• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSES PENGOLAHAN KOPI BUBUK CAMPURAN AR (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PROSES PENGOLAHAN KOPI BUBUK CAMPURAN AR (1)"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

PROSES PENGOLAHAN KOPI BUBUK

(CAMPURAN ARABIKA DAN ROBUSTA) SERTA PERUBAHAN MUTUNYA SELAMA PENYIMPANAN

Oleh:

IRMA NOPITASARI F34060607

2010

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Irma Nopitasari. F34060607. Proses Pengolahan Kopi Bubuk (Campuran Arabika dan Robusta) serta Perubahan Mutunya Selama Penyimpanan. Di bawah bimbingan M. Zein Nasution dan Indah Yuliasih. 2010.

RINGKASAN

Kopi merupakan bahan minuman yang tidak saja terkenal di Indonesia tapi juga terkenal di seluruh dunia. Hal ini disebabkan karena kopi, baik dalam bentuk bubuk maupun seduhannya memiliki aroma yang khas yang tidak dimiliki oleh bahan minuman lainnya. Di Indonesia, sebagian kopi bubuk yang dihasilkan adalah berasal dari biji kopi jenis robusta karena biji kopi jenis ini mendominasi perkebunan kopi di Indonesia hingga saat ini karena mempunyai sifat yang lebih unggul dan sangat cepat berkembang.

Akan tetapi, kualitas buah dari kopi robusta lebih rendah daripada kopi arabika dengan rendemen kira-kira 22% serta memiliki kandungan kafein yang lebih tinggi dibandingkan dengan kopi arabika dengan rendemen kira-kira 18%. Kandungan kafein kopi robusta yang tinggi yang menyebabkan seduhan kopinya terasa lebih pahit, karena semakin kecil kandungan kafein dalam biji kopi maka akan semakin enak rasa kopi yang dihasilkan. Namun, kopi arabika memiliki rata-rata produksi sedang dengan harga yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kopi robusta. Selain itu, perubahan sifat fisik dan kimia pada biji kopi juga terjadi pada saat penyangraian. Penggunaan media penyangraian yang berbeda seperti wajan stainless steel dan wajan tanah liat juga dapat mempengaruhi cita rasa dari kopi bubuk yang dihasilkan karena suhu pada saat penyangraian akan mempengaruhi keasaman dari seduhan kopi.

Tujuan Penelitian ini adalah mendapatkan perbandingan blending kopi arabika dan robusta serta media penyangraian yang terbaik agar memperoleh aroma dan rasa yang maksimal yang disukai konsumen, mengetahui karakteristik kopi bubuk yang dihasilkan, serta mengetahui pengaruh kemasan yang digunakan, yaitu kertas kraft dan plastik Polypropilen (PP) selama penyimpanan kopi bubuk terbaik yang dihasilkan sebelumnya pada suhu 30oC, 35oC, dan 45oC terhadap perubahan mutunya serta melakukan pendugaan umur simpan dengan metode Arrhenius.

(3)

dengan menggunakan kemasan kertas kraft dan plastik Polypropilen (PP) pada suhu 30oC, 35oC, dan 45oC. Parameter yang diamati yaitu terhadap perubahan nilai kadar air, VRS (Volatile Reducing Substances), dan derajat keasamaan (pH). Selama penyimpanan kopi bubuk pilihan terjadi penurunan mutu yang ditandai dengan kenaikan kadar air, penurunan kadar VRS, serta peningkatan nilai pH. Berdasarkan hal tersebut, kemasan yang memberikan pengaruh penurunan mutu kopi bubuk terendah adalah kemasan plastik PP dengan suhu 30oC. Masa simpan produk kopi bubuk yang diamati adalah kopi bubuk yang disimpan dengan kemasan plastik PP, yaitu 13 bulan 27 hari untuk suhu 30oC, 10 bulan 27 hari untuk suhu 35oC, dan 8 bulan 15 hari untuk suhu 45oC. Sedangkan kopi bubuk yang disimpan dengan kemasan kertas kraft, yaitu 3 bulan 27 hari untuk suhu 30oC, 2 bulan 6 hari untuk suhu 35oC, dan 1 bulan 9 hari untuk suhu 45oC.

(4)

Irma Nopitasari. F34060607. Processing Ground Coffee (Blending of Arabica and Robusta) and The Quality Changes During Storage. Supervised by M. Zein Nasution dan Indah Yuliasih. 2010.

SUMMARY

Coffee is beverage ingredient that not only popular in Indonesia but also around the world. Because either ground coffee or liquid coffee has a unique flavor which is not contained in other beverage ingredients. Some of ground coffee is derived from seed of Robusta coffee which is dominated plant in Indonesia. Seed of Robusta coffee has superior characteristic and very fast growing.

However, seed quality of Robusta Coffee is poor compare with Arabica coffee that contain about 22% of yield and higher caffeine content with approximately 18% of yield. Caffeine content of Robusta Coffee causes taste of Robusta coffee is bitter, otherwise less content of caffeine will make the taste of coffee more delicious. However, the Arabica coffee has higher price due to the production capacity. In addition, changes of physical and chemical content of coffee seed also occur during roasting process. The use of different media such as stainless steel pan and clay pan also influence the taste of ground coffee because temperature during roasting period will affect acidity of steeping coffee.

The purpose of this research were finding the best blending ratio between Arabica and Robusta coffee and also finding the media to obtain the maximum taste and flavor which is preferred by consumers, analyzing the characteristic and the quality change during storage temperature in level of 30°C, 35°C, and 45°C in different media packaging that are kraft paper and polypropilen (PP). This research also estimated shelf life of ground coffee through Arrhenius method.

(5)

45°C at temperature. Meanwhile, the shelf life of ground coffee using kraft paper were 3 months 27 days at 30°C of temperature, 2 months 6 days at 35°c of temperature, and 1 month 9 days at 45°C of temperature.

(6)

PROSES PENGOLAHAN KOPI BUBUK

(CAMPURAN ARABIKA DAN ROBUSTA) SERTA PERUBAHAN MUTUNYA SELAMA PENYIMPANAN

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

IRMA NOPITASARI F34060607

2010

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Judul Skripsi : PROSES PENGOLAHAN KOPI BUBUK (CAMPURAN ARABIKA DAN ROBUSTA) SERTA

PERUBAHAN MUTUNYA SELAMA

PENYIMPANAN Nama : Irma Nopitasari NIM : F34060607

Menyetujui,

Pembimbing I, Pembimbing II,

Ir. M. Zein Nasution, M. App.Sc Dr. Indah Yuliasih, S.TP, M.Si NIP : 19451225 197204 1 001 NIP : 19700718 199512 2 001

Mengetahui : Ketua Departemen,

Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti NIP : 19621009 198903 2 001

(8)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa Skripsi dengan judul :

“Proses Pembuatan Kopi Bubuk (Campuran Arabika dan Robusta) serta Perubahan Mutunya Selama Penyimpanan“

adalah karya asli saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.

Bogor, Agustus 2010 Yang Membuat Pernyataan

(9)

RIWAYAT PENULIS

Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 11 Februari 1988. Penulis merupakan anak kedua dari pasangan Muhammad Toha dan A. Siti Khoriah. Pada tahun 2000, penulis menamatkan pendidikan sekolah dasar di SDN Ciputat VI. Penulis kemudian mnempuh pendidikan menengah di SLTPN 2 Ciputat pada tahun 2003. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMAN 29 Jakarta dan tamat pada tahun 2006. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada Tingkat Persiapan Bersama (TPB). Lalu tahun berikutnya penulis diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian.

Selama masa kuliah penulis aktif menjadi asisten praktikum mata kuliah Teknologi Penyimpanan dan Penggudangan (2010) dan Teknologi Pati, Gula, dan Sukrokimia (2010). Penulis juga aktif di sejumlah organisasi dan kepanitiaan, diantaranya Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) KM IPB Kabinet Indonesia Bersatu dan Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri (Himalogin).

Penulis melaksanakan Praktek Lapangan pada bulan Juli-Agustus tahun 2009

di PT. PG Rajawali II Unit PG Subang dan mengambil judul “Mempelajari Proses

Produksi dan Pengawasan Mutu Gula di PT. PG Rajawali II Unit PG Subang, Jawa

Barat”. Pada tahun 2010, penulis melaksanakan penelitian di Laboratorium

Teknologi Industri Pertanian dengan judul “Proses Pengolahan Kopi Bubuk

(10)

i KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahNya yang masih memberikan kesempatan kepada penulis untuk dapat menikmati nikmat dan karuniaNya yang tidak terhitung salah satunya yaitu penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada panutan hidup, manusia teladan seluruh umat manusia Rasulullah Muhammad SAW.

Skripsi dengan judul “Proses Pengolahan Kopi Bubuk (Campuran Arabika dan Robusta) serta Perubahan Mutunya Selama Penyimpanan” disusun sebagai salah satu syarat untuk meyelesaikan program studi Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Dalam menyelesaikanskripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dan arahan dari berbagi pihak. Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ir. M. Zein Nasution, M.App, Sc. selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan arahannya selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.

2. Dr. Indah Yuliasih, STP, M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan arahannya kepada penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.

3. Drs. Chilwan Pandji, Apt., M.Sc.selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan membantu penulis dalam menyempurnakan skripsi ini.

4. Ayah, Ibu, serta saudaraku tersayang, Bapak Muhammad Toha, Mamah A. Siti Khoriah, Teteh Rika Nurlaela, dan M. Dzul Fahmi, serta seluruh keluarga tercinta yang selalu memberikan dorongan semangat dan do’a serta kasih sayang kepada penulis.

5. Tya dan Nurul sebagai teman satu bimbingan atas saran dan dukungan yang diberikan kepada penulis.

(11)

ii 7. Bu Sri, Pak Sugiardi, Bu Ega, Bu Rini, Pak Gun, Pak Dicki, Pak Edi serta seluruh laboran di Departemen Teknologi Industri Pertanian atas bantuannya selama penulis melaksanakan penelitian.

8. Nurwan Wahyudi atas dukungan, bantuan, pengertian, dan perhatian yang sangat berarti bagi penulis.

9. Teman-teman seperjuangan TIN 43 atas kekompakan dan waktu yang sangat berharga.

10. Semua pihak yang yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian dan penyusunan skripsi.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran membangun untuk perbaikan skripsi ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkannya. Terima Kasih.

Bogor, Agustus 2010

(12)

iii DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR……….. i

DAFTAR ISI……… iii

DAFTAR TABEL……… v

DAFTAR GAMBAR………... vi

DAFTAR LAMPIRAN……… vii

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG……….. 1

B. TUJUAN………... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA A. BOTANI TANAMAN KOPI... 3

B. KARAKTERISTIK BIJI KOPI... 3

C. PENGOLAHAN KOPI BUBUK 7 1. Roasting………... 8

2. Penggilingan………. 10

D. PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN…………...…... 11

E. PENDUGAAN UMUR SIMPAN……… 15

III.METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT………... 17

B. PROSEDUR PENELITIAN………. 17

1. Karakteristisasi Biji Kopi………. 17

2. Pembuatan Kopi Bubuk………... 17

(13)

iv Halaman

4. Pendugaan Umur Simpan………. 19

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK BIJI KOPI……...………. 21

B. PENGOLAHAN KOPI BUBUK……….. 23

1. Rendemen………. 24

2. Kadar Air……….. 25

3. Volatile Reducing Substance (VRS)……… 26

4. Sari Kopi……….. 28

5. Derajat Keasaman (pH)………... 29

6. Uji Organoleptik………..……… 30

C. PERUBAHAN MUTU SELAMA PENYIMPANAN………. 33

1. Kadar Air……….………. 34

2. Volatile Reducing Substance (VRS)……… 36

3. Derajat Keasaman (pH)……….………... 37

D. PENDUGAAN UMUR SIMPAN……… 39

E. ANALISIS BIAYA……….. 44

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN……… 45

B. SARAN……….… 45

DAFTAR PUSTAKA………... 46

(14)

v DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Syarat Mutu Kopi Bubuk……..……….………... 7 Tabel 2. Komposisi Asam Amino pada Asam Hidrolisat pada Bji

Kopi Kolombia Sebelum dan Sesudah Diroasting…... 9 Tabel 3. Daya Tembus Plastik terhadap N2, O2, CO2, dan H2O…. 12 Tabel 4. Sifat Fisis-mekanis Plastik Polypropylene (PP) dan

Polythylene (PE)………... 13 Tabel 5. Perbandingan Sifat-sifat Utama Bahan Kemasan...…... 14 Tabel 6. Penentuan suhu pengujian umur simpan produk... 15 Tabel 7. Hasil Pengujian Analisis Proksimat dan

Pembandingannya dengan Komposisi Biji Kopi Menurut Komposisi Kimia Biji Kopi berdasarkan SNI

biji kopi 01-2907-1999………. 21 Tabel 8. Hasil Pengujian Analisis Proksimat Awal Produk Kopi

Bubuk Pilihan dan Pembandingannya dengan SNI Kopi

(15)

vi DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Penampang lintang buah kopi………... 4 Gambar 2. Diagram alir pembuatan kopi bubuk………... 18 Gambar 3. Kopi bubuk hasil perlakuan...………... 24 Gambar 4. Grafik rendemen kopi bubuk untuk setiap perlakuan

perbandingan kopi (arabika : robusta)….…………..… 25 Gambar 5. Grafik kadar air kopi bubuk untuk setiap perlakuan

perbandingan kopi (arabika : robusta)..………. 26 Gambar 6. Grafik kadar VRS kopi bubuk untuk setiap perlakuan

perbandingan kopi (arabika : robusta)...…..……... 27 Gambar 7. Grafik kadar sari kopi bubuk untuk setiap perlakuan

perbandingan kopi (arabika : robusta)………….…….. 28 Gambar 8. Grafik nilai pH kopi bubuk untuk setiap perlakuan

perbandingan kopi (arabika : robusta)………….…….. 29 Gambar 9. Penyimpanan kopi bubuk pilihan………..……... 34 Gambar 10. Grafik perubahan kadar air selama penyimpanan

dalam (a) kemasan kertas kraft dan (b) plastik PP... 35 Gambar 11. Grafik perubahan kadar VRS selama penyimpanan

dalam (a) kemasan kertas kraft dan (b) plastik PP……. 36 Gambar 12. Grafik perubahan nilai pH selama penyimpanan dalam

(a) kemasan kertas kraft dan (b) plastik PP…………... 38 Gambar 13. Grafik perubahan kadar air selama penyimpanan ….. 40 Gambar 14. Grafik hubungan 1/T dengan nilai ln K produk kopi

(16)

vii DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Prosedur Analisis…………..……….…. 50

Lampiran 2. Laju Rata-rata Pengeringan pada Proses Penyangraian Biji Kopi……… 55 Lampiran 3. Analisis Ragam Pengaruh Perlakuan Blending Kopi

dan Media Penyangraian………... 56 Lampiran 4. Analisis Ragam Uji Organoleptik Seduhan Kopi…... 65 Lampiran 5. Data Hasil Analisis Kopi Bubuk selama

(17)

1 I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kopi seduh merupakan salah satu produk minuman kopi yang sangat populer di seluruh dunia karena cita rasa dan aromanya yang khas. Pada umumnya produk minuman kopi yang dihasilkan adalah berupa kopi bubuk dan kopi instan. Di Indonesia, sebagian kopi bubuk yang dihasilkan adalah berasal dari biji kopi jenis robusta karena biji kopi jenis ini mendominasi perkebunan kopi di Indonesia hingga saat ini karena mempunyai sifat yang lebih unggul dan sangat cepat berkembang. Akan tetapi, kualitas buah dari kopi robusta lebih rendah daripada kopi arabika dengan rendemen kira-kira 22% serta memiliki kandungan kafein yang lebih tinggi dibandingkan dengan kopi arabika dengan rendemen kira-kira 18%. Kandungan kafein kopi robusta yang tinggi yang menyebabkan seduhan kopinya terasa lebih pahit, karena semakin kecil kandungan kafein dalam biji kopi maka akan semakin enak rasa kopi yang dihasilkan. Namun, kopi arabika memiliki rata-rata produksi sedang dengan harga yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kopi robusta.

Beberapa penelitian tentang proses pengolahan kopi bubuk pun telah banyak dilakukan dalam rangka mendapatkan cita rasa kopi bubuk yang maksimal dan disukai konsumen, antara lain dengan alternatif penggunaan suhu dan tekanan rendah pada penyangraian kopi, melihat pengaruh biji kopi cacat dalam seduhan kopi bubuk, serta melakukan dekafeinasi biji kopi sebelum proses pengolahan. Selain itu, sebagian produsen kopi rakyat juga melakukan pencampuran dengan bahan-bahan seperti beras dan jagung pada saat penyangraian agar rasa pahit dapat dikurangi. Namun, pada proses pengolahan kopi bubuk tersebut hanya digunakan biji kopi robusta.

(18)

2 kopi. Oleh karena itu, dilakukan kegiatan penelitian mengenai proses pengolahan kopi bubuk dengan melakukan pencampuran kopi arabika dan robusta dengan perbedaan media penyangraian yang digunakan agar memperoleh aroma dan rasa kopi semaksimal mungkin untuk dikonsumsi. Selain itu, kopi bubuk yang disimpan dapat mengalami penurunan mutu. Oleh sebab itu, perlu diketahui pula kemasan dan suhu penyimpanan yang baik bagi produk kopi bubuk yang dihasilkan serta mengamati perubahan mutunya selama penyimpanan sehingga dapat diduga umur simpannya.

B. TUJUAN

Tujuan dari penelitian ini antara lain:

1. Mendapatkan perbandingan blending kopi arabika dan robusta serta media penyangraian yang terbaik agar memperoleh aroma dan rasa yang maksimal. 2. Mengetahui karakteristik kopi bubuk yang dihasilkan.

(19)

3 II. TINJAUAN PUSTAKA

A. BOTANI TANAMAN KOPI

Tanaman kopi termasuk dalam famili Rubiaceae dan terdiri atas banyak jenis antara Coffea arabica, Coffea robusta dan Coffea liberica. Negara asal tanaman kopi adalah Abessinia yang tumbuh di dataran tinggi. Tanaman kopi Robusta tumbuh baik di dataran rendah sampai ketinggian sekitar 1000 m diatas permukaan laut, daerah-daerah dengan suhu sekitar 200oC. Tanaman kopi arabika menghendaki daerah-daerah yang lebih tinggi sampai ketinggian sekitar 1700 m di atas permukaan laut, daerah-daerah yang umumnya dengan suhu sekitar 10-16°C. Tanaman kopi liberika dapat tumbuh di dataran rendah. Untuk tumbuh subur kopi diperlukan curah hujan sekitar 2.000-3.000 mm tiap tahun serta memerlukan waktu musim kering sekurang-kurangnya 1-2 bulan pada waktu berbunga dan pada waktu pemetikan buah. Tanaman kopi mulai dapat menghasilkan setelah umur 4-5 tahun tergantung pada pemeliharaan dan iklim setempat. Tanaman kopi dapat memberi hasil tinggi mulai umur 8 tahun dan dapat berbuah baik selama 15-18 tahun, jika pemeliharaan tanaman kopi baik, akan menghasilkan sampai umur sekitar 30 tahun (Ridwansyah, 2003).

Menurut Pusat Standarisasi dan Akreditasi Departemen Pertanian (2003), tanaman kopi jenis robusta umumnya hidup didataran yang lebih rendah dibanding jenis arabika. Selain kandungan kafein yang lebih tinggi dan aroma yang khas, tanaman kopi jenis robusta juga lebih tahan terhadap hama penyakit dan lebih banyak berproduksi dibanding kopi arabika. Namun untuk harga, kopi arabika masih lebih tinggi hal ini mungkin disebabkan karena tingkat pemeliharaan tanaman yang lebih sulit dan konon semakin tinggi dataran yang digunakan untuk membudidayakannya maka aroma dan rasanya semakin “enak” (fine coffee).

B. KARAKTERISTIK BIJI KOPI

(20)

4 Gambar 1. Penampang lintang buah kopi

Komposisi kimia dari biji kopi hijau berbeda-beda tergantung kepada tanah tempat tumbuh, jenis kopi, derajat kematangan, cara pengolahan, dan kondisi penyimpanan (Clarke dan Macrae, 1985). Secara alamiah biji kopi mengandung lebih dari 500 senyawa kimia, tetapi hanya dua senyawa utama yang membuat kopi memiliki citarasa dan aroma yang disukai masyarakat. Dua senyawa tersebut adalah kafein yang berpengaruh terhadap rangsangan metabolisme tubuh, dan kafeol yang menghasilkan aroma yang khas dari kopi (Sivetz, 1963 dalam Almada, 2009). Pada proses penyangraian biji kopi (green coffee), bagian kafein berubah menjadi kafeol dengan jalan sublimasi.

Kandungan kafein yang tinggi memiliki beberapa pengaruh negatif, antara lain dapat menyebabkan jantung berdebar, pusing, dan mempertinggi tekanan darah. Selain itu, kafein juga dapat menyebabkan susah tidur dengan jalan mempergiat kerja otak (Sivetz, 1979 dalam Almada, 2009). Menurut Winarno (1992), senyawa ini dapat meningkatkan sekresi asam lambung, memperbanyak produksi urin, dan memperlebar pembuluh darah serta meningkatkan kerja otot. Namun pengaruh negatif pada ibu hamil dapat menyebabkan kelahiran bayi yang cacat. Selain senyawa kafein, kopi mengandung beberapa senyawa kimia lain dengan berbagai macam tingkatan kadarnya.

(21)

5 faktor penting pemberi rasa pahit. Semakin kecil kandungan kafein dalam biji kopi, semakin enak rasa kopi yang dihasilkan (Ciptadi dan Nasution, 1981).

Kafein yang terkandung di dalam kopi dapat menstimulasi kerja system saraf pusat dan mempertinggi laju denyut jantung, karena itu setelah minum kopi akan merasakan kesegaran psikis. Kopi bubuk murni mengandung 100 mg kafein. Kafein baru mempunyai pengaruh stimulasi terhadap kerja otak pada jumlah 100-500 mg. kafein mulai berbahaya bila konsumsinya mencapai 1000 mg/hari, yaitu kira-kira lebih dari 5 cangkir per hari (Ismayadi, 1985). Selain itu, kafein juga dapat meningkatkan daya aspirin dan obat-obatan penghilang rasa sakit lainnya, oleh karena itu unsur kafein ditambahkan pada beberapa jenis obat. Akan tetapi, kafein juga merupakan penyebab utama sakit kepala. Wanita yang meminum 2 cangkir atau lebih perharinya dapat meningkatkan resiko terkena perapuhan tulang (osteoporosis). Menurut Jacob (1958) dalam Sari (2001), rasa pahit pada ekstrak kopi disebabkan oleh kandungan mineral bersama dengan pemecahan serat kasar, asam khlorogenat, kafein, tannin, dan beberapa senyawa organik dan anorganik lainnya (Varnam dan Sutherland, 1994). Jadi rasa pada kopi dipengaruhi oleh derajat penyangraian dan jenis kopi serta cara pengolahannya. Kopi jenis Robusta memiliki kandungan asam khlorogenat lebih tinggi dibandingkan kopi Arabika (Rouseff, 1990). Tiap jenis kopi mempunyai karakter komponen cita rasa yang berbeda-beda. Hal ini yang menyebabkan masing-masing kopi tersebut bersifat unik (Wahyudi dan Ismayadi, 1995).

Dalam pembentukan flavor, senyawa yang berperan penting adalah gula, senyawa volatil, trigonellin, asam amino, dan peptide. Sementara itu, rasa dan seduhannya dipengaruhi oleh asam karboksilat dan asam fenolat. Kandungan dan sifat gula di dalam kopi sangat penting dalam pembentukan flavor dan pewarnaan selama penyangraian.

(22)

6 komersial. Akibat pengolahan kopi biji dapat memberikan sedikit pengaruh terhadap kandungan trigonellin, tapi proses penyangraian dapat mengakibatkan trigonellin terdegradasi. Produk hasil degradasi trigonellin antara lain vitamin asam nicotinil (niacin), nicotinamida dan aroma volatil yang termasuk pyridine dan pyrol (Clifford dan Wilson, 1985).

Pembentukan senyawaan volatil terjadi pada menit-menit terakhir proses penyangraian, yaitu terjadinya pyrolisis gula, karbohidrat dan protein di dalam struktur sel biji (Ukers dan Prescott, 1951 di dalam Ciptadi dan Nasution, 1981). Selama proses pyrolisis terbentuk karamelisasi gula dan karbohidrat, asetat dan berbagai jenis asam lainnya, aldehida dan keton, furfural, ester, asam lemak, CO2, sulfide, dan lain-lain (Sivetz dan Foote, 1963).

Protein dan asam amino bebas tidak terlalu diperhitungkan. Perbedaan kandungan antara jenis yang berbeda hanya sedikit, yaitu jenis Arabika 9.2% basis kering dan jenis Robusta 9.5% basis kering. Asam amino bebas memberikan arti tertentu dalam kualitas organoleptik pada hasil olahan terakhir (Varnam dan Sutherland, 1994).

Karbohidrat terdapat pada biji kopi sebagai gula bebas dan polisakarida. Sukrosa merupakan gula bebas utama dengan jumlah bervariasi tergantung kepada cara penanaman, tingkat kematangan, proses pengolahan dan kondisi penyimpanan. Kandungan karbohidrat pada Arabika adalah sekitar 6-8.3% basis kering dan Robusta 3.1-4.1%. Selain sukrosa juga terdapat gula-gula tereduksi dalam jumlah kecil. Total kandugan reduksi gula pada Arabika 0.1% basis kering dan 0.5% pada Robusta. Kandungan dan sifat gula dalam biji kopi sangat penting dalam pembentukan flavor dan warna saat penyangraian. Kandungan polisakarida di dalam gula 40-50% dari berat kering (Varnam dan Sutherland, 1994).

(23)

7 C. PENGOLAHAN KOPI BUBUK

Kopi beras berasal dari buah kopi basah yang telah mengalami beberapa tingkat proses pengolahan. Secara garis besar dan berdasarkan cara kerjanya, maka terdapat dua cara pengolahan buah kopi basah menjadi kopi beras, yaitu yang disebut pengolahan buah kopi cara basah dan cara kering. Pengolahan buah kopi secara basah bisa disebut West lndische Bereiding (W.I.B) , sedangkan pengolahan cara kering bisa disebut Ost Indische Bereiding (O.I.B). Perbedaan pokok dari kedua cara tersebut di atas adalah pada cara kering pengupasan daging buah, kulit tanduk dan kulit ari dilakukan setelah kering (kopi gelondong), sedangkan cara basah pengupasan daging buah dilakukan sewaktu masih basah (Ridwansyah, 2003).

Biji kopi (green coffee), menurut Clarke dan Macrae (1985) adalah biji kopi yang berwarna hijau sudah terlepas dari daging buah, kulit tanduk, dan kulit arinya serta telah mengalami pengeringan sehingga mengandung kadar air di bawah 12%. Sebelum kopi dihancurkan untuk dijadikan kopi bubuk, biji kopi harus disangrai terlebih dahulu. Suhu yang diperlukan untuk proses penyangraian adalah antara 149o -213oC. Menurut Sivetz (1963) dalam Sari (2001), selama proses penyangraian terjadi perubahan-perubahan warna yang dapat dibedakan secara visual. Perubahan warna tersebut berturut-turut hijau, coklat kayu manis, dan hitam dengan permukaan berminyak. Penyangraian dihentikan apabila kopi sudah mudah dipecahkan. Hal ini menunjukkan bahwa kopi sangrai telah siap digiling untuk mendapatkan kopi bubuk.

Bubuk kopi yang baik adalah bubuk kopi yang memenuhi standar mutu . syarat mutu kopi bubuk yang berlaku menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah seperti yang tercantum pada Tabel 1.

Tabel 1. Syarat Mutu Kopi Bubuk (SNI. 01-3542, 1994)

Karakteristik I II

Kadar Air (%) Maks.7 Maks.7

Kadar Abu (%) Maks.5.0 Maks.5.0

Kealkalian Abu (ml NaOH 1 N/100 g) 57-64 Min. 35 Kadar Sari (%) Dihitung dari Bahan

Kering 20-36 Maks. 60

(24)

8 1. Roasting

Menurut Ridwansyah (2003) roasting merupakan proses penyangraian biji kopi yang tergantung pada waktu dan suhu yang ditandai dengan perubahan kimiawi yang signifikan. Terjadi kehilangan berat kering terutama gas CO2 dan produk pirolisis volatil lainnya. Kebanyakan produk pirolisis ini sangat menentukan cita rasa kopi. Kehilangan berat kering terkait erat dengan suhu penyangraian. Berdasarkan suhu penyangraian yang digunakan kopi sangrai dibedakan atas 3 golongan yaitu : ligh roast suhu yang digunakan 193°-199°C, medium roast suhu yang digunakan 204°C dan dark roast suhu yang digunakan 213°-221°C. Menurut Varnam dan Sutherland (1994), ligh roast menghilangkan 3-5% kadar air, medium roast 5-8 % dan dark roast 8-14%. Penyangraian sangat menentukan warna dan cita rasa pruduk kopi yang akan dikonsumsi, perubahan warna biji dapat dijadikan dasar untuk sistem klasifikasi sederhana. Perubahan fisik terjadi termasuk kehilangan densitas ketika pecah.

Perubahan sifat fisik dan kimia terjadi selama proses penyangraian, menurut Ukers dan Prescott dalam Ciptadi dan Nasution (1985) terjadi seperti swelling, penguapan air, tebentuknya senyawa volatil, karamelisasi karbohidrat, pengurangan serat kasar, denaturasi protein, terbentuknya gas CO2 sebagai hasil oksidasi dan terbentuknya aroma yang karakteristik pada kopi. Swelling selama penyangraian disebabkan karena terbentuknya gas-gas yang sebagian besar terdiri dari CO2 kemudian gas-gas ini mengisi ruang dalam sel atau pori-pori kopi.

Senyawa yang membentuk aroma di dalam kopi menurut Mabrouk dan Deatherage dalam Ciptadi dan Nasution (1985) adalah:

1. Golongan fenol dan asam tidak mudah menguap yaitu asam kofeat, asam chlorogenat, asam ginat dan riboflavin.

2. Golongan senyawa karbonil yaitu asetaldehid, propanon, alkohol, vanilin aldehid.

3. Golongan senyawa karbonil asam yaitu oksasuksinat, aseto asetat, hidroksi pirufat, keton kaproat, oksalasetat, mekoksalat, merkaptopiruvat.

(25)

9 5. Golongan asam mudah menguap yaitu asam asetat, propionat, butirat dan

volerat.

Di dalam proses penyangraian sebagian kecil dari kafein akan menguap dan terbentuk komponen-komponen lain yaitu aseton, furfural, amonia, trimethylamine, asam formiat dan asam asetat. Kafein di dalam kopi terdapat baik sebagai senyawa bebas maupun dalam bentuk kombinasi dengan klorogenat sebagai senyawa kalium kafein klorogenat.

Sedangkan berikut merupakan tabel komposisi asam amino pada asam hidrolisat pada biji kopi Kolombia sebelum dan sesudah diroasting dapat dilihat pada Tabel 2..

Tabel 2. Komposisi Asam Amino pada Asam Hidrolisat pada Biji Kopi Kolombia Sebelum dan Sesudah Diroasting.

Asam Amino Green Coffee

*Jumlah loss dari proses penyangraian mencapai 17.6%. Sumber : Belitz (1999).

(26)

10 mengandung setidaknya 10,5% Kromium untuk mencegah proses korosi (pengkaratan logam). Kemampuan tahan karat diperoleh dari terbentuknya lapisan film oksida Kromium, dimana lapisan oksida ini menghalangi proses oksidasi besi (Ferum) sedangkan lempung atau tanah liat ialah kata umum untuk partikel mineral berkerangka dasar silikat yang berdiameter kurang dari empat 4 mikrometer.

Terdapat dua jenis tanah liat menurut Budiyanto et al. (2009), antara lain; tanah liat primer dan tanah liat sekunder. Tanah liat primer adalah jenis tanah liat yang dihasilkan dari pelapukan batuan feldspatik oleh tenaga endogen yang tidak berpindah dari batuan induk (batuan asalnya), karena tanah liat tidak berpindah tempat sehingga sifatnya lebih murni dibandingkan dengan tanah liat sekunder. Tanah liat primer memiliki ciri-ciri yaitu: berwarna putih sampai putih kusam, cenderung berbutir kasar, tidak plastis, daya lebur tinggi, daya susut kecil, dan bersifat tahan api. Sedangkan tanah liat sekunder atau sedimen (endapan) adalah jenis tanah liat hasil pelapukan batuan feldspatik yang berpindah jauh dari batuan induknya karena tenaga eksogen yang menyebabkan butiran-butiran tanah liat lepas dan mengendap pada daerah rendah seperti lembah sungai, tanah rawa, tanah marine, tanah danau. Tanah liat sekunder memiliki ciri-ciri yaitu: kurang murni, cenderung berbutir halus, plastis, berwarna krem; abu-abu; coklat; merah jambu; kuning; kuning muda; kuning kecoklatan; kemerahan; kehitaman, daya susut tinggi, suhu bakar 12000oC-13000oC; ada yang sampai 14000oC (fireclay, stoneware, ballclay), suhu bakar rendah 9000oC-11800oC; ada yang sampai 12000oC (earthenware).

2. Penggilingan

(27)

11 D. PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN

Pengemasan atau yang biasa disebut juga dengan pembungkusan, pewadahan, atau pengepakan mempunyai peranan penting dalam pengawetan bahan hasil pertanian. Adanya wadah atau pembungkus dapat membantu mencegah atau mengurangi kerusakan, melindungi bahan pangan yang ada di dalamnya, melindungi dari bahaya pencemaran serta gangguan fisik (gesekan, benturan, dan getaran) (Syarief et al., 1989).

Menurut Robertson (1993), pengemasan sebagai suatu teknik prindustrian dan pemasaran untuk membungkus, melindungi, menghantarkan, dan memfasilitasi distribusi dan penjualan produk pertanian dari produsen ke konsumen.

Menurut Syarief et al. (1989), bahan kemasan yang digunakan untuk mengemas makanan syogyanya mempunyai enam fungsi utama berikut ini, yaitu: 1. Menjaga produk pangan agar tetap bersih dan melindungi produk pangan dari dalam tahap-tahap penanganan, pengangkutan, dan distribusi.

5. Memiliki ukuran, bentuk, dan bobot yang sesuai dengan norma atau standar yang ada,mudah dibuang, dan mudah dibentuk atau dicetak.

6. Menampakkan identitas, informasi, dan penampilan yang jelas agar dapat membantu promosi atau penjualan.

Kemasan yang baik yaitu kemasan yang menjaga produk dari gangguan lingkungan sekitar produk yang akan merusaknya. Jenis kemasan yang digunakan disesuaikan dengan sifat produk yang akan dikems, tujuan penggunaan, dan lain sebagainya (Syarief et al, 1989).

(28)

12 luar dari kemasan, keterangan mengenai daya tembus sangat penting dalam penelitian pengawetan. Sifat-sifat daya tembus dipengaruhi oleh suhu, ketebalan lapisan, orientasi dan komposisi, kondisi atmosfer (seperti RH, untuk pemndahan uap air), dan faktor lainnya (Buckle et al, 1988). Daya tembus plastik terhadap N2, O2, CO2, dan H2O dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Daya Tembus Plastik terhadap N2, O2, CO2, dan H2O

Plastik Tipis

Daya Tembus (cm3/cm2/mm/det/cmHg) x 1010 Polyethylene (kerapatan rendah) 19 55 352 800 Polyethylene (kerapatan tinggi) 2,7 10,6 35 130

Polystyrene 2,9 11,0 88 12000

Polyamide (nylon 6) 0,1 0,38 1,6 7000

Polypropylene - 23,0 92 680

Polyvinyl chlorida (rigid) 0,4 1,2 10 1560

Polyester (mylar) 0,05 0,22 1,53 1300

Polyvinylidene chlorida 0,0094 0,053 0,29 14 Rubber hydrochloride (pliofilm NO) 0,08 0,3 1,7 240

Polyvinyl acetat - 0,5 - 100000 semakin besar pula daya tembus gas tersebut terhadap plastik. Daya tembus gas yang besar pada suatu plastik menunjukkan bahwa plastik tersebut bukanlah barrier yang terhadap gas yang dimaksud. Daya tembus gas dan uap air berbanding terbalik dengan densitas plastik. Semakin besar densitas plastik, maka daya tembus gas dan uap air terhadap plastik tersebut semakin kecil.

(29)

13 yang rendah, ketahanan yang baik terhadap lemak, stabil terhadap suhu tinggi dan cukup mengkilap.

Menurut Syarief et al. (1989), sifat-sifat utama dari polipropilen, yaitu:

1. Ringan, mudah dibentuk, tembus pandang, dan jernih dalam bentuk film, tidak transparan dalam bentuk kemasan kaku.

2. Mempunyai kekuatan tarik lebih besar dari Polyetilen (PE).

3. Lebih kaku dari PE dan tidak mudah sobek sehingga mudah dalam penanganan dan distribusi.

4. Permeabilitas terhadap uap air rendah dan permeabilitas terhadap gas sedang, sehingga tidak baik untuk makanan yang peka terhadap oksigen.

5. Tahan terhadap suhu tinggi sampai dengan 150oC. 6. Memiliki titik lebur yang tinggi.

7. Tahan terhadap asam kuat, basa, dan minyak.

8. Pada suhu tinggi PP akan bereaksi dengan benzene, silken, toluene, terpentin, dan asam nitrat kuat.

Di dalam Buckle et al. (1978), polipropilen mempunyai sifat lebih kaku, kuat, dan ringan dibandingkan polietilen. Selain itu, polipropilen juga memiliki daya tembus uap air yang rendah, ketahanan yang baik terhadap lemak, stabil terhadap suhu tinggi, dan cukup mengkilap. Plastik tipis yang tidak mengkilap mempunyai daya tahan yang rendah terhadap suhu dan bukan penahan gas yang baik. Sifat Fisis-mekanis Polypropylene (PP) dan Polyethylene (PE) dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Sifat Fisis-mekanis Plastik Polypropylene (PP) dan Polyethylene (PE)

Sifat PE PP

Tebal (mm) 0,0728 0,1026

Gramatur (g/m2) 68,79 82,78

Densitas (g/m3) 0,944918 0,806823

Sumber : Nugroho (2007)

(30)

14 Kemasan kertas merupakan kemasan fleksibel yang pertama sebelum ditemukannya plastik dan alumunium foil. Saat ini kemasan kertas masih banyak digunakan dan mampu bersaing dengan kemasan lain seperti plastik dan logam karena harganya yang murah, mudah diperoleh, dan penggunaannya yang luas. Kelemahan kertas untuk mengemas bahan pangan adalah sifatnya yang sensitif terhadap air dan mudah dipengaruhi oleh kelembaban udara lingkungan.

Beberapa jenis kertas yang dapat digunakan sebagai kemasan fleksibel adalah kertas kraft, kertas tahan lemak (grease proof). Glassin dan kertas lilin (waxed paper) atau kertas yang dibuat dari modifikasi kertas-kertas ini. Ada dua jenis kertas utama yang digunakan, yaitu kertas kasar dan kertas lunak. Kertas yang digunakan sebagai kemasan adalah jenis kertas kasar, sedangkan kertas halus digunkan untuk buku dan kertas sampul. Kertas kemasan yang paling kuat adalah kertas kraft dengan warna alami, yang dibuat dari kayu lunak dengan proses sulfitasi. Perbandingan sifat-sifat utama bahan kemasan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Perbandingan Sifat-sifat Utama Bahan Kemasan. Jenis Plastik 0.88-1.7 0.07-1.0 0.7-42 80-250 Transparan-Opaque Steel 7.80 1.40-3.5 1800 400 Opaque

Alumunium 2.70 0.70-2.1 700 260 Opaque

Kertas 0.70-1.2 0.07-0.7 7.0-32 160 Translucent-Opaque Gelas 2.50 0.14-1.4 700 400 Translucent-Opaque *UTL=Upper use temperatur limit (limit suhu maksimal)

Sumber : Labuza dan Schmidl (1982).

Selama penyimpanan dan distribusi, produk pangan terbuka pada kondisi

lingkungan. Faktor-faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, kandungan oksigen,

dan cahaya dapat memicu beberapa reaksi yang dapat menyebabkan penurunan mutu

produk tersebut. Sebagai konsekuensi dari mekanisme tersebut, produk pangan dapat

ditolak oleh konsumen atau dapat membahayakan orang yang mengkonsumsinya

(Singh, 1994). Pengendalian suhu, kelembapan, dan penanganan fisik yang tidak

baik dapat dikategorikan sebagai kondisi distribusi pangan yang tidak normal.

(31)

15 Tabel 6. Penentuan Suhu Pengujian Umur Simpan Produk.

Jenis produk Suhu pengujian (ºC) Suhu kontrol (ºC)

Makanan dalam kaleng 25, 30, 35, 40 4 Pangan kering 25, 30, 35, 40, 45 -18

Pangan dingin 5, 10, 15, 20 0

Pangan beku -5, -10, -15 <-40

Sumber : Labuza dan Schmidl (1982).

E. PENDUGAAN UMUR SIMPAN

Umur simpan merupakan waktu antara saat produk mulai dikemas sampai dengan mutu produk masih memenuhi syarat untuk dikonsumsi. Labuza (1982) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan bahan pangan yang dikemas adalah keadaan alamiah atau sifat makanan dan mekanisme berlangsungnya perubahan, misalnya kepekaan terhadap air dan oksigen dan kemungkinana terjadinya perubahan kimia internal dan fisik, ukuran kemasan dalam hubungannya dengan volume, kondisi atmosfer, terutama suhu dan kelembaban dimana kemasan dapat bertahan selama transit dan sebelum digunakan, serta kemasan keseluruhan terhadap keluar masuknya air, gas, dan bau termasuk perekatan, penutupan, dan bagian-bagian yang terlipat.

Umur simpan produk pangan dapat diduga dan kemudian ditetapkan waktu kadaluarsanya dengan menggunakan dua konsep studi penyimpanan produk pangan, yaitu dengan Extended Storage Studies (ESS) dan Accelerated Sorage Studies (ASS). ESS yang juga sering disebut sebagai metoda konvensional adalah penentuan tanggal kadaluarsa dengan jalan menyimpan suatu seri produk pada kondisi normal sehari-hari dan dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya hingga mencapai tingkat mutu kadaluarsa. Pendugaan umur simpan produk dilakukan dengan mengamati produk selama penyimpanan sampai terjadi perubahan yang tidak dapat lagi diterima oleh konsumen (Floros dalam Arpah (2001)).

(32)

16 Halid (1997), dalam penentuan dan umur simpan, metode Arrhenius sangat baik untuk diterapkan dalam penyimpanan produk pada suhu penyimpanan yang relatif stabil dari waktu ke waktu. Selanjutnya, laju penurunan mutu ditentukan dengan persamaan Arrhenius berdasarkan persamaan berikut:

k = k

0

. E

-Ea/RT

keterangan:

k = Konstanta penurunan mutu

k0 = Konstanta (tidak tergantung suhu) Ea = Energi aktivasi (kal/mol)

T = Suhu mutlak (K)

R = Konstanta gas (1,986 kal/mol K)

Interpretasi Ea (energi aktivasi) dapat memberikan gambaran mengenai besarnya pengaruh temperatur terhadap reaksi. Nilai Ea diperoleh dari slope grafik garis lurus hubungan ln K dengan (1/T). Dengan demikian, energi aktivasi yang besar mempunyai arti bahwa nilai lnK berubah cukup besar dengan hanya perubahan beberapa derajat dari temperatur. Dengan demikian, nilai slope akan besar (Arpah, 2001). Kemudian besarnya nilai energi aktivasi dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu:

1. Kecil (Ea 2-15 kkal/mol), kerusakan produk diakibatkan karena kerusakan karatenoid, klorofil, atau oksidasi asam lemak.

2. Sedang (Ea 15-30 kkal/mol), kerusakan produk diakibatkan karena kerusakan vitamin, kerusakan pigmen yang larut air dan reaksi Mailard.

3. Besar (Ea 50-100 kkal/mol), kerusakan produk diakibatkan karena denaturasi enzyme, inaktivasi mikroba dan sporanya.

Semakin sederhana model yang digunakan untuk menduga umur simpan, maka semakin banyak asumsi yang dipakai. Asumsi-asumsi yang digunakan dalam pendugaan metode Arrhenius adalah:

1. Perubahan faktor mutu hanya ditentukan oleh satu macam reaksi saja. 2. Tidak terjadi faktor lain yang mengakibatkan perubahan mutu.

3. Proses perubahan mutu dianggap bukan merupakan akibat proses-proses yang terjadi sebelumnya.

(33)

17 III. METODOLOGI PENELITIAN

B. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah biji kopi beras robusta dan arabika sebagai bahan baku utama serta bahan kimia untuk keperluan analisa VRS dan uji proksimat yang terdiri dari Kalium permanganat (KMnO4) 0.02 N, H2SO4 6 N, KI 20%, Na2S2O3 0,02 N, indikator kanji (Phenolphtalein), katalis (CuSO4 dan Na2SO4), H2SO4 pekat, NaOH 50%, H2SO4 0.02 N, indikator mensel, n-heksan, H2SO4 0.325 N, NaOH 1.25 N, aceton/alcohol, dan kertas saring serta kloroform untuk maserasi kafein.

2. Alat

Sedangkan alat-alat yang digunakan antara lain timbangan digital, tabung dari kertas saring (halus), labu lemak, alat soxhlet, corong penyaring, labu Erlenmeyer, pinggan penguap, kompor gas, wajan stainless steel, wajan tanah liat, termometer, pH meter, cawan, oven pengering, desikator, pembakar tanur, labu aerasi VRS apparatus, tabung maserasi, dan kamera digital.

C. PROSEDUR PENELITIAN 1. Karakterisasi Biji Kopi

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui perbedaan karakteristik awal biji kopi robusta dan arabika sebelum diolah menjadi kopi bubuk. Analisis tersebut terdiri dari: kadar air, kadar lemak, kadar serat, kadar abu, dan kadar protein.

2. Pembuatan Kopi Bubuk

(34)

18 Gambar 2. Diagram alir pembuatan kopi bubuk

Parameter yang diamati yaitu rendemen, analisis sifat kimia (kadar air, kadar VRS, kadar sari kopi, dan derajat keasaman (pH)), serta uji organoleptik. Selanjutnya data dianalisis dengan menggunakan rancangan percobaan rancangan acak lengkap faktorial dua faktor dengan dua kali ulangan. Faktor-faktor yang dipelajari yaitu perbandingan blending kopi (arabika dan robusta) (A) dan penggunaan media penyangraian (wajan stainless steel dan wajan tanah liat) (B).

Kopi Bubuk

Penggilingan (40 mesh)

Biji kopi hasil Roasting

menggunakan wajan stainless steel menggunakan wajan tanah liat Roasting

Biji Kopi

Analisa Proksimat: kadar air, lemak, serat, protein, dan abu.

Pencampuran (Arabika : Robusta)

0 : 100 20 : 80

%

100 : 0

(35)

19

Ai :Pengaruh perlakuan perbandingan blending biji kopi arabika dan robusta. Bj : Pengaruh perlakuan penggunaan media penyangraian dengan

menggunakan wajan stainless steel.

(AB)ij : Pengaruh interaksi perlakuan A dengan B

εij : Pengaruh galat percobaan

3. Perubahan Mutu Selama Penyimpanan.

Setelah hasil uji organoleptik diolah dengan annova dan diuji lanjut dengan uji Duncan serta didukung oleh hasil rendemen, uji kadar air, dan kadar VRS ynag kemudian dilakukan uji ranking maka akan didapatkan perlakuan terbaik atau yang lebih disukai konsumen. Selanjutnya dilakukan penyimpanan dengan menggunakan kemasan PP (polipropilen) dan kertas kraft pada suhu 25oC, 35oC, dan 45oC. Penyimpanan dilakukan selama satu setengah bulan dengan 11 titik pengamatan, yaitu dilakukan dua kali pengamatan dalam seminggu yang terdiri dari kadar air, VRS (Volatile Reducing Substances), dan pH. Perubahan mutu dari setiap parameter tersebut dilihat dari nilai kemiringan (slope) pada grafik regresi linier data hasil analisis.

4. Pendugaan Umur Simpan dengan Metode Arrhenius

(36)

20 yang didapat dari ketiga suhu penyimpanan, sedangkan T merupakan suhu penyimpanan yang digunakan. Berdasarkan hasil regresi linier yang diperoleh pada kurva Arrhenius, dapat diprediksi umur simpan produk kopi bubuk berdasarkan persamaan:

K = K0. e-E/R((T2-T1)/(T2.T1))

K0 menunjukkan konstanta penurunan mutu yang disimpan pada suhu normal, K menyatakan konstanta penurunan mutu dari salah satu kondisi yang digunakan (suhu 30oC, 35oC, dan 45oC), sedangkan E/R merupakan gradien yang diperoleh dari plot Arrhenius. Berdasarkan perhitungan dengan rumus tersebut, akan diperoleh K (konstanta penurunan mutu pada suhu normal). Selanjutnya umur simpan produk kopi bubuk dapat dihitungberdasarkan persamaan:

t = A0– A K Keterangan:

t = Prediksi umur simpan (hari) A0 = Nilai mutu awal

(37)

21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

D. KARAKTERISTIK BIJI KOPI

Karakteristik awal biji kopi diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar lemak, kadar serat, kadar protein, dan kadar abu terhadap biji kopi arabika dan robusta. Hasil dari pengujian tersebut selanjutnya akan dibandingkan dengan komposisi biji kopi berdasarkan SNI biji kopi 01-2907-1999 yang dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Hasil Pengujian Analisis Proksimat dan Pembandingannya dengan Komposisi Biji Kopi Menurut Komposisi Kimia Biji Kopi berdasarkan SNI biji kopi 01-2907-1999.

(38)

22 Menurut Hardjosuwito (1983), kadar air suatu bahan berkaitan dengan faktor pengeringan dan faktor bahan itu sendiri. Buah kopi yang muda mempunyai kadar air yang relatif tinggi, ditandai dengan biji kopi yang dihasilkan keriput dan lunak. Hal ini dapat dilihat pada biji kopi arabika yang digunakan sebagai bahan baku yang memiliki kadar air yang lebih tinggi dibandingkan dengan SNI, hal ini dapat disebabkan karena bij kopi masih tergolong muda, selain itu penyimpanan biji kopi sebelum diproduksi juga mempengaruhi kandungan kadar air bahan. Kadar air pada biji kopi yang tinggi dapat mengakibatkan mudahnya terjadi kontaminasi mikroflora. Mikroflora tersebut dapat mempercepat proses perombakan zat-zat yang terkandung dalam biji kopi. Oleh karena itu, sebelum diproduksi lebih lanjut, biji kopi pada penelitian ini, baik arabika maupun robusta dilakukan penjemuran atau pengeringan terlebih dahulu agar kadar airnya lebih seragam sehingga tidak menghambat proses selanjutnya.

Selama proses penyangraian biji kopi, terjadi perubahan-perubahan fisik dan kimia seperti swelling penguapan air, terbentuknya senyawa volatil, karamelisasi karbohidrat, pengurangan serat kasar, denaturasi protein, terbentuknya gas CO2 sebagai hasil oksidasi dan terbentunya aroma yang khas pada kopi yang dihasilkan pada tahap pirolisis. Senyawa volatil dibentuk dari degradasi asam amino bebas, asam trigonellin, degradasi gula, dan degradasi asam phenolik. Dengan tingkat keasamaan yang tinggi, kualitas aroma lebih baik karena terdapat senyawa asam yang bersifat volatil seperti asam format, asam asetat, asam propanoat, dan asam hexanoat.

(39)

23 yaitu sebesar 2.26 g/100 g dibandingkan kopi arabika, yaitu sebesar 1.61 g/100 g. Konsentrasi kafein yang tinggi menyebabkan rasa seduhan kopi yang lebih pahit.

E. PENGOLAHAN KOPI BUBUK

Pembuatan kopi bubuk yang dilakukan adalah dengan proses pencampuran (blending) kopi arabika dan robusta yang berbeda. Perlakuan perbandingan pencampuran kopi arabika (A) dan robusta (R) pada blending yang digunakan antara lain: 100%A, 10A:90R, 20A:80R, 30A:70R, dan 100%R. Selanjutnya, masing-masing hasil blending kopi tersebut disangrai (roasting) pada media yang berbeda, yaitu wajan stainless steel dan wajan tanah liat. Pada saat penyangraian terjadi perubahan sifat fisik dan kimia pada biji kopi. Penggunaan media penyangraian juga dapat mempengaruhi cita rasa dari kopi bubuk yang dihasilkan karena suhu pada saat penyangraian akan mempengaruhi keasaman dari seduhan kopi. Waktu yang diperlukan pada proses penyangraian adalah 19 menit untuk wajan stainless steel dan 22 menit untuk wajan tanah liat.

Perbedaan lama penyangraian yang diperlukan untuk kedua media penyangraian tersebut dapat disebabkan karena pada wajan stainless steel, suhu penyangraian lebih cepat mengalami kenaikan atau kurang stabil dibandingkan dengan wajan tanah liat, sehingga kopi lebih cepat menghitam (gosong). Karena selama proses penyangraian terjadi difusi udara panas ke dalam biji dan air mengalir (menguap) dengan arah berlawanan sehingga proses difusi tersebut sebaiknya diatur sedemikian rupa sehingga tujuan untuk menguapkan air dari dalam biji tercapai tetapi tidak menyebabkan kerusakan biji. Kerusakan yang mungkin terjadi diantaranya adalah pengerasan bagian luar biji (case hardening) dan biji terbakar (gosong). Banyaknya air yang diuapkan per satuan waktu dapat dinyatakan dengan laju rata-rata pengeringan (Lampiran 2).

(40)

24 Ridwansyah (2003), kopi bubuk yang dihasilkan tersebut merupakan hasil penggilingan coarse (bubuk kasar). Penggilingan kopi melepaskan sejumlah kandungan CO2 dari kopi, sedangkan pada kopi giling kasar sejumlah besar CO2 tersebut masih tertahan. Kopi bubuk yang dihasilkan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Kopi bubuk hasil perlakuan.

1. Rendemen

Tinggi rendahnya rendemen kopi bubuk yang dihasilkan ini dapat disebabkan oleh penguapan zat-zat yang terkandung di dalam bahan pada saat proses penyangraian (roasting) yang berbeda-beda. Grafik perbandingan rendemen yang dihasilkan pada setiap perlakuan dengan media penyangraian wajan stainless steel dan wajan tanah liat dapat dilihat pada Gambar 4.

(41)

25 Gambar 4. Grafik rendemen kopi bubuk untuk setiap perlakuan perbandingan kopi

(arabika : robusta).

Berdasarkan analisis ragam, rendemen kopi yang dihasilkan tidak berbeda nyata pada taraf signifikasi α = 0.05 untuk perlakuan blending kopi arabika dan robusta, perbedaan media penyangraian wajan stainless steel dan wajan tanah liat serta interaksi antara keduanya. Rekapitulasi analisis ragam serta uji Duncan terhadap rendemen kopi yang dihasilkan pada setiap perlakuan disajikan pada Lampiran 3.

2. Kadar Air

Kadar air suatu bahan perlu diketahui, karena air dapat mempengaruhi cita rasa. Di samping itu, kadar air juga mempengaruhi kesegarandan daya tahan bahan tersebut terhadap serangan mikroorganisme selama penanganannya (Winarno, 1984). Kadar air yang diharapkan dari produk yang akan dihasilkan dari perlakuan adalah kadar air yang terendah. Semakin rendah kadar air maka penyerapan uap air dari udara akan semakin lama. Hal ini akan menjaga ketahanan bahan dari kerusakan oleh mikroorganisme selama penyimpanan. Kadar air yang terus bertambah juga dapat menyebabkan kerusakan pada produk yang ditandai dengan penggumpalan produk.

Berdasarkan analisis ragam, kadar air berbeda nyata pada taraf signifikasi

(42)

26 10% arabika dan 90% robusta serta 20% arabika dan 80% robusta dengan media penyangaraian wajan tanah liat memiliki rata-rata kadar air terendah dan saling tidak berbeda nyata tetapi berbeda nyata dari perlakuan kopi lainnya. Sedangkan untuk perlakuan blending kopi 20% arabika dan 80% dengan media penyangraian wajan stainless steel robusta memiliki rata-rata kadar air yang tertinggi. Rekapitulasi analisis ragam terhadap kadar air serta uji lanjut Duncan terhadap setiap perlakuan disajikan pada Lampiran 3.

Selain itu, perbandingan nilai kadar air pada setiap perlakuan dengan media penyangraian wajan stainless steel lebih besar dibandingkan dengan wajan tanah liat. Hal ini dapat disebabkan karena pada proses penyangraian (roasting) dengan menggunakan wajan tanah liat, suhu penyangraian relatif lebih stabil dibandingkan dengan wajan stainless steel sehingga waktu yang diperlukan untuk tahap penyangraian lebih lama dan menguapkan air lebih banyak dibandingkan dengan wajan stailess steel, sedangkan pada proses roasting dengan menggunakan wajan stainless steel suhu penyangraian relatif lebih cepat tinggi dan kopi lebih cepat hitam atau matang sehingga air yang diuapkan lebih sedikit. Grafik perbandingan nilai kadar air pada setiap perlakuan dengan media penyangraian wajan stainless steel dan wajan tanah liat dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Grafik kadar air kopi bubuk untuk setiap perlakuan perbandingan kopi (arabika : robusta).

3. Volatile Reducing Substance (VRS)

(43)

27 pada biji kopi timbul setelah biji kopi disangrai. Penentuan jumlah bahan yang mudah menguap dapat ditentukan dengan menghitung nilai Volatile Reducing Substance (VRS). Senyawa-senyawa mudah menguap tersebut dihasilkan setelah biji kopi disangrai, yaitu hasil pyrolisis dari senyawa karbohidrat, protein, dan lemak. Selain itu, Clifford dan Willson (1985) menyatakan bahwa uji VRS adalah uji untuk mentukan bahan mudah menguap yang dapat direduksi. Bahan-bahan ini terdiri dari komponen-komponen yang disukai atau komponen yang tidak disukai, tergantug pada komponen yang dominan.

Menurut Woodroof dan Philips di dalam Ciptadi dan Nasution (1981), pembentukan senyawa mudah menguap (zat volatil) terjadi pada menit-menit terakhir proses penyangraian yaitu terjadinya pyrolisis gula, karbohidrat, dan protein di dalam struktur sel biji. Tingginya nilai VRS pada perlakuan dipengaruhi oleh proses pengolahan pada saat penyangraian, karena pembentukan senyawa volatil terjadi pada proses penyangraian yaitu hasil pyrolisis dari senyawa karbohidrat, protein, dan lemak. Berdasarkan analisis ragam terhadap kadar VRS pada taraf

signifikasi α=0.05 menunjukkan bahwa kadar VRS berbeda nyata untuk setiap

perlakuan dan interaksi antara keduanya. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa produk kopi dengan perbandingan 10% arabika dan 90% robusta dengan media penyangaraian wajan tanah liat memiliki rata-rata kadar VRS tertinggi dan berbeda nyata dari perlakuan kopi lainnya. Rekapitulasi analisis ragam terhadap kadar VRS dan hasil uji lanjut Duncan dapat dilihat pada Lampiran 3.

(44)

28 Berdasarkan Gambar 6, dapat dilihat bahwa kopi bubuk yang dihasilkan melalui penyangraian dengan menggunakan media penyangraian wajan tanah liat sebagian besar menghasilkan nilai VRS yang lebih besar dibandingkan dengan wajan stainless steel. Hal ini dapat disebabkan karena suhu penyangraian pada wajan stainless steel lebih cepat mengalami peningkatan dibandingkan wajan tanah liat sehingga suhu pada wajan stainless steel pada waktu tertentu lebih tinggi daripada wajan tanah liat dan lebih banyak menguapkan senyawa volatil pada kopi selama penyangraian.

4. Sari Kopi

Kadar sari kopi bubuk menunjukkan jumlah zat yang terlarut dalam air selama penyeduhan. Hasil pengujian kadar sari kopi bubuk yang dihasilkan dari setiap perlakuan pada penelitian ini disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7. Grafik kadar sari kopi bubuk untuk setiap perlakuan perbandingan kopi (arabika : robusta).

(45)

29 arabika dengan media penyangraian wajan stainless steel, dan blending kopi 100% robusta dengan media penyangraian wajan stainless steel.

Berdasarkan analisis ragam, kadar sari kopi yang dihasilkan tidak berbeda

nyata pada taraf signifikasi α = 0.05 untuk perlakuan blending kopi arabika dan robusta dan perbedaan media penyangraian wajan stainless steel dan wajan tanah liat tetapi berbeda nyata terhadap interaksi antara keduanya. Rekapitulasi analisis ragam dan uji lanjut Duncan terhadap kadar sari yang dihasilkan pada setiap perlakuan disajikan pada lampiran 3.

5. Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) sangat berpengaruh terhadap rasa dan aroma kopi. Menurut Kustiyah (1985), secara umum pada selang pH antara 4.9-5.2 akan memberikan aroma (coffee beverage) yang lebih disukai. Hal ini didukung oleh Sivetz di dalam Clifford dan Willson (1985) yang menyebutkan bahwa pada selang pH tersebut di atas, komponen aroma sudah muncul dari penyangraian medium kopi arabika dan hal ini sekaligus menunjukkan penyangraian yang optimum untuk kopi arabika. Akan tetapi, pH tersebut akan meningkat menjadi lebih besar dari 6.0 jika penyangraiannya kurang sempurna (lightly roasted). pH optimum kopi robusta adalah antara 5.0-5.8,sedangkan kopi bubuk yang di Amerika dihasilkan pada selang pH antara 4.7-5.2. Hasil pengujian pH pada seduhan kopi bubuk yang dihasilkan dari setiap perlakuan pada penelitian ini disajikan pada Gambar 8.

(46)

30

Berdasarkan analisis ragam terhadap nilai pH pada taraf signifikasi α=0.05

menunjukkan bahwa nilai pH berbeda nyata untuk setiap perlakuan dan interaksi antara keduanya. Rekapitulasi analisis ragam terhadap kadar VRS dan hasil uji lanjut Duncan dapat dilihat pada Lampiran 3. Menurut Ciptadi dan Nsution (1978), semakin tinggi suhu dan semakin lama penyangraian, maka akan meningkatkan pH seduhan kopi, sedangkan kopi yang disangarai di silinder tertutup menyebabkan kopi yang dihasilkan terasa asam karena terhambatnya penguapan air dan asam-asam mudah menguap lainnya.

Keasaman kopi juga dipengaruhi oleh cara pengolahan, derajat penyangraian, suhu ekstraksi, tinggi tempat dari permukaan laut dan jenis kopi. Pengolahan kopi secara basah menyebabkan keasamannya tinggi terutama pada kopi arabika, sedangkan pengolahan cara kering untuk kopi robusta menyebabkan keasaman terendah, sedangkan untuk kopi arabika keasamannya sedang (Sivetz di dalam Clifford dan Willson (1985)).

6. Uji Organoleptik

Uji organoleptik dilakukan terhadap warna, aroma, rasa, dan penerimaan umum seduhan kopi yang dihasilkan. Menurut Meilgaard (1999), evaluasi sensori dilakukan terhadap beberapa atribut pada produk pangan, yaitu penampakan, aroma, konsistensi, dan tekstur serta rasa. Selanjutnya, evaluasi sensori dapat digunakan untuk berbagai tujuan, seperti pemeliharaan mutu produk, optimasi, dan peningkatan mutu produk, pengembangan produk baru, dan pendugaan pasar yang potensial, bergantung dari jenis pengujian yang digunakan.

a. Warna

Berdasarkan analisis ragam uji hedonik untuk warna menunjukkan bahwa

terdapat perbedaan yang nyata antar sampel pada taraf signifikasi α=0.05

(47)

31 dengan media penyangraian wajan tanah liat dan stainless steel. Hal ini dapat disebabkan karena seduhan kopi yang dihasilkan memiliki warna yang hampir sama, yaitu coklat hingga hitam. Rekapitulasi analisis ragam dan uji Duncan dapat dilihat pada Lampiran 4.

Adanya perbedaan warna seduhan kopi ini adalah karena pengaruh pengolahan terhadap sifat fisik dan kimia pigmen alami tanaman yang mudah mengalami perubahan kimia sangat peka terhadap panas. Selain itu, menurut Sari (2001), faktor lain yang mempengaruhi warna seduhan kopi yang dihasilkan, yaitu karena adanya proses karamelisasi gula yang menyebabkan timbulnya warna coklat tua.

b. Aroma

Berdasarkan analisis ragam uji hedonik untuk aroma menunjukkan bahwa

terdapat perbedaan yang nyata antar sampel pada taraf signifikasi α=0.05

sehingga selanjutnya dilakukan uji Duncan. Perlakuan 10% arabika : 90% robusta dengan media penyangraian wajan tanah liat memiliki rata-rata nilai tertinggi dan berbeda nyata terhadap seluruh perlakuan. Rekapitulasi analisis ragam dan uji Duncan dapat dilihat pada Lampiran 4.

Sivetz (1972) menyatakan bahwa terbentuknya aroma yang khas pada kopi disebabkan oleh kafeol dan senyawa-senyawa komponen pembentuk aroma kopi lainnya. Jika selain proses penyangraian, sebagian kecil kandungan kafein menguap dn pembentukan berbagai komponen lain seperti aseton, furfural, trimetilamina, asam formiat, dan asam asetat. Pembentukan aroma juga tergantung dari terbentuknya senyawa yang mudah menguap dan tidak menguap. Asam-asam mudah menguap terbentuk karena terjadinya degradasi senyawa karbohidrat, protein, dan lemak pada tahap akhir proses pyrolisis.

Senyawa mudah menguap diukur dari analisa VRS (Volatile Reducing Substances). Berdasarkan analisis VRS yang dilakukan, kopi bubuk dengan perlakuan 10% arabika : 90% robusta dengan media penyangraian wajan tanah liat memiliki nilai yang cukup tinggi dibandingkan dengan sampel lainnya. c. Rasa

(48)

32

signifikasi α=0.05 sehingga selanjutnya dilakukan uji Duncan. Perlakuan 10% arabika : 90% robusta dengan media penyangraian wajan tanah liat memiliki rata-rata nilai tertinggi dan berbeda nyata terhadap seluruh perlakuan. Rekapitulasi analisis ragam dan uji Duncan dapat dilihat pada Lampiran 4.

Sari (2001) menyatakan bahwa rasa pada kopi dipengaruhi oleh hasil degradasi beberapa senyawa seperti karbohidrat, alkaloid, asam klorogenat, senyawa volatile, dan trigonellin. Pada penyangraian terjadi banyak kehilangan (loss) akibat terdegradasi. Karbohidrat terdegradasi membentuk sukrosa dan gula-gula sederhana yang menghasilkan rasa manis. Alkaloid yaitu kafein mengalami sublimasi membentuk kafeol. Kafein memiliki rasa pahit yang kuat selain asam klorogenat dan trigonellin. Kafein memberikan kontribusi sebanyak 10% dalam pembentukan rasa pahit. Asam klorogenat terdekomposisi sebanyak 50% selama penyangraian dan akan hilang pada derajat penyangraian „heavy roast‟. Sedangkan trigonellin hanya 15% terdekomposisi untuk setiap derajat penyangraian. Pembentukan senyawa volatile terjadi pada menit-menit terakhir penyangraian. Peristiwa dekomposisi ini terjadi pada tahap pyrolisis. Pyrolisis terjadi pada saat suhu mencapi 200oC.

Menurut Jacob dalam Kustiyah (1985), rasa pahit pada ekstrak kopi disebabkan oleh kandungan mineral-mineral bersama dengan pemecahan serat kasar, asam khlorogenat, kafein, tannin, dan beberapa senyawa organik dan anorganik lainnya. Jadi rasa pada kopi dipengaruhi oleh derajat penyangraian dan jenis kopi serta cara pengolahannya.

d. Penerimaan Umum

Bila dilihat dari penerimaan umum panelis, hasil pengamatan berdasarkan analisis ragam terhadap penerimaan umum panelis menunjukkan bahwa terdapat

perbedaan nyata antar sampel pada taraf signifikasi α=0.05 sehingga selanjutnya

(49)

33

F. PERUBAHAN MUTU SELAMA PENYIMPANAN

Berdasarkan hasil uji organoleptik serta didukung oleh hasil uji kadar air, rendemen dan VRS maka dipilih kopi bubuk terbaik, yaitu perlakuan 10% arabika : 90% robusta dengan media penyangraian wajan tanah liat. Selanjutnya dilakukan penyimpanan kopi bubuk pilihan tersebut dengan menggunakan kemasan PP (polipropilen) dan kertas kraft pada suhu 30oC, 35oC, dan 45oC (Gambar 9). Penyimpanan dilakukan selama satu setengah bulan dengan 10 titik pengamatan. Pengamatan yang dilakukan yaitu terhadap perubahan nilai kadar air, VRS (Volatile Reducing Substances), dan derajat keasamaan (pH). Data hasil analisis selama penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 5. Akan tetapi, sebelum disimpan perlu dilakukan analisis proksimat terhadap produk untuk mengetahui karakteristik produk tersebut sebelum disimpan untuk selanjutnya dibandingkan dengan SNI. Hasil pengamatan analisis proksimat awal produk dan pembandingannya dengan SNI disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13. Hasil Pengujian Analisis Proksimat Awal Produk Kopi Bubuk Pilihan dan Pembandingannya dengan SNI Kopi Bubuk 01-3542-1994.

Kriteria Uji Satuan SNI 01-3542-1994 Hasil Pengujian

Kadar Air % Maks. 7 3.54

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa analisis proksimat hasil pengujian, yang terdiri dari kadar air, kadar lemak, kadar serat, kadar protein, serta kadar abu masih termasuk ke dalam standar SNI kopi bubuk.

(50)

34 kandungan mineral-mineral bersama dengan pemecahan serat kasar, asam khlorogenat, kafein, tannin, dan beberapa senyawa organik dan anorganik lainnya.

Gambar 9. Penyimpanan kopi bubuk pilihan.

1. Kadar Air

Kadar air adalah presentase kandungan air dari suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat kering (dry basis) (Syarief dan Halid, 1993). Faktor yang sangat berpengaruh terhadap penurunan mutu produk pangan adalah perubahan kadar air dalam produk. Aktivitas air (aw) berkaitan erat dengan kadar air, yang umumnya digambarkan sebagai kurva isotermis, serta pertumbuhan bakteri, jamur dan mikroba lainnya. Semakin tinggi aw pada umumnya makin banyak bakteri yang dapat tumbuh, sementara jamur tidak menyukai aw yang tinggi.

(51)

35 (a)

(b)

Gambar 10. Grafik perubahan kadar air selama penyimpanan dengan (a) kemasan kertas kraft dan (b) plastik PP.

(52)

36 tinggi dibandingkan dengan menggunakan plastik PP. Hal ini dapat disebabkan karena cara penutupan kemasan yang dilakukan secara manual sehingga kurang rapat dimana memungkinkan udara dan uap air bisa masuk. Selain itu, densitas kertas kraft lebih kecil dibandingkan dengan plastik PP sehingga memungkinkan terjadinya transfer uap air dari lingkungan ke dalam kemasan.

2. Volatile Reducing Substance (VRS)

Uji VRS dilakukan untuk menentukan bahan mudah menguap yang dapat direduksi pada produk yang dapat mempengaruhi aroma produk kopi bubuk selama penyimpanan. Nilai VRS kopi bubuk mengalami penurunan pada setiap perlakuan kemasan dan suhu selama penyimpanan. Penurunan kadar VRS selama penyimpanan masing-masing dapat dilihat pada Gambar 11.

(a)

(b)

(53)

37 Berdasarkan hasil regresi linier, diketahui kadar VRS selama penyimpanan yang menunjukkan bahwa produk kopi bubuk yang disimpan pada suhu 45oC, 35oC, dan 30oC mengalami kecenderungan penurunan kadar VRS baik pada kopi bubuk yang dikemas dengan menggunakan kertas kraft maupun plastik PP yang dapat diketahui dari kemiringan (slope) masing-masing persamaan regresi linieryang bernilai negatif. Semakin tinggi suhu penyimpanan yang digunakan, maka penurunan kadar VRS juga akan semakin tinggi. Penurunan kadar VRS kopi bubuk tersebut terjadi karena adanya penguapan senyawa volatil dari produk kopi bubuk tersebut sehingga menyebabkan penurunan aroma pada produk.

Oleh karena itu, semakin lama dilakukan penyimpanan maka semakin banyak senyawa volatil yang menguap sehingga akan mempengaruhi aroma kopi bubuk. Kadar VRS pada produk disimpan dengan menggunakan kemasan kertas kraft mengalami penurunan yang lebih besar dibandingkan dengan kemasan PP. Hal ini dapat disebabkan karena cara penutupan kemasan yang dilakukan secara manual sehingga kurang rapat dimana memungkinkan senyawa volatil lebih banyak yang menguap ke lingkungan serta perbedaan densitas antara keduanya.

3. Derajat Keasaman (pH)

Pengukuran derajat keasaman (pH) dilakukan untuk mengetahui kecenderungan perubahan nilai pH selama penyimpanan kopi bubuk. Perubahan nilai pH kopi bubuk selama penyimpanan masing-masing dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar

Tabel 1. Syarat Mutu Kopi Bubuk……..……………….………...
Gambar 1. Penampang lintang buah kopi
Tabel 2. Komposisi Asam Amino pada Asam Hidrolisat pada Biji Kopi Kolombia Sebelum dan Sesudah Diroasting
Tabel 3. Daya Tembus Plastik terhadap N2, O2, CO2, dan H2O
+7

Referensi

Dokumen terkait

The  teacher  in  this  research  also  used  some  extrinsic  reward  that  could  have  positive  effect  on  the  students’  intrinsic  motivation  in 

Taip sukuriamas metodologinis optimizmo pamatas, tiesiantis vilties gijas mokytojui, o per jį ir mokiniui, kuris stiprina pedago- ginės galios, o ne valdžios pojūtį, gilinan- tį

Memungkinkan sangat banyak variabel yang dapat mempengaruhi hasil belajar, maka pada penelitian ini terbatas pada variabel lingkungan belajar di sekolah,

Sistem drainase bawah permukaan tanah ( subsurface drainage ) ini sangat diperlukan di lapangan Stadion Wergu Wetan, karena berfungsi untuk mengumpulkan dan

Hasil penelitian menunjukkan keragaan karakter agronomis galur-galur kedelai adaptif lahan pasang surut di Wanaraya pada umumnya lebih baik daripada di Barambai, kecuali umur

Beberapa setting di file .htaccess pada website joomla dan wordpress tidak di support oleh apache versi ini, oleh karenanya anda dapat mengganti file htaccess anda

Telekomunikasi Selular (Telkomsel)GraPARI Pemuda Surabaya, dapat diketahui bahwa karyawan di bagian direct sales tidak hanya dibebani dengan target-target, melainkan juga

Whelen (2006) menjelaskan berbagai hal penyebab kegagalan penerapan strategi yaitu: 1) komunikasi yang sulit antar staf, 2) komitemen manajemen operasional lemah, 3) gagal