ORGANISASI daripada daerahdaerah Swatantra diseluruh Indonesia jang telah dibentuk atas dasar UndangUndang No. 1 tahun 1957, formil diatur sama. UndangUndang No. 1 tahun 1957 itu menganut sistim demo krasi liberal. Dalam pembentukan perlengkapan pemerintah daerah, pun
dalam organisasi. kerdjanja, sistim itu dilaksanakan dengan konsekwen.
Dengan keluarnja Penetapan Presiden No. 6 tahun .1959, bentuk dan susunan serta kekuasnan, tugas dan kewadjiban pemerintah daerah jang diatur dalam undangundang. No. 1 tahun 1957 mengalami beberapa peru bahan radikal, jaitu diselaraskan dengan faham demokrasi terpimpin. Dalam uraian mengenai Organisasi pemerintah daerah ini diperhatikan/difikirkan persesuaian ketentuan jang berlaku berdasar UndangUndang No. 1 tahun 1957 berhubung dengan dikeluarkannja .Penetapan Presiden No. 6 tahun 1959.
§ 1929. Organisasi Pemerintah Daerah.
Berdasar UndangUndang no. 1 tahun 1957 perlengkapan pemerintah daerah terdiri atas D.P.R.D. dan D.P.D. Kepala Daerah tidak disebutkan sebagai orgaan tersendiri, melainkan exofficio adalah Ketua dan anggota D.P.D. hal mama dianuti berhubung dengan prinsip pemerintahan kole gial.
Djumlah anggota D.P.R.D. dan D.P.D. ditentukan dalam undang undang pembentukan masingmasing daerah, dengan memperhatikan ketentuanketentuan pokoknja dalam undangundang No. 1 tahun 1957.
Bagi banjak daerah diluar Djawa, djumlah anggota D.P.R.D.nja dite tapkan sudah mengikuti ketentuan minimaalnja, oleh karena sedikitnja djumlah penduduk. Djumlah anggota D.P.D., ternjata penentuannja dalam undangundang ppmbentukannja tidak menundjukkan keseragaman: a. Ada jang djumlahnja ditetapkan pasti . b. Ada jang ditetapkan antara djumlahminimal dan maximalnja. c. Ada jang ditetapkan maximumnja.
Dalam prakteknja hal itu sering menimbulkan kesulitan D.P.R.D. dan D.P.D., masingmasing mempunjai ketuanja, djadi tidak ditangan seorang pendjabat.
Ketua dan Wakil Ketua D.P.R.O. dipilih oleh dan dari para anggota D.P.R.D., tanpa kwalifikasi tertentu;
Berdasarkan Penetapan Presiden No.6 tahun 1959, sebagai perleng kapan pemerintah daerah disebutkan Kepala Daerah dan D.P.R.D.
Dalam mendjalankan tugasnja Kepala . Daerah dibantu oleh sebuah Badan Pemerintah Harlan (B.P.H.). Djadi prinsip pemerintahan kolegial telah ditinggalkan. Pimpinan pemerintah seharihari berada ditangan se orang (Kepala Daerah), jang dalam mendjalankan pimpinan itu dibantu oleh para anggota B.P.H.
§ 1930. Tjara bekerdja D.P.R.D.
Untuk ketertiban kerdja, D.P.R.D. menetapkan peraturan tatatertib, jang memerlukan pengesahan oleh instansi atasan; untuk mempermudah oleh pemerintah pusat telah dikeluarkan pedoman tatatertib jang dapat dipakai sebagai dasarnja. Tatatertib itu terikat pada beberapa ketentuan dalam UndangUndang No. 1 tahun 1957.
Didalam tatatertib itu diatur a.l. halhal sebagai berikut: a. Tjara menetapkan pimpinan D.P.R.D.
b. Ketentuanketentuan untuk mengadakan sidang/rapatrapat. c. Sifat daripada sidangsidang itu.
d. Kewenangan serta kewadjiban para anggota, e. Tjara menentukan korum. f. Tjara memberikan suara: setudju, blanko atau menolak serta penilaian terhadap suarasuara itu. g. Tiara mengambil sesuatu keputusan. It Pembagian dalam seksiseksi. i. Penjusunan panitiapanitia chusus untuk menjelesaikan sesuatu tugas. j. Hubungannja dengan D.P.D. k. d.s.b.
Ada ketjenderungan disementara daerah, untuk mengikuti tiaratiara bekerdja Parlemen dengan sekaligus mengoper pula hakhak kewenangan parlemen, jang tidak dapat dibenarkan seluruhnja.
Dengan tiadanja lagi D.P.D. dalam rangka Penetapan Prdsiden No. 6 tahun 1959, perlu diadakan perubahan dalam tatatertib itu. Djuga perlu diatur lagi tjara mengambil sesuatu keputusan jang hams disesuaikan de ngan hikmat musjawarah.
§ 1931. Tjara bekerdja D.P.D.
Untuk ketertiban tiara bekerdja D.P.D., sebaiknja ditetapkan pedoman oleh pemerintah pusat untuk melantjarkan pembuatan pedoman tatakerdja D.P.D., jang memerlukan pengesahan oleh instansi atasan.
Sekalipun sebagai prinsip badan ini merupakan badan kolegial, dalam pelaksanaan pembagian kerdjanja sering timbul halhal jang pada hakekat nja sudah menjimpang dari azas kolegialiteit. Dal= sistim ini Kepala Da erah hanja jang mengetuai badan pemerintah itu jang praktis sama dalam kewenangannja dengan para anggota D.P.D. lainnja.
Dengan berlakunja Penetapan Prdsiden No.6 tahun 1959, hapusnja instituut D.P.D. Berta adanja B.P.li. jang mendampingi Kepala Daerah, diperlukan pengaturan tatakerdjanja lebih landjut.
§ 1932. BadanBadan lain.
Kalau dikatakan diatas, bahwa dalam sistim UndangUndang No. 1 tahun 1957, pemerintah daerah terdiri atas D.P.R.D. dan D.P.D., ini tidak berarti bahwa tidak ada badanbadan lain jang dapat mendjalankan tugas kewenangan daerah atau dapat pula mengadakan hubungan keluar.
(D.P.R.D. dan D.P.D. sesungguhnja hanja mempunjai fungsi dalam pim pinan).
Jang terpenting ialah Sekretaris daerah. la adalah pegawai daerah jang diangkat dan diperhentikan oleh atas usul D.P.D., dengan mengingat sjaratsjarat kepegawaian.
la adalah Sekretaris D.P.R.D. dan D.P.D. Berta, tehnis memimpin
kantor Sekretariat daerah.
Dikeluarkannja Penetapan Prdsiden No. 6 tahun 1959 menghendaki pemikiran chusus untuk menjelesaikan masalah Sekretaris di daerah, oleh karena telah adanja Sekretaris Daerah dan Sekretaris dari pendjabat pamong pradja tertinggi di daerah jbs., jang masingmasing memegang tehnis pim pinan dikantornja dan sekarang pimpinannja dikatukan ditangan Kepala Daerah baru.
Adahja komisikomisi ataupun panitiapanitia jang chusus dibentuk oleh D.P.R.D. merupakan badan pula jang dapat bertindak tersendiri dalam sesuatu hubungan dinas dengan pemerintah daerah.
Chusus mengenai kepegawaian daerah akan dibitjarakan lebih lan djut dalam angka 12.
§ 1933. Tjara pemmdjukan anggota D.P.R.D.
Anggota D.P.R.D. harus memenuhi sjaratsjarat sebagaimana dite tapkan dalam pasal 8 UndangUndang No. 1 tahun 1957 jo perubahannja; serta dipilih melalui pemilihan umum sebagaimana diatur dalam Undang Undang No. 19 tahun 1956. Tjara pemilihannja ialah pemilihan langsung, dengan mengikuti sistim kombinasi daripada personen dan lijstenstelsel. Dalam praktek suarasuara jang diberikan atas nama, tidak dihonoreer sebagaimana mestinja. Seorang anggota D.P.R.D., menurut sistim Undang Undang No. 19 tahun 1956, adalah wakil rakjat dan bukan wakil partai. Berhubung itu, tidak ada hak recall bagi partai jang mempunjai anggota anggotanja jang duduk dalam D.P.R.D.
Penetapan Presiden No. 6 tahun 1959 tidak membawakan sesuatu pe rubahan dalam D.P.R.D. selain bahwa para anggotanja harus bersedia untuk disumpah dan dilantik dalam rangka pengalihan statusnja mendjadi D.P.R.D baru.
§ 1934 Tjara pemilihan anggota D.P.D./B.P.11.
Berdasar UndangUndang No. 1 tahun 1957, anggotaanggota D.P.D. dipilih oleh dan dari anggotaanggota D.P.R.D. atas dasar perwakilan berimbang Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1957 mengatur tjaratjara menjusun D.P.D. itu dan memuat beberapa esentialia sebagai berikut:
a. Setjara mathematis mengatur tjara penjusunan suatu perwakilan ber imbang.
b. Merupakan paduan daripada personen dan lijstenstelsel dengan mak sud:
1. Mendjamin kebebasan seseorang dalam memilih.
2. Suatu kursi jang telah diperoleh sesuatu penggolongan tidak akan terlepas lagi daripadanja.
c. Mendjamin lebih adanja kestabilan pemerintahan.
Dengan tiadanja lagi D.P.D. setelah penetapan Presiden berlaku, timbul persoalan bagaimana menjusun B.P.H. Pasal 4 Peraturan Menteri Dalam Negeri dan Otonorni Daerah No. 8 tahun 1959 tentang pengangkatan dan pemberhentian B.P.H. mengatakan bahwa anggota B.P.H. diangkat oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah bagi daerah tingkat I dan oleh Kepala Daerah tingkat I bagi daerah tingkat II jang wilajahnja meli puti daerah tingkat II tersebut, sedapatdapatnja dari tjalontjalon jang diadjukan oleh D.P.R.D. dari anggota atau diluar anggota Dewan tersebut.
Dari ketentuan ini dapat diambil kesimpulan:
l. Dilepaskannja sistim perwakilan berimbang, bahkan dapat diangkat seseorang mendjadi anggota B.P.H. dari luar D.P.R.D.
2. Dengan lebih mengutamakan sjaratsjarat ketjakapan supaja dapat melaksanakan tugasnja sebaiknja.
Untuk lebih mendjamin bahwa tugas bantuan itu akan dapat dikerdja kan dengan sebaiknja maka selajaknjalah kepada Kepala Daerah jbs. diberi kan peranan penting dalam pengangkatan B.P.H. itu, jaitu memberikan per timbanganpertimbangannja sebagaimana nampak dalam instruksi Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah kepada daerahdacrah chusus mengenai masalah itu.
§ 1935. Tjara pengangkatan Kepala Daerah.
Dalam pasal 23 UndangUndang no. 1 tahun 1957 sebagai ideal di tentukan, bahwa Kepala Daerah harus dipilih dan akan diatur lebih Ian djut peraturannja dalam UndangUndang; sebelum undangundang ini ada, untuk sementara waktu Kepala Daerah dipilih oleh D.P.R.D. dengan mem perhatikan sjaratsjarat sebagaimana telah diatur dalam P.P. No. 44 tahun 1957. Sjaratsjarat ini relatif sangat ringan hingga praktis siapapun dapat mendadi Kepala Daerah.
Hasil pemilihan Kepala Daerah itu memerukan pengesahan dari in stansiatasan.
Pengesahan ini merupakan tindakkonstitutief. Djadi baru setelah disahkan oleh instansi atasan, jang terpilih sebagai Kepala Daerah didu dukkan sah mendjadi Kepala Daerah.
Dalam Penetapan Presiden No. 6 tahun 1959 ditetapkan, bahwa Ke pala Daerah diangkat dan diberhentikan oleh:
a. Presiden bagi Daerah tingkat 1.
b. Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah dengan persetudjuan Presiden bagi Daerah tingkat II.
Kepala Daerah itu diangkat dari antara tjalontjalon jang diadjukan oleh D.P.R.D jbs.
Apabila dari pentjalonan itu tidak ada tjalon jang memenuhi sjarat untuk diangkat mendjadi Kepala Daerah, D.P.R.D. di minta untuk mengada kan pentjalonan kedua.
Apabila djuga pada pentjalonan jang' kedua ini tidak ada tjalon jang memenuhi sjarat, Presiden mengangkat seorang Kepala Daerah tingkat I diluar pentjalonan,. dan bagi daerah tingkat oleh Menteri Dalam Ne geri dan Otonomi Daerah dengan persetudjuan Prdsiden.
Pengangkatan Kepala Daerah tersebut dilakukan dengan mengingat sjaratsjarat pendidikan, ketjakapan dan pengalaman dalam pemerintahan sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Prdsiden No. 4 tahun 1959, a.l. jang penting:
1. Berdjiwa proklamasi 17 Agustus 1945 dan tidak pernah memusuhi perdjoangan Kemerdekaan R.I. 2. Sanggup dan mampu membina pemerintah daerah dalam melaksanakan program pemerintah. 3. Tidak pernah dihukum karena sesuatu kedjahatan. 4. Sjaratsjarat pendidikan, ketjakapan, pengalaman dalam pernenintahan serta sjarat unmr.
Sjaratsjarat itu relatief lebih berat bila dibandingkan dengan sjarat sjarat Kepala Daerah sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Pemerin tah No. 44 tahun 1957, djustru untuk:
1. Lebih mendjamin adanja hubungan jang erat antara Pusat dan daerah serta adanja unity of command.
2. Dapat diangkatnja Kepala Daerah jang tjakap serta mendapat tjukup dukungan didaerah, mengingat akan besarnja kekuasaan dan tanggung djawab jang ada padanja.
§ 1936. Keberhentian keanggotaan D.P.R.D. dan D.P.D./B.P.H.
Berdasarkan pasal 11 UndangUndang No. 1 tahun 1957 anggota D.P.R.D. berhenti bila meninggal dunia atau dapat diberhentikan karena: a. Memadjukan permintaan berhenti sebagai anggota.
b. Tidak lagi memenuhi salah satu sjarat keanggotaan D.P.R.D.
c. Melanggar suatu peraturan jang chusus ditetapkan bagi anggotaanggota D.P.R.D.
d. Tidak lagi memenuhi ketentuanketentuan tentang incompatibiliteiten. Ketentuanketentuan ini masih berlaku sepenuhnja bagi D.P.R.D. StijlPenetapan Presiden No. 6 tahun 1959.
Anggota D.P.D. berdasar UndangUndang No. 1 tahun 1957 dipilih untuk suatu masa pemilihan D.P.R.D., ketjuali djika is berhenti baik atas kemauan sendiri atau karena meninggal dunia maupun karena sesuatu keputusan karena tidak lagi memenuhi sjaratsjarat keanggotaan D.P.R.D., ataupun karena sesuatu keputusan lain dari D.P.R.D. jbs.
Berhubung sistim pemerintahan kolegial dengan institution pertanggung an djawab Kolegial D.P.D., setiap saat dapat didjatuhkan setjara keselu ruhannja oleh D.P.R.D. bila kebidjaksanaannja dalam mendjalankan peme rintahan daerah tidak dibenarkan. Bahkan kesalahan seorang anggota D.P.D. harus dipertanggungdjawabkan oleh seluruh D.P.D. jang tidak dapat mengakibatkan djatuhnja.
Sistim itu dalam prakteknja menundjukkan kelemahankelemahannja dan Penetapan Prdsiden No. 6 tahun 1959 telah meninggalkan sistim itu sepenuhnja.
D.P.D. telah digantikan dengan Badan Pemerintah Harian (BPH). Anggota BPH berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah No. 8 tahun 1959, berhenti karena meninggal dunia atau diberhenti kan oleh Penguasa jang berhak mengangkat karena: a. permintaan sendiri. b. berachirnja masa duduk D.P.R.D. jbs. c. tidak lagi memenuhi sjaratsjarat keanggotaan B.P.H. d. tidak lagi memenuhi sjaratsjarat tentang incompatibiliteiten. e. (jang terpenting), anggota BPH dapat diberhentikan oleh Penguasa jang berhak mengangkat karena alasanalasan jang tidak memberikan djaminan lagi akan kelantjaran pelaksanaan tugas membantu. Djadi D.P.R.D. tidak mempunjai kewenangan untuk ,memperhentikannja. § 1937. Keberhentian Kepala Daerah.
Menurut UndangUndang No. 1 taboo 1957 Kepala Daerah berhenti dari djabatannja karena:
a. meninggal dunia.
b. berachirnja masa djabatannja. c. permintaan sendiri.
e. keputusan D.P.R.D. jang memperhentikannja sebagai Kepala Daerah. f. keputusan D.P.R.D. jang memperhentikan D.P.D.
Dalam sistim ini, mudah sekali Kepala Daerah ikut serta djatuh bersama D.P.D. sekalipun ia tidak bersalah.
Kepala Daerah baru berdasarkan Penetapan Presiden no. 6 tahun 1959, tidak dapat diberhentikan oleh D.P.R.D., berhubung dengan kedudukannja sebagai pegawai negeri.
la berhenti pada achir masa djabatannja, j.i. sama dengan D.P.R.D. jbs. Selandjutnja tidak ada suatu ketentuan lain jang menundjuk pada dasar dasar untuk memungkinkan pemberhentiannja, selain bahwa instansi jang berwenang mengangkatnja berwenang pula memperhentikannja. § 1938. Wakil Kepala Daerah dan Perwakilan Kepala Daerah. Berdasar UndangUndang No. 1 tahun 1957, bila berhalangan Kepala Daerah dapat diwakili Wk. Ketua D.P.D. Dalam rangka Penetapan Presiden No. 6 tahun 1959, dengan keluarnja. Penetapan Presiden No. 2 tahun 1960, melihat lugs tugas jang dihadapi pada
umumnja dalam rangka Penetapan Presiden No.6 tahun 1959 itu, kepada Pemerintah Pusat telab diberikan kewenangan untuk mengangkat seorang Wakil Kepala Daerah didaerahdaerah tingkat 1 tertentu jang tidak sadja mewakili Kepala Daerah djika ia berhalangan, melainkan jang harus pula seharihari membantunja.
Dengan adanja wakil Kepala Daerah, tidak berarti bahwa pimpinan pemerintahan daerah lalu ada dalam tangan dua pendjabat, karena jang mem punjai kewenangan dan tanggungdjawab tertinggi dalam soalsoal pemerinta han daerah adalah tetap Kepala Daerah sedangkan Wakil Kepala Daerah adalah sematamata membantu dalam mendjalankan tugas kewadjibannja.
Wakil Kepala Daerah (bagi daerah tingkat I) diangkat oleh Presiden, dengan mengingat sjaratsjarat jang berlaku bagi pengangkatan Kepala Daerah berdasar Penetapan Presiden No. 6 tahun 1959, tapi dapat pula menjimpang dari sjaratsjarat itu. Ia diangkat untuk suatu masa djabatan jang sama dengan D.P.R.D. jbs., berstatus sebagai pegawai negeri, tidak dapat diberhentikan oleh D.P.R.D.
§ 1939. Kepegawaian Daerah.
Dalam mewudjudkan hasrat Pemerintah Pusat untuk sesuai dengan keinginan penduduk tiaptiap daerahmemberikan otonomi jang seluas luasnja kepada daerahdaerah dalam struktur Negara Kesatuan Republik Indo nesia, maka Departemen Dalam Negeri dan OtonomiDaerah mendapat tugas untuk memberi pimpinan umum jang wadjar dan mendjalankan pengawasan serta koordinasi terhadap daerahdaerah swatantra dari mulai dengan pem bentukannja dan penjusunan pemerintah daerah serta selandjutnja dalam usahausaha daerah dibidang pembangunan baik ekonomis maupun kulturil. Bahwa tugas ini, dalam pelaksanaannja tidak lepas dari berbagai ke sulitan dan rintanganrintangan, kiranja dapat mudah difahami.
Pengalaman sampai sekarang menundjukkan sangat perlunja pimpinan itu agar kemadjuan dan kemampuan berfikir, serta energi jang tertimbun didaerahdaerah dapat dipelihara, disalurkan dan dipergunakan sebaik baiknja demi keselamatan dan kebahagiaan rakjat ditiaptiap daerah chususnja dan seluruh bangsa kita ummnnja serta terpeliharanja keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Berlandasan atas prinsip itu Departemen. kami dalam menjelenggarakan tugasnja, selalu berusaha agar adanja kesadaran dan pengertian timbal balik antara Pusat dan Daerah, sehingga pimpinan dan pengawasan itu oleh daerah diinsafi sebagai dorongan dan bantuan dan tidak dirasakan sebagai tindakan tidak pertjaja dari Pusat terhadap Daerah.
Seperti halnja pada Pemerintah Pusat, maka di daerahdaerahpun ter laksananja tiaptiap usaha Pemerintah banjak bergantung pada aparatur daerah jang teratur dan menundjukkan effisiensi selaras dengan keperluan daerah untuk menjelenggarakan tugas daerah pada tiaptiap tingkatan pertumbuhannja. Dalam hubungan ini Departemen kami — bersamasama dengan Departemen lainnja jang bersangkutan — berusaha dengan pemberian petundjukpetundjuk agar diadakan perbaikanperbaikan seperlunja dalam batasbatas jang dimungkinkan oleh keadaan jang berdasarkan realiteit, seperti tersedianja pegawaipegawai untuk mengisi aparatur itu dan tjara mendjalankan tugasnja masingmasing serta terutama dengan memperhati kan keadaan dibidang monster baik di Pusat maupun di Daerah.
Sedjak terlihatnja kenjataan bahwa daerahdaerah jang baru dibentuk, tidak dapat menjediakan tjukup tenagatenaga untuk diserahi pimpinan Sekretariat serta Dinasdinas tehnis, dan kekurangan akan pegawaipegawai ahli, tehnisi dan jang berpengalaman akan masih lama dihadapi pula oleh daerahdaerah swatantra umumnja berhubung dengan berangsurangsur beralihnja sebagian dari tugas berbagai Departemen kepada Daerah, maka Pemerintah Pusat mengatasi sebagian dari kesukaran daerah itu dengan memperbantukan pegawaipegawai Negeri kepada daerahdaerah setjara insidentil ataupun setjara masaal pada tiaptiap penjerahan urusan Pusat kepada Pemerintah Daerah, dengan memberi kemungkinan bahwa sebagian dari pegawaipegawai Negeri itu, menurut ketentuan ditiaptiap Departemen jang memperbantukannja, sesudah beberapa waktu bekerdja pada Daerah, dengan kesediaan mereka, dapat beralih status mendjadi pegawaidaerah.
Selain dari perbantuan pegawaipegawai Negeri kepada daerah, dapat pula dipekerdjakan sedjumlah pegawai Negeri pada Daerah, atas permintaan Daerah untuk tugastugas daerah' jang tertentu.
Maka dengan demikian pada Pemerintah DaerahDaerah Swatantra terdapat pegawaipegawai dengan berbagai status, jang dengan sendirinja tidak merupakan keadaan jang ideaal bagi daerah, jang seharusnja untuk penjelesaian tugasnja mempunjai pegawaipegawai daerah sendiri jang diangkat oleh daerah berdasarkan hak otonomi daerah.
Adapun bagi pegawaipegawai sendiri dengan status manapun djuga jang bekerdja pada daerahdaerah dalam satu Negara Kesatuan, dikehendaki perlakuan jang wadjar dan tidak kurang daripada hakhak jang telah di miliki oleh pegawai Negara umumnja. Sebaliknja, pegawaipegawai Negeri jang tetap bekerdja pada Pemerintah Pusat dan Djawatandjawatan Pusat tidak dapat menerima apabila pegawai2 daerah mendapat djaminandjaminan
dan hakhak jang melebihi ketentuanketentuan jang didjalankan. oleh. Peme rintah Pusat terhadap para pegawai Negeri.
Berhubung dengan itu dan mengingat pula bahwa pembiajaan Pemerintah Daerah masih sebagian besar bergantung pada keuangan Negara, maka dalam UndangUndang No. 1 tahun 1957 (dan sebelumnjapun dalam Undang undang No. 22 tahun 1948) ditentukan bahwa pengaturan tentang gadji,
pensiun dan lainlain jang berhubungan dengan kedudukan hukum pegawai daerah, harus diatur dengan peraturandaerah jang sedapatdapatnja sesuai dengan ketentuanketentuan jang termuat dalam peraturanperaturan Pe merintah Pusat untuk pegawai Negeri.
Djustru dengan adanja perkataan „sedapatdapatnja” itu oleh beberapa daerah dipergunakan untuk membuat peraturanperaturan jang berlainan atau lebih daripada peraturanperaturan jang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat bagi pegawai Negeri.
Dengan menghargai sepenuhnja hasrat baik dari daerahdaerah jang menundjukkan penghargaan itu kepada pegawaipegawai jang bekerdja pada Pemerintah Daerah, sebagai dajapenarik dalam usahanja untuk mem pertjepat memilikinja pegawaipegawai daerah sendiri, namun mengingat hal hal jang didjelaskan diatas ini, maka peraturanperaturan daerah itu tidak dapat dibenarkan dan dapat ditjegah didjalankannja, karena terhadap peraturanperaturan daerah itu berlaku pengawasan prepentip i.c. tidak boleh didjalankan sebelum disahkan oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah (untuk DaerahDaerah tingkat I) dan oleh Pemerintah Daerah setingkat lebih atas bagi DaerahDaerah tingkat II, sesuai dengan ketentuan dalam pasal 53 UndangUndang No. 1 tahun 1957 jang kinipun terns berlaku berdasarkan pasal 21 Penetapan Presiden No. 6 tahun 1959.
Pengawasan jang bersifat prepentip ini dilakukan pule. terhadap pe laksanaan peraturanperaturan kepegawaian daerah dengan djalan pem berian petundjukpetundjuk dan pedomanpedoman jang konkordan de ngan peraturanperaturan pelaksanaan seperti ditetapkan oleh Kantor Urusan Pegawai untuk pegawaipegawai Negeri dengan perubahan seper lunja sepandjang mengenai instansiinstansi jang berwenang menetapkan keputusan mengenai mated jang bersangkutan.
Selandjutnja dengan tidak mengurangi hak otonomi daerah untuk me ngatur dan menjelesaikan urusanurusan intern dibidang kepegawaian, diberikan pula instruksiinstruksi dalam halhal mana maksud dan wewe nang daerah dibidang kepegawaian bare dapat'dilaksanakan setelah adanja persetudjuan dari Departemen kami, seperti dalam hal pengangkatan te nagatenaga baru dan kenaikankenaikan pangkat dalam halhal jang ter tentu (mengurangi sjaratsjarat masa kerdja, mengisi wensformasi dlls.), segaris dengan ketentuanketentuan jang berlaku dikalangan pegawaipega wai Negeri.
Dengan tjara represip pun oleh Departemen kami diadakan pengawa san atas semua keputusan daerah baik jang ditetapkan oleh daerah tingkat I maupun oleh DaerahDaerah lainnja dan diadakan tindakan korektif atau pun pembatalan dimana hal ini tendata perlu dilakukan.
Perhatian Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah ditudjukan pula terhadap usaha daerah untuk mempertjepat adanja tenagatenaga ahli dan mempertinggi mutu pengetahuan pegawaipegawai daerah jang telah ada untuk mentjapai kemampuan kerdja jang lebih sesuai dengan tugas masingmasing.
Demikianlah telah diikutsertakan tjalontjalon dad daerahdaerah Swatantra dalam berbagai Sekolah Kedjuruan dan kursuskursus jang di selenggarakan oleh Departemen kami sendiri, ataupun oleh lainlain De partemen, jang sehabisnja pendidikan itu dikembalikan kepada Pemerintah
Daerah masingmasing baik sebagai pegawai daerah maupun sebagai pegawai Negeri jang diperbantukan.
Pendidikan tjalon2 tenaga guru untuk menjelenggarakan tugas jang te
lah merupakan tugas daerah dibidang pendidikan tenaga (S.R.) serta per bantuan guru2 baru jang lulus S.G.B./S.G.A. oleh Departemen P.P. dan K.
kepada Pemerintah2 Daerah jang tiap2 tahun berdjumlah puluhan ribu orang
(achir tahun 1959 diangkat dan diperbantukan 35.341 guru S.R. baru kepada daerahdaerah) menundjukkan bantuan dari Pemerintah Pusat kepada daerah _Mug terbesar dalam ikut bertanggungdjawabnja Pemerintah Pusat akan kepentingan pendidikan rakjat di daerahdaerah.
Keadaan pegawaipegawai di daerahdaerah Swatantra di Djawa pada umumnja dapat dikatakan telah mentjukupi kebutuhan untuk penjeleng garaan tugas daerah, walaupun sebagian besar tenaga2 ahli masih berkedu
dukan sebagai pegawai Negeri jang diperbantukan.
Lain halnja dengan keadaan aparatur di daerah di luar Djawa, ter utama jang belum lama dibentuk, dimana masih banjak dihadapi kesuka ran dalam penjusunan aparatur daerah karena tiadanja tersedia tenaga ahli serta berpengalaman dari mulai golongan D keatas.
Kekurangan ini hanja dapat berangsurangsur dipenuhi dengan tam