• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Organoleptik

E. PENGOLAHAN KOPI BUBUK

6. Uji Organoleptik

Uji organoleptik dilakukan terhadap warna, aroma, rasa, dan penerimaan umum seduhan kopi yang dihasilkan. Menurut Meilgaard (1999), evaluasi sensori dilakukan terhadap beberapa atribut pada produk pangan, yaitu penampakan, aroma, konsistensi, dan tekstur serta rasa. Selanjutnya, evaluasi sensori dapat digunakan untuk berbagai tujuan, seperti pemeliharaan mutu produk, optimasi, dan peningkatan mutu produk, pengembangan produk baru, dan pendugaan pasar yang potensial, bergantung dari jenis pengujian yang digunakan.

a. Warna

Berdasarkan analisis ragam uji hedonik untuk warna menunjukkan bahwa

terdapat perbedaan yang nyata antar sampel pada taraf signifikasi α=0.05

sehingga selanjutnya dilakukan uji Duncan. Terdapat tujuh sampel yang memiliki rataan tertinggi tetapi saling tidak berbeda nyata antara satu sampel dengan sampel lainnya, antara lain sampel dengan perlakuan 100% robusta dengan media penyangraian kuali, 10% arabika : 90% robusta dengan media penyangraian wajan tanah liat dan sta inless steel, 20% arabika : 80% robusta dengan media penyangraian wajan tanah liat dan stainless steel, dan 30% arabika : 70% robusta

31 dengan media penyangraian wajan tanah liat dan stainless steel. Hal ini dapat disebabkan karena seduhan kopi yang dihasilkan memiliki warna yang hampir sama, yaitu coklat hingga hitam. Rekapitulasi analisis ragam dan uji Duncan dapat dilihat pada Lampiran 4.

Adanya perbedaan warna seduhan kopi ini adalah karena pengaruh pengolahan terhadap sifat fisik dan kimia pigmen alami tanaman yang mudah mengalami perubahan kimia sangat peka terhadap panas. Selain itu, menurut Sari (2001), faktor lain yang mempengaruhi warna seduhan kopi yang dihasilkan, yaitu karena adanya proses karamelisasi gula yang menyebabkan timbulnya warna coklat tua.

b. Aroma

Berdasarkan analisis ragam uji hedonik untuk aroma menunjukkan bahwa

terdapat perbedaan yang nyata antar sampel pada taraf signifikasi α=0.05

sehingga selanjutnya dilakukan uji Duncan. Perlakuan 10% arabika : 90% robusta dengan media penyangraian wajan tanah liat memiliki rata-rata nilai tertinggi dan berbeda nyata terhadap seluruh perlakuan. Rekapitulasi analisis ragam dan uji Duncan dapat dilihat pada Lampiran 4.

Sivetz (1972) menyatakan bahwa terbentuknya aroma yang khas pada kopi disebabkan oleh kafeol dan senyawa-senyawa komponen pembentuk aroma kopi lainnya. Jika selain proses penyangraian, sebagian kecil kandungan kafein menguap dn pembentukan berbagai komponen lain seperti aseton, furfural, trimetilamina, asam formiat, dan asam asetat. Pembentukan aroma juga tergantung dari terbentuknya senyawa yang mudah menguap dan tidak menguap. Asam-asam mudah menguap terbentuk karena terjadinya degradasi senyawa karbohidrat, protein, dan lemak pada tahap akhir proses pyrolisis.

Senyawa mudah menguap diukur dari analisa VRS (Volatile Reducing Substances). Berdasarkan analisis VRS yang dilakukan, kopi bubuk dengan perlakuan 10% arabika : 90% robusta dengan media penyangraian wajan tanah liat memiliki nilai yang cukup tinggi dibandingkan dengan sampel lainnya. c. Rasa

Hasil pengamatan berdasarkan analisis ragam uji hedonik untuk rasa menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antar sampel pada taraf

32

signifikasi α=0.05 sehingga selanjutnya dilakukan uji Duncan. Perlakuan 10% arabika : 90% robusta dengan media penyangraian wajan tanah liat memiliki rata-rata nilai tertinggi dan berbeda nyata terhadap seluruh perlakuan. Rekapitulasi analisis ragam dan uji Duncan dapat dilihat pada Lampiran 4.

Sari (2001) menyatakan bahwa rasa pada kopi dipengaruhi oleh hasil degradasi beberapa senyawa seperti karbohidrat, alkaloid, asam klorogenat, senyawa volatile, dan trigonellin. Pada penyangraian terjadi banyak kehilangan (loss) akibat terdegradasi. Karbohidrat terdegradasi membentuk sukrosa dan gula-gula sederhana yang menghasilkan rasa manis. Alkaloid yaitu kafein mengalami sublimasi membentuk kafeol. Kafein memiliki rasa pahit yang kuat selain asam klorogenat dan trigonellin. Kafein memberikan kontribusi sebanyak 10% dalam pembentukan rasa pahit. Asam klorogenat terdekomposisi sebanyak 50% selama penyangraian dan akan hilang pada derajat penyangraian „heavy roast‟. Sedangkan trigonellin hanya 15% terdekomposisi untuk setiap derajat

penyangraian. Pembentukan senyawa volatile terjadi pada menit-menit terakhir penyangraian. Peristiwa dekomposisi ini terjadi pada tahap pyrolisis. Pyrolisis terjadi pada saat suhu mencapi 200oC.

Menurut Jacob dalam Kustiyah (1985), rasa pahit pada ekstrak kopi disebabkan oleh kandungan mineral-mineral bersama dengan pemecahan serat kasar, asam khlorogenat, kafein, tannin, dan beberapa senyawa organik dan anorganik lainnya. Jadi rasa pada kopi dipengaruhi oleh derajat penyangraian dan jenis kopi serta cara pengolahannya.

d. Penerimaan Umum

Bila dilihat dari penerimaan umum panelis, hasil pengamatan berdasarkan analisis ragam terhadap penerimaan umum panelis menunjukkan bahwa terdapat

perbedaan nyata antar sampel pada taraf signifikasi α=0.05 sehingga selanjutnya

dilakukan uji Duncan. Perlakuan 10% arabika : 90% robusta dengan media penyangraian wajan tanah liat memiliki rata-rata nilai tertinggi dan berbeda nyata terhadap seluruh perlakuan. Rekapitulasi analisis ragam dan uji Duncan dapat dilihat pada Lampiran 4.

33

F. PERUBAHAN MUTU SELAMA PENYIMPANAN

Berdasarkan hasil uji organoleptik serta didukung oleh hasil uji kadar air, rendemen dan VRS maka dipilih kopi bubuk terbaik, yaitu perlakuan 10% arabika : 90% robusta dengan media penyangraian wajan tanah liat. Selanjutnya dilakukan penyimpanan kopi bubuk pilihan tersebut dengan menggunakan kemasan PP (polipropilen) dan kertas kraft pada suhu 30oC, 35oC, dan 45oC (Gambar 9). Penyimpanan dilakukan selama satu setengah bulan dengan 10 titik pengamatan. Pengamatan yang dilakukan yaitu terhadap perubahan nilai kadar air, VRS (Volatile Reducing Substances), dan derajat keasamaan (pH). Data hasil analisis selama penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 5. Akan tetapi, sebelum disimpan perlu dilakukan analisis proksimat terhadap produk untuk mengetahui karakteristik produk tersebut sebelum disimpan untuk selanjutnya dibandingkan dengan SNI. Hasil pengamatan analisis proksimat awal produk dan pembandingannya dengan SNI disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13. Hasil Pengujian Analisis Proksimat Awal Produk Kopi Bubuk Pilihan dan Pembandingannya dengan SNI Kopi Bubuk 01-3542-1994.

Kriteria Uji Satuan SNI 01-3542-1994 Hasil Pengujian

Kadar Air % Maks. 7 3.54

Kadar Lemak % - 4.77

Kadar Serat % - 58.63

Kadar Protein % - 12.92

Kadar Abu % Maks. 5 5.76

Karbohidrat (by difference) % - 14.38 Kadar Kafein secara

kualitatif dalam 20 g % - 2.95

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa analisis proksimat hasil pengujian, yang terdiri dari kadar air, kadar lemak, kadar serat, kadar protein, serta kadar abu masih termasuk ke dalam standar SNI kopi bubuk.

Kadar air suatu produk perlu diketahui karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur serta citarasa bahan tersebut. Selain itu, kandungan air dalam bahan pangan ikut menentukan acceptability, kesegaran, dan daya tahan. Degradasi senyawa karbohidrat, protein, dan lemak pada tahap akhir proses pyrolisis membentuk asam-asam mudah menguap yang akan mempengaruhi pembentukan aroma dari kopi bubuk yang dihasilkan. Rasa pahit pada kopi disebabkan oleh

34 kandungan mineral-mineral bersama dengan pemecahan serat kasar, asam khlorogenat, kafein, tannin, dan beberapa senyawa organik dan anorganik lainnya.

Gambar 9. Penyimpanan kopi bubuk pilihan.

1. Kadar Air

Kadar air adalah presentase kandungan air dari suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat kering (dry basis) (Syarief dan Halid, 1993). Faktor yang sangat berpengaruh terhadap penurunan mutu produk pangan adalah perubahan kadar air dalam produk. Aktivitas air (aw) berkaitan erat dengan kadar air, yang umumnya digambarkan sebagai kurva isotermis, serta pertumbuhan bakteri, jamur dan mikroba lainnya. Semakin tinggi aw pada umumnya makin banyak bakteri yang dapat tumbuh, sementara jamur tidak menyukai aw yang tinggi.

Mikroorganisme menghendaki aw minimum agar dapat tumbuh dengan baik, yaitu untuk bakteri 0,90, khamir 0,80-0,90, dan kapang 0,60-0,70 (Winarno 1992). Kadar air kopi bubuk mengalami peningkatan pada setiap perlakuan kemasan dan suhu selama penyimpanan. Peningkatan kadar air selama penyimpanan masing-masing dapat dilihat pada Gambar 10.

35 (a)

(b)

Gambar 10. Grafik perubahan kadar air selama penyimpanan dengan (a) kemasan kertas kraft dan (b) plastik PP.

Berdasarkan hasil regresi linier, diketahui bahwa nilai kadar air mengalami peningkatan. Dari kemiringan (slope) masing-masing persamaan regresi linier tersebut juga dapat diketahui bahwa semakin tinggi suhu penyimpanan, maka semakin tinggi pula peningkatan nilai kadar air. Peningkatan kadar air kopi bubuk tersebut terjadi karena adanya penyerapan uap air dari udara sehingga kadar air kopi bubuk menjadi lebih tinggi. Penyerapan uap air ini dapat terjadi karena sifat produk kopi bubuk yang higroskopis sehingga cenderung mengadsorpsi uap air dari udara. Selain itu dapat dilihat pula bahwa pada penyimpanan kopi bubuk dengan menggunakan kemasan kertas kraft mengalami peningkatan kadar air yang lebih

36 tinggi dibandingkan dengan menggunakan plastik PP. Hal ini dapat disebabkan karena cara penutupan kemasan yang dilakukan secara manual sehingga kurang rapat dimana memungkinkan udara dan uap air bisa masuk. Selain itu, densitas kertas kraft lebih kecil dibandingkan dengan plastik PP sehingga memungkinkan terjadinya transfer uap air dari lingkungan ke dalam kemasan.

2. Volatile Reducing Substance (VRS)

Uji VRS dilakukan untuk menentukan bahan mudah menguap yang dapat direduksi pada produk yang dapat mempengaruhi aroma produk kopi bubuk selama penyimpanan. Nilai VRS kopi bubuk mengalami penurunan pada setiap perlakuan kemasan dan suhu selama penyimpanan. Penurunan kadar VRS selama penyimpanan masing-masing dapat dilihat pada Gambar 11.

(a)

(b)

Gambar 11. Grafik perubahan kadar VRS selama penyimpanan dengan (a) kemasan kertas kraft dan (b) plastik PP.

37 Berdasarkan hasil regresi linier, diketahui kadar VRS selama penyimpanan yang menunjukkan bahwa produk kopi bubuk yang disimpan pada suhu 45oC, 35oC, dan 30oC mengalami kecenderungan penurunan kadar VRS baik pada kopi bubuk yang dikemas dengan menggunakan kertas kraft maupun plastik PP yang dapat diketahui dari kemiringan (slope) masing-masing persamaan regresi linieryang bernilai negatif. Semakin tinggi suhu penyimpanan yang digunakan, maka penurunan kadar VRS juga akan semakin tinggi. Penurunan kadar VRS kopi bubuk tersebut terjadi karena adanya penguapan senyawa volatil dari produk kopi bubuk tersebut sehingga menyebabkan penurunan aroma pada produk.

Oleh karena itu, semakin lama dilakukan penyimpanan maka semakin banyak senyawa volatil yang menguap sehingga akan mempengaruhi aroma kopi bubuk. Kadar VRS pada produk disimpan dengan menggunakan kemasan kertas kraft mengalami penurunan yang lebih besar dibandingkan dengan kemasan PP. Hal ini dapat disebabkan karena cara penutupan kemasan yang dilakukan secara manual sehingga kurang rapat dimana memungkinkan senyawa volatil lebih banyak yang menguap ke lingkungan serta perbedaan densitas antara keduanya.

3. Derajat Keasaman (pH)

Pengukuran derajat keasaman (pH) dilakukan untuk mengetahui kecenderungan perubahan nilai pH selama penyimpanan kopi bubuk. Perubahan nilai pH kopi bubuk selama penyimpanan masing-masing dapat dilihat pada Gambar 12.

38 (b)

Gambar 12. Grafik perubahan nilai pH selama penyimpanan dengan (a) kemasan kertas kraft dan (b) plastik PP.

Berdasarkan hasil regresi linier, diketahui perubahan derajat keasaman (pH) pada penyimpanan kopi bubuk dengan suhu 45oC, 35oC, dan 30oC baik menggunakan kemasan kertas kraft maupun PP mengalami peningkatan nilai pH. Hal ini disebabkan karena adanya aktifitas mikroba yang mengurai asam amino yang menghasilkan senyawa-senyawa yang lebih sederhana, seperti NH3 yang bersifat basa sehingga, nilai pH meningkat.

Menurut Winarno (1980), beberapa mikroorganisme seperti kapang dan khamir dapat memecah asam sehingga akan meningkatkan pH. Kapang akan mengisolasi asam dan menghasilkan produk akhir yang bersifat basa karena reaksi proteolisis. Selain itu, kenaikan pH terjadi karena terbentuknya senyawa-senyawa hasil peruraian protein oleh mikroorganisme yang bersifat basa seperti amoniak. Ihwani (2008) juga menyatakan bahwa, peningkatan atau penurunan nilai pH sangat dipengaruhi oleh hasil-hasil degradasi yang terbentuk dan keseimbangan ionik dari larutan protein.

Selain itu, dari kemiringan (slope) masing-masing persamaan regresi linier juga dapat diketahui bahwa produk kopi bubuk yang disimpan pada suhu 35oC baik dengan menggunakan kemasan kertas kraft maupun PP mengalami peningkatan nilai pH yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan suhu lainnya. Hal ini dapat disebabkan karena pada suhu tersebut merupakan suhu optimum bagi

39 mikroorganisme penyebab kenaikan pH seperti kapang dapat tumbuh. Mikroorganisme ini bersifat psikrotrofik sehingga dapat bertahan hidup pada suhu rendah dan didukung oleh Ismayadi (1986) yang menyatakan bahwa pertumbuhan kapang lebih cepat bla suhu udara lebih tinggi sampai 35oC.

Dokumen terkait