• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendugaan Umur Simpan Bumbu Serbuk Kuah Bakso Dengan Metode Akselerasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pendugaan Umur Simpan Bumbu Serbuk Kuah Bakso Dengan Metode Akselerasi"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

PENDUGAAN UMUR SIMPAN BUMBU SERBUK KUAH

BAKSO DENGAN METODE AKSELERASI

ASTRI HERMEINASARI

F252130075

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Pendugaan Umur Simpan Bumbu Serbuk Kuah Bakso dengan Metode Akselerasi” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2016

Astri Hermeinasari

(4)

RINGKASAN

ASTRI HERMEINASARI. Pendugaan Umur Simpan Bumbu Serbuk Kuah Bakso dengan Metode Akselerasi. Dibimbing oleh FERI KUSNANDAR dan DEDE R ADAWIYAH.

Bumbu serbuk kuah bakso siap saji yang dikemas dalam kemasan plastik metalik mengalami penurunan mutu secara berangsur-angsur yang diakibatkan oleh penyerapan air atau reaksi kimia. Perubahan mutu fisik yang disebabkan oleh penyerapan kadar air selama penyimpanan mengakibatkan penggumpalan produk, sedangkan reaksi kimia menyebabkan perubahan warna dan mutu sensori. Keru-sakan kimia terjadi karena bumbu serbuk kuah bakso mengandung komponen kimia yang satu sama lain dapat beriteraksi secara kimia yang menyebabkan penurunan mutu produk.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menduga umur simpan bumbu serbuk kuah bakso dengan menggunakan dua metode akselerasi, yaitu model kadar air kritis dan model Arrhenius. Penelitian dilakukan dalam empat tahap, yaitu (1) karakteristik mutu awal produk (2) tahap pendugaan umur simpan dengan metode kadar air kritis (3) tahap pendugaan umur simpan dengan metode Arrhenius (4) tahap analisis data. Analisa yang dilakukan untuk menguji bumbu serbuk kuah bakso terdiri atas sudut repose, bilangan Thio Barbituric Acid (TBA), nilai aw, kadar proksimat, mutu mikrobiologi, dan pengujian warna (metode objektif dan subjektif). Beberapa parameter dipilih untuk digunakan dalam menduga umur simpan.

Bumbu serbuk kuah bakso memiliki nilai aktivitas air (aw) sebesar 0.47, nilai kadar air kritis sebesar 0.0369 g H2O/g padatan dan mengikuti kurva isotermis sorpsi air tipe II. Berdasarkan model kadar air kritis, produk memiliki umur simpan selama 12.1 bulan pada kelembaban relatif 75%. Berdasarkan model Arrhenius untuk parameter warna larutan secara sensori dengan skor mutu akhir sebesar 4.15, umur simpan produk pada kondisi suhu dan kelembaban relatif ruang penyimpanan yang sama dengan model kadar air kritis adalah 4.0 bulan. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kerusakan bumbu serbuk kuah bakso yang disebabkan oleh reaksi kimia lebih cepat terjadi dibandingkan kerusakan akibat penyerapan air.

(5)

SUMMARY

ASTRI HERMEINASARI. Shelf-life Determination of Meat-ball Seasoning Powder with Acceleration Method. Supervised by FERI KUSNANDAR dan DEDE R ADAWIYAH.

The ready to eat meat-ball seasoning powder packaged in a metalized plastic experienced gradual quality deterioration due to moisture absorption or chemical reaction. The physical moisture absorption caused product agglomeration, while the chemical reaction caused color and sensory quality changes.

The aim of this research was to estimate the shelf-life of meat-ball seasoning powder using two accelerated methods, i.e. a critical moisture model and Arrhenius model. This research was conducted in several steps, (1) determination of initial quality characteristic product (2) shelf life determination using critical moisture model, and (3) shelf life determination using Arrhenius model. Several analysis parameters were used to evaluate meat-ball seasoning powder samples, i,e repose angle, thio barbituric acid value, water activity, proximate composition, microbiologal quality, and colour (objective and subjective method). Several quality parameters were selected to be applied in shelf-life prediction.

Meat-ball seasoning powder had water activity value (aw) of 0.474 and critical moisture content of 0.0369 g H2O/g dry solid. It followed GAB moisture sorption isotherm curve model (type II). Based on a modified critical moisture model, the product had a shelf-life of 12.1 months at relative humidity of 75%. Based on Arrhenius model for colour parameter of product solution with quality limit value of 4.15, its shelf-life at the same storage temperature and relative humidity as that of the critical moisture model was 4.0 months. The result suggested that the product deterioration due to chemical reaction occured more rapidly than that of moisture absorption.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Teknologi Pangan

pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

PENDUGAAN UMUR SIMPAN BUMBU KUAH BAKSO

SERBUK DENGAN METODE AKSELERASI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2015 sampai Maret 2016 adalah pendugaan umur simpan bumbu serbuk kuah bakso dengan metode akselerasi, yaitu dengan pendekatan metode Arrhenius dan metode kadar air kritis. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Feri Kusnandar, Msc dan Ibu Dr Ir Dede R Adawiyah, MSi selaku pembimbing yang telah membimbing penulis dengan sabar dan memberi banyak masukan serta motivasi pada penulis dalam menyusun tesis ini. Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada Bapak Dr Nugraha Edhi Suyatma, STP, DEA selaku penguji luar komisi yang telah menguji penulis pada ujian tesis dan Ibu Dr Ir Nurheni Sri Palupi, MSi selaku Ketua Program Studi Magister Profesional Teknologi Pangan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada civitas akademika dan Sekretariat Pascasarjana Magister Profesional Teknologi Pangan, Bapak/Ibu di laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi pangan IPB dan PT. AGFI yang telah membantu selama penelitian, rekan-rekan di PS MPTP angkatan IX atas dorongannya untuk menyelesaikan tesis ini, terutama kakak Vina atas kerjasama dan kebersamaannya selama menjalani proses perkuliahan dan penyelesaian tugas akhir. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Mamah Ate Sarah tersayang, Bapak Herman Purwadinata tersayang, suami tersayang Farid Fatchurohman, putri tersa-yangku Andini, Adikku Ardi Herdian Purwadinata tersayang serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2016

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL iv

DAFTAR GAMBAR v

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

Ruang Lingkup Penelitian 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 5

Bumbu Serbuk Kuah Bakso dan Komposisinya 5

Peran Air dalam Bahan Pangan 7

Isotermis Sorpsi Air 8

Penentuan Masa Kadaluwarsa Model Kadar Air Kritis 9

Laju Penurunan Mutu Bahan Pangan 10

Model Persamaan Arrhenius 11

3 METODE PENELITIAN 12

Bahan dan Alat 12

Tempat dan Waktu 12

Prosedur Penelitian 12

Metode Analisis 15

Pengukuran Sudut Repose 15

Analisis Kadar Air 16

Penentuan Permeabilitas Kemasan 16

Berat Solid 16

Luasan Kemasan 16

Analisis Sensori 16

Analisis Bilangan TBA 17

Analisis Warna 17

Analisis Data 18

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 19

Karakterisasi Mutu Awal Produk 19

Umur Simpan Produk Metode Kadar Air Kritis 20

Umur Simpan Produk Metode Arrhenius 27

5 SIMPULAN DAN SARAN 37

Simpulan 37

Saran 37

DAFTAR PUSTAKA 38

LAMPIRAN 42

(12)

DAFTAR TABEL

1 Komposisi kimia lada hitam dan lada putih. 6 2 Nilai aktivitas air untuk larutan garam jenuh pada suhu 30o

C. 9

3 Karakteristik mutu awal bumbu serbuk kuah bakso. 19 4 Data kadar air kesetimbangan bumbu serbuk kuah bakso pada

masing- masing RH. 21

5 Kadar air (g H2O/g padatan) dan nilai sudut repose serta skor

kesukaan panelis terhadap tingkat penggumpalan. 24 6 Perhitungan umur simpan bumbu serbuk kuah bakso pada

beberapa RH penyimpanan berdasarkan pendekatan kadar air

kritis termodifikasi 26

7 Penurunan mutu dan R2 dari masing-masing karakteristik

atribut mutu 33

8 Nilai kritis setiap atribut mutu kritis. 33

9 Orde reaksi dan nilai R2

masing- masing atribut mutu. 34 10 Nilai k dan ln k atribut mutu bumbu serbuk kuah bakso pada

tiga suhu penyimpanan 35

11 Nilai R2

dan Ea berdasarkan atribut mutu 35

12 Pendugaan umur simpan bumbu serbuk kuah bakso dengan menggunakan pendekatan model Arrhenius berdasarkan orde

(13)

DAFTAR GAMBAR

1 Hubungan antara aw dengan aw/M untuk bumbu serbuk kuah

bakso 22

2 Sorpsi isotermis bumbu serbuk kuah bakso model GAB 23 3 Grafik hubungan antara kadar air (g H

2O/g padatan) dengan

rata-rata skor sensori tingkat penggumpalan 25

4

Grafik hubungan antara sudut repose dengan kadar air (g H2O/g

padatan) 25

5

Intensitas nilai L bumbu serbuk kuah bakso selama penyimpanan

pada suhu 37,45 dan 550C 28

6 Intensitas nilai a bumbu serbuk kuah bakso selama penyimpanan

pada suhu 37,45 dan 550C 28

7

Intensitas nilai b bumbu serbuk kuah bakso selama penyimpanan

pada suhu 37,45 dan 550C 29

8

Nilai bilangan TBA bumbu serbuk kuah bakso selama

penyimpanan pada suhu 37,45 dan 550C 29

9

Intensitas ketengikan bumbu serbuk kuah bakso selama

penyimpanan pada suhu 37,45 dan 550C 30

10

Intensitas warna serbuk bumbu serbuk kuah bakso selama

penyimpanan pada suhu 37,45 dan 550C 30

11

Intensitas aroma bawang putih goreng bumbu serbuk kuah bakso

selama penyimpanan pada suhu 37,45 dan 550C 31 12

Intensitas rasa bawang putih goreng bumbu serbuk kuah bakso

selama penyimpanan pada suhu 37,45 dan 550C 31 13

Intensitas rasa gurih bumbu serbuk kuah bakso selama

penyimpanan pada suhu 37,45 dan 550C 32

14 Intensitas warna larutan bumbu serbuk kuah bakso selama

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Nilai sudut repose dan pengamatan sensori selang waktu penyimpanan

0 hingga 7 jam 43

2 Modifikasi persamaan dan contoh perhitungan mencari nilai konstanta

persamaan GAB 44

3 Kadar air kesetimbangan bumbu serbuk kuah bakso berdasarkan

model persdamaan GAB 45

4 Pengamatan penampakan dan daya gumpal sebelum dan sesudah

pengadukan setelah penyimpanan interval 4 jam 46 5 Hasil pengujian parameter warna L, a dan b bumbu serbuk kuah bakso

menggunakan chromameter 48

6 Grafik Arrhenius parameter warna bumbu orde nol dan orde satu 49 7 Grafik Arrhenius parameter aroma bawang putih goreng orde nol dan

orde satu 50

8 Grafik Arrhenius parameter rasa bawang putih goreng orde nol dan

orde satu 51

(15)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bakso merupakan makanan khas masyarakat Indonesia yang sudah sangat dikenal luas. Bakso umumnya dijual oleh pedagang bakso dan disajikan dengan kuah bakso yang merupakan kuah bening yang dibuat dari rempah-rempah dan garam. Bakso umumnya dijual oleh pedagang untuk habis dalam waktu sehari. Mengingat potensi pasarnya yang besar, maka saat ini berkembang bakso beku dan bumbu serbuk kuah bakso yang banyak dijual di supermarket yang siap untuk disajikan di rumah tangga.

Bumbu serbuk kuah bakso siap saji merupakan produk pangan yang dikem-bangkan oleh industri pangan untuk menjawab peluang pasar akan kebutuhan masyarakat terhadap produk instan yang terus meningkat. Bahan yang digunakan dalam membuat bumbu serbuk kuah bakso yang dikembangkan sama dengan produk yang biasa diproduksi secara konvensional, yang terdiri dari bawang putih goreng, bawang putih, bawang merah, gula, garam, lada putih dan penyedap rasa. Bumbu serbuk kuah bakso ini selanjutnya diproses lebih lanjut di rumah tangga dengan penambahan air dan pemanasan, dan disajikan bersama-sama bakso.

Bumbu serbuk kuah bakso yang dikemas diharapkan memiliki umur simpan yang lebih lama. Sebagaimana umumnya produk pangan, bumbu serbuk kuah bakso dapat mengalami kerusakan mutu fisik atau kimia secara berangsur-angsur sehingga mencapai mutu yag sudah tidak layak untuk dikonsumsi. Produk pangan berbentuk serbuk umumnya rusak oleh penyerapan air dari lingkungan yang menyebabkan penggumpalan produk (Ghorab et al. 2014). Penggumpalan ditan-dai produk mulai basah dan mengalami caking (Hartmann dan Palzer 2011). Penggumpalan dapat menyebabkan perubahan kelarutan dan menyebabkan penurunan mutu sensori (Wahl et al. 2008).

Bahan-bahan yang digunakan dalam bumbu serbuk kuah bakso dapat meng-alami reaksi kimia, baik dipicu oleh interaksi antar komponen bahan penyusun maupun oleh faktor lingkungan (seperti suhu, cahaya dan oksigen). Oleh karena itu, kerusakan bumbu serbuk kuah bakso juga dapat disebabkan oleh reaksi kimia, seperti reaksi oksidasi lemak dan reaksi Maillard. Oksidasi lemak merupakan faktor utama yang berkontribusi terhadap mutu serta umur simpan produk pangan olahan yang mengandung lemak dan akan berpengaruh pada pembentukan aroma ketengikan akibat oksidasi lemak (Cui et al. 2016). Reaksi Maillard juga dapat berlangsung selama penyimpanan untuk produk yang mengandung gula pereduksi dan peptida atau komponen yang memiliki gugus amin (Dattatreya et al. 2007). Kerusakan secara kasat mata yang disebabkan oleh reaksi Maillard adalah pembentukan warna kecoklatan selama produk disimpan.

(16)

batas kelayakan produk untuk dikonsumsi. Batas waktu kadaluwarsa ini spesifik untuk setiap produk berdasarkan pada masa simpan produk yang ditentukan dengan percobaan.

Sebagai hasil pengembangan produk baru, bumbu serbuk kuah bakso belum diketahui secara pasti penyebab utama kerusakannya, apakah oleh reaksi kimia yang dipicu oleh suhu penyimpanan atau kerusakan fisik akibat menyerap uap air dari lingkungan. Suhu penyimpanan akan memicu reaksi komponen kimia yang ada di dalam produk, seperti reaksi oksidasi lemak yang dapat menyebabkan produk menjadi tengik atau reaksi Maillard yang menyebabkan warna produk serbuk menjadi kecoklatan (Li et al. 2016). Selama penyimpanan, produk bumbu serbuk kuah bakso serbuk juga mungkin menyerap air yang menyebabkannya mengalami penggumpalan (Kelly et al. 2016).

Kerusakan fisik oleh penyerapan air dapat dimanipulasi dengan model penyerapan air pada kondisi kritis (saat produk mulai ditolak oleh konsumen) (Faridah et al. 2013), sedangkan kerusakan kimia dapat dimanipulasi dengan model Arrhenius (Kusnandar et al. 2010). Prinsip dari pendugaan umur simpan dengan metode kadar air kritis didasarkan pada akselerasi penyerapan air oleh produk pada kondisi kelembaban relatif, hingga bahan berubah kandungan airnya hingga mencapai kadar air kritis (Carter dan Schmidt 2012). Umur simpan ditentukan berdasarkan waktu yang diperlukan oleh bahan untuk berubah kadar airnya dari kadar air awal hingga kadar air kritis (Labuza 1982). Lamanya umur simpan dipengaruhi oleh kadar air awal, kadar air kritis, permeabilitas uap air dari kemasan, luas kemasan yang kontak langsung dengan produk, kemiringan (slope) kurva isotermis sorpsi air (ISA), dan kadar air kesetimbangan (Yogendrarajah et al. 2015). Dalam beberapa hal, kurva isotermis sorpsi air dan kadar air keseimbangan tidak dapat ditentukan, terutama untuk produk pangan dengan kadar gula atau kadar garam yang tinggi (Blahovec dan Yanniotis 2009). Oleh karena itu, Labuza (1982) mengembangkan pendekatan perubahan aktivitas air (aw) sebagai dasar untuk menentukan umur simpan. Metode penentuan kadar air kritis telah digunakan dalam produk pangan yang mudah menyerap air, seperti biskuit (Kusnandar et al. 2010), maltodekstrin (Ghorab et al. 2014), buah apel kering (Said et al. 2015), susu bubuk (Kelly et al. 2016), ekstrak biji chia (Gutierrez et al. 2015) dan bandrek instan (Faridah et al. 2013).

Pendekatan pendugaan umur simpan dengan metode Arrhenius didasarkan pada akselerasi kerusakan kimia pada beberapa suhu di atas suhu penyimpanan normal, kemudian ditentukan konstanta laju reaksinya (Corradini dan Peleg 2007). Perubahan parameter mutu produk diamati secara periodik sehingga dapat diten-tukan konstanta laju reaksinya. Dengan menggunakan persamaan Arrhenius, konstanta laju reaksi pada suhu normal dapat ditentukan (Dattatreya et al. 2007). Waktu umur simpan ditentukan sebagai selisih dari nilai mutu awal dan mutu akhir dibagi dengan konstanta laju reaksinya (Hough et al. 2006). Metode Arrhe-nius ini telah digunakan untuk menentukan umur simpan pada produk sirup buah pala (Faridah et al. 2013), sweet whey powder (Dattatreya et al. 2007) dan buah zaitun matang (Garcia et al. 2008) .

(17)

Perumusan Masalah

Bumbu serbuk kuah bakso yang dikemas dalam metalized plastic

mengalami perubahan kimiawi yaitu produk menjadi tengik dan warna serbuk menjadi kecoklatan (reaksi Maillard). Selama penyimpanan, dapat pula terjadi penggumpalan yang disebabkan oleh penyerapan uap air dari udara yang melewati kemasan produk. Penggumpalan produk bumbu serbuk kuah bakso akan meningkat seiring dengan meningkatnya kadar air dan aktivitas air (aw) produk. Kerusakan produk bumbu serbuk kuah bakso dapat diakibatkan oleh perubahan suhu dan penyerapan kadar air dari lingkungan, akan tetapi belum diketahui faktor mana yang terlebih dahulu muncul, sehingga penentuan umur simpan produk bumbu serbuk kuah bakso perlu dilakukan dengan model kadar air kritis dan model Arrhenius. Selanjutnya, dapat dibandingkan umur simpan diantara kedua model yang telah dilakukan. Dari hasil perbandingan umur simpan tersebut, dapat diketahui model dan faktor yang memberikan umur simpan terpendek pada produk yang diuji sehingga data tersebut dapat digu-nakan dalam menentukan berapa lama masa simpan dari produk.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan dan membandingkan umur simpan produk bumbu serbuk kuah bakso dengan menggunakan pendekatan model kadar air kritis (untuk mensimulasi kerusakan fisik akibat penyerapan air) dan model Arrhenius (untuk mensimulasi kerusakan akibat reaksi kimia), sehingga diperoleh model mana yang memberikan umur simpan yang paling akurat yaitu ditentukan berdasarkan umur simpan yang paling pendek berdasarkan 2 metode yang digunakan dan tidak terlepas dari keterbatasan dari jenis kemasan yang digunakan untuk produk pangan yang diuji. Dalam penelitian ini juga diperoleh model kurva isotermis sorpsi air untuk bumbu serbuk kuah bakso yang dapat menjelaskan pola penyerapan (absorpsi) air oleh produk.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah: (1) memberikan informasi kepada indus-tri mengenai umur simpan produk bumbu serbuk kuah bakso, baik dari hasil pendekatan model kadar air kritis maupun model Arrhenius, dan (2) memberikan informasi mengenai model isotermis sorpsi air untuk bumbu serbuk kuah bakso yang dapat menjelaskan pola penyerapan (absorpsi) air oleh produk selama penyimpanan.

Ruang Lingkup Penelitian

(18)
(19)

5

2 TINJAUAN PUSTAKA

Bumbu Serbuk Kuah Bakso dan Komposisinya

Bumbu serbuk kuah bakso adalah produk bumbu yang berperisa daging bakso dengan penambahan bahan pangan lain serta terdiri dari satu atau lebih rempah-rempah atau ekstrak rempah-rempah dalam bentuk serbuk. Komposisi bumbu serbuk kuah bakso terdiri atas bawang putih goreng serbuk, gula, bawang putih bubuk, bawang merah, garam, lada putih dan penyedap rasa (Presse et al. 2015).

Bawang putih goreng serbuk merupakan produk hasil dari pengolahan bawang putih yang telah dibersihkan dari kulitnya dan selanjutnya dilakukan pemotongan dengan ukuran tertentu. Potongan bawang putih tersebut kemudian digoreng hingga warna keemasan dan ditiriskan hingga minyak tidak tertinggal di dalamnya. Selanjutnya dilakukan penggilingan dan pengayakan pada ukuran saringan tertentu hingga diperoleh bawang putih goreng dalam bentuk serbuk.

Gula merupakan senyawa kimia yang termasuk dalam karbohidrat, yang memiliki rasa manis, larut dalam air serta mempunyai sifat optis aktif yang dijadikan ciri khas untuk mengenal setiap gula. Gula dapat berada di dalam pangan dalam bentuk kristal atau amorf. Kondisi struktur terkecil dalam bahan pangan sangatlah penting untuk dapat dipertahankan dalam kondisi non kristal untuk mencegah penurunan mutu bahan pangan terhadap parameter aroma, warna dan rasa selama masa penyimpanan (Fan dan Roos 2016). Gula memiliki berbagai karakteristik fungsional pada berbagai produk pangan misalnya gula dapat berfungsi sebagai pemanis, bahan pengisi, pembentuk tekstur, pengawet dan substrat dalam fermentasi (Imamura et al. 2013). Faktor utama yang cepa var. aggi-egatiim) yang dikenal dengan nama ascalonicum L., A. cepa var. ascalomcum, A. cepa var. midtiplicaris dan cepa var. solaninum; bawang kucai (Allium scboenoprasum L); bawang bombay (Allium cepa var. cepa) bawang daun besar atau bawang bakung (Allium ampeloprasum L. var. porrum) yang dikenal dengan nama A. porrum dan bawang daun kecil atau bawang prei (Allium fistiilosum L). Bawang putih (Allium sativum L.) merupakan bumbu yang termasuk kedalam 20 urutan peringkat utama yang paling penting di dunia dengan berbagai macam tujuan penggunaan di seluruh dunia, baik dalam bentuk mentah atau bahan baku dalam proses kuliner, bahan baku obat tradisional dan obat modern dengan total area tanam sebesar 1.437.690 ha dan total produksi dalam satu tahun sebesar 24.255.303 ton (Martins et al. 2016).

(20)

Garam berfungsi sebagai penghambat pertumbuhan kapang dan khamir pada bumbu seasoning powder dan menambahkan rasa gurih. Garam berfungsi untuk mengikat air terhadap bahan. Garam telah digunakan sebagai seasoning

makanan sejak dahulu dan tidak dapat dipungkiri garam berkontribusi terhadap

flavour, efek dietary, pengawet dan stabilitas produk. Penambahan garam dalam makanan dapat memberikan kesan spesifik dan dimensi baru karena keasinannya di atas semua rasa. Garam berperan sangat penting di dalam produk pangan dalam segi rasa karena berkontribusi terhadap aroma, rasa dan tekstur serta peran pentingnya terhadap keamanan pangan dalam kontribusi penghambatan pertumbuhan mikroba (Cui et al. 2016).

Tanaman lada (Piper ningrum Linn) merupakan tanaman yang tergolong dalam famili piperaceae, ordo piperales dan genus piper. Famili ini terdiri dari 10-12 genus dan kira-kira 1400 spesies (Rismunandar 1987). Kandungan buah lada antara lain minyak atsiri, asam lemak bebas, asam lemak, alkaloid, pati, resin, protein, selulosa, pentosa, mineral, air, dan Iain-lain. Rasa pedas pada lada disebabkan oleh adanya senyawa piperine, chavicine daapiperemn (Rismu-nandar 1987). Aroma yang timbul pada lada disebabkan oleh minyak atsiri yang mengandung monoterpene, sesquiterpene monoterpem-0 dan sesquiterpene-0

(Rismunandar 1987). Komposisi kimia biji lada biasanya tergantung dari jenis lada dan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Komposisi kimia lada hitam dan lada putih

Senyawa kimia (%) Lada hitam Lada putih

Kadar air 8-13 9.9-15

Zat protein 11 11

Minyak atsiri 1-4 < dari lada hitam

Zat karbohidrat 22-42 50-65

Piperin (alkaloid) 5-9 5-9

Sumber : Rismunandar (1987)

Dalam dunia perdagangan terdapat dua jenis lada yaitu lada hitam dan lada putih. Perbedaan kedua lada ini sebenarnya teletak pada proses pengolahannya dan bukan pada varietas ladanya, sehingga varietas lada apapun dapat menjadi

(21)

Penyedap rasa adalah bahan tambahan makanan yang memberikan rasa pada bahan tertentu, sehingga suatu makanan dapat bertambah manis, asam, dan sebagainya. Umumnya penyedap rasa diberikan kepada makanan yang tidak atau kurang memiliki rasa sehingga disukai konsumen (Khan et al. 2015).

Peran Air dalam Bahan Pangan

Bahan pangan berinteraksi dengan molekul air yang terkandung di dalamnya dan molekul air di udara sekitarnya. Interaksi molekul air dengan bahan pangan dan lingkungan dapat dilihat dari isotermis sorpsi airnya. Isotermis sorpsi air menunjukkan hubungan antara kadar air bahan dengan kelembaban relatif (RH) kesetimbangan ruang tempat penyimpanan bahan baku atau aktivitas air pada suhu tertentu (Yogendrarajah et al. 2015).

Peranan air dalam bahan pangan biasanya dinyatakan dalam kadar air dan aktivitas air (aw), sedangkan peranan air di udara dinyatakan dengan RH dan kelembaban mutlak. Secara umum dipahami bahwa aw lebih berpengaruh terhadap mutu fisik, kimia dan biologi pada bahan pangan dibandingkan dengan kadar air total (Farahnaky et al. 2016). Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan basis basah (wet basis) atau basis kering (dry basis). Kadar air kesetimbangan adalah kadar air saat tekanan uap air bahan setimbang dengan lingkungannya. Pada saat terjadi keseimbangan, jumlah uap air yang menguap dari bahan ke udara sama dengan jumlah air yang masuk ke bahan. Kadar air kesetimbangan yang terjadi karena bahan kehilangan air disebut kadar air keseimbangan desorpsi, sedangkan apabila terjadi karena bahan menyerap air disebut kadar air kesetimbangan absorpsi (Carter dan Schmidt 2012).

Yogendrarajah et al. (2015) menjelaskan hubungan antara kadar air dalam bahan pangan dengan daya awetnya. Pengurangan air baik dengan pengeringan atau penambahan bahan penguap air bertujuan untuk mengawetkan bahan pangan sehingga dapat tahan terhadap kerusakan mikrobiologis maupun kerusakan kimiawi. Bazardeh dan Esmaiili (2014) menjelaskan bahwa kriteria ikatan air dalam aspek daya awet bahan pangan dapat ditinjau dari kadar air, konsentrasi larutan, tekanan osmotik, kelembaban relatif berimbang dan aktivitas air (aw).

Tingkat mobilitas dan peranan air dalam bahan biasanya dinyatakan dengan aw. Dalam konsep aw ini, air yang memiliki aktivitas biologi dan kimia dinyatakan dengan air bebas. Air bebas dalam pangan digunakan untuk reaksi oksidasi lemak, reaksi enzimatis, reaksi pencoklatan non enzimatis, dan untuk pertumbuhan mikroorganisme untuk partumbuhannya (Sablani et al. 2007).

aw dapat dinyatakan sebagai potensi kimia yang kisaran nilainya bervariasi dari 0.0–1.0. Pada nilai aw 0.0 berarti molekul air yang bersangkutan sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas selama proses kimia, sedangkan nilai aw 1.0 berarti potensi air dalam proses kimia dalam kondisi maksimal. Aktivitas air suatu bahan pangan berhubungan dengan kelembaban relatif kesetimbangan atau

equilibrium relative humidity (ERH), yaitu: aw

(22)

Menurut Yanniotis dan Blahovec (2009) nilai aw mempengaruhi daya tahan makanan terhadap serangan mikroba. Berbagai mikroorganisme mempunyai aw minimum agar dapat tumbuh dengan baik, misalnya aw bakteri = 0.90 ; aw khamir = 0.80–0.90 dan aw kapang = 0.60–0.80. Beberapa jenis garam dan asam dapat digunakan untuk mengontrol aw atau ERH. Tham et al. (2016) menjelaskan bahwa untuk membuat kurva isotherm sorpsi air produk disimpan dalam beberapa desikator yang berisi larutan garam jenuh dengan aw yang berbeda sehingga dapat dicapai kondisi kesetimbangan. Kesetimbangan dicapai pada saat tekanan uap air pada bahan sama dengan tekanan uap air lingkungan sekitar.

Isotermis Sorpsi Air (ISA)

Isotermis sorpsi air (ISA) adalah kurva yang menghubungkan data kadar air kesetimbangan dengan aw suatu bahan pada suhu yang sama. Carter dan Schmidt (2012) menjelaskan bahwa ISA dapat ditunjukkan dalam bentuk kurva isotermis sorpsi. Ditam-bahkan oleh Sormoli dan Langrish (2015), bentuk kurva ISA bagi setiap bahan pangan khas dan harus dievaluasi secara eksperimen. Hal ini berkaitan dengan struktur, sifat fisikokimia dan kimia, serta komponen penyusun bahan pangan.

Kurva ISA sangat penting untuk merancang proses pengeringan terutama dalam menentukan titik akhir pengeringan serta menentukan stabilitas bahan pangan selama penyimpanan (Adawiyah dan Soekarto2010). Istilah sorpsi menu-rut Gulati et al. (2015) menunjukkan semua proses dimana solid dari suatu bahan pangan bergabung dengan molekul air secara reversible yang melibatkan proses absorpsi fisik dan kondensasi kapiler dan sistem akan menjadi equilibrium ketika tekanan kapiler mencapai keseimbangan.

Banyak model yang telah dikembangkan untuk mendeskripsikan kurva sorpsi isotermis air diantaranya adalah model Langmuir yang dibuat pada tahun 1918 dan dimodifikasi menjadi persamaan BET (Braunauer, Emmet dan Teller) pada tahun 1938. Persamaan lain adalah Smith (1947), Oswin (1946), Halsey (1948), Henderson (1952), Chen (1971), GAB (Guggenheim-Anderson-de Boer) (1981) dan lain-lain. Dari sekian banyak model yang dikembangkan tersebut, persamaan BET dan GAB mewakili model kurva ISA yang memiliki daya guna cukup baik yaitu dalam hal kemampuannya secara matematis menguraikan ISA dan kemampuan tetapan-tetapan dalam model tersebut untuk menjelaskan feno-mena secara teoritis (Adawiyah dan Soekarto 2010).

(23)

=

………(1)

dimana : M (kadar air basis kering), Mm (kadar air monolayer), aw (aktivitas air), C (tetapan adsorpsi air monolayer), K (konstanta air multilayer (diatas air monolayer)

Untuk mendapatkan kurva isotermis sorpsi air diperlukan larutan garam jenuh yang digunakan untuk mengatur RH desikator. Garam yang digunakan adalah MgCl2, K2CO3, NaBr, NaCl, KCl, dan KNO3 yang memberikan nilai aktivitas air 0.324-0.923 atau RH lingkungan berkisar 32.4-92.3% (Tabel 2). Tabel 2 Nilai aktivitas air untuk larutan garam jenuh pada suhu 30oC

Larutan Sumber : Bell and Labuza 2000

Produk pangan kering pada dasarnya mempunyai sifat - terhadap perubahan kadar air. Setiap produk pangan kering mempunyai karakteristik kadar air kritis yaitu suatu nilai kadar air maksimum dimana produk tersebut masih mempunyai mutu yang dapat diterima (Hariyadi et al. 2012).

Untuk produk pangan yang relatif mudah rusak akibat penyerapan kadar air dari lingkungan, penentuan umur simpan dilakukan berdasarkan metode kadar air kritis. Kerusakan produk semata-mata pada kerusakan produk akibat menyerap air dari udara hingga mencapai batas yang tidak dapat diterima secara . Batas penerimaan tersebut berdasarkan pada standar mutu yang akan spesifik untuk setiap jenis produk, waktu yang diperlukan oleh produk untuk mencapai kadar air kritis menyatakan umur simpan produk (Kusnandar 2011).

Penentuan Masa Kadaluwarsa Model Kadar Air Kritis

Produk bumbu serbuk kuah bakso merupakan produk pangan kering yang bersifat peka akan perubahan kadar air sekitarnya. Oleh karena itu, stabilitas produk pangan kering ditentukan oleh dua faktor - utama, yaitu kelembaban relatif kesetim-bangan atau aktivitas air (aw), tempat penyimpanan dan kadar air kesetimbangan bahan pangan (Me) (Loredo et al. 2016).

(24)

………(

2)

dimana : t (Waktu perkiraan umur simpan, hari); Me (kadar air keseimbangan produk, g H2O/g padatan), Mi (kadar air awal produk (g H2O/g padatan); b (kemiringan kurva sorpsi isotermis); Mc (kadar air kritis, g H2O/g padatan); k/x permeabilitas uap air kemasan, g/m2.hari.mmHg), A (luas permukaan kemasan, m2); Ws (bobot kering produk dalam kemasan, g padatan), Po (tekanan uap jenuh, mmHg).

Laju Penurunan Mutu Bahan Pangan

Umur simpan suatu produk didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan untuk mempertahankan mutu atau sifat karakteristik suatu produk pada kondisi penyimpanan tertentu hingga produk tersebut tidak dapat diterima oleh konsumen (Garcia et al. 2008). Pentingnya penentuan umur simpan suatu produk pangan sudah dibahas dalam berbagai publikasi dan prinsip utama dalam metode penentuan umur simpan adalah beberapa model matematik yang digunakan untuk mengestimasi tingkat penurunan mutu produk pangan yang disimpan (Corradini dan Peleg 2007). Prinsip kinetika kimia dapat diterapkan dalam ilmu pangan untuk memprediksi perubahan mutu suatu produk sebagai fungsi waktu maupun kondisi lingkungan (Labuza 1982). Penurunan mutu suatu produk pangaan secara umum dapat digambarkan sebagai berikut:

Laju Penurunan Mutu = dQ/dt = kQn

………(γ)

dimana: Q (faktor mutu yang diukur), t (waktu), k (konstanta laju penurunan mutu), n (ordo reaksi penurunan mutu), dQ/dt (perubahan mutu Q terhadap waktu, tanda negatif menunjukkan laju penurunan mutu, dengankan tanda positif menunjukkan laju penambahan jumlah produk yang tidak diinginkan)

Pada banyak produk pangan, penurunan mutu bahan pangan mengikuti reaksi ordo nol, pada kondisi ini, laju perubahan mutu suatu produk bahan pangan berlang-sung konstan. Beberapa jenis penurunan mutu produk pangan yang mengikuti ordo nol adalah degradasi enzimatis (buah dan sayuran segar, beberapa bahan pangan beku, dan beberapa adonan yang didinginkan), browning non enzimatis (biji kering, produk susu kering dan penurunan nilai gizi protein), oksidasi lemak (peningkatan ketengikan pada snack, makanan kering dan pangan beku) (Hariyadi et al. 2012).

(25)

Model Persamaan Arrhenius

Model persamaan Arrhenius menggambarkan hubungan antara suhu dengan kecepatan reaksi yang terjadi, sehingga dapat digunakan untuk menentukan hubungan antara suhu penyimpanan dengan tingkat degradasinya. Penggunaan persamaan Arrhenius memungkinkan untuk memperkirakan stabilitas bahan pada suhu penyimpanan berdasarkan tingkat degradasi yang diamati pada suhu yang lebih tinggi. Pada umumnya, persamaan Arrhenius digunakan untuk menentukan stabilitas suatu senyawa dengan metode akselerasi (Garcia et al. 2008). Berikut adalah persamaan Arrhenius.

k= ko. Exp –EA/RT………..(4) atau ln k = ln ko–(Ea/R)(1/T) ………..(5)

(26)

3 METODE PENELITIAN

Bahan dan Alat

Bahan utama penelitian ini adalah bawang merah, bawang putih, bawang putih goreng, merica, bahan pengisi dan penyedap rasa, gula halus dan garam yang digunakan untuk membuat bumbu serbuk kuah bakso. Bahan lain yang digunakan adalah beberapa garam dengan berbagai nilai aw, yaitu NaOH (0.08), LiCl (0.11), MgCl2 (0.32), K2CO3 (0.43), KNO2 (0.47), NaBr (0.56), NaNO2 (0.64), KI (0.68), NaCl (0.75), KCl (0.84), KNO3 (0.92) dan K2SO4 (0.97). Bahan lain yang digunakan adalah silica gel, vaselin, kemasan plastik metalik (OPP20+PET12+CPP30) dan akuades. Peralatan utama yang digunakan adalah peralatan untuk memproses bumbu serbuk kuah bakso (timbangan, ribbon mixer, ayakan dan vertical filling packing), dan peralatan analisis (desikator, oven, aw-meter, inkubator, neraca analitik, thermohigrometer, peralatan gelas dan kom-puter).

Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di Laboratorium Analisis Pangan, Institut Pertanian Bogor (IPB) Darmaga, Laboratorium PT. Indopoly Swakarsa Industry Tbk dan Laboratorium PT.XYZ Cikarang Pusat. Sampel diambil dari PT. AGFI, Bogor. Penelitian dimulai pada bulan Juli 2015 – Maret 2016.

Prosedur Penelitian

Penelitian dilakukan dalam empat tahap, yaitu (1) karakterisasi mutu awal produk (2) tahap pendugaan umur simpan dengan metode kadar air kritis (3) tahap pendugaan umur simpan dengan metode Arrhenius (4) tahap analisis data.

Karakterisasi Mutu Awal Produk

Karaketristik mutu awal produk meliputi mutu fisik yang terdiri dari sudut

repose (Flodex, powder flowability, hanson research). Pengujian mutu kimia meliputi uji bilangan Thio Barbituric acid (TBA) secara spektrofotometri, nilai aw, kadar protein (mikro kjedhal AOAC 1995 Chapter 12.1.07, AOAC 960.52), kadar air (SNI 01-2891 1992), kadar abu (SNI 01-2891 1992), kadar lemak (soxhlet SNI 01-2891 1992) dan kadar karbohidrat by difference. Pengujian mutu mikrobiologi meliputi Aerobic Plate Count (metode ISO 4883:2003), Enterobacteriaceae

(metode ISO 21528-2:2004), Staphylococcus aureus (metode ISO 6888-2:1999) dan Yeast and mould (metode 21527-2:2008).

Sudut repose produk diukur dengan menggunakan powder flowability

(Flodex 21-101-000). Metode pengujian berdasarkan Teunou et al. (1995). Sebanyak 100 g sampel dimasukkan pada permukaan bidang corong atas dari alat

(27)

yang terbentuk diukur dengan menggunakan busur derajat, sehingga dapat ditentukan sudut repose bahan.

Tahap Pendugaan Umur Simpan dengan Metode Kadar Air Kritis

Pendugaan umur simpan metode kadar air kritis meliputi penentuan kurva sorpsi isotermis air (ISA), pengukuran kadar air awal (Mi), penentuan kadar air kritis (Mc), laju transmisi uap air, penentuan berat padatan per kemasan (Ws) dan luas kemasan (A), nilai aw serta perhitungan penentuan umur simpan dengan kadar air kritis. Menurut Farahnaky et al. (2016) persamaan GAB mewakili model isotermis yang memiliki daya guna cukup baik dalam hal kemampuannya secara matematis menguraikan isotermis sorpsi.

Pembuatan Kurva Isotermis Sorpsi Air. Penentuan kurva isotermis sorpsi air (ISA) diawali dengan pembuatan beberapa larutan garam jenuh untuk mengatur RH desikator. Sebanyak 5 g bumbu serbuk kuah bakso disimpan dalam cawan aluminium kering kosong yang telah diketahui beratnya (tanpa kemasan). Cawan yang berisi contoh tersebut dimasukan ke dalam desikator yang berisi larutan garam jenuh yang membentuk RH lingkungan yang berbeda-beda (desi-kator ditutup rapat dengan vaselin). Desi(desi-kator kemudian disimpan dalam inku-bator 30oC. Contoh dalam cawan ditimbang bobotnya secara periodik setiap hari sampai diperoleh bobot yang konstan yang berarti kadar air kesetimbangan telah tercapai. Contoh yang telah mencapai berat konstan kemudian diukur kadar airnya dengan metode oven (SNI 01-2891:1992) dan dinyatakan dalam g H2O/g padatan. Kadar air ini merupakan kadar air kesetimbangan (Me) pada RH tertentu. Kurva sorpsi isotermis dibuat dengan cara memplotkan kadar air kesetimbangan (Me) dengan nilai RH kesetimbangan (ERH). Metode pengujian dilakukan dengan metode Bazardeh dan Esmaiili (2014). Kurva ISA digunakan untuk menentukan konstanta kurva ISA (b) dan kadar air kesetimbangan (Me) pada RH penyimpanan yang diinginkan.

Kadar air awal. Pengukuran kadar air awal (Mo) dilakukan berdasarkan metode SNI 01-2891:1992 dengan menggunakan oven pada suhu 105-110oC. Kadar air dinyatakan dalam basis kering (g H2O/g padatan).

Kadar Air Kritis. Penentuan kadar air kritis (Mc) dilakukan dengan cara menyimpan sampel produk bumbu serbuk kuah bakso pada suhu kamar (30oC) di ruangan terbuka tanpa kemasan (RH 75-80%). Selama periode penyimpanan tersebut dilakukan uji sensori untuk menentukan titik produk mulai menggumpal atau mengempal dan diuji sudut repose (Teunou et al. 1995). Kadar air kritis (metode SNI 01-2891:1992) diperoleh ketika sampel tidak dapat diterima lagi oleh panelis karena telah mulai menggumpal dan tidak memiliki daya flowability

(28)

Pengukuran permeabilitas uap air kemasan. Penentuan permeabilitas uap air (k/x) dilakukan dengan menggunakan alat Permatran Mocon W*3/31 dengan mengikuti metode ASTM, F1249-01.

Berat awal dan luas kemasan. Berat produk awal (Wo) dalam satu kemasan ditimbang dan dikoreksi dengan kadar air awalnya (Mo) dan selanjutnya dinya-takan sebagai berat padatan per kemasan (Ws). Luas kemasan primer (A) yang digunakan dihitung dengan mengalikan panjang dengan lebar kemasan yang dinyatakan dalam m2.

Nilai aw. Nilai aw diukur dengan menggunakan aw meter (Rotronic

Hygro-Lab C1). Sampel dimasukkan ke dalam wadah aw-meter. Setelah dibiarkan beberapa saat, nilai aw terbaca pada layar display.

Perhitungan umur simpan. Umur simpan (dalam hari) dihitung dengan persamaan (6) (Labuza 1982). Apabila kemiringan kurva ISA (b) dan kadar air kesetimbangan (Me) sulit ditentukan, maka persamaan (7) digunakan (Labuza 1982). Dalam hal ini, nilai P adalah selisih antara tekanan udara lingkungan dimana produk disimpan (lingkungan) (Pout=Po*RH) dan tekanan udara di dalam kemasan (Pin=Po*aw). Nilai Po adalah tekanan uap air murni pada suhu penyim-panan yang diinginkan. Umur simpan ditentukan pada kelembaban relatif (RH) 75%, 80% dan 85% pada suhu 28oC.

Pendugaan Umur Simpan dengan Model Arrhenius

Penyimpanan dan analisis sampel selama penyimpanan. Sampel dalam kemasan primer disimpan dalam tiga inkubator yang diset suhunya pada 35, 45 dan 55oC. Sampel diamati setiap 7 hari selama 49 hari. Parameter mutu yang diamati adalah warna, bilangan TBA, dan organoleptik. Warna sampel diukur dengan Chromameter (Konica Minolta CR-400, Japan). Sampel bumbu serbuk kuah bakso diletakkan dalam cawan petri dan diukur nilai L* (lightness), nilai a* dan nilai b* (Dattatreya et al. 2007).

Analisis bilangan TBA dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer (AOAC 2012). Sampel (10 g) didestilasi hingga diperoleh destilat sebanyak 50 mL. Selanjutnya sebanyak 5 mL destilat ditambahkan 5 mL pereaksi TBA dan dipanaskan selama 35 menit dalam air mendidih. Setelah didinginkan selama 10 menit, sampel diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 528 nm. Bilangan TBA dihitung dengan mengalikan nilai absorbansi dengan 7.8.

Karakteristik sensori bumbu serbuk kuah bakso dievaluasi menggunakan uji skoring menggunakan 10 orang panelis terlatih. Sebelum pengujian sampel bumbu serbuk kuah bakso dilakukan, panelis melakukan focus group discussion

(FGD) dan dilatih untuk mengidentifikasi mutu sensori sampel bumbu serbuk kuah bakso. Panelis juga diminta untuk mendeskripsikan atribut mutu dan skor

………(6)

(29)

untuk sampel bumbu serbuk kuah bakso yang meliputi mutu eksternal (warna bumbu dalam bentuk serbuk dan warna bumbu dalam bentuk larutan) dan mutu internal (derajat ketengikan, aroma bawang putih goreng, rasa bawang putih goreng dan rasa gurih larutan). Skala skor sensori yang digunakan adalah dari 1 hingga 7. Pelatihan dilakukan dua kali untuk produk yang sama oleh panelis yang sama (dilakukan pada waktu yang berbeda). Untuk pengujian sampel bumbu serbuk kuah bakso, masing-masing sampel uji dari suhu inkubator penyimpanan 37, 45, 55oC dan kontrol diuji mulai dari hari ke-0 hingga hari ke-49 dengan selang waktu pengujian setiap 7 hari oleh setiap panelis. Semua sampel disajikan pada saat yang sama untuk masing-masing suhu penyimpanan. Bumbu serbuk kuah bakso ditempatkan pada wadah khusus dengan diberi kode 3 digit acak dan disajikan seperti pada kondisi terkontrol yang sama. Jeda waktu diberikan antara pengujian terhadap satu sampel bumbu serbuk kuah bakso serbuk dengan sampel bumbu serbuk kuah bakso lainnya. Urutan penyajian sampel dilakukan secara acak.

Penentuan nilai mutu akhir (Qs) untuk atribut mutu kritis dari bumbu serbuk kuah bakso diperoleh dari rata-rata skor sensori ketika produk mulai ditolak oleh panelis (skor sensori <3.0). Nilai mutu akhir ditentukan dari hasil uji sensori sampel yang disimpan pada suhu tinggi (55oC). Nilai mutu akhir dari analisis objektif (warna L, a, b, dan bilangan TBA) ditentukan pada saat sampel ditolak secara sensori untuk atribut mutu yang bersesuaian (misalnya pada saat panelis mulai menolak mutu warna dari sampel, nilai L, a, dan b diukur dengan kroma-meter dan ditentukan sebagai nilai mutu akhir).

Penentuan konstanta laju reaksi dan kinetika reaksi perubahan mutu

dan perhitungan umur simpan. Konstanta laju reaksi perubahan mutu (k) dari

masing-masing parameter mutu kritis (ordo 0 atau 1) dilakukan dengan mem-plotkan nilai parameter mutu kritis terhadap waktu pengamatan pada masing-masing suhu penyimpanan. Selanjutnya konstanta laju reaksi pada suhu penyim-panan normal ditentukan secara ekstrapolasi dengan menggunakan persamaan Arrhenius (Garcia et al. 2008). Umur simpan (dalam hari) pada suhu 28oC pada RH 75% dihitung sebagai selisih nilai mutu awal (Qo) dan mutu akhir (Qs) dibagi dengan konstanta laju reaksi (kT) (bila mengikuti ordo reaksi 0). Apabila model mengikuti model ordo reaksi 1, maka data mutu awal dan mutu akhir diubah dahulu dalam bentuk data logaritmik.

Metode Analisis

Pengukuran sudut repose (Teunou et al. 1995)

Sebanyak 100 g bahan sampel bumbu serbuk kuah bakso dimasukkan pada permukaan bidang corong atas dari alat pengukur sudut repose hingga habis. Dibiarkan sampel turun ke bawah melalui corong. Selanjutnya diukur lebar dan tinggi puncak pada tumpukan sampel yang terbentuk menggunakan busur derajat. Dicatat sudut yang terbentuk (sudut repose bahan). Dilakukan pengu-langan terhadap pengukuran sebanyak 3 kali.

Sudut Repose (0) = Tan

(30)

Analisis kadar air(SNI 01-2891 1992)

Cawan bersih kosong dikeringkan dalam oven bersuhu ± 105-110 oC selama satu jam, kemudian didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang sebagai (W1). Dua gram sampel (W2) dimasukkan ke dalam cawan dan dioven pada suhu 105-110 oC selama tiga jam sampai mencapai berat konstan. Setelah itu cawan yang berisi sampel didinginkan dalam desikator lalu ditimbang (W3). Kadar air dihitung dengan rumus:

Kadar air basis kering (g H2O/ g padatan) = kemasan. Nilai permeabilitas kemasan (k/x) selanjutnya ditentukan dengan membagi nilai WVTR dengan hasil kali Po dan RH.

Berat solid

Produk dalam satu kemasan ditimbang (W0) dan dikoreksi dengan kadar air awalnya (mo) dan selanjutnya dinyatakan sebagai berat padatan per kemasan (Ws). Seluruh contoh dikeluarkan dari kemasan dan dilakukan penimbangan. Dicatat hasil yang diperoleh sebagai berat awal produk bumbu serbuk kuah bakso (W).

Berat padatan per kemasan = W x (% padatan/100) % padatan = {(1-(mo/(1+mo))} x 100

Luasan kemasan

Luas kemasan primer yang digunakan dihitung dengan mengalikan panjang dengan lebar kemasan yang dinyatakan dalam m2. Dilakukan perhitungan luasan kemasan sebanyak 5 kali ulangan.

Analisis sensori (Setyaningsih 2010)

Evaluasi sensori dari produk bumbu serbuk kuah bakso perlu dilakukan untuk melakukan pendugaan umur simpan dengan model Arrhenius. Sifat sensori dari produk bumbu serbuk kuah bakso akan diamati selama uji stabilitas dengan melibatkan 10 panelis terlatih. Metode uji yang digunakan adalah uji rating intensitas. Parameter sensori yang digunakan adalah aroma bawang putih goreng, rasa bawang putih goreng dan rasa gurih bumbu serbuk kuah bakso dalam bentuk larutan.

Uji sensori dilakukan dengan memberikan penilaian organoleptik dengan menggunakan skala 1-7 menggunakan metode rating intensitas terhadap atribut mutu. Skala 1 menyatakan peringkat penilaian terhadap mutu sangat memenuhi standard (sampel uji memiliki kualitas yang sama seperti sampel referensi/kontrol) dan skala 7 menunjukkan mutu produk tidak memenuhi standard (sampel uji

………....(9)

..…………....(10)

..………....(11)

(31)

sangat memiliki perbedaan yang ekstrim dari sampel referensi). Pengujian sensori dengan metoda rating intensitas terhadap masing-masing atribut dilakukan hingga diperoleh penolakan oleh panelis.

Uji sensori dilakukan pada hari ke-0, 7, 14, 21, 28, 35, 42, 49 atau hingga produk ditolak oleh panelis terhadap atribut mutu yang sangat mempengaruhi penolakan produk bumbu serbuk kuah bakso oleh konsumen. Atribut mutu sensori yang diuji adalah intensitas warna serbuk, intensitas ketengikan bumbu serbuk kuah bakso dalam bentuk serbuk, intensitas aroma bawang putih goreng, inten-sitas rasa bawang putih goreng dan inteninten-sitas rasa gurih bumbu serbuk kuah bakso dalam bentuk larutan. Lembar kerja uji sensori dapat dilihat pada Lampiran 11. Cara penyajian untuk uji sensori dilakukan dengan cara melarutkan 30 gram bumbu serbuk kuah bakso ke dalam 2000 mL air yang mempunyai suhu ± 100oC, kemudian dilarutkan hingga larutan menjadi homogen. Larutan tersebut didiam-kan sesaat hingga suhu sampel sesuai untuk dilakudidiam-kan uji sensori. Sampel uji sensori ditempatkan pada wadah khusus dengan diberi kode 3 digit acak dan disajikan seperti pada kondisi terkontrol yang sama. Pada pengujian sensori antar sampel dilakukan penetral air putih untuk mengurangi efek bias akibat pengaruh sampel sebelumnya. Uji sensori dilakukan pada ruangan tertutup, tidak bising, terbebas dari kontaminasi bau yang dapat mempengaruhi hasil dari pengujian sensori.

Analisis Bilangan TBA ( AOAC 2012)

Bumbu serbuk kuah bakso ditimbang sebanyak 10 g kemudian ditambahkan 50 ml aquades. Kemudian dipindahkan ke dalam labu destilasi, dibilas dengan aquades 47.5 ml lalu ditambahkan 2.5 ml HCl 4 M. Kemudian ditambahkan batu didih kedalamnya. Selanjutnya dilakukan destilasi hingga diperoleh destilat 50 ml. Destilat yang diperoleh diaduk dan kemudian diambil 5 ml dan dimasukkan kedalam tabung reaksi bertutup. Pereaksi TBA sebanyak 5 ml ditambahkan kedalam tabung reaksi tersebut untuk selanjutnya dipanaskan selama 35 menit dalam air mendidih. Blanko disiapkan dengan menggunakan aquades. Hasil pema-nasan yang diperoleh kemudian didinginkan selama 10 menit. Selanjutnya diukur dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 528 nm dan dihitung bilangan TBA.

Bilangan TBA (mg malonaldehida/kg sampel) = 7.8 x Absorbansi

Analisis warna (Hunter Chromameter CR-400)

Intensitas perubahan warna bumbu serbuk kuah bakso selama penyimpanan diukur menggunakan chromameter secara instrumen untuk mengukur nilai L, a dan b serta secara sensori melalui pengujian organoleptik untuk menilai intensitas warna produk bumbu serbuk kuah bakso dalam kondisi sebelum dilarutkan.

(32)

- kuning ditunjukkan oleh nilai b (b+=0-70 untuk warna kuning ; b-= 0-(-70) untuk warna biru) (Afshari dan Farahnaky 2011).

Analisis Data

(33)

19

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Mutu Awal Produk

Hasil analisa mutu fisik dan kimia yang terdiri atas sudut repose, nilai aw dan analisa proksimat dapat dilihat pada Tabel 3. Pada kondisi terbaik bumbu serbuk kuah bakso yaitu bumbu serbuk kuah bakso yang baru diproduksi memiliki nilai sudut repose sebesar 40.44o. Sudut repose yang diperoleh merupakan nilai sudut menurun tercuram dari tumpukan bumbu serbuk kuah bakso relatif terhadap bidang horisontal bahan (selang sudut repose antara 0-90o). Sudut repose berhu-bungan dengan masa jenis, luas permukaan, bentuk partikel, dan koefisien gesek bahan serta percepatan gravitasi. Semakin rendah derajat sudut repose maka bumbu serbuk kuah bakso memiliki tumpukan yang lebih landai. Sudut repose berpengaruh terhadap preferensi penerimaan konsumen terhadap tingkat peng-gumpalan produk. Semakin bumbu serbuk kuah bakso mengalami pengpeng-gumpalan maka nilai derajat sudut reposenya akan menurun. Produk bumbu serbuk kuah bakso yang sudah mengalami penggumpalan (caking) akan ditolak oleh konsu-men karena produk tersebut sudah kehilangan daya konsu-mengalirnya. Nilai sudut repose dan pengamatan sensori selang waktu penyimpanan 0 hingga 7 jam dapat dilihat pada Lampiran 1.

Material granula atau serbuk dapat terbentuk dengan berbagai kondisi karakteristik fisik yang berbeda-beda. Pengukuran dari karakteristik fisik produk serbuk sangat penting dilakukan karena karakteristik fisik turut membantu menen-tukan sifat serbuk dan secara intrinsik menenmenen-tukan sifat produk pangan selama penyimpanan, penanganan dan proses produksi. Kehadiran air di dalam produk berbentuk serbuk dapat secara signifikan mempengaruhi kemampuan mengalirnya (flowability) dan tingkat penggumpalan (cacking). Secara umum, semakin tinggi kandungan air dalam bahan pangan serbuk maka serbuk akan semakin kohesif dan semakin sulit untuk mengalir (Kelly et al. 2016). Nilai RH pun turut menentukan tingkat penggumpalan serta daya alir suatu bahan serbuk.

Tabel 3 Karakterisasi mutu awal bumbu serbuk kuah bakso

Parameter mutu Kandungan

Aktivitas air (aw) 0.474

Bilangan TBA (mg malonaldehid/kg) 1.72 ± 0.01

* Nilai rata-rata dan standar deviasi diperoleh dari triplo.

(34)

(57.86%). Hal ini mengakibatkan kadar abu bumbu serbuk kuah bakso cukup tinggi (60.69%). Bumbu serbuk kuah bakso juga mengandung gula dan bahan pengisi tepung, sehingga kandungan karbohidratnya juga cukup tinggi (31.45%). Bumbu serbuk kuah bakso hanya mengandung sedikit lemak dan protein.

Bilangan TBA merepresentasikan tingkat ketengikan pada suatu bahan pangan karena bilangan TBA memberikan hasil pengujian yang spesifik terhadap hasil oksidasi asam lemak tidak jenuh pada suatu bahan pangan. Hasil pengujian awal terhadap bumbu serbuk kuah bakso menunjukkan nilai bilangan TBA sebesar 1.72 mg malonaldehid/kg. Dengan nilai bilangan TBA tersebut, produk belum mengalami derajat ketengikan yang berarti (Ganhao et al. 2011).

Nilai bilangan TBA awal produk sebesar 1.72 mg malonaldehid/kg hingga akhir masa penyimpanan selama pengujian umur simpan menjadi 1.74 mg malonaldehid/kg sehingga dapat disimpulkan terjadi sedikit sekali peningkatan kandungan asam lemak tidak jenuh yang disebabkan oleh proses oksidasi oksigen selama penyimpanan dan pengujian umur simpan produk.

Jumlah total mikroba awal pada produk bumbu serbuk kuah bakso adalah sebesar 1.50x102 cfu/g, Enterobacteriaceae <10 cfu/g, Staphylococcus aureus

<10 cfu/g dan total kapang dan khamir adalah 2.0x101 cfu/g. Hal ini menunjukkan bumbu serbuk kuah bakso memenuhi mutu mikrobiologi yang dipersyaratkan (BPOM 2009). Rendahnya kandungan mikroba bumbu serbuk kuah bakso terkait dengan rendahnya nilai aw produk (0.474). Menurut Yogendrarajah et al. (2015), nilai aw bahan pangan mempengaruhi daya tahan pangan terhadap pertumbuhan mikroba. Menurut Sablani et al. 2007 mutu fisik, kimia dan mikrobiologi dari suatu bahan pangan sangat bergantung terhadap kandungan air dalam bahan pangan dan interaksinya dengan komponen yang terkandung dalam suatu bahan pangan.

Umur Simpan Produk Metode Kadar Air Kritis

Pendugaan umur simpan terhadap produk bumbu serbuk kuah bakso dilaku-kan dengan metode akselerasi berdasardilaku-kan pendekatan kadar air kritis. Pendekatan kadar air kritis yang dipakai terdiri dari dua pendekatan, yaitu pendekatan kurva sorpsi isotermis dan pendekatan kadar air kritis termodifikasi. Pada dasarnya, pendekatan kurva sorpsi isotermis digunakan untuk menduga umur simpan pro-duk yang memiliki kurva sorpsi isotermis yang berbentuk sigmoid sedangkan pendekatan kadar air kritis termodifikasi biasanya digunakan untuk produk yang mempunyai kurva sorpsi isotermis, tapi bentuknya tidak sigmoid sehingga tidak bisa diasumsikan linear, misalnya produk dengan kelarutan tinggi seperti produk dengan kadar sukrosa tinggi.

Tahap pertama dalam proses penentuan umur simpan adalah mengetahui pola kurva ISA produk. Kurva ISA menunjukkan hubungan antara kadar air kese-timbangan dan aw bahan pangan pada suhu tertentu. Karena aw berhubungan dengan RH kesetimbangan, maka kurva ISA juga dapat menunjukkan hubungan antara kadar air kesetimbangan dengan RH kesetimbangan (Blahovec dan Yanni-otis 2009).

(35)

larutan garam jenuh dengan nilai kelembaban relatif (RH) bervariasi mulai dari 8% (garam NaOH) sampai 97% (garam K2SO4).

Selama percobaan dalam penelitian ini pada awalnya ditetapkan sebanyak tujuh jenis larutan garam jenuh antara lain adalah MgCl2 (0.32), K2CO3 (0.43), KI (0.68), NaCl (0.75), KCl (0.84), KNO3 (0.92) dan K2SO4 (0.97). Seiring berja-lannya penelitian ditemukan kondisi sampel yang mencair sebelum mencapai titik kesetimbangan yaitu pada larutan garam KI (0.68) dimana tidak tercapai kondisi setimbang karena sampel sebelum dioven sudah mulai basah, NaCl(0.75) sampel mencair, KCl (0.84) sampel mencair, KNO3 (0.92) sampel mencair dan larutan garam K2SO4 (0.97) sampel mencair. Ketika diketahui sampel mengalami pen-cairan maka dilakukan penambahan jenis garam yang memiliki nilai aw di bawah nilai aw KI (0.68) untuk mendapatkan kadar air kesetimbangan sehingga dapat diperoleh kurva sorpsi isotermis yang baik.

Selama penyimpanan dalam berbagai kondisi RH diatas akan terjadi inter-aksi antara produk dengan lingkungannya. Uap air akan berpindah dari ling-kungan ke produk pangan atau sebaliknya hingga tercapai kondisi kesetimbangan. Perpindahan uap air ini terjadi sebagai akibat perbedaan RH lingkungan dan produk, dimana uap air akan berpindah dari RH tinggi ke RH rendah. Tercapainya kondisi kesetimbangan antara sampel dan lingkungan ditandai oleh bobot sampel yang konstan. Bobot yang konstan ditandai oleh selisih antara 3 penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 2mg/g untuk sampel yang disimpan pada RH di bawah 90% dan tidak lebih dari 10 mg/g untuk sampel yang disimpan pada RH di atas 90% (Adawiyah 2006). Peningkatan atau penurunan bobot sampel selama penyimpanan menunjukkan fenomena hidratasi.

(36)

Gambar 1 Hubungan antara aw dengan aw/M untuk bumbu serbuk kuah bakso

Kadar air kesetimbangan yang diperoleh dari percobaan masing-masing diplotkan dengan nilai aw atau RH lingkungannya, sehingga membentuk sebuah kurva sorpsi isothermis. Bentuk kurva sangat beragam tergantung sifat alami bahan pangan, suhu, kecepatan adsorpsi, dan tingkatan air yang dipindahkan selama adsorpsi atau desorpsi. Kurva sorpsi isotherm dapat digunakan untuk memprediksi jumlah kandungan kadar air yang akan ditahan dalam jaringan kapiler produk pangan jika dipaparkan oleh udara pada nilai RH tertentu dan pada suhu tertentu (Sormoli dan Langrish 2015). Kandungan kadar air tersebut sangat bergantung pada suhu dan RH lingkungan serta komposisi material bahan pangan (Garcia et al. 2008).

Kurva ISA dari bumbu serbuk kuah bakso mendekati model Guggenheim-Anderson-de Boer (GAB) pada rentang aw hingga 0.65 (Gambar 2). Model persamaan GAB harus dimodifikasi ke dalam bentuk persamaan non linear (poli-nomial), dimana menunjukkan hubungan aw/Me dan aw. Konstanta α, , dan pada persamaan non linear dapat ditentukan dengan metode regresi kuadratik. Selanjutnya nilai konstanta yang diperoleh disubtitusikan ke dalam persamaan awal GAB, sehingga didapatkan persamaan yang lebih sederhana yang menun-jukkan hubungan kadar air kesetimbangan dan nilai aktivitas air. Modifikasi persamaan dan contoh perhitungan mencari nilai konstanta persamaan non linear dapat dilihat pada Lampiran 2. Persamaan kurva sorpsi isothermis bumbu serbuk kuah bakso yang dihasilkan dari model GAB yang diperoleh adalah Me = 0.5718 aw/[(1 - 1.4920 aw)(1 + 84.0005 aw)]. Persamaan kurva sorpsi isotermis yang telah diperoleh digunakan untuk menghitung kadar air kesetimbangan bumbu serbuk kuah bakso. Hasil perhitungan kadar air kesetimbangan bumbu serbuk kuah bakso dapat dilihat pada Lampiran 3.

Pada nilai aw di atas 0.65, kadar air kesetimbangan sulit diperoleh. Hal ini disebabkan oleh tingginya kadar garam dalam bumbu serbuk kuah bakso. Pada aw yang tinggi, produk mencair dan tidak mencapai kadar air kesetimbangan. Feno-mena ini umum terjadi pada produk pangan yang mengandung kadar garam dan gula yang cukup tinggi (Fan dan Roos 2016). Pola kurva ISA yang mirip ditun-jukkan oleh beberapa produk pangan mengandung garam atau gula tinggi, seperti kismis (Bazardeh dan Esmaiili 2014), gula kristal dan whey protein (Fan dan Roos 2016), dan sirup kurma serbuk (Farahnaky et al. 2016).

Persamaan GAB dapat digunakan untuk memprediksi model matematis kurva ISA (Farahnaky et al. 2016). Bentuk kurva ISA bumbu serbuk kuah bakso

(37)

berdasarkan model GAB tersebut tidak berbentuk sigmoid seperti kurva ISA bahan pangan lainnya karena produk bumbu serbuk kuah bakso memiliki kan-dungan garam yang tinggi dan mengandung gula kristal yang bersifat higroskopis sehingga menghasilkan kurva GAB yang berbentuk curam. Kurva ISA yang berbentuk curam tersebut memiliki pola yang sama dengan kurva ISA pada bahan pangan yang berbentuk kristal (Mathlouthi 2001). Berdasarkan kriteria dari Blahovec dan Yanniotis (2009), kurva ISA bumbu serbuk kuah bakso memiliki karakteristik kurva ISA tipe 2.

Gambar 2. Sorpsi isotermis bumbu kuah bakso serbuk model GAB

Berdasarkan persamaan (1), data-data yang diperlukan untuk menentukan umur simpan dengan model kadar air kritis mencakup kadar air awal (Mi), kadar air kritis (Mc), permeabilitas uap air (k/x), luasan kemasan (A), berat awal (Ws), kadar air kesetimbangan (Me), dan kemiringan kurva ISA (b). Kurva ISA yang diperoleh pada bumbu serbuk kuah bakso sulit digunakan untuk menentukan nilai b dan Me, sehingga persamaan 6 tidak dapat digunakan. Oleh karena itu, penen-tuan umur simpan selanjutnya menggunakan model persamaan 7.

Kadar air awal dan kadar air kritis merupakan parameter pertama yang perlu diukur dalam pendugaan umur simpan. Penentuan kadar air awal (Mi) dilakukan dengan metode SNI 01-2891-1992. Kadar air awal bumbu serbuk kuah bakso dinyatakan dalam bobot kering (% bk). Hasil analisis kadar air awal akan digu-nakan sebagai faktor koreksi dalam penentuan berat padatan (Ws) sampel bumbu serbuk kuah bakso yang diperlukan dalam perhitungan umur simpan dengan persamaan Labuza. Pengukuran kadar air awal pun perlu dilakukan untuk menge-tahui kondisi awal produk. Pengukuran kadar air dilakukan terhadap sampel yang baru saja diproduksi dan dibuka dari kemasan aslinya. Kadar air suatu bahan pangan sangat berpengaruh terhadap daya simpannya. Kadar air juga mempe-ngaruhi mutu suatu bahan pangan. Jika kadar air bahan terlalu tinggi, maka bahan tersebut akan rentan terserang kerusakan baik secara fisik, kimia, maupun mikro-organisme (Yanniotis dan Blahovec 2009). Bumbu serbuk kuah bakso memiliki nilai kadar air awal yang cukup rendah. Nilai kadar air awal (Mi) bumbu serbuk kuah bakso yaitu 1.28 % atau 0.0128 g H2O/ g padatan.

0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70

(38)

Kadar air kritis merupakan kadar air ketika suatu produk sudah mengalami kerusakan dan nilai kadar air pada kondisi dimana produk pangan mulai tidak diterima oleh konsumen secara organoleptik (Hariyadi et al. 2012). Untuk bahan pangan yang bersifat higroskopis dalam bentuk bubuk, faktor suhu dan kelem-baban sangat penting. Kenaikan RH akan diikuti oleh peningkatan kadar air dan mempengaruhi mutu produk (Ghorab et al. 2014). Penentuan kadar air kritis bumbu serbuk kuah bakso pada penelitian ini ditentukan berdasarkan persamaan regresi linear dari kurva yang menunjukkan hubungan kadar air dan skor kesukaan panelis. Kadar air kritis ditetapkan pada skor kesukaan tiga yaitu pada saat panelis menyatakan agak tidak suka. kadar air kritis ditetapkan pada penilaian agak tidak suka bukan pada penilaian tidak suka karena pada kondisi ini produk dianggap sudah mulai ditolak oleh konsumen dan kondisi ini harus diwaspaadai untuk menjamin kepuasan dan kenyamanan konsumen serta meminimalkan risiko kerusakan produk.

Pada saat disimpan pada RH 75-80%, kadar air produk berangsur meningkat sehingga mencapai kadar air kritis (Mc), yaitu pada saat produk mulai mengalami penggumpalan dan ditolak oleh panelis. Respon penolakan pada saat tercapainya kadar air kritis oleh panelis terjadi pada saat produk mulai agak basah, mulai menggumpal, dan jika ditekan agak padat. Awal kerusakan juga diamati pada saat sampel mulai kehilangan sifat mengalir pada saat wadah sampel digoyang-goyangkan dan dengan pengukuran sudut repose. Tabel 5 menyajikan data peru-bahan kadar air (g H2O/g padatan), sudut repose dan skor kesukaaan panelis terhadap tingkat penggumppalan selama periode pengamatan untuk bumbu serbuk kuah bakso.

(39)

Berdasarkan data diatas, dibuat grafik yang menunjukkan hubungan kadar air (g H2O/g padatan) di sumbu x dengan rata-rata skor overall penampakan yang diperoleh dari panelis di sumbu y. Berikut ini adalah grafik yang menunjukkan hubungan tersebut untuk bumbu serbuk kuah bakso yang tersaji pada Gambar 3.

Gambar 3 Grafik hubungan antara kadar air (g H2O/g padatan) dengan rata-rata

skor sensori tingkat penggumpalan

Persamaan yang diperoleh adalah y = 135.6303x-1.6453 dengan nilai R2 sebesar 0.9147. Berdasarkan hasil korelasi antara penilaian mutu sensori dengan kadar air, maka diperoleh kadar air kritis bumbu serbuk kuah bakso sebesar 0.037 g H2O/g padatan dengan batas kritis sebesar 3.

Selain diukur kadar airnya, sampel yang telah diberi perlakuan waktu penyimpanan tersebut diukur pula nilai sudut reposenya (o). Sudut repose diukur dengan alat Flodex, powder flowability, hanson research sehingga menghasilkan suatu kurva yang menunjukkan profil sudut repose produk tersebut. Nilai sudut repose yang di-sampling setiap jam tersebut diplotkan dengan kadar air (g H2O/g padatan), dimana nilai sudut repose pada sumbu x dan kadar air (g H2O/g padatan) pada sumbu y. Nilai sudut repose pada saat tercapai kadar air kritis adalah 31.04. Grafik hubungan antara sudut repose dengan kadar air (g H2O/g padatan) dapat

0.00 0.01 0.01 0.02 0.02 0.03 0.03 0.04 0.04

(40)

Permeabilitas uap air kemasan adalah kecepatan atau laju transmisi uap air melalui suatu unit luasan bahan yang permukaannya rata dengan ketebalan tertentu sebagai akibat perbedaan unit tekanan uap air antara permukaan produk pada kondisi suhu dan kelembaban tertentu. Permeabilitas kemasan ditentukan pada kondisi RH dan suhu tertentu. Semakin tinggi suhu, maka pori-pori plastik akan semakin membesar sehingga permeabilitas plastik meningkat (Schmid et al. 2015). Oleh karena itu penentuan permeabilitas uap air kemasan harus dilakukan dengan suhu yang konstan untuk menghindari peningkatan ukuran pori-pori plastik. Dalam penelitian ini, kemasan yang ditentukan permeabilitasnya adalah kemasan metallized plastic (kemasan asli bumbu serbuk kuah bakso).

Nilai permeabilitas kemasan spesifik untuk setiap jenis kemasan tergantung pada karakteristik masing-masing bahan kemasan. Nilai permeabilitas kemasan yang lebih kecil menunjukkan bahwa kemampuan bahan kemasan sebagai barrier

lebih baik. Difusi uap air ke dalam produk akan semakin sedikit dan kadar air bahan pangan dapat lebih terjaga. oleh karena itu, hal tersebut mendukung semakin lamanya umur simpan.

Kemasan yang digunakan untuk menyimpan bumbu serbuk kuah bakso yaitu kemasan plastik metalik (OPP20+PET12+CPP30) dengan luas permukaan sebesar 0,0108 m2 dan nilai permeabilitas uap air kemasan sebesar 0,0214 g/m2.mmHg. hari yang diukur pada suhu 37.8oC. Sampel yang digunakan memiliki berat kering per kemasan (Ws) 29.86 g. Berdasarkan pendekatan kadar air kritis termodifikasi (persamaan 7), maka umur simpan bumbu serbuk kuah bakso pada suhu 28oC adalah 12.1 bulan pada RH 75%, 10.2 bulan pada RH 80% dan 8.8 bulan pada RH 85% dengan asumsi tidak terjadi kebocoran pada area sealing pada kemasan

sachet yang digunakan.

Tabel 6 Perhitungan umur simpan bumbu serbuk kuah bakso pada beberapa RH penyimpanan berdasarkan pendekatan kadar air kritis termodifikasi Parameter Kelembaban (RH)

Kadar air kritis (g H2O/g padatan)

29.8675 29.8675 29.8675

ΔP (mmHg) 8.5161 10.1073 11.6985

Umur simpan (hari) 364 307 265

Umur simpan (bulan) 12.1 10.2 8.8

Dibandingkan produk yang sejenis yang ditentukan dengan metode kadar air kritis, seperti biskuit (Kusnandar et al. 2010) dan bandrek instan (Faridah et al.

Gambar

Grafik hubungan antara kadar air (g H2O/g padatan) dengan rata-
Grafik Arrhenius parameter warna bumbu orde nol dan orde satu
Gambar 2. Sorpsi isotermis bumbu kuah bakso serbuk model GAB
Gambar 3 Grafik hubungan antara kadar air (g H2O/g padatan) dengan rata-rata
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bersama siapakah Jean Heri Dunant mendapatkan Nobel Perdamian yang pertamaA. Apa pekerjaan Jean

a. Kegiatan Pengumpulan, Updating dan Analisis Data Informasi Capaian Target Kinerja Program dan Kegiatan hanya dapat direalisasikan sebesar 70,18%. Hal ini disebabkan

Terlihat dari tingkat rasio kemandirian keuangan daerah Kota Ternate bersifat instruktif karena memiliki rata- rata 18,76%(&lt;25%), rasio efektivitas prosentase rata-ratanya

Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat bekerjasama dengan Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara berencana menyelenggarakan Pelatihan Penulisan

Dan yang terakhir, seorang penjual kertas, memberikan selembar kertas besar kepada si nenek, yang lalu oleh si nenek dibentangkan di atas sumur yang baru saja digali di

Sebagai tindak lanjut hasil Desk Evaluasi Proposal Baru Penelitian Kompetitif Nasional Tahun 2015, Direktorat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Direktorat Jenderal

[r]

Penambahan vitamin C berpengaruh terhadap angka lempeng total mikroba paprika karena paprika yang diberi perlakuan coating dengan penambahan vitamin C memiliki umur simpan