• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODOLOGI PENELITIAN

C. Uji Organoleptik

Sifat organoleptik adalah sifat bahan yang dimulai dengan menggunakan indera manusia yaitu indera penglihatan, pembau dan perasa. Sifat organoleptik cake pisang yang diuji meliputi: warna, aroma, rasa dan tekstur. Penelitian cake pisang yang dihasilkan diujikan secara organoleptik meliputi:

1. Uji Kesukaan Warna

Warna merupakan parameter fisik pangan yang sangat penting. Kesukaan konsumen terhadap produk pangan juga ditentukan oleh warna. Warna merupakan indikator pertama yang dinilai apabila seseorang ingin memilih produk makanan. Penerimaan warna suatu bahan berbeda-beda tergantung dari faktor alam, geografis, dan aspek sosial masyarakat penerimaan (Winarno,1997). Berdasarkan analisis Friedman (Lampiran 9), menunjukkan bahwa perlakuan proporsi tepung terigu: pisang tanduk kukus dan penambahan telur tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kesukaan warna cake pisang. Nilai tingkat kesukaan warna cake pisang dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Nilai rata-rata uji organoleptik warna cake pisang dari perlakuan proporsi tepung terigu:pisang tanduk kukus dan penambahan telur

Perlakuan Proporsi Tepung Terigu:Pisang

Tanduk kukus (%) Telur (%)

Total Ranking 90 : 10 80 : 20 70 : 30 75 100 125 75 100 125 75 100 125 96 130,5 142 82,5 89,5 130 84 62 80

Keterangan : Nilai rerata semakin tinggi maka menunjukkan tingkat kesukaan semakin tinggi.

Berdasarkan Tabel 17 menunjukkan jumlah ranking kesukaan terhadap warna cake didapatkan nilai rata-rata adalah berkisar 62-142. Perlakuan proporsi tepung terigu : pisang tanduk (90:10) dan penambahan telur 125gr yaitu 142 menghasilkan warna cake dengan tingkat kesukaan tertinggi dan perlakuan proporsi tepung terigu : pisang tanduk (70:30) dan penambahan telur 100gr yaitu 62 menghasilkan warna cake dengan tingkat kesukaan terendah.

Cake yang dihasilkan berwarna sangat kuning cerah hingga kecoklatan. Warna cake tersebut berasal dari bahan baku yang digunakan yaitu tepung terigu dan pisang tanduk kukus. Makin tinggi penambahan pisang maka warna cake akan makin kecoklatan. Makin tinggi penambahan telur maka warna cake akan makin kekuningan. Warna cake yang disukai oleh panelis yaitu berwarna kuning pada bagian dalam dan berwarna kuning kecoklatan pada bagian luar, sedangkan warna yang tidak disukai oleh panelis yaitu warna cake pisang coklat tua pada bagian luarnya dan warna coklat pada bagian dalam cake. Peningkatan proporsi pisang tanduk kukus menyebabkan penurunan tingkat penerimaan panelis terhadap warna cake.

Pewarnaan pada cake ini terjadi karena reaksi Maillard terutama pada bagian kulit cake. Pemanasan menyebabkan sisi aktif beberapa asam amino dalam protein tepung dan terjadi reaksi dengan gula reduksi yang akan berakhir dengan terbentuknya melanoidin yang berwarna coklat (Mudjisihono, 1993).

Menurut Koswara (1995), menyatakan bahwa penambahan pisang dapat mempengaruhi beberapa sifat adonan dan kualitas produk yang dihasilkan diantaranya warna. Dengan proporsi pisang tanduk kukus yang rendah dan tepung terigu yang tinggi akan memberikan kombinasi wana cake yang menarik

yaitu kuning cerah, sedangkan cake yang proporsi pisang tanduk kukus yang lebih tinggi akan berwarna coklat dan menjadi kurang menarik sehingga kurang atau tidak disukai oleh konsumen. Menurut Winarni (1997), suatu bahan dinilai bergizi, enak dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau menyimpang dari warna yang seharusnya.

Hal ini diduga rendahnya proporsi pisang tanduk kukus yang berarti juga tinggi kadar protein dalam adonan cake sehingga akan menghasilkan warna cake yang disukai yaitu kuning kecoklatan akibat reaksi Maillard. Penambahan telur juga mempengaruhi warna cake yang dihasilkan dikarenakan kuning telur memneri sifat pemberi warna yaitu pigmen kuning santofil, lutein, betakaroten, dan kriptosantin (Muchtadi,1992).

2. Uji Kesukaan Aroma

Menurut Winarno (1992), aroma merupakan indikator kedua setelah warna dan banyak menentukan penerimaan bahan makanan oleh konsumen. Berdasarkan analisis Friedman (Lampiran 9), menunjukkan bahwa perlakuan proporsi tepung terigu:pisang tanduk kukus dan penambahan telur tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kesukaan aroma cake pisang. Nilai tingkat kesukaan uji organoleptik aroma cake pisang dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Nilai rata-rata uji organoleptik aroma cake pisang dari perlakuan proporsi tepung terigu:pisang tanduk kukus dan penambahan telur

Perlakuan Proporsi Tepung

Terigu:pisang tanduk kukus (%) Telur (%) Total Ranking 90 : 10 80 : 20 70 : 30 75 100 125 75 100 125 75 100 125 88 100 97,5 69,5 100 104 94,5 124,5 113

Keterangan : Nilai rerata semakin tinggi maka menunjukkan tingkat kesukaan semakin tinggi.

Berdasarkan Tabel 18 menunjukkan tingkat ranking kesukaan terhadap aroma cake didapatkan nilai rata-rata adalah berkisar 69,5 – 124,5. Perlakuan proporsi tepung terigu : pisang tanduk kukus (70:30) dan penambahan telur 100gr yaitu 124,5 menghasilkan aroma cake dengan tingkat kesukaan tertinggi dan perlakuan proporsi tepung terigu : pisang tanduk kukus (80:20) dan penambahan telur 75 gr yaitu 69,5 menghasilkan aroma cake dengan tingkat kesukaan terendah.

Secara umum terlihat bahwa penambahan pisang tanduk kukus meningkatkan penerimaan aroma cake yang dihasilkan karena pisang mempunyai aroma yang khas. Adapun penambahan telur tidak mempengaruhi aroma cake.

3. Uji Kesukaan Rasa

Rasa dapat dipakai sebagai indikator kesegaran dan penyimpangan bahan pangan. Rasa merupakan rangsangan yang diterima oleh panca indera lidah.

Rasa makanan dapat dikenali dan dibedakan oleh kecapan yang ada pada lidah (Winarno,1997). Berdasarkan analisis Friedman (Lampiran 9), menunjukkan bahwa perlakuan proporsi tepung terigu:pisang tanduk kukus dan penambahan telur berpengaruh nyata terhadap nilai kesukaan rasa cake pisang. Nilai tingkat kesukaan panelis terhadap rasa cake pisang dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19. Nilai rata-rata uji organoleptik rasa cake pisang dari perlakuan proporsi tepung terigu:pisang tanduk kukus dan penambahan telur

Perlakuan Proporsi Tepung Terigu:Pisang

tanduk kukus (%) Telur (%)

Total Ranking 90 : 10 80 : 20 70 : 30 75 100 125 75 100 125 75 100 125 140,5 158 118,5 151 107,5 73,5 58 47,5 44 Keterangan : Nilai rerata yang diikuti huruf berbeda berarti berbeda nyata.

Berdasarkan Tabel 19 menunjukkan tingkat ranking kesukaan terhadap cake pisang didapatkan nilai rata-rata adalah berkisar 44 - 151. Nilai tertinggi terdapat pada perlakuan proporsi tepung terigu : pisang tanduk kukus (70:30) dengan penambahan telur 125 gr sedangkan nilai terendah terdapat pada perlakuan proporsi tepung terigu:pisang tanduk kukus (80:20) dengan penambahan 75 gr telur dengan uji Friedman menunjukkan perbedaan yang nyata.

Dengan semakin tingginya penambahan pisang tanduk kukus, tingkat kesukaan terhadap rasa pada cake cenderung meningkat. Penyebab peningkatan kesukaan terhadap rasa ini karena kaitannya dengan pisang tanduk mempunyai rasa yang enak setelah diolah. Penambahan telur juga berpengaruh terhadap rasa

cake. Semakin tinggi penambahan telur maka rasa cake akan menjadi semakin lembut sehingga lebih banyak panelis yang suka. Pisang tanduk merupakan pisang jenis Plantain yang artinya pisang ini akan menjadi lebih enak setelah mengalami pengolah (Anonymous,2007)

Menurut Winarno (1984), penyebab terjadinya peningkatan kegurihan dari suatu produk pangan ditentukan oleh besarnya protein dalam produk tersebut. Pernyataan tersebut didukung oleh Sudarmadji, dkk (1997) bahwa kandungan protein dari suatu bahan makanan berkolerasi cukup tinggi terhadap penilaian konsumen terutama dalam hal rasa. Menurut Winarno (1984), penyebab terjadinya peningkatan kegurihan dari suatu produk ditentukan oleh besarnya protein dan lemak yang dikandungnya. Telur memiliki kandungan lemak dan protein yang cukup besar, sehingga dua komponen inilah yang menambah kontribusi rasa dalam cake.

4. Uji Kesukaan Tekstur

Berdasarkan analisis Friedman (Lampiran 9), menunjukkan bahwa perlakuan proporsi tepung terigu:pisang tanduk kukus dan penambahan telur berpengaruh nyata (p≤0,05) terhadap nilai kesukaan tekstur cake pisang. Nilai tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur cake pisang dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20. Nilai rata-rata uji organoleptik tekstur cake pisang dari perlakuan proporsi tepung terigu:pisang tanduk kukus dan penambahan telur

Perlakuan Proporsi Tepung Terigu:Pisang tanduk kukus(%) Telur (%) Total Ranking 90 : 10 80 : 20 70 : 30 75 100 125 75 100 125 75 100 125 148 153,5 118 140 116 81 53,5 57,5 46,5

Keterangan : Semakin tinggi nilai rerata menunjukkan cake semakin empuk

Berdasarkan Tabel 20 menunjukkan tingkat ranking kesukaan terhadap tekstur cake pisang didapatkan nilai rata-rata adalah berkisar 46,5 – 153,5. Perlakuan proporsi tepung terigu : pisang tanduk kukus (90:10) dan penambahan telur 100 gr menghasilkan tekstur cake pisang dengan tingkat kesukaan tertinggi dan perlakuan proporsi tepung terigu : pisang tanduk kukus (70:30) dan penambahan telur 125 gr menghasilkan tekstur cake dengan tingkat kesukaan terendah.

Hal ini disebabkan semakin banyak substitusi pisang tanduk kukus dalam adonan maka tekstur cake menjadi baik (empuk) dan panelis memberikan penilaian yang tinggi. Semakin sedikit pisang tanduk kukus yang ditambahan dalam adonan maka panelis akan kurang menyukainya karena tekstur dari pisang tidak begitu nampak. Jika terlalu banyak juga panelis tidak begitu menyukainya karena tekstur cake akan menjadi lebih keras. Makin banyak penambahan telur pada adonan maka tekstur adonan akan lebih mengembang dan lembut, serta pori-pori cake juga rapat.

Peningkatan substitusi pisang tanduk dapat mengurangi jumlah protein gluten yang terdapat dalam adonan yang dihasilkan oleh tepung terigu. Hal ini menyebabkan penurunan kandungan gluten dalam adonan cake yang menyebabkan adonan lebih bersifat hidrofilik, sehingga terjadi interaksi lebih kuat diantara granula pati. (He dan Hoseney dalam Marleen 2002).

D. Analisis Keputusan

Mutu suatu bahan pangan dapat diketahui berdasarkan tiga sifat yaitu kimia, fisik dan organoleptik. Diterima tidaknya bahan atau produk pangan oleh konsumen lebih banyak ditentukan oleh faktor sifat organoleptik, karena berhubungan langsung dengan selera konsumen (Mangkusubroto, 1987).

Analisis keputusan terbaik pada pembuatan cake pisang dengan proporsi pisang tanduk kukus dan penambahan telur dilakukan berdasarkan hasil uji organoleptik warna, aroma, rasa dan tekstur yang menghasilkan nilai kesukaan rata-rata yang cukup tinggi.

Berdasarkan hasil pengujian organoleptik diperoleh hasil perlakuan terbaik menurut kesukaan konsumen pada perlakuan proporsi tepung terigu:pisang tanduk kukus = 80:20 dengan penambahan telur 125gr dengan nilai kesukaan total ranking warna 130, rasa 104, Aroma 73,5, Tekstur 81. Kadar air 21,48%; kadar protein 6,90%; kadar lemak 27,52%; kadar pati 31,69%; volume pengembangan 260,77 %; tekstur 334mm/gr dt. Pada perlakuan tersebut, semua parameter menunjukkan nilai yang tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah dan juga mempunyai tingkat kesukaan konsumen yang tinggi

Tabel 21. Analisa keputusan pada cake pisang dengan penambahan telur.

Proporsi Kadar Kadar Kadar Kadar Volume Tekstur Organoleptik

Tepung terigu :

pisang tanduk Air Protein Lemak Pati Pengembangan Warna Rasa Aroma

Tekstur 90 : 10 16.4057 6.7675 23.7614 40,2333 170.23 38,5 96 88 140,5 148 90 : 10 16.647 7.3228 26.4787 38,3232 146,77 41,4 130,5 100 158 153,5 90 : 10 17.333 7.829 27.603 35,3154 151,7 41,7 142 97,5 118,5 118 80 : 20 18.285 6.5459 23.2557 37,8517 91,736 26,8 82,5 69,5 151 140 80 : 20 19.8 6.5566 24.9654 35,4701 92,135 30,8 89,5 100 107,5 116 80 : 20 21.4837 6.90257 27.5184 31,6964 93,576 35,5 130 104 73,5 81 70 : 30 22.187 5.6162 22.8644 34,2107 88,792 26,6 84 94,5 58 53,5 70 : 30 23.437 6.7378 22.8672 32,2987 88,921 27,0 62 125,5 47,5 57,5 70 : 30 26.5817 6.83427 25.54937 29,8136 89,694 32,2 80 113 44 46,5

Alternatif ini selanjutnya akan dilanjutkan dengan analisis finansial.

E. Analisis Finansial

Analisa financial ditujukan untuk mengetahui tingkat kelayakan (secara ekonomis) dari produksi cake. Pada penelitian ini dilakukan analisa financial untuk perlakuan yang telah memenuhi criteria yang diharapkan yaitu pada perlakuan proporsi tepung: pisang tanduk kukus = 80:10 dan penambahan telur 125gr.

Parameter yang digunakan untuk mengukur tingkat kelayakan produksi cake meliputi BEP, NPV, Gross B/C, IRR, dan PP. hasil perhitungan Analisa Finansial disajikan pada lampiran 14.

1. Kapasitas Produksi

Kapasitas produksi yang direncanakan pada perusahaan cake adalah 15.600 kg/tahun. Produksi 1 tahun dilakukan selama 312 hari kerja. Data kapasitas produksi selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 14.

2. Biaya Produksi

Biaya produksi merupakan biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan suatu usaha, terdiri dari biaya tidak tetap dan biaya tetap. Biaya tetap adalah biaya yang bersifat independent atau tidak berubah terhadap pemakainan alat. Biaya tetap pada perusahaan cake meliputi biaya tenaga kerja, biaya penyusunan alat, sewa bangunan dan sewa mobil.

Biaya tidak tetap adalah biaya yang besarnya dapat berubah-ubah sejalan dengan besarnya produksi yang dilakukan. Biaya ini terdiri dari biaya pembelian bahan baku dan pembantu, pembelian bahan pengemas, utilitas, biaya bahan bakar untuk mobil, biaya perawatan alat, mobil dan bangunan.

Secara singkat total biaya per tahun dari industri cake adalah sebagai berikut :

Total Biaya Produksi = Biaya Tetap + Biaya Tidak Tetap

= Rp 42.404.870 + Rp 264.584.760

=Rp 306.989.630 ,-

3. Harga Pokok Produksi

Berdasarkan kapasitas produksi tiap tahun dan biaya produksi tiap tahun, maka dapat diketahui harga pokok tiap bungkus.

Total biaya produksi Kapasitas produksi per tahun Harga Pokok =

= Rp 306.989.630 156000

2.000,-4. Harga Jual Produksi

Harga jual diperoleh berdasarkan dari harga pokok, harga produk lain dipasarkan dan juga keuntungan yang ingin dicapai ditambah pajak. Keuntungan yang ingin dicapai 30% dari harga pokok. Pajak 10% dari harga pokok.

Harga Jual = harga pokok + keuntungan 30% + pajak 10% = Rp. 2.000 + Rp. 600 + Rp. 200

= Rp. 2.800,00 ,- /bungkus = Rp. 2.800,-5. Break Event Point (BEP)

Analisis Break Event adalah suatu teknik untuk mempelajari hubungan antara biaya tetap, biaya variabel, keuntungan dan volume kegiatan. Volume penjualan dimana penghasilannya tetap sama dengan biaya totalnya, sehingga perusahaan tidak mendapatkan keuntungan dan menderita kerugian dinamakan “Break Event Point”. Biaya yang termasuk biaya variabel pada umumnya adalah bahan mentah, upah buruh langsung, dan komisi penjualan. Sedangkan yang termasuk golongan biaya tetap pada umumnya depresiasi aktiva tetap, sewa bangunan, bunga pinjaman, gaji pegawai, gaji pimpinan, gaji staff research, biaya kantor (Pujawa, 2002)

Berdasarkan Lampiran 18 diperoleh BEP sebagai berikut: - BEP (biaya titik impas) = Rp 107,554,053.56,-

- % BEP (% titik impas) = 24,62%

- Kapasitas titik impas = 3.840.72unit/tahun

Kapasitas tiitik impas adalah jumlah produksi yang harus dilakukan untuk mencapai titik impas tersebut. Jadi produksi cake pisang mencapai keadaan impas jika produksinya sebesar 3,84 unit/tahun, dengan kapasitas normal

sebanyak 15.600 Kg/tahun, hal ini berarti cake pisang memperoleh keuntungan karena produksinya diatas kapasitas titik impas juga dapat dinyatakan kapasitas produksi mencapai 24,62 % dari total produksi yang direncanakan. Grafik BEP dapat dilihat pada Lampiran 18.

6. Net Present Value (NPV)

Net Present Value merupakan selisih antara nilai investasi saat sekarang dengan nilai penerimaan kas bersih dimasa yang akan datang. Suatu proyek dapat dipilih jika NPV-nya lebih besar dari nol.

Berdasarkan Lampiran. 20. diperoleh nilai NPV sebesar Rp

112.693.097,-dengan demikian proyek ini dapat diterima atau dapat dilaksanakan karena nilai NPV-nya positif atau lebih besar dari nol.

7. Payback Period (PP)

Payback Period menggambarkan panjangnya waktu yang diperlukan agar dana yang tertanam dalam suatu investasi dapat diperoleh kembali seluruhnya (Pujawa, 2002). Payback Period dari suatu investasi yang diusulkan lebih pendek dari pada Periode Payback maksimum, maka usul investasi tersebut diterima.

Berdasarkan Lampiran 18, diperoleh nilai Payback Periode (PP) selama.

4,5 tahun. Umur ekonomis proyek yang akan direncanakan selama 5 tahun. Berarti investasi pada proyek ini dapat diterima karena nilai PP lebih kecil dari pada umur ekonomis proyek yang direncanakan.

8. Gross Benefit Cost Ratio

Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C) merupakan perbandingan antara penerimaan kotor dengan harga kotor yang telah dirupiahkan sekarang. Proyek akan dipilih apabila Gross B/C > 1, bila proyek mempunyai Gross B/C ≤ 1 maka tidak akan dipilih.

Berdasarkan Lampiran 20 diperoleh nilai Gross B/C sebesar 1.0049 berarti proyek ini dapat diterima atau layak untuk dijalankan.

9. Rate of Return (ROR)

Rate of Return metode Internal Rate of Return merupakan tingkat suku bunga yang menunjukkan persamaan antara nilai penerimaan bersih sekarang dengan jumlah investasi awal dari suatu proyek yang sekarang dengan jumlah investasi awal dari suatu proyek yang dikerjakan. Menurut (Pujawa, 2002), bahwa pada tingkat suku bunga inilah nilai NPV sama dengan nol. Proyek dapat diterima apabila dinilai IRR lebih besar dari suku bunga sekarang.

Berdasarkan Lampiran 19 diperoleh IRR sebesar 22,47 %Berarti proyek ini dapat diterima karena nilai IRR lebih besar dari pada suku bunga yang dikehendaki yaitu 20% per tahun.

BAB V

Dokumen terkait