penutup tanah dan pengolahan tanaman yaitu nisbah antara besarnya erosi dari suatu tanah dengan vegetasi penutup dan pengelolaan tanaman tertentu terhadap erosi dari tanah yang identik tanpa tanah.

P = faktor tindakan-tindakan khusus konservasi tanah (pengolahan dan penanaman menurut kontur,penanaman dalam strip, guludan, teras

menurut kontur), yaitu nisbah antara besarnya erosi dari tanah diberi perlakuan tindakan konservasi khusus tersebut terhadap erosi dari tanah yang di olah searah lereng, dalam kedaan yang identik.

Faktor Erosivitas Hujan (R)

Erosivitas hujan diperoleh dari data curah hujan dari stasiun pengamatan hujan lokasi penelitian, selama 10 tahun terakhir. Data curah hujan ini digunakan untuk mengetahui faktor erosivitas hujan (R) dengan rumus:

12 R = ∑ (EI30)i………..(2) i=l Dimana : EI30 = -8,79 + (7,01 x R) RM = 2,21 (Rain)m1,36

EI30 = erosivitas hujan

RM = hujan rata-rata bulanan (cm) RM = hujan rata-rata bulanan (cm) Rainm = hujan bulanan (cm)

(Utomo, 1989 dalam Herawati, 2010).

Faktor Erodibilitas Tanah (K)

Faktor erodibilitas tanah (K) atau faktor kepekaan erosi tanah dihitung dengan persamaan Wischmeier dan Smith (1978) :

(2,713M1,14(10-4)(12-a)+3,25(b-2)+2,5(c-3)) K =

100 Dimana :

M = Parameter ukuran partikel yaitu (% debu + % pasir sangat halus) (100 - % liat) jika data tekstur yang tersedia hanya data % debu, % pasir, dan %liat, maka %pasir sangat halus dapat diperoleh dengan sepertiga dari persentase pasir (Hammer, 1978 dalam Hardoamidjojo dan Sukartaatmadja, 2008).

A = bahan organik tanah (% C x 1,724) B = kelas struktur tanah (Tabel 3)

C = kelas permeabilitas profil tanah (Tabel 2)

Faktor Topografi (LS)

Faktor ini merupakan gabungan antara pengaruh panjang dan kemiringan lereng. Faktor S adalah rasio kehilangan tanah per satuan luas di lapangan terhadap kehilangan tanah pada lereng eksperimental sepanjang 22,1 m (72,6 ft) dengan kemiringan lereng 9%. Persamaan yang diusulkan oleh Wischmeier dan

Smith (1978) dapat digunakan untuk menghitung LS :

LS= L1/2(0,00138S2+0,00965S+0.0318)……….(3)

Dengan : S = Kemiringan lereng (%)

L = Panjang lereng (m). (Tabel 14)

Faktor Penutup dan Konservasi Tanah (CP)

Faktor pengelolaan tanaman merupakan rasio tanah yang tererosi pada suatu jenis pengelolaan tanaman terhadap tanah yang tererosi pada kondisi permukaan lahan yang sama, tetapi tanpa pengelolaan tanaman. Untuk jenis tanaman dengan rotasi tanaman tertentu atau dengan cara pengelolaan pertanian dapat menggunakan Tabel 10 karena faktor pengelolaan tanah dan tanaman penutup tanah (C) serta faktor teknik konservasi tanah (P) diprediksi berdasarkan

hasil pengamatan lapangan dengan mengacu pustaka hasil penelitian tentang nilai C dan nilai P pada kondisi yang identik.

Tabel 6. Nilai Faktor Penutup Vegetasi (C) Untuk Berbagai Tipe Pengelolaan Tanaman (Arsyad, 1989).

No .

Jenis Tanaman/Penggunaan Lahan Nilai Faktor C 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Ubi kayu Kentang Kacang tanah Kacang Hijau Kopi rakyat Kopi perkebunan

Kopi dengan penutup tanah Kelapa sawit

Kelapa sawit rakyat Kelapa sawit perkebunan Karet

Kebun campuran - Kerapatan tingi - Kerapatan sedang - Kerapatan rendah Pohon tanpa semak

Lahan kritis, tanpa vegetasi Semak belukar 0,65 0,45 0,452 0,35 0,60 0,60 0,2 0,5 0,55 0,55 0,85 0,1 0,3 0,5 0,32 0,95 0,3

Tabel 7. Nilai Faktor P Untuk Berbagai Tindakan Konservasi Tanah (Suripin, 2002)

No. Tindakan Khusus Konservasi Tanah Nilai P

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 12. 13. 14. 15. 16.

Tanpa tindakan pengendalian erosi Teras bangku

Konstruksi baik Konstruksi sedang Konstruksi kurang baik Teras tradisional Strip tanaman Rumput bahia Clotararia Dengan kontur Teras tradisional

Pengolahan tanah dan penanaman menurut garis kontur

Kemiringan 0-8 % Kemiringan 8-20 % Kemiringan > 20 % Penggunaan sistem kontur

Penggunaan sistem strip(2-4 m lebar) Penggunaan mulsa jerami

1 ton/ha 3 ton/ha 6 ton/ha

Penggunaan pemantap tanah(60 gr/1/m2 (CURASOL)

Padang rumput (sementara)

Strip cropping dengan clotataria(lebar 1 m, jarak antar strip 4,5 m)

Penggunaan sistem strip(lebar 2 m-4 m) Penggunaan mulsa jerami(4-6 ton/ha)

Penggunaan mulsa kadang-kadang(4-6 ton/ha)

1,00 0,04 0,15 0,35 0,40 0,40 0,64 0,20 0.40 0,50 0,75 0,90 0,10-0,020 0,10-0,30 0,8 0,5 0,3 0,20-0,50 0,10-0,50 0,64 0,20 0,06-0,20 0,20-0,40

Laju Erosi yang Masih dapat Ditoleransikan (T)

Untuk menghitung nilai laju erosi yang masih dapat ditoleransikan dipergunakan rumus Hammer (1981), sebagai berikut:

EqD

T = x BD x 10 RL

Dimana :

T = Laju erosi dapat ditoleransi (ton/ha.thn)

EqD = faktor jenis tanah x kedalaman efektif tanah (cm) ( Table 4 dan table 17) RL = Resource life (300 dan 400 tahun) (tahun)

BD = Bulk density (kerapatan massa) (g/cm3) (Tabel 10)

Tingkat Bahaya Erosi (TBE)

Tingkat Bahaya Erosi (TBE) ditentukan dengan membandingkan erosi aktual (A) dengan erosi yang masih dapat ditoleransikan (T) di daerah itu dengan rumus (Hammer, 1981):

TBE = A/T………(4) Tabel 8. Kriteria Tingkat Bahaya Erosi (Finney and Morgan (1984) dalam Dewi,

dkk (2012))

Kelas Tingkat Bahaya Erosi Kehilangan Tanah Kriteria

I <15 Sangat ringan

II 15 – 60 Ringan

III 60– 180 Sedang

IV 180-480 Berat

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanah dan air merupakan sumberdaya yang paling fundamental yang dimiliki oleh manusia. Tanah merupakan media utama dimana manusia bisa mendapatkan bahan pangan, sandang, papan, tambang, dan tempat dilaksanakannya berbagai aktifitas. Penghargaan manusia terhadap tanah sudah berlangsung sejak manusia menghuni bumi ini, bahkan sampai sekarang kebanyakan penduduk bumi adalah peladang dan menggunakan alat sederhana untuk memproduksi makanan (Suripin, 2001).

Indonesia sendiri menghadapi ancaman erosi, yaitu perubahan bentuk tanah atau batuan yang dapat disebabkan oleh kekuatan air, angin, es, pengaruh gaya berat atau organisme hidup. Proses erosi terutama dapat mengakibatkan penipisan lapisan tanah dan penurunan tingkat kesuburan, karena butiran tanah yang mengandung unsur hara terangkut limpasan permukaan dan diendapkan di tempat lain. Erosi juga merusak daerah-daerah aliran sungai dan menimbulkan pendangkalan palung sungai serta bendungan-bendungan yang ada, dan dengan demikian mempengaruhi fungsi dan usia bendungan. Menurut BNPB (2010) risiko erosi tinggi di Indonesia tersebar di Pulau Sumatra, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara dan Kepulauan Maluku serta Papua.

Lahan sebagai sumberdaya alam mempunyai peranan diantaranya sebagai penghasil komoditi pertanian. Meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan pokok telah menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan areal pertanian yang lebih luas dan diusahakan lebih intensif. Berdasarkan hal ini maka diperlukan

kegiatan pengelolaan lahan yang optimal untuk mendapatkan hasil yang maksimal untuk memenuhi kebutuhan yang makin meningkat. Pengelolaan lahan yang terus menerus ini dapat menyebabkan terjadinya penurunan kualitas tanah yang akan menjadi faktor meningkatnya pembiayaan dalam bidang pertanian dalam usaha pertanian, terutama penambahan volume pupuk, baik organik maupun anorganik, untuk dapat mempertahankan produktivitas tanaman. Di luar itu degradasi top soil juga berpotensi memunculkan patogen baru yang dapat merusak pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Hutan dan vegetasinya memiliki peranan dan pemantapan agregat tanah. Vegetasinya berperan sebagai pemantap agregat tanah karena akar akamya dapat mengikat partikel-partikel tanah dan juga mampu menahan daya tumbuk butir-butir air hujan secara langsung ke permukaan tanah sehingga penghancuran tanah dapat dicegah. Selain itu seresah yang berasal dari daun-daunnya dapat meningkatkan kandungan bahan organik tanah. Hal inilah yang dapat mengakibatkan perbaikan terhadap sifat fisik tanah, yaitu pembentukan struktur tanah yang baik maupun peningkatan porositas yang dapat meningkatkan perkolasi, sehingga memperkecil erosi (Kartasapoetra, 1998). Berbeda dengan lahan hutan, lahan tanaman pertanian lebih rentan terhadap kerusakan tanah. Hal ini disebabkan karena tidak adanya vegetasi atau tanaman semak sebagai penahan hujan, rendahnya bahan organik yang berasal dari seresah tanaman, sehingga hujan lebih mudah memecah butiran tanah (Islami dan Utomo, 1995).

Tanaman kopi merupakan komoditas ekspor yang cukup mengembirakan karena mempunyai nilai ekonomis yang relatif tinggi.Kopi adalah satu komoditas unggulan yang dikembangkan di Indonesia seperti Jawa Barat, Sumatra, Bali dan

lain-lain. Tanaman kopi dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah dan tumbuh baik pada ketinggian 800 s.d 2.000 m dpl, suhu 15 s.d 25oC, Curah hujan 1.750 s.d 3.000 mm per tahun dan pH tanah 5,5 sampai dengan 6,5 (Asmacs, 2008)

Pengelolaan kebun kopi di Provinsi Sumatera Utara sejauh ini masih dilakukan

oleh masyarakat melalui pola tradisional dan umumnya dilakukan dengan cara

intensif yaitu melalui pembukaan lahan berhutan dan penggunaan sarana produksi

(saprodi) kimia dalam pemeliharaan serta perawatannya. Kondisi ini senyatanya

memberikan tanggapan balik yang tidak menguntungkan untuk produktifitas kopi

dan keberlanjutan perdagangannya di masa sekarang dan yang akan datang, karena praktek ini telah memberikan kontribusi positif kepada kenaikan suhu

lokal dan global akibat semakin berkurangnya kawasan berhutan, terjadinya

resistensi dan berkembangnya hama-penyakit, rusaknya sifat fisik tanah,

menurunnya kesuburan tanah dan berkurangnya kualitas air sehat akibat residu

saprodi kimia. Disamping itu, ternyata tidak semua lahan dan kawasan hutan

cocok untuk kebun kopi sehingga kondisi ini meninggalkan cukup banyak lahan

kritis, baik di dalam kawasan hutan ataupun di luar kawasan hutan

(Arief, dkk, 2011).

Dairi adalah salah satu kabupaten di Sumatera Utara yang terkenal dengan pengolahan kopi Rubosta dan Arabica. Potensi produksi kopi dan pengolahan kopi cukup layak untuk dikembangkan mengingat luas tanaman dan produksi kopi cukup tersedia dan kopi merupakan komoditi spesifik lokal dan merupakan komoditi unggulan daerah Dairi. Penyebaran tanaman kopi di Kabupaten Dairi hampir di seluruh Kecamatan.

Kabupaten Dairi mempunyai Luas 191.625 hektar yaitu sekitar 2,68 % dari luas Propinsi Sumatera Utara (7.160.000 hektar) dimana Kabupaten Dairi terletak sebelah Barat Laut Propinsi Sumatera Utara. Jumlah Produksi Perkebunan Rakyat kopi Robusta 2.758,85 ton dan kopi Arabika 10.088,50 ton. Pada tahun 2006 berjumlah 2.865 ton, meningkat 18.168 ton ( 2008), turun menjadi 2.060 ton (2009), menjadi 12.847 ton (2010). Lahan yang digunakan 19.000 Ha, digunakan untuk perkebunan rakyat kopi Robusta 8.495 dan untuk kopi Arabika 10.504,5 Ha.

Permasalahan utama di Kabupaten Dairi adalah menurunnya tingkat produksi tanaman kopi, dimana petani beralih ke jenis tanaman lain. Berdasarkan latar belakang dan permasalahan tersebut penulis ingin mengkaji tingkat bahaya erosi pada lahan tanaman kopi (coffea Sp) di beberapa kecamatan kabupen Dairi.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat bahaya erosi pada lahan tanaman kopi (coffea Sp) di beberapa Kecamatan Kabupaten Dairi.

Hipotesis Penelitian

Terdapat perbedaan tingkat bahaya erosi tanah pada lahan tanaman kopi (coffea Sp) di beberapa Kecamatan Kabupaten Dairi.

Kegunaan Penelitian

1. Mengetahui tingkat bahaya erosi tanah pada lahan tanaman kopi (coffea Sp) di beberapa Kecamatan Kabupaten Dairi.

2. Sebagai bahan penulisan skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

ABSTRAK

LEDI KISWANTO BARUS : Pendugaan Tingkat Bahaya Erosi pada Lahan Tanaman Kopi ( Coffea Sp. ) di Beberapa Kecamatan Kabupaten Dairi, dibimbing oleh HARDY GUCHI dan POSMA MARBUN.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat bahaya erosi pada lahan tanaman kopi (coffea Sp) di beberapa Kecamatan Kabupaten Dairi. Tanaman kopi dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah dan tumbuh baik pada ketinggian 800 s.d 2.000 m dpl, suhu 15 s.d 25oC, Curah hujan 1.750 s.d 3.000 mm per tahun dan pH tanah 5,5 sampai dengan 6,5. Jumlah Produksi Perkebunan Rakyat kopi Robusta 2.758,85 ton dan kopi Arabika 10.088,50 ton. Pada tahun 2006 berjumlah 2.865 ton, meningkat 18.168 ton ( 2008), turun menjadi 2.060 ton (2009), menjadi 12.847 ton (2010). Lahan yang digunakan 19.000 Ha, digunakan untuk perkebunan rakyat kopi Robusta 8.495 dan untuk kopi Arabika 10.504,5 Ha.

Hasil dari kajian erosi tanah diperoleh dari perhitungan masing-masing faktor yang mempengaruhi erosi yaitu faktor iklim, faktor tanah, faktor

kemiringan atau topografi, faktor vegetasi serta faktor aktifitas manusia pada 11 Kecamatan yang diteliti. Nilai Tingkat Bahaya Erosi yang paling rendah di beberapa Kecamatan Dairi yaitu 1,77 di Kecamatan Siempat Nempu Hulu Desa Sungai Raya. Nilai Tingkat Bahaya Erosi yang paling tinggi 389,27 di Kecamatan Siempat Nempu Hulu Desa Silamboya.

ABSTRACT

LEDI KISWANTO BARUS : Estimation of Soil Erosion potential in Coffee Plant

( Coffea Sp ) In Some District of Dairi , guided by HARDY GUCHI AND POSMA MARBUN.

This study aims to determine the level of danger of erosion on land coffee plant ( Coffea Sp ) in some of the District Dairi . Coffee plants can grow in a variety of soil types and grows well at altitude 800 sd 2000 m above sea level ,

Dokumen terkait