• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

A. Organizational Citizenship Behavior (OCB)

1. Definisi

Organizational citizenship behavior (OCB) merupakan salah satu bentuk perilaku organisasi. OCB adalah perilaku konstruktif yang tidak mencakup deskripsi pekerjaan formal, seperti membantu rekan kerja mengerjakan pekerjaan mereka, membantu rekan kerja mempelajari tugas baru, secara sukarela melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi tim, dan mengarahkan karyawan baru (Organ dalam Dyne, 1999). Organ et al. (2006) kemudian menyempurnakan definisi tersebut dengan menyatakan bahwa OCB merupakan suatu perilaku bebas yang menguntungkan perusahaan dan terlepas dari sistem penghargaan formal.

Spector (1996) mendefinisikan OCB sebagai perilaku di luar persyaratan formal pekerjaan yang memberikan keuntungan bagi organisasi. Hal ini senada dengan pendapat yang diungkapkan oleh Podsakoff et al. (dalam Yuniar, 2012) yang mendefinisikan OCB sebagai perilaku sukarela, perilaku melebihi tuntutan tugas yang berkontribusi terhadap kesuksesan organisasi. Robbins (dalam Yuniar, 2012) menyatakan bahwa OCB merupakan perilaku pilihan anggota organisasi yang bukan merupakan kewajiban kerja secara formal namun dapat mendukung berfungsinya organisasi secara efektif. Perilaku yang

ditekankan dalam definisi tersebut adalah pelaksanaan fungsi melebihi standar minimum yang disyaratkan.

Pasla (dalam Prihandini, n.d.) menyatakan bahwa OCB merupakan perilaku extra-role yang artinya perilaku individu yang pada dasarnya bukanlah suatu keharusan atau kewajibannya. Selain itu, OCB juga mencakup perilaku kesetiakawanan sosial yang dilakukan tanpa paksaan, misalnya membantu rekan kerja menyelesaikan pekerjaan, memberi bantuan pada karyawan baru, dan perilaku sukarela untuk menyelesaikan pekerjaan meskipun diluar jobdesc. Johns (dalam Triyanto dan Santosa, 2009) mengemukakan definisi Pasla ke dalam bahasa yang tidak jauh berbeda yakni bahwa OCB memiliki karakteristik perilaku sukarela/extra- role behavior yang tidak termasuk dalam uraian jabatan, perilaku spontan/tanpa saran atau perintah tertentu, perilaku yang bersifat menolong, serta perilaku yang tidak mudah terlihat serta dinilai melalui evaluasi kinerja.

Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Organ et al. (2006), Spector (1996) dan Pasla (dalam Prihandini, n.d.) dapat disimpulkan bahwa OCB merupakan suatu bentuk perilaku sukarela yang dilakukan seorang karyawan di luar peran formal dan terlepas dari sistem reward yang berlaku, serta dilakukan demi kesuksesan organisasi.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi OCB

Terdapat beberapa hal yang dapat mempengaruhi munculnya OCB karyawan di suatu perusahaan. Faktor-faktor tersebut juga dapat berpengaruh pada tingkat OCB karyawan di perusahaan tempat ia bekerja. Dalam hal ini, faktor-faktor yang akan dibahas antara lain budaya dan iklim organisasi, kepribadian dan suasana hati (mood), persepsi terhadap dukungan organisasional, persepsi terhadap kualitas interaksi atasan- bawahan, masa kerja, dan jenis kelamin (Prihatsanti & Dewi dalam Nida dan Simarmata, 2014). Namun, selain faktor-faktor tersebut terdapat beberapa faktor lain yang juga mempengaruhi OCB, yakni sikap kerja, sinisme, nilai-nilai dalam organisasi, karakteristik pekerjaan, jabatan, dan masa kerja (Dyne, Graham, & Dienesch dalam Nida dan Simarmata, 2014). Jahangir et al. (dalam Quswini, 2013) mengemukakan beberapa faktor yang dapat menjadi penyebab munculnya OCB, diantaranya adalah kepemimpinan, persepsi keadilan, disposisi individu yang di dalamnya termasuk variabel individu yang tidak termasuk dalam skill kerja, seperti inisiatif diri, sikap positif, kedisiplinan, empati, motivasi, aktivitas individu. Berikut penjabaran faktor-faktor tersebut:

a. Budaya dan iklim organisasi

Sloat (dalam Silva, 2011) berpendapat bahwa karyawan cenderung melakukan tindakan yang melampaui tanggung jawab mereka apabila mereka merasa puas dengan pekerjaannya, menerima perlakuan yang sportif dan penuh perhatian dari lingkungan kerja, serta percaya

bahwa mereka diperlakukan adil oleh organisasi. Iklim organisasi dan budaya organisasi dapat menjadi penyebab kualitas berkembangnya OCB dalam suatu perusahaan. Di dalam iklim organisasi yang positif, karyawan akan lebih termotivasi untuk bekerja melebihi apa yang disyaratkan dan akan senantiasa mendukung tujuan organisasi. Proses ini disebut oleh Konovsky dan Pugh (dalam Andriani, 2012) sebagai teori pertukaran sosial (social exchange theory) yakni ketika karyawan telah puas terhadap pekerjaannya, mereka akan membalasnya kepada organisasi.

b. Kepribadian dan suasana hati (mood)

George (dalam Quswini, 2013) berpendapat bahwa kemauan seseorang untuk membantu orang lain juga dipengaruhi suasana hati. Kepribadian merupakan suatu karakteristik yang secara relatif dapat dikatakan tetap, sedangkan suasana hati lebih kepada faktor yang dinamis. Suasana hati yang positif akan meningkatkan peluang seseorang untuk membantu orang lain.

c. Persepsi terhadap dukungan organisasional

Studi Shore (dalam Andriani, 2012) menemukan bahwa persepsi terhadap dukungan organisasional dapat menjadi faktor untuk memprediksi OCB. Karyawan yang merasa didukung oleh organisasi akan memberi timbal balik dan menurunkan ketidakseimbangan dalam hubungan tersebut dengan terlibat dalam perilaku citizenship. Rekan kerja merupakan salah satu agen pendukung kinerja seorang

karyawan. Persepsi akan timbal balik dengan rekan kerja (team member exchange) yang positif akan memotivasi karyawan untuk bekerja lebih bagi perusahaan (Organ et al., 2006).

d. Persepsi terhadap kualitas interaksi atasan-bawahan (leader member exchange)

Miner (dalam Quswini, 2013) mengemukakan bahwa interaksi atasan- bawahan yang berkualitas tinggi akan memberikan dampak seperti kepuasan, produktivitas, dan kinerja karyawan. Robbins (2007) menyatakan bahwa apabila interaksi atasan-bawahan berkualitas tinggi maka seorang atasan akan berpandangan positif pula pada bawahannya sehingga bawahannya akan merasa bahwa atasannya memberi motivasi kepada mereka. Hal tersebut tentu akan meningkatkan rasa percaya dan hormat seorang bawahan pada atasannya sehingga mereka termotivasi untuk melakukan sesuatu melebihi harapan atasan mereka.

e. Masa kerja

Greenberg dan Baron (2000) mengemukakan bahwa karakteristik personal seperti masa kerja dan jenis kelamin berpengaruh pada OCB. Hal ini karena OCB merupakan “pengukuran investasi” karyawan di organisasi. Artinya, semakin lama masa kerja seseorang, maka semakin tinggi pula persepsi bahwa mereka memiliki “investasi” dalam organisasi (Nugraheni, 2010).

f. Jenis kelamin

Konrad (2000) mengemukakan bahwa perilaku kerja seperti menolong orang lain, bersahabat, dan bekerja sama dengan orang lain lebih banyak dilakukan oleh wanita daripada pria. Penelitian terdahulu juga menunjukkan bahwa wanita cenderung menginternalisasi harapan- harapan kelompok, rasa kebersamaan, dan aktivitas menolong sebagai bagian dari pekerjaan mereka. Penelitian tersebut sejalan dengan pendapat Dienfendorff (Novliadi dalam Nugraheni, 2010) yang mengungkapkan bahwa dibandingkan dengan pria, wanita lebih menganggap bahwa OCB adalah bagian dari perilaku in-role. Hal ini membuktikan bahwa wanita cenderung melakukan internalisasi terhadap harapan kelompok, rasa kebersamaan, dan tindakan menolong sebagai bagian dari pekerjaan (Nugraheni, 2010).

Podsakoff et al. (dalam Nida dan Simarmata, 2014) mengemukakan faktor-faktor tersebut ke dalam empat istilah berikut: (1) Karakteristik tugas; (2) Karakteristik organisasi; (3) Karakteristik pribadi; dan (4) Perilaku pemimpin. Maka dapat disimpulkan bahwa faktor yang dapat mempengaruhi OCB berasal dari lingkungan organisasi, faktor internal karyawan yang mencakup faktor demografis dan kepribadian, perilaku atasan atau rekan kerja, dan karakteristik tugas.

3. Dimensi-dimensi OCB

Menurut Organ, Podsakoff, MacKenzie, Moorman, dan Fetter (Organ et al. 2006), OCB terdiri dari 5 dimensi, meliputi:

a. Altruism (Kepedulian)

Dimensi ini ditunjukkan dengan perilaku membantu meringankan pekerjaan yang ditujukan kepada individu dalam suatu organisasi. Perilaku tersebut sangat menguntungkan perusahaan.

b. Courtesy (Sopan Santun)

Dimensi ini menggambarkan perilaku yang mencegah munculnya berbagai masalah yang berkaitan dengan pekerjaan, menjaga hubungan baik dengan rekan kerjanya agar terhindar dari masalah interpersonal. Seseorang yang memiliki dimensi ini adalah orang yang menghargai dan memperhatikan pekerjaan maupun orang lain.

c. Sportsmanship (Sportivitas)

Dimensi ini ditunjukkan dengan adanya toleransi pada situasi yang kurang ideal di tempat kerja tanpa mengeluh. Secara lebih spesifik, dimensi ini menggambarkan perilaku menoleransi kondisi di bawah kondisi ideal, tanpa komplain yang berlebihan. Seorang karyawan yang mempunyai tingkatan tinggi pada dimensi ini akan meningkatkan iklim yang positif antar karyawan, sopan, dan mau bekerja sama dengan rekan kerja, serta menciptakan lingkungan kerja yang lebih menyenangkan.

d. Civic virtue (Partisipasi)

Dimensi ini menggambarkan keterlibatan individu secara konstruktif dalam proses organisasi yang melebihi tuntutan minimum dari pekerjaannya. Dimensi ini juga ditunjukkan dengan adanya keterlibatan dalam kegiatan-kegiatan organisasi dan peduli pada kelangsungan hidup organisasi. Contoh perilaku nyata dari dimensi ini adalah menghadiri rapat, menjaga kesamaan cara pandang dari keputusan dan isu organisasi, mengemukakan pendapat mengikuti perubahan dalam organisasi, mengambil inisiatif untuk merekomendasikan perbaikan organisasi, dan melindungi sumber- sumber yang dimiliki oleh organisasi. Dimensi ini mengarah pada tanggung jawab yang diberikan organisasi kepada seseorang untuk meningkatkan kualitas bidang pekerjaan yang ditekuni.

e. Conscientiousness (Kesadaran)

Dimensi ini ditunjukkan dengan hal-hal yang menguntungkan organisasi seperti mematuhi peraturan-peraturan di organisasi. Pada dasarnya dimensi ini ditunjukkan dengan melakukan peran yang seharusnya dilakukan seseorang dalam organisasi, akan tetapi juga melakukan perilaku yang melebihi standar yang diajukan. Selain itu, perilaku yang mencerminkan dimensi ini adalah tidak membuang- buang waktu dan tepat waktu.

Dalam penelitian ini, dimensi-dimensi OCB yang dikemukakan oleh Organ et al. (2006) dipilih karena memiliki spesifikasi yang lebih rinci, sehingga peneliti memutuskan untuk menggunakan dimensi-dimensi tersebut guna menyusun skala pengukuran OCB.

Dokumen terkait