• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara team member exchange dengan dimensi organizational citizenship behavior.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara team member exchange dengan dimensi organizational citizenship behavior."

Copied!
145
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA TEAM MEMBER EXCHANGE DENGAN DIMENSI ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR

Imaculata Tisades Rizki ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara team member exchange(TMX) dengan dimensi-dimensi organizational citizenship behavior (OCB).Penelitian ini melibatkan subjek yakni karyawan sebanyak 119 orang yang terdiri dari 63 subjek laki-laki dan 56 subjek perempuan. Instrumen penelitian ini menggunakan skala kualitas TMX yang terdiri dari 10 item dengan reliabilitas α= 0.864 dan skala OCB

yang terdiri dari 35 item dengan reliabilitas α= 0.921. Metode statistik yang digunakan

untuk menganalisis data penelitian ini adalah Spearman Rho karena ditribusi data salah satu skala tidak normal.Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara TMX(M=46.41, SD=5.889) dengan 4 dimensi OCB yaitu altruism(N=119, r= 0.635, p=0.000), courtesy(N=119, r=0.421, p=0.000), civic virtue(N=119, r= 0.450, p=0.000), dan conscientiousness(N=119, r=0.214, p=0.010).Artinya, semakin tinggi TMX seorang karyawan, maka altruism (M=26.13, SD=4.050), courtesy (M=32.66, SD=3.740), civic virtue (M=31.36, SD=3.868), dan conscientiousness (M=22.93, SD=2.797) juga akan semakin tinggi. Namun, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang positif dan signifikan (N=119, r=0.141, p=0.063) antara TMX (M=46.41, SD=5.889) dengan sportsmanship (M=30.07, SD=3.799).

(2)

THE RELATIONBETWEEN TEAM MEMBER EXCHANGE WITH THE DIMENSIONS OF ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR

Imaculata Tisades Rizki ABTRACT

This research was aims to understand the relationship between team member exchange (TMX) with the dimensions of organizational behavior citizenship (OCB). This research was involved 119 subjects consisting of 63 men and 56 women. The instruments that used in this research were TMX quality scale which consist of 10 items with reliability α= 0.864 and OCB scale which consist of 35 items with reliability α= 0.921. Statistical method that used to analyze data of this research was Spearman Rho due to abnormality one of data distribution. The result showed that there were positive and significant relationship between TMX(M=46.41, SD=5.889) with 4 dimensions of OCB named altruism (N=119, r= 0.635, p=0.000), courtesy (N=119, r=0.421, p=0.000), civic virtue (N=119, r= 0.450, p=0.000), and conscientiousness (N=119, r=0.214, p=0.010) which mean that as the TMX of employee increased, the altruism (M=26.13, SD=4.050), courtesy (M=32.66, SD=3.740), civic virtue (M=31.36, SD=3.868), and conscientiousness (M=22.93, SD=2.797) would also increased. But, the result also showed that there were not positive and significant relationship (N=119, r=0.141, p=0.063) between TMX (M=46.41, SD=5.889) with sportsmanship (M=30.07, SD=3.799).

(3)

i

HUBUNGAN ANTARA TEAM MEMBER EXCHANGE

DENGAN DIMENSI ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP

BEHAVIOR

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh:

Imaculata Tisades Rizki

119114042

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(4)

ii

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING

HUBUNGAN ANTARA TEAM MEMBER EXCHANGE

DENGAN DIMENSI ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP

BEHAVIOR

Disusun Oleh:

Imaculata Tisades Rizki

NIM: 119114042

Telah Disetujui Oleh:

Dosen Pembimbing Skripsi

(5)

iii

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA TEAM MEMBER EXCHANGE DENGAN DIMENSI ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR

Disusun Oleh:

Imaculata Tisades Rizki

NIM: 119114042

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji

Pada tanggal 31 Juli 2015

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Panitia Penguji:

Nama Lengkap Tanda Tangan

Penguji I : Ratri Sunar Astuti, M.Si. ………

Penguji II : Dewi Soerna Anggraeni, M. Psi. ………

Penguji III : P. Henrietta P. D. A. D. S., M. A. ………

Yogyakarta,

Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma

Dekan

(6)

iv

HALAMAN MOTTO

“It always seems impossible until its done!” – Nelson Madela

I am strong, because I’ve been weak. I am fearless, because I’ve been afraid.

I am wise, because I’ve been foolish.

Life is a gift, I accept it. Life is an adventure, I dare it. Life is a mystery, I’m unfolding it.

Life is a puzzle, I’m solving it. Life is a game, I play it. Life can be a struggle, I’m facing it.

Life is beauty, I praise it. Life is an opportunity, I took it. Life is my mission, I’m fulfilling it.

Terima kasih Tuhan Yesus

“Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa

tuanya pun ia tidak akan menyimpang pada jalan itu”

(7)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya ini untuk…

Tuhan Yesus Kristus, penolong hidupku, sumber kehidupan umat manusia yang

selalu ada di setiap langkahku.

Bunda Maria yang tak pernah meninggalkan anak-anak yang berdosa ini.

Bapak, Ibu, dan Mas Brian yang tak pernah putus memberiku doa dan semangat

untuk menjalani hidup yang penuh tantangan. Without the inspiration, drive, and

support you gave me, I might not be the person I am today.

Teman hidupku yang hampir 3 tahun menemaniku, ABDL. If I could give you one

thing in life, I would give you the ability to see yourself through my eyes, only then would you realize how special you are to me.

Sahabat-sahabat sejatiku. Our path may change as life goes on, but the bond

(8)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan

dalam kutipan dan daftar psutaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 31 Juli 2015

Penulis,

(9)

vii

HUBUNGAN ANTARA TEAM MEMBER EXCHANGE DENGAN DIMENSI ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR

Imaculata Tisades Rizki ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara team member exchange (TMX) dengan dimensi-dimensi organizational citizenship behavior (OCB). Penelitian ini melibatkan subjek yakni karyawan sebanyak 119 orang yang terdiri dari 63 subjek laki-laki dan 56 subjek perempuan. Instrumen penelitian ini menggunakan skala kualitas TMX yang terdiri dari 10 item dengan reliabilitas α= 0.864 dan skala OCB yang

terdiri dari 35 item dengan reliabilitas α= 0.921. Metode statistik yang digunakan untuk

menganalisis data penelitian ini adalah Spearman Rho karena ditribusi data salah satu skala tidak normal. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara TMX (M=46.41, SD=5.889) dengan 4 dimensi OCB yaitu altruism (N=119, r= 0.635, p=0.000), courtesy (N=119, r=0.421, p=0.000), civic virtue (N=119, r= 0.450, p=0.000), dan conscientiousness (N=119, r=0.214, p=0.010). Artinya, semakin tinggi TMX seorang karyawan, maka altruism (M=26.13, SD=4.050), courtesy (M=32.66, SD=3.740), civic virtue (M=31.36, SD=3.868), dan conscientiousness (M=22.93, SD=2.797) juga akan semakin tinggi. Namun, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang positif dan signifikan (N=119, r=0.141, p=0.063) antara TMX (M=46.41, SD=5.889) dengan sportsmanship (M=30.07, SD=3.799).

(10)

viii

THE RELATION BETWEEN TEAM MEMBER EXCHANGE WITH THE DIMENSIONS OF ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR

Imaculata Tisades Rizki ABTRACT

This research was aims to understand the relationship between team member exchange (TMX) with the dimensions of organizational behavior citizenship (OCB). This research was involved 119 subjects consisting of 63 men and 56 women. The instruments that used in this research were TMX quality scale which consist of 10 items with

reliability α= 0.864 and OCB scale which consist of 35 items with reliability α= 0.921.

Statistical method that used to analyze data of this research was Spearman Rho due to abnormality one of data distribution. The result showed that there were positive and significant relationship between TMX (M=46.41, SD=5.889) with 4 dimensions of OCB named altruism (N=119, r= 0.635, p=0.000), courtesy (N=119, r=0.421, p=0.000), civic virtue (N=119, r= 0.450, p=0.000), and conscientiousness (N=119, r=0.214, p=0.010) which mean that as the TMX of employee increased, the altruism (M=26.13, SD=4.050), courtesy (M=32.66, SD=3.740), civic virtue (M=31.36, SD=3.868), and conscientiousness (M=22.93, SD=2.797) would also increased. But, the result also showed that there were not positive and significant relationship (N=119, r=0.141, p=0.063) between TMX (M=46.41, SD=5.889) with sportsmanship (M=30.07, SD=3.799).

(11)

ix

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama: Imaculata Tisades Rizki

Nomor Mahasiswa: 119114042

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, karya ilmiah yang berjudul:

HUBUNGAN ANTARA TEAM MEMBER EXCHANGE DENGAN DIMENSI ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan

kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,

mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau di media

lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun

memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai

penulis.

Dengan demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 31 Juli 2015

Yang menyatakan,

(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terima kasih saya ucapkan kepada Tuhan Yesus Kritus

atas segala penyertaan dan pendampingan selama proses penyelesaian skripsi ini

sehingga dapat terselesaikan dengan baik. Penulis menyadari bahwa skripsi ini

dapat terselesaikan atas bantuan berbagai pihak, oleh karena itu dengan segala

kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Priyo Widiyanto, M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma.

2. Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si., selaku Kepala Program Studi Fakultas

Psikologi Universitas Sanata Dharma dan Dosen Pembimbing Skripsi.

3. Bapak T. M. Raditya Hernawa, M.Psi., yang telah meluangkan waktunya

untuk memberikan bimbingan, nasehat dan arahan selama proses penyusunan

skripsi dari awal hingga akhir dengan penuh kesabaran. Semoga ilmu dari

Bapak dapat saya jadikan bekal untuk masa depan.

4. Bapak Prof. Dr. A. Supratiknya selaku Dosen Pembimbing Akademik yang

senantiasa mendampingi saya dalam urusan akademik. Terima kasih banyak

Pak Pratik atas masukan, nasehat, dan ilmunya. Semoga hal tersebut dapat

bermanfaat bagi saya di masa depan.

5. Dosen-dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah

memberikan segala bekal ilmu pengetahuan tentang dunia Psikologi yang

(13)

xi

6. Seluruh staff Fakultas Psikologi: Mas Gandung, Bu Nanik, Pak Gik, Mas

Muji, dan Mas Doni. Terima kasih atas segala bantuan dan pelayanan yang

begitu ramah. Terima kasih telah bersedia direpotkan untuk urusan kuliah dan

tidak pernah lelah menjawab pertanyaan yang mungkin tidak perlu

dipertanyakan. Hehehe…

7. Seluruh karyawan yang bersedia menjadi subjek penelitian ini, terutama

Mbak Vita, Mbak Shanty, dan Mas Iyus. Terima kasih atas bantuan dan kerja

samanya sehingga saya bisa menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.

Semoga Mbak dan Mas selalu diberkati Tuhan.

8. Bapak dan ibuku terkasih, Mas Brian, Simbah, Bude, Pakde, Om, Bulek,

sepupu, dan keponakanku. Terima kasih atas doa yang tak pernah putus demi

kelancaran studi saya, terutama Bapak dan Ibu yang tak pernah lelah

membimbing dan menuntunku untuk menjadi garam dunia. Terima kasih Mas

Brian yang telah memberi motivasi, meskipun dengan banyak perdebatan.

Mas Brian tetap kakak terbaik saya. Saya tak pernah berhenti mencintai

Bapak, Ibu, dan Mas Brian. Teruslah menemaniku hingga akhir hayat.

9. Anthonius Bertyn Dua Lembang, teman hidupku. Terima kasih karena selalu

ada disaat suka maupun duka, dari awal pengerjaan skripsi ini hingga akhir.

Terima kasih atas tawa bahagia dan tangis haru yang kita lewati bersama.

Jangan pernah lelah menyayangiku. Jangan pernah patah semangat untuk

mengejar mimpimu karena Tuhan selalu ada besertamu, Mas. Maaf jika

selama ini saya terlalu banyak mengeluh dan merepotkanmu. Sekali lagi

(14)

xii

10. Seluruh sahabat yang selalu ada untuk memberi semangat. Tanpa kalian, saya

tidak akan se-semangat ini dalam mengerjakan skripsi. Saya tidak akan

menyebutkan satu persatu tapi percayalah bahwa kalian akan selalu ada dihati

saya. Terima kasih telah mengajarkan saya tentang arti persahabatan yang

sesungguhnya. Teruslah menjadi inspirasi bagi banyak orang dan tetaplah

menjadi sumber bagi banyak senyum. Terima kasih, sekali lagi.

11. Seluruh staff Olifant dan Olifant SMI. Terima kasih karena telah memberi

saya kesempatan untuk mengecap dunia kerja yang sesungguhnya. Maaf

apabila selama ini saya banyak melakukan kesalahan yang disengaja maupun

tidak. Pelajaran yang teman-teman berikan tidak akan saya lupakan seumur

hidup. Terima kasih telah menerima saya dengan baik dan mengizinkan saya

untuk bekerja sambil mengerjakan skripsi.

12. Teman-teman PSIKOLOGI 2011 A (TENGGER). Terima kasih karena telah

menjadi bumbu kehidupan yang sangat bermakna. 4 tahun yang kita lewati

bersama tidak akan pernah saya lupakan. Terima kasih atas canda tawa,

semangat, kritik, dan saran yang teman-teman berikan. Semoga teman-teman

segera menggapai mimpi teman-teman.

(15)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian... 9

1. Manfaat Teoritis ... 9

2. Manfaat Praktis ... 9

BAB II LANDASAN TEORI ... 10

A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) ... 10

(16)

xiv

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi OCB ... 12

3. Dimensi-dimensi OCB ... 16

B. Team Member Exchange (TMX) ... 18

1. Definisi Tim dan Tim Kerja ... 18

2. Definisi Team Member Exchange (TMX) ... 19

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi TMX ... 21

4. Manfaat TMX ... 23

C. Hubungan antara TMX dengan Dimensi OCB ... 26

D. Skema Penelitian ... 32

E. Hipotesis Penelitian ... 37

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 38

A. Jenis Penelitian ... 38

B. Variabel Penelitian ... 38

C. Definisi Operasional ... 39

1. Organizational Citizenship Behavior (OCB) ... 39

2. Team Member Exchange (TMX) ... 40

D. Subjek Penelitian ... 41

E. Metode Pengumpulan Data ... 43

1. Skala OCB ... 43

2. Skala Kualitas TMX... 44

(17)

xv

1. Validitas ... 45

2. Seleksi Item ... 45

a. Skala OCB ... 46

b. Skala Kualitas TMX ... 47

3. Reliabilitas ... 48

G. Metode Analisis Data ... 49

1. Uji Asumsi ... 49

a. Uji Normalitas ... 49

b. Uji Linearitas ... 50

2. Uji Hipotesis ... 51

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 52

A. Pelaksanaan Penelitian ... 52

B. Deskripsi Subjek Penelitian ... 53

C. Deskripsi Hasil Penelitian ... 54

D. Analisis Data Penelitian ... 55

1. Uji Asumsi ... 56

a. Uji Normalitas ... 56

b. Uji Linearitas ... 57

2. Uji Hipotesis ... 58

E. Analisis Data Tambahan ... 61

Perbandingan Mean Berdasarkan Jenis Kelamin ... 61

F. Pembahasan ... 63

(18)

xvi

A. Kesimpulan ... 70

B. Keterbatasan Penelitian ... 70

B. Saran ... 71

1. Bagi Perusahaan ... 71

2. Bagi Subjek ... 72

3. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 72

(19)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Distribusi Item Skala Uji Coba OCB ... 45

Tabel 2 Distribusi Item Skala Uji Coba TMX ... 46

Tabel 3 Spesifikasi Item Skala OCB setelah Uji Coba ... 48

Tabel 4 Spesifikasi Item Skala Kualitas TMX setelah Uji Coba ... 48

Tabel 5 Deskripsi Data Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 55

Tabel 6 Deskripsi Data Subjek Berdasarkan Lama Kerja ... 55

Tabel 7 Deskripsi Statistik Data Penelitian ... 55

Tabel 8 Mean Empirik dan Teoritik Dimensi OCB ... 56

Tabel 9 Hasil Uji Normalitas ... 57

Tabel 10 Hasil Uji Linearitas ... 58

Tabel 11 Kriteria Koefisien Korelasi ... 58

Tabel 12 Hasil Uji Hipotesis TMX dengan Altruism ... 59

Tabel 13 Hasil Uji Hipotesis TMX dengan Courtesy ... 59

Tabel 14 Hasil Uji Hipotesis TMX dengan Civic Virtue ... 60

Tabel 15 Hasil Uji Hipotesis TMX dengan Conscientiousness ... 60

Tabel 16 Hasil Perbandingan Mean OCB Berdasarkan Jenis Kelamin ... 61

(20)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Skala Uji Coba ... 79

Lampiran 2 Reliabilitas Skala Uji Coba... 89

Lampiran 3 Skala Penelitian ... 99

Lampiran 4 Uji Normalitas ... 108

Lampiran 5 Uji Linearitas ... 111

Lampiran 6 Uji Hipotesis ... 116

(21)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Suatu organisasi adalah koordinasi sejumlah kegiatan manusia yang

direncanakan untuk mencapai suatu maksud atau tujuan bersama melalui

pembagian tugas dan fungsi, serta melalui serangkaian wewenang dan

tanggung jawab (Schein, 1991). Perusahaan sebagai salah satu bentuk

organisasi secara otomatis bergerak seiring perkembangan zaman. Salah satu

faktor penggerak perubahan dalam perusahaan adalah adanya persaingan.

Di era modern saat ini, bertambahnya perusahaan di dunia memicu

perkembangan kompetisi di lingkungan industri. Indonesia merupakan salah

satu negara dengan pertumbuhan perusahaan yang cukup tinggi. Hasil final

pendaftaran (listing) perusahaan/usaha mikro di Indonesia (www.bps.go.id)

menunjukkan bahwa pada tahun 2011 terdapat 2.554.787 perusahaan,

sedangkan pada tahun 2012 terdapat 2.812.247 perusahaan. Puncaknya, pada

tahun 2013 terdapat 2.887.015 perusahaan mikro yang tersebar di seluruh

wilayah Indonesia. Dari data tersebut tampak bahwa persaingan antar

perusahaan meningkat cukup signifikan sehingga perusahaan dituntut untuk

terus mengembangkan kualitas serta potensi yang dimiliki agar mampu

unggul dalam persaingan tersebut.

Persaingan tidak terlepas dari peran sumber daya manusia yang

(22)

suatu perusahaan atau organisasi. Ducker (dalam Tarigan et al., 2012)

mengatakan bahwa tidak ada organisasi yang dapat mencapai tujuan tanpa

karyawan. Hal tersebut semakin memperjelas bahwa karyawan merupakan

salah satu poros kehidupan sebuah perusahaan, sehingga perusahaan terus

mengupayakan kesejahteraan karyawan agar mereka dapat melaksanakan

pekerjaannya dalam keadaan yang tenang dan nyaman, tanpa ada ketegangan

dan kecemasan. Allen (Rachmawati dalam Andriani, 2012) menyebutkan bahwa betapa pun sempurnanya suatu organisasi maupun karyawan bila

karyawan tidak dapat menjalankan tugasnya dengan minat dan gembira, maka

perusahaan itu tidak akan mencapai hasil sebanyak yang sebenarnya dapat

dicapai. Berkaitan dengan hal tersebut, karyawan menjadi fokus utama

perusahaan dalam menyikapi persaingan yang ada.

Dewasa ini, adanya persaingan baik di luar maupun di dalam

lingkungan organisasi menuntut setiap sumber daya manusia untuk aktif

mengembangkan dirinya dan tidak hanya menunggu perintah dari pihak

perusahaan. Hal ini berkaitan dengan fenomena yang terjadi di sebuah bank

di Kalimantan Timur. Peneliti melakukan wawancara awal dengan R,

karyawan bank X di Kalimantan Timur. Menurut R, fenomena tersebut

menunjukkan adanya karyawan yang melakukan sesuatu yang lebih di luar

tanggung jawabnya sebagai seorang karyawan, seperti lembur untuk

membantu rekan kerjanya menyelesaikan pekerjaannya, melakukan diskusi di

luar tugas yang harus diselesaikan, mencari alternatif penyelesaian masalah

(23)

2014). Fenomena ini memunculkan pertanyaan mengenai faktor-faktor yang

mempengaruhi perilaku karyawan di dalam suatu perusahaan. Selain itu,

motif di balik perilaku tersebut juga menjadi pertanyaan penting karena

ternyata tidak semua karyawan bersedia untuk melakukan sesuatu di luar

tugas wajibnya dalam perusahaan.

Menurut Johns (dalam Triyanto & Santoso, 2009) perilaku karyawan

yang melebihi tuntutan wajib dalam perusahaan adalah elemen penting yang

perlu diperhatikan dalam organisasi. Perilaku demikian disebut sebagai

extra-role. Perilaku extra-role lebih dihubungkan dengan penghargaan intrinsik, sedangkan intra-role lebih kepada melakukan pekerjaan sesuai dengan tugas

yang ada dalam job description. Berdasarkan pengertian tersebut dapat dilihat

bahwa extra-role muncul karena adanya perasaan sebagai anggota organisasi,

sehingga karyawan tersebut akan merasa puas apabila dapat melakukan

sesuatu yang lebih kepada organisasi. Kinerja extra-role ini disebut oleh

Organ et al. (2006) sebagai organizational citizenship behavior (OCB).

Fenomena OCB ternyata cukup banyak terjadi di

perusahaan-perusahaan Indonesia. Berdasarkan wawancara awal peneliti dengan B,

Karyawan perusahaan P diperoleh informasi bahwa perusahaan

mengharapkan karyawannya dapat melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi

perusahaan secara sukarela. Hal tersebut dipandang dapat meningkatkan

kualitas perusahaan sehingga memiliki peran yang sangat penting demi

tercapainya tujuan atau target perusahaan. Sebagai contoh, karyawan datang

(24)

pengawasan secara langsung dari atasan. Hal lain yang juga dirasa sangat

menguntungkan bagi perusahaan adalah ketika karyawannya dapat saling

membantu meskipun tanpa adanya upah tambahan (Komunikasi pribadi, 13

Agustus 2015).

Organ et al. (2006) menyatakan bahwa OCB adalah sebuah tipe

khusus dari kebiasaan kerja yang didefinisikan sebagai perilaku individu yang

sangat menguntungkan untuk organisasi dan merupakan kebebasan memilih

secara tidak langsung atau secara eksplisit diakui oleh sistem penghargaan

formal. Secara sederhana, OCB merupakan perilaku konstruktif yang

dilakukan secara sukarela dan tidak mencakup deskripsi pekerjaan formal

seperti membantu karyawan lain menyelesaikan pekerjaan yang belum selesai

dan membantu karyawan baru (Organ dalam Dyne, 1999).

Organ et al. (2006) menyebutkan bahwa OCB terdiri dari 5 dimensi

yakni altruism, courtesy, sportsmanship, civic virtue, dan conscientiousness.

Altruism mengacu pada perilaku membantu meringankan pekerjaan yang ditujukan kepada individu lain dalam perusahaan. Courtesy mengacu pada

perilaku mencegah munculnya berbagai masalah yang berkaitan dengan

pekerjaan dan hubungan interpersonal. Sportsmanship mengacu pada

toleransi terhadap situasi yang kurang ideal di tempat kerja tanpa mengeluh

dan senantiasa meningkatkan iklim positif dalam perusahaan. Civic virtue

mengacu pada keterlibatan pada proses organisasi melebihi tuntutan

minimum dari pekerjaannya. Conscientiousness mengacu pada perilaku

(25)

Organ et al. (2006) juga mengatakan terdapat beberapa faktor yang

mendorong munculnya OCB yakni budaya dan iklim organisasi, kepribadian

dan suasana hati, persepsi akan dukungan organisasional, persepsi akan relasi

atasan-bawahan, masa kerja, dan jenis kelamin. Membahas tentang persepsi

akan dukungan organisasional tidak lepas dari peran rekan kerja. Organ et al.

(2006) mengungkapkan bahwa rekan kerja merupakan salah satu agen

pendukung kinerja seorang karyawan. Karyawan yang merasa didukung oleh

rekan kerjanya akan termotivasi untuk bekerja lebih bagi kemajuan

perusahaan. Persepsi akan relasi dengan rekan kerja tersebut disebut juga

dengan team member exchange (Organ et al., 2006).

Berdasarkan penjabaran faktor-faktor yang mempengaruhi OCB

menurut Organ et al. (2006) diketahui bahwa persepsi akan relasi dengan

rekan kerja merupakan salah satu faktor yang cukup penting. Relasi positif

yang terjalin antar rekan kerja akan membuat persepsi menjadi lebih positif

(TMX meningkat) sehingga karyawan tidak segan untuk saling memberi

pertolongan secara sukarela atau yang lekat dengan dimensi altruism. Di sisi

lain, karyawan yang merasa didukung oleh rekan kerjanya akaan memberikan

timbal balik yang positif sehingga dapat saling menghargai satu sama lain.

Hal tersebut menggambarkan dimensi courtesy. Selain itu, karyawan yang

memiliki persepsi positif dengan rekan kerjanya juga akan memberikan

timbal balik yang positif kepada perusahaan secara luas yakni dengan

bertoleransi pada situasi yang kurang ideal (sportsmanship). Persepsi positif

(26)

aktif dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh perusahaan (civic virtue) dan

secara sadar mematuhi segala peraturan yang dibuat oleh pihak perusahaan

(conscientiousness).

Di sebuah perusahaan, karyawan tidak hanya dituntut mampu

menyelesaikan pekerjaan dengan sempurna tetapi juga dapat menjadi agen

pendukung kemajuan perusahaan. Perusahaan-perusahaan juga mensyaratkan

kualifikasi tambahan yang juga tidak kalah penting yakni mampu

bekerjasama dengan baik agar permasalahan yang terjadi dapat diatasi sedini

mungkin. Hal tersebut tampak pada kompetisi di beberapa perusahaan yang

sering memasukkan teamwork sebagai kompetisi inti. Berdasarkan

wawancara awal peneliti dengan I, karyawan bank D, diperoleh informasi

bahwa ketika seorang teller tidak hadir, maka teller lain dapat

menggantikannya atau apabila kuota tidak mencukupi maka customer service

dapat menggantikannya untuk sementara. Peran seperti itu tentu sangat

berpengaruh pada kelangsungan kinerja karyawan karena masing-masing

karyawan tidak segan untuk saling membantu secara sukarela dan kerjasama

tim yang terjalin akan semakin baik pula. Proses tersebut menunjukkan

adanya pemahaman akan permasalahan yang dialami oleh rekan kerja dalam

sebuah tim (Komunikasi pribadi, 12 Januari 2015).

Pada dasarnya, tim adalah sebuah unit yang terdiri dari dua orang atau

lebih yang berinteraksi dan mengkoordinasikan pekerjaan mereka untuk

menyelesaikan sebuah tugas yang spesifik (Walgito, 2007). Walgito (2007)

(27)

mudah bergaul, serta mampu mengenali aliran emosi yang terpendam dalam

tim tersebut dengan sangat jelas. Teamwork adalah apa yang terjadi ketika

karyawan mengesampingkan tujuan dan pilihan personal mereka serta bekerja

bersama secara kooperatif untuk mencapai tujuan tim (Goetsch, 2002).

Usaha-usaha individual yang dihasilkan di dalam sebuah tim akan secara

ekstensif meningkatkan potensi sebuah organisasi untuk berkembang, dengan

demikian kesadaran sosial yang tercipta akan meningkat pula. Sehubungan

dengan hal tersebut, terlihat dengan jelas bahwa anggota tim atau rekan kerja

juga memberi pengaruh pada perilaku karyawan secara keseluruhan di

perusahaan tersebut.

Bekerja secara individu dan tim akan menimbulkan atmosfer yang

berbeda, sebab tim dan individu mempunyai kebutuhan, kepribadian, dan

keyakinan yang berbeda pula tentang perilaku yang dapat diterima atau yang

disebut perilaku normal. Standar tim yang dikenal sebagai norma sosial,

mempunyai pengaruh yang amat kuat atas anggota tim atau relasi rekan kerja

(TMX). Ciri perilaku tim yang umum ialah kedekatan emosional atau kohesivitas yang cenderung terdapat di kalangan para anggota. Jika emosi

karyawan menjadi lebih positif, maka akan muncul tim kerja yang akrab dan

penuh persahabatan, sehingga karyawan akan termotivasi untuk bekerja

(Anorogo dan Widiyanti, 1990). Sejalan dengan hal tersebut, sebuah tim juga

menyediakan mekanisme guna memberi manusia suatu pengertian identitas

maupun persatuan, yaitu sesuatu yang disebut sebagai kebergantungan

(28)

masing-masing anggota akan memaksimalkan perannya sehingga penyelesaian tugas

pun akan lebih efektif (Kossen, 1993).

Adanya kesempatan untuk tergabung dalam sebuah tim akan membuat

seorang karyawan merasa dibutuhkan oleh perusahaan. Bila seorang

karyawan dapat menjalin relasi yang baik dengan anggota timnya (atau

kualitas TMX meningkat), maka ia akan dapat menyelesaikan tugasnya

dengan baik pula. Kualitas TMX yang tinggi tidak hanya ditunjukkan dengan

penyelesaian tugas dalam tim, tetapi juga nilai-nilai yang dibagikan oleh

anggota tim kepada rekannya sehingga mereka dapat belajar sesuatu secara

positif. Hal ini tentu dapat meningkatkan kepuasan kerja karyawan dalam tim

tersebut, sehingga karyawan akan semakin termotivasi untuk bekerja lebih

tidak hanya bagi tim tetapi juga bagi perusahaan secara menyeluruh. Dengan

kata lain, muncul hubungan resiprokal antara individu dengan tim dan

individu dengan perusahaan (Pollack, 2009). Berdasarkan fenomena tersebut,

tidak bisa dipungkiri bahwa OCB dan TMX juga sangat dibutuhkan dalam

sebuah perusahaan.

Sebelumnya terdapat beberapa penelitian mengenai TMX dan OCB,

namun masing-masing dihubungkan dengan variabel lain. Sementara itu,

belum ada penelitian lebih lanjut yang menghubungkan variabel TMX dan

OCB secara khusus (Organ et al., 2006). Berdasarkan fenomena yang telah diungkapkan oleh beberapa narasumber dalam wawancara awal, peneliti ingin

mengetahui hubungan antara team member exchange (TMX) dan

(29)

B. Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara team member exchange dengan dimensi

organizational citizenship behavior?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara team member

exchange dengan dimensi organizational citizenship behavior.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi dan masukan

ilmu Psikologi, khususnya di bidang industri dan organisasi. Selain itu,

penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat sebagai informasi

tambahan untuk melakukan penelitian di bidang Psikologi Industri dan

Organisasi, khususnya dalam topik TMX dan OCB.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Subjek Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran kepada

subjek mengenai keadaan OCB dan TMX yang terjalin antar

karyawan.

b. Bagi Perusahaan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan

masukan bagi perusahaan secara umum mengenai keadaan OCB dan

(30)

10

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Organizational Citizenship Behavior (OCB)

1. Definisi

Organizational citizenship behavior (OCB) merupakan salah satu bentuk perilaku organisasi. OCB adalah perilaku konstruktif yang tidak

mencakup deskripsi pekerjaan formal, seperti membantu rekan kerja

mengerjakan pekerjaan mereka, membantu rekan kerja mempelajari tugas

baru, secara sukarela melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi tim, dan

mengarahkan karyawan baru (Organ dalam Dyne, 1999). Organ et al.

(2006) kemudian menyempurnakan definisi tersebut dengan menyatakan

bahwa OCB merupakan suatu perilaku bebas yang menguntungkan

perusahaan dan terlepas dari sistem penghargaan formal.

Spector (1996) mendefinisikan OCB sebagai perilaku di luar

persyaratan formal pekerjaan yang memberikan keuntungan bagi

organisasi. Hal ini senada dengan pendapat yang diungkapkan oleh

Podsakoff et al. (dalam Yuniar, 2012) yang mendefinisikan OCB sebagai

perilaku sukarela, perilaku melebihi tuntutan tugas yang berkontribusi

terhadap kesuksesan organisasi. Robbins (dalam Yuniar, 2012)

menyatakan bahwa OCB merupakan perilaku pilihan anggota organisasi

yang bukan merupakan kewajiban kerja secara formal namun dapat

(31)

ditekankan dalam definisi tersebut adalah pelaksanaan fungsi melebihi

standar minimum yang disyaratkan.

Pasla (dalam Prihandini, n.d.) menyatakan bahwa OCB merupakan

perilaku extra-role yang artinya perilaku individu yang pada dasarnya

bukanlah suatu keharusan atau kewajibannya. Selain itu, OCB juga

mencakup perilaku kesetiakawanan sosial yang dilakukan tanpa paksaan,

misalnya membantu rekan kerja menyelesaikan pekerjaan, memberi

bantuan pada karyawan baru, dan perilaku sukarela untuk menyelesaikan

pekerjaan meskipun diluar jobdesc. Johns (dalam Triyanto dan Santosa,

2009) mengemukakan definisi Pasla ke dalam bahasa yang tidak jauh

berbeda yakni bahwa OCB memiliki karakteristik perilaku

sukarela/extra-role behavior yang tidak termasuk dalam uraian jabatan, perilaku spontan/tanpa saran atau perintah tertentu, perilaku yang bersifat

menolong, serta perilaku yang tidak mudah terlihat serta dinilai melalui

evaluasi kinerja.

Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Organ et al. (2006),

Spector (1996) dan Pasla (dalam Prihandini, n.d.) dapat disimpulkan

bahwa OCB merupakan suatu bentuk perilaku sukarela yang dilakukan

seorang karyawan di luar peran formal dan terlepas dari sistem reward

(32)

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi OCB

Terdapat beberapa hal yang dapat mempengaruhi munculnya OCB

karyawan di suatu perusahaan. Faktor-faktor tersebut juga dapat

berpengaruh pada tingkat OCB karyawan di perusahaan tempat ia bekerja.

Dalam hal ini, faktor-faktor yang akan dibahas antara lain budaya dan

iklim organisasi, kepribadian dan suasana hati (mood), persepsi terhadap

dukungan organisasional, persepsi terhadap kualitas interaksi

atasan-bawahan, masa kerja, dan jenis kelamin (Prihatsanti & Dewi dalam Nida

dan Simarmata, 2014). Namun, selain faktor-faktor tersebut terdapat

beberapa faktor lain yang juga mempengaruhi OCB, yakni sikap kerja,

sinisme, nilai-nilai dalam organisasi, karakteristik pekerjaan, jabatan, dan

masa kerja (Dyne, Graham, & Dienesch dalam Nida dan Simarmata,

2014). Jahangir et al. (dalam Quswini, 2013) mengemukakan beberapa

faktor yang dapat menjadi penyebab munculnya OCB, diantaranya adalah

kepemimpinan, persepsi keadilan, disposisi individu yang di dalamnya

termasuk variabel individu yang tidak termasuk dalam skill kerja, seperti

inisiatif diri, sikap positif, kedisiplinan, empati, motivasi, aktivitas

individu. Berikut penjabaran faktor-faktor tersebut:

a. Budaya dan iklim organisasi

Sloat (dalam Silva, 2011) berpendapat bahwa karyawan cenderung

melakukan tindakan yang melampaui tanggung jawab mereka apabila

mereka merasa puas dengan pekerjaannya, menerima perlakuan yang

(33)

bahwa mereka diperlakukan adil oleh organisasi. Iklim organisasi dan

budaya organisasi dapat menjadi penyebab kualitas berkembangnya

OCB dalam suatu perusahaan. Di dalam iklim organisasi yang positif, karyawan akan lebih termotivasi untuk bekerja melebihi apa yang

disyaratkan dan akan senantiasa mendukung tujuan organisasi. Proses

ini disebut oleh Konovsky dan Pugh (dalam Andriani, 2012) sebagai

teori pertukaran sosial (social exchange theory) yakni ketika karyawan

telah puas terhadap pekerjaannya, mereka akan membalasnya kepada

organisasi.

b. Kepribadian dan suasana hati (mood)

George (dalam Quswini, 2013) berpendapat bahwa kemauan

seseorang untuk membantu orang lain juga dipengaruhi suasana hati.

Kepribadian merupakan suatu karakteristik yang secara relatif dapat

dikatakan tetap, sedangkan suasana hati lebih kepada faktor yang

dinamis. Suasana hati yang positif akan meningkatkan peluang

seseorang untuk membantu orang lain.

c. Persepsi terhadap dukungan organisasional

Studi Shore (dalam Andriani, 2012) menemukan bahwa persepsi

terhadap dukungan organisasional dapat menjadi faktor untuk

memprediksi OCB. Karyawan yang merasa didukung oleh organisasi

akan memberi timbal balik dan menurunkan ketidakseimbangan

dalam hubungan tersebut dengan terlibat dalam perilaku citizenship.

(34)

karyawan. Persepsi akan timbal balik dengan rekan kerja (team

member exchange) yang positif akan memotivasi karyawan untuk bekerja lebih bagi perusahaan (Organ et al., 2006).

d. Persepsi terhadap kualitas interaksi atasan-bawahan (leader member

exchange)

Miner (dalam Quswini, 2013) mengemukakan bahwa interaksi

atasan-bawahan yang berkualitas tinggi akan memberikan dampak seperti

kepuasan, produktivitas, dan kinerja karyawan. Robbins (2007)

menyatakan bahwa apabila interaksi atasan-bawahan berkualitas

tinggi maka seorang atasan akan berpandangan positif pula pada

bawahannya sehingga bawahannya akan merasa bahwa atasannya

memberi motivasi kepada mereka. Hal tersebut tentu akan

meningkatkan rasa percaya dan hormat seorang bawahan pada

atasannya sehingga mereka termotivasi untuk melakukan sesuatu

melebihi harapan atasan mereka.

e. Masa kerja

Greenberg dan Baron (2000) mengemukakan bahwa karakteristik

personal seperti masa kerja dan jenis kelamin berpengaruh pada OCB.

Hal ini karena OCB merupakan “pengukuran investasi” karyawan di

organisasi. Artinya, semakin lama masa kerja seseorang, maka

semakin tinggi pula persepsi bahwa mereka memiliki “investasi”

(35)

f. Jenis kelamin

Konrad (2000) mengemukakan bahwa perilaku kerja seperti menolong

orang lain, bersahabat, dan bekerja sama dengan orang lain lebih

banyak dilakukan oleh wanita daripada pria. Penelitian terdahulu juga

menunjukkan bahwa wanita cenderung menginternalisasi

harapan-harapan kelompok, rasa kebersamaan, dan aktivitas menolong sebagai

bagian dari pekerjaan mereka. Penelitian tersebut sejalan dengan

pendapat Dienfendorff (Novliadi dalam Nugraheni, 2010) yang

mengungkapkan bahwa dibandingkan dengan pria, wanita lebih

menganggap bahwa OCB adalah bagian dari perilaku in-role. Hal ini

membuktikan bahwa wanita cenderung melakukan internalisasi

terhadap harapan kelompok, rasa kebersamaan, dan tindakan

menolong sebagai bagian dari pekerjaan (Nugraheni, 2010).

Podsakoff et al. (dalam Nida dan Simarmata, 2014) mengemukakan faktor-faktor tersebut ke dalam empat istilah berikut: (1)

Karakteristik tugas; (2) Karakteristik organisasi; (3) Karakteristik pribadi;

dan (4) Perilaku pemimpin. Maka dapat disimpulkan bahwa faktor yang

dapat mempengaruhi OCB berasal dari lingkungan organisasi, faktor

internal karyawan yang mencakup faktor demografis dan kepribadian,

(36)

3. Dimensi-dimensi OCB

Menurut Organ, Podsakoff, MacKenzie, Moorman, dan Fetter (Organ et

al. 2006), OCB terdiri dari 5 dimensi, meliputi: a. Altruism (Kepedulian)

Dimensi ini ditunjukkan dengan perilaku membantu meringankan

pekerjaan yang ditujukan kepada individu dalam suatu organisasi.

Perilaku tersebut sangat menguntungkan perusahaan.

b. Courtesy (Sopan Santun)

Dimensi ini menggambarkan perilaku yang mencegah munculnya

berbagai masalah yang berkaitan dengan pekerjaan, menjaga

hubungan baik dengan rekan kerjanya agar terhindar dari masalah

interpersonal. Seseorang yang memiliki dimensi ini adalah orang yang

menghargai dan memperhatikan pekerjaan maupun orang lain.

c. Sportsmanship (Sportivitas)

Dimensi ini ditunjukkan dengan adanya toleransi pada situasi yang

kurang ideal di tempat kerja tanpa mengeluh. Secara lebih spesifik,

dimensi ini menggambarkan perilaku menoleransi kondisi di bawah

kondisi ideal, tanpa komplain yang berlebihan. Seorang karyawan

yang mempunyai tingkatan tinggi pada dimensi ini akan

meningkatkan iklim yang positif antar karyawan, sopan, dan mau

bekerja sama dengan rekan kerja, serta menciptakan lingkungan kerja

(37)

d. Civic virtue (Partisipasi)

Dimensi ini menggambarkan keterlibatan individu secara konstruktif

dalam proses organisasi yang melebihi tuntutan minimum dari

pekerjaannya. Dimensi ini juga ditunjukkan dengan adanya

keterlibatan dalam kegiatan-kegiatan organisasi dan peduli pada

kelangsungan hidup organisasi. Contoh perilaku nyata dari dimensi ini

adalah menghadiri rapat, menjaga kesamaan cara pandang dari

keputusan dan isu organisasi, mengemukakan pendapat mengikuti

perubahan dalam organisasi, mengambil inisiatif untuk

merekomendasikan perbaikan organisasi, dan melindungi

sumber-sumber yang dimiliki oleh organisasi. Dimensi ini mengarah pada

tanggung jawab yang diberikan organisasi kepada seseorang untuk

meningkatkan kualitas bidang pekerjaan yang ditekuni.

e. Conscientiousness (Kesadaran)

Dimensi ini ditunjukkan dengan hal-hal yang menguntungkan

organisasi seperti mematuhi peraturan-peraturan di organisasi. Pada

dasarnya dimensi ini ditunjukkan dengan melakukan peran yang

seharusnya dilakukan seseorang dalam organisasi, akan tetapi juga

melakukan perilaku yang melebihi standar yang diajukan. Selain itu,

perilaku yang mencerminkan dimensi ini adalah tidak

(38)

Dalam penelitian ini, dimensi-dimensi OCB yang dikemukakan oleh Organ et

al. (2006) dipilih karena memiliki spesifikasi yang lebih rinci, sehingga peneliti memutuskan untuk menggunakan dimensi-dimensi tersebut guna

menyusun skala pengukuran OCB.

B. Team Member Exchange (TMX)

1. Definisi Tim dan Tim Kerja

Menurut Johnson dan Johnson (2012), tim adalah suatu kumpulan

interaksi antar personal yang disusun untuk mencapai tujuan yang telah

dibuat. Secara lebih terperinci, tim terdiri dari dua individu atau lebih

yang:

a. menyadari akan adanya saling ketergantungan secara positif ketika

mereka berjuang untuk mencapai tujuan bersama

b. berinteraksi ketika bekerja sama

c. menyadari siapa saja yang menjadi anggota tim

d. mempunyai peran atau fungsi tertentu yang harus dilaksanakan,

e. mempunyai batasan masa keanggotaan

Parker (1999) mendefinisikan tim sebagai suatu kumpulan orang

dengan tingkat kebergantungan (belongingness) yang tinggi terhadap

pencapaian tujuan atau pemenuhan tugas. Dengan kata lain, anggota tim

setuju pada sebuah tujuan yang telah ditetapkan dan setuju bahwa

satu-satunya jalan untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan bekerja

(39)

kelompok kerja lengkap atau satu tujuan kerja yang para anggotanya

paling sedikit memiliki satu tujuan kerjasama dari seluruh anggotanya.

Tim kerja (work team) menghasilkan sinergi positif melalui usaha

yang terkoordinasi. Usaha-usaha individual mereka menghasilkan suatu

tingkat kinerja yang lebih tinggi daripada jumlah masukan individual.

Menurut Tenner dan Detoro (dalam Poernomo, 2006), team work is a

group of individuals working together to reach common goal, yang dapat diartikan sebagai sekelompok orang yang bekerja bersama untuk

mencapai tujuan yang sama atau tujuan tersebut akan lebih mudah

diperoleh dengan melakukan kerja sama tim daripada dilakukan sendiri.

Berdasarkan penjabaran mengenai tim secara keseluruhan, dapat

disimpulkan bahwa tim adalah kumpulan individu yang memiliki tujuan

bersama dan adanya keinginan untuk mencapai tujuan tersebut dengan

melibatkan kerjasama dan rasa kebergantungan satu sama lain. Hal

tersebut berkesinambungan dengan team work yakni usaha yang

dilakukan oleh sebuah tim untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Usaha yang dimaksud mencakup pemberian ide, gagasan, masukan, dan

kritik yang disampaikan demi perkembangan tim yang bersangkutan.

2. Definisi Team Member Exchange (TMX)

Pertukaran sumber daya antar anggota tim menjadi hal yang

mendasari terbentuknya hubungan kerja antar karyawan. Hal ini disebut

(40)

Menurut Seers (dalam Puspasari, 2012) team member exchange

merupakan persepsi individu atau anggota tim akan hubungan timbal

balik dengan tim secara keseluruhan. Tidak jauh berbeda dengan pendapat

Seers, Petty dan Cashman (dalam Puspasari, 2012) mengemukakan team

member exchange sebagai proses pertukaran ide, gagasan, umpan balik, dan bantuan dengan anggota tim sehingga anggota tim menerima

informasi, bantuan dan penghargaan dari anggota lain.

Di dalam sebuah tim, kesuksesan atau kegagalan yang diraih

bergantung pada interaksi antara anggota tim. Interaksi tersebut

merupakan salah satu bentuk TMX. Kualitas TMX yang tinggi dalam

sebuah tim, dapat dilihat melalui dukungan dan arahan yang diberikan

kepada anggota lain dalam tim, yang kemudian diteruskan kepada

anggota lain yang membutuhkan. Individu yang memiliki kualitas TMX

yang tinggi juga akan berinteraksi dengan anggota kelompok lain secara

akrab, lebih kooperatif, mengeluarkan usaha yang lebih kolaboratif, dan

mendapatkan serta memberikan penguatan sosial (social reward) (Pollack

dalam Puspasari, 2012).

Berdasarkan kedua definisi yang dikemukakan oleh Seers serta

Petty & Cashman (dalam Puspasari, 2012), dapat disimpulkan bahwa

team member exchange adalah persepsi anggota tim sebagai individu akan hubungan timbal balik dengan anggota tim yang lain, meliputi pertukaran

ide, gagasan, umpan balik, dan bantuan yang ada di dalam tim secara

(41)

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Team Member Exchange (TMX) Berikut merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi team member

exchange (TMX):

a. Harapan (Expectation)

Harapan yang dimiliki oleh seorang karyawan mempengaruhi cara

berinteraksi dan cara menginterpretasi perilaku rekan kerjanya dan hal

tersebut juga akan mempengaruhi cara mereka berperilaku. Di dalam

sebuah tim, anggota memiliki harapan akan anggota lain secara

keseluruhan. Menurut Murillo (dalam Puspasari, 2012) karyawan

yang bekerja secara maksimal dalam menyelesaikan tugas akan

mendukung harapan rekan kerjanya dan mendorong terjadinya

kualitas TMX yang tinggi.

b. Compatibility (Similarity dan Liking)

Persepsi terhadap kesamaan dapat memancing interaksi dengan

anggota lain. Interaksi tersebut mengacu pada perilaku berkomunikasi

yang konstruktif, seperti berbagi gagasan, kepercayaan (beliefs), dan

umpan balik. Perilaku tersebut mengarah pada TMX. Liking (rasa

suka) mengarah pada evaluasi positif terhadap anggota tim yang

bersangkutan, sehingga akan mendorong kepada perilaku berbagi

gagasan, umpan balik, dan cara penyelesaian masalah (Weisband &

(42)

c. Feedback Environment

Feedback environment adalah persepsi seseorang akan adanya umpan balik dari atasan atau rekan kerja dalam lingkungan yang mendukung

pertukaran umpan balik secara rutin (Steelman, Lecy, & Snell dalam

Puspasari, 2012). Pada umpan balik, pesan yang disampaikan berisi

informasi mengenai penerima pesan. Umpan balik secara berkala dan

tepat sasaran dapat membantu komunikasi dan delegasi tanggung

jawab sehingga berpengaruh terhadap TMX (Murillo & Steelman

dalam Puspasari, 2012).

d. Trust (Kepercayaan)

Trust merupakan sebuah bentuk keyakinan yang bersifat resiprokal dan didasarkan atas intensi atau perilaku orang lain (Kreitner &

Kinicki dalam Puspasari, 2012). Melalui trust, karyawan akan

mendapat kesempatan untuk memperbaharui informasi dari rekan

kerjanya. Trust merupakan hal dasar yang harus dimiliki oleh sebuah

tim karena dapat mendorong terjadinya berbagi sumber daya, perilaku

saling mempengaruhi, dan memperlakukan orang lain dalam

kelompok dengan rasa hormat (Deluga dalam Puspasari, 2012).

Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi TMX bersumber dari dua faktor utama yakni faktor internal

yang mencakup harapan pribadi, kepercayaan (trust), dan compatibility

dan faktor eksternal mencakup timbal balik dari lingkungan sekitar yakni

(43)

4. Manfaat TMX

Hoof (dalam Tarigan, 2012) mengatakan bahwa komunikasi dan

berbagi pengetahuan dalam kolaborasi antar pekerja di dalam perusahaan

akan memberikan efektivitas individu untuk menghasilkan pengetahuan

baru. Hal tersebut semakin memperjelas bahwa relasi antar karyawan

memberikan keuntungan bagi kedua pihak, yaitu karyawan sebagai

individu dan anggota tim, serta bagi perusahaan. Pernyataan tersebut

didukung pula oleh Cabrera dan Cabrera (dalam Tarigan et al., 2012)

yang mengatakan bahwa kemampuan dan keahlian individu harus dapat

dibagikan kepada individu lainnya agar mereka dapat memaksimalkan

nilai-nilai yang bermanfaat bagi kemajuan perusahaan. Berbagi

pengetahuan antar individual maupun antara departemen di dalam

perusahaan merupakan suatu proses yang krusial. Maka dari itu, pada

dasarnya relasi tersebut perlu ditata dengan baik. Beberapa manfaat lain

dari team member exchange (Puspasari, 2012):

a. Seorang karyawan yang memiliki kualitas team member exchange

tinggi akan secara mandiri meningkatkan motivasinya agar dapat

bekerja secara maksimal. Motivasi tersebut juga didapat melalui

interaksi yang terjalin ditambah dengan energi positif yang tercipta di

dalam tim. Sebagai hasil, karyawan akan meningkatkan kinerjanya

melebihi tuntutan atau syarat yang diberikan. Dengan adanya relasi

rekan kerja (dalam sebuah tim), karyawan sebagai individu tentu akan

(44)

rasakan. Hal tersebut otomatis akan memberi dampak positif pada

perkembangan perusahaan tempat ia bekerja.

b. Interaksi dan proses saling mempengaruhi antar karyawan

memberikan pengaruh pada persepsi mereka akan iklim dalam tim

(Kotze dalam Puspasari, 2012). Anggota tim yang memiliki kualitas

team member exchange tinggi akan menggunakan kesempatan yang ada untuk bekerjasama dengan anggota lain dalam tim. Pernyataan

tersebut juga diperkuat oleh pendapat Cole (dalam Puspasari, 2012)

yang mengatakan bahwa interaksi yang terjalin antara anggota tim

dapat mempengaruhi persepsi masing-masing anggota tim akan iklim

tim mereka. Seorang karyawan yang mengerjakan tugasnya secara

individual mungkin akan lebih mudah merasa bosan daripada jika ia

bekerja bersama tim, karena ketika di dalam tim, anggota-anggotanya

dapat saling memotivasi. Selain itu, stres antar anggota tim bisa lebih

berkurang jika ada kontak satu sama lain. Motivasi dalam tim

terbentuk karena setiap anggota terdorong untuk memenuhi tujuan tim

itu sendiri. Motivasi tiap anggota juga dapat terdorong karena setiap

anggota akan merasa hasil kerjanya akan bepengaruh bagi kemajuan

tim.

c. Team member exchange dapat meningkatkan komitmen afektif karyawan di sebuah perusahaan (Puspasari, 2012). Komitmen afektif

terhadap organisasi secara umum merupakan kedekatan emosi,

(45)

dalam Puspasari, 2012). Individu yang tergabung dalam sebuah tim

dengan team member exchange tinggi akan berinteraksi lebih banyak

dengan rekan kerjanya. Interaksi ini tentu dapat mengarah kepada

kelekatan antar anggota tim yang berada di perusahaan. Semakin lekat

hubungan yang terjalin, maka individu akan semakin melihat

persamaan yang dimiliki oleh perusahaan. Selain itu, individu akan

bersedia mengeluarkan usaha untuk mencapai tujuan perusahaan

(Pollack dalam Puspasari, 2012).

d. Team member exchange dapat memotivasi karyawan untuk memberikan bantuan kepada rekan kerjanya. Seorang karyawan yang

memiliki team member exchange tinggi akan bersedia memberikan

saran dan umpan balik mengenai cara kerja yang lebih baik,

berkomunikasi, dan bertukar peran saat dibutuhkan. Hal ini diperkuat

dengan penelitian yang dilakukan oleh Petty, Seers & Cashman dan

Wech dalam Puspasari, 2012) yang menunjukkan bahwa individu

yang memiliki kualitas team member exchange tinggi dapat

mendorong terbentuknya tim yang efektif dan kohesif, selain itu

anggota tim akan merasa puas akan pekerjaannya secara umum. Lebih

dari itu, adanya relasi rekan kerja akan membantu tim menyelesaikan

sebuah masalah yang kompleks. Hal tersebut secara tidak langsung

akan menghasilkan anggota kelompok yang terintegrasi, unik, relevan,

dan tidak menutup kemungkinan dapat menghasilkan anggota-anggota

(46)

informasi yang mengalir akan lebih bervariasi dan solusi atas masalah

yang dialami pun akan segera tercapai.

e. Interactional justice mengacu pada persepsi akan keadilan, komunikasi interpersonal, dan perlakuan yang diterima dari orang lain

dalam organisasi (Bias dan Moag dalam Puspasari, 2012). Team

member exchange dengan kualitas tinggi akan membuat karyawan merasa diperlakukan secara adil karena ia mendapat timbal balik

positif atas usahanya di dalam tim. Penelitian yang dilakukan oleh

Murphy et al. (dalam Puspasari, 2012) menunjukkan bahwa kualitas

team member exchange berhubungan dengan international justice.

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur TMX adalah TMX Quality Scale

yang dibuat oleh Seers dan diterjemahkan oleh Damayanie (Puspasari, 2012).

TMX Quality Scale milik Seers yang telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dipilih sebagai instrumen penelitian ini karena dimensi dan itemnya

sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh tokoh TMX sendiri yaitu Seers.

C. Hubungan antara Team Member Exchange dengan Dimensi

Organizational Citizenship Behavior

Relasi merupakan salah satu bentuk usaha untuk meningkatkan iklim

organisasi. Dengan adanya relasi yang positif, karyawan akan merasa bahwa

perusahaan tempat ia bekerja adalah tempat yang menyenangkan. Proses

semacam itu tentu akan memotivasi karyawan untuk menyelesaikan tugas

(47)

kerja dan perusahaannya secara keseluruhan akan menerima tugas dengan

penuh tanggung jawab dan bersedia mendedikasikan diri sepenuhnya kepada

perusahaan tersebut.

Relasi dapat dijalin melalui interaksi. Interaksi merupakan suatu

hubungan timbal balik antara satu orang dengan yang lainnya (Pollack, 2009).

Alge, Wiethoff dan Klein (dalam Pollack, 2009) dalam sebuah studi

laboratorium menguji tentang bagaimana pengalaman berinteraksi di dalam

tim mempengaruhi kualitas TMX. Mereka menemukan bahwa anggota tim

yang memiliki pengalaman berinteraksi sebelumnya dengan anggota lain

dalam tim mempunyai kualitas TMX yang lebih tinggi dibanding tim yang

anggotanya tidak memiliki interaksi sebelumnya. Penelitian tersebut

menunjukkan bahwa interaksi di dalam sebuah tim sangat penting untuk

peningkatan performansi karyawan sebagai seorang individu. Melalui

interaksi tersebut, karyawan akan merasa bahwa pekerjaannya adalah suatu

tanggung jawab bukan beban.

Serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Alge, Wiethoff dan

Klein (dalam Pollack, 2009) hasil penelitian yang dilakukan oleh Wech

(dalam Puspasari, 2012) menunjukkan bahwa tim dengan kualitas TMX yang

tinggi akan mempermudah anggotanya untuk menyelesaikan pekerjaan,

sehingga kepuasan kerja anggota dalam tim meningkat. Tingkat TMX yang

tinggi pada tim dicirikan oleh anggota yang bersedia untuk memberikan saran

dan feedback (umpan balik) mengenai cara kerja yang lebih baik, komunikasi

(48)

tinggi yang dimiliki karyawan dalam tim dapat terlihat melalui dukungan dan

arahan yang diberikan kepada anggota lain dalam tim. Melalui interaksi

tersebut, secara tidak langsung seorang karyawan sedang menjalin relasi

dengan rekan kerjanya. Pada tingkat individu TMX merupakan salah faktor

yang dapat mempengaruhi organizational citizenship behavior (Organ et al.,

2006). Seorang karyawan yang memiliki kualitas TMX tinggi akan dengan

mudah menyelesaikan pekerjaan karena mendapat berbagai masukan dari

rekan-rekannya. Hal tersebut tentu akan meningkatkan kepuasan kerja

karyawan tersebut dan memicunya untuk membuktikan eksistensinya dalam

perusahaan.

Perusahaan akan membagi karyawan ke dalam beberapa tim tertentu

sehingga mengharuskan mereka untuk bekerjasama satu sama lain. Individu

yang memiliki kualitas TMX yang tinggi akan berinteraksi dengan anggota

tim lain secara akrab, kooperatif, mengeluarkan usaha yang lebih kolaboratif,

dan mendapatkan penguatan sosial (social reward) (Pollack dalam Puspasari,

2012). Adanya pertukaran informasi dan ide antar karyawan membuat

masalah yang ada dapat terpecahkan dan keputusan yang dibuat mewakili

pendapat semua karyawan, sehingga masing-masing karyawan merasakan

adanya kesamaan persepsi dan tujuan dalam perusahaan.

Karyawan yang termotivasi oleh rekan kerjanya dalam satu tim akan

merasakan kenyamanan berada di dalam perusahaan dimana ia bekerja.

Karyawan tersebut akan berusaha memperluas kinerjanya ke lingkup yang

(49)

tanggung jawab melebihi apa yang disyaratkan oleh perusahaan. Perilaku

demikian disebut dengan organizational citizenship behavior (OCB).

Karyawan yang termotivasi tidak hanya akan menyelesaikan tugas yang

diberikan kepadanya, tetapi juga mengembangkan tugas tersebut agar menjadi

lebih maksimal. Perilaku itu juga dilakukan tanpa paksaan atau secara

sukarela tanpa sistem reward yang formal. OCB merupakan suatu perilaku

yang mencakup penyelesaian tugas melebihi syarat yang diberikan, inovasi,

dan spontan (Katz dalam Humphrey, 2012). Dengan demikian, relasi antar

karyawan dalam sebuah perusahaan (TMX) memiliki kemungkinan hubungan

dengan organizational citizenship behavior (OCB).

OCB terdiri dari 5 dimensi yakni altruism, courtesy, sportsmanship, civic virtue, dan conscientiousness. Berdasarkan pengertian yang dikemukakan Organ et al. (2006) dimensi altruism mengacu pada perilaku

membantu meringankan pekerjaan yang ditujukan kepada individu dalam

organisasi. Relasi positif yang terjalin antar rekan kerja akan membuat

persepsi menjadi lebih positif pula (TMX karyawan meningkat) sehingga

karyawan tidak segan untuk saling memberi pertolongan secara sukarela atau

dengan kata lain dimensi altruism-nya tinggi. Sebaliknya, apabila persepsi

yang dimiliki karyawan dengan rekan kerjanya kurang baik, maka mereka

enggan untuk saling membantu atau dengan kata lain dimensi altruism-nya

rendah.

Organ et al. (2006) juga menjabarkan bahwa dimensi courtesy dapat

(50)

dan relasi interpersonal. Karyawan yang merasa didukung oleh rekan

kerjanya akan memberikan timbal balik yang positif sehingga dapat saling

menghargai satu sama lain atau dengan kata lain memiliki courtesy yang

tinggi, sedangkan karyawan yang cenderung memicu masalah interpersonal

dengan rekan kerja memiliki courtesy yang rendah.

Dimensi sportsmanship dapat dijabarkan sebagai perilaku bertoleransi

terhadap situasi yang kurang ideal tanpa mengeluh (Organ et al. (2006).

Karyawan yang memiliki persepsi positif dengan rekan kerjanya atau dengan

kata lain memiliki TMX tinggi juga akan memberikan timbal yang positif

kepada perusahaan secara luas yakni dengan menciptakan lingkungan kerja

yang menyenangkan. Karyawan yang demikian dapat dikatakan memiliki

sportsmanship yang tinggi, sedangkan karyawan yang cenderung enggan bertoleransi pada situasi yang kurang ideal tersebut memiliki sportsmanship

yang rendah.

Persepsi positif yang dimiliki karyawan tentu akan mendorong mereka

untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh

perusahaan. Hal tersebut sesuai dengan penjabaran Organ et al. (2006)

tentang contoh perilaku apabila dimensi civic virtue-nya tinggi. Sebaliknya,

jika karyawan memiliki civic virtue yang rendah, mereka akan enggan terlibat

dalam berbagai kegiatan yang diselenggarakan oleh perusahaan.

Organ et al. (2006) menyebutkan dimensi conscientiousness sebagai

perilaku mematuhi peraturan dan melakukan peran melebihi standar yang

(51)

kerja dan perusahaan secara menyeluruh, karyawan tersebut akan secara sadar

mematuhi segala peraturan yang dibuat pihak perusahaan atau dengan kata

lain conscientiousness-nya tinggi, sedangkan karyawan yang cenderung tidak

patuh pada peraturan dalam perusahaan dapat dikatakan memiliki

conscientiousness yang rendah.

Hubungan antara team member exchange (TMX) dengan dimensi

(52)

D. Skema Penelitian Skema 1

Hubungan antara TMX dengan dimensi altruism

Karyawan memiliki persepsi positif dengan rekan kerjanya, memahami gagasan yang dilontarkan

dan berkomunikasi secara terbuka

Kualitas TMX meningkat

Bersedia membantu meringankan pekerjaan rekan

kerja

Enggan untuk membantu meringakan pekerjaan

rekan kerja

(53)

Skema 2

Hubungan antara TMX dengan dimensi courtesy

Karyawan memiliki persepsi positif dengan rekan kerjanya, memahami gagasan yang dilontarkan

dan berkomunikasi secara terbuka

Kualitas TMX meningkat

Menjaga hubungan baik dengan rekan kerja sehingga

terhindari dari masalah interpersonal

Tidak menjaga hubungan baik dan memicu masalah interpersonal dengan rekan

kerja

(54)

Skema 3

Hubungan antara TMX dengan dimensi sportsmanship

Karyawan memiliki persepsi positif dengan rekan kerjanya, memahami gagasan yang dilontarkan

dan berkomunikasi secara terbuka

Kualitas TMX meningkat

Toleransi pada situasi yang kurang ideal di tempat kerja

tanpa mengeluh

Enggan bertoleransi pada situasi yang kurang

ideal di tempat kerja

(55)

Skema 4

Hubungan antara TMX dengan dimensi civic virtue

Karyawan memiliki persepsi positif dengan rekan kerjanya, memahami gagasan yang dilontarkan

dan berkomunikasi secara terbuka

Kualitas TMX meningkat

Terlibat secara konstruktif dalam kegiatan yang diselenggarakan perusahan

Enggan terlibat dalam kegiatan yang diselenggarakan

oleh perusahaan

Gambar

Tabel 2 Distribusi Item Skala Uji Coba
Tabel 3 Setelah Uji Coba
Tabel 6 Deskripsi Data Subjek Berdasarkan Lama Kerja
Tabel 8
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sistem Pengendalian Intern (SPI) adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan

Probiotik yang efektif harus memenuhi kriteria yaitu memberikan efek yang menguntungkan bagi host yaitu mengandung sejumlah sel besar hidup yang mampu bertahan dan me-

Hasil penelitian menunjukkan beton mutu tinggi dengan menggunakan terak nikel sebagai agregat dan sebagai bahan pencampur semen mempunyai kekuatan tekan, tarik,

Menurut Slameto (2013: 60) faktor ekstern yang berpengaruh terhadap belajar, dapatlah dikelompokkan menjadi tiga faktor, yaitu Faktor keluarga, faktor sekolah dan

[r]

[r]

Pankreatitis akut sedang dikarakteristikkan dengan gagal organ transien (gagal organ yang terjadi < 48 jam) atau adanya komplikasi lokal atau sistemik.. Contoh dari

Judul Skripsi : "Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Al-Quran Hadits Peserta Didik Kelas II MI Hidavatul