• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.7 Originalitas Penelitian

Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Juliantika dan Dewi S (2016) yang berjudul “Pengaruh Profitabilitas, Ukuran Perusahaan, Likuiditas, dan Risiko Bisnis Terhadap Struktur Modal pada Perusahaan Property and Real Estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia”

Tabel 1.1. Originalitas Penelitian

No Keterangan Penelitian Terdahulu Penelitian Sekarang 1 Variabel

Dependen Struktur Modal Struktur Modal

2 Variabel Independen

Return On Asset (ROA), Ukuran Perusahaan, Current Ratio, Resiko Bisnis

Return On Asset (ROA), Ukuran Perusahaan, Perputaran Aktiva, Current Ratio 3 Variabel

Moderating

Tidak menggunakan

variabel moderating Pertumbuhan Laba 4 Objek Penelitian Perusahaan Property

and Real Estate

Perusahaan Property and Real Estate

5 Periode

Pengamatan 2010-2014 2015-2018

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori

2.1.1 Pecking Order Theory

Pecking order theory merupakan teori yang menerangkan bahwa managemen secara sistematis melakukan pendanaan investasi terlebih dahulu dengan menggunakan dana internal (laba di tahan) yang ada pada perusahaan daripada penggunaan dana eksternal dan mendahulukan hutang daripada ekuitas pendanaan eksternal yang dibutuhkan oleh perusahaan. Dalam pembahasan pecking order, perusahaan lebih baik menggunakan dana internal yang dimiliki sebesar besarnya untuk mendanai proyek baru. Apabila dana internal yang ada di perusahaan tidak dapat mencukupi maka yang paling aman didahulukan adalah hutang daripada sumber dana eksternal lainnya. Menurut pecking order theory, perusahaan yang mempunyai resiko bisnis yang tinggi maka penggunaan hutang pada perusahaan tersebut lebih sedikit, agar menghindari kebangkrutan dari penggunaan hutang, sehingga perusahaan di wajibkan untuk menggunakan retained earning agar tidak memiliki resiko kebangkrutan dari hutang (Ticoalu, 2013).

Pecking order menjelaskan bahwa perusahaan yang mempunyai tingkat profitabilitas yang tinggi, akan membuat tingkat hutang menjadi rendah, dikarenakan perusahan yang profitabilitas yang tinggi akan memiliki sumber dana internal yang banyak. (Syahyunan, 2015). Pecking order theory menyatakan bahwa (Husnan, 2012:325):

1. Perusahaan menginginkan internal financing (pendanaan dari laba perusahaan);

2. Perusahaan melakukan penyesuaian rasio pembagian deviden yang sudah ditargetkan, dengan mencoba untuk menghindari perubahan pembayaran dividen secara drastis;

3. Kebijakan deviden yang relative kaku, di sertai dengan fluktuasi profitabilitas dan kesempatan investasi yang tidak dapat diprediksi, yang mengakibatkan hasil dana operasi melebihi kebutuhan dana untuk melakukan investasi.

Apabila dana hasil operasi tidak lebih dari kebutuhan investasi, maka perusahaan akan mengurangi saldo uang kas yang ada atau menjual sekuritas yang dimiliki oleh perusahaan.

4. Apabila pendanaan dari luar diperlukan, maka perusahaan akan menerbitkan terlebih dahulu sekuritas yang paling baik dengan penerbitan obligasi, kemudian diterbitkan sekuritas yang berkarakteristik opsi, apabila belum mencukupi, maka saham baru akan diterbitkan juga oleh perusahaan.

2.1.2 Trade-Off Theory (Teori Pertukaran)

Trade-off theory ini dikenal dengan nama Balance Theory. Trade-Off

Theory merupakan penyeimbangan manfaat dan pengorbanan yang timbul sebagai akibat dari penggunaan hutang. Sejauh manfaat yang dihasilkan lebih besar, porsi hutang dapat ditambahkan. Trade-Off Theory menjelaskan bahwa struktur modal yang optimal ditemukan dengan menyesuaikan keuntungan pajak dengan biaya tekanan finansial dari penambahan hutang, sehingga biaya serta keuntungan dari penambahan hutang di trade-off. Tekanan finansial biasa terjadi

hanya pada perusahaan yang memiliki hutang, perusahaan yang bebas dari hutang biasanya tidak mengalami tekanan finansial.

Trade-Off Theory juga menyatakan bahwa perusahaan dapat berhutang sampai pada tingkat hutang tertentu, dimana penghematan pajak dari tambahan hutang sama dengan biaya kesulitan keuangan yang merupakan biaya kebangkrutan serta biaya keagenan yang meningkat akibat dari turunnya kredibilitas suatu perusahaan (Syahyunan, 2015). Trade-Off Theory dalam menentukan struktur modal yang optimal dengan cara memasukkan beberapa faktor antara lain biaya keagenan, biaya pajak,, serta biaya kesulitan keuangan akan tetapi tetap mempertahankan asumsi efisiensi pasar sertasymmetric information sebagai imbangan dan manfaat penggunaan hutang. Tingkat hutang akan tercapai ketika penghematan pajak telah mencapai jumlah yang maksimal terhadap biaya kesulitan keuangan. Trade-off theory mempunyai implikasi bahwa manager akan berpikir dengan kerangka trade-off antara penghematan pajak serta biaya kesulitan keuangan dalam menentukan struktur modal.

Perusahaan yang memiliki tingkat proftabilitas yang tinggi tentu dapat berusaha mengurangi pajak yang ada dengan cara meningkatan rasio hutangnya, sehingga tambahan hutang yang ada akan mengurangi pajak perusahaan. Trade-off juga menjelaskan bahwa peningkatan rasio hutang pada struktur modal akan meningkatkan nilai total perusahaan sebesar tarif pajak dikalikan dengan jumlah hutang dimana semakin besar pengaksesan ke sumber dana, semakin tersedianya potensi dana yang, maka kemungkinan semakin besar pengambilan peluang investasi yang mengalami keuntungan sehingga keuntungan yang diperoleh

menjadi semakin besar serta kinerja perusahaan dapat menjadi semakin meningkat.

Brigham & Gapenski (1999) mengatakan pada Trade-Off Theory ada tiga pernyataan penggunaan hutang yang bisa digunakan untuk menentukan secara optimal struktur modal di setiap perusahaan yaitu :

1. Perusahaan yang memiliki resiko lebih tinggi, dapat diukur dengan variabel retur dari aktiva perusahaan, harus meminjam lebih sedikit daripada perusahaan dengan resiko yang lebih rendah. Semakin tinggi variabel, maka kemungkinan semakin tinggi tekanan finansial pada setiap tingkat resiko hutang, serta semakin tinggi espektasi biaya tekanan finansial. Dengan demikian, perusahaan dengan resiko bisnis yang lebih rendah dapat meminjam lebih banyak sebelum biaya tekanan finansial yang menghabiskan keuntungan pajak dari hutang

2. Perusahaan yang operasinya menggunakan aktiva berwujud yang memiliki pasar, misalnya real estate dapat meminjam lebih banyak daripada perusahaan yang nilainya terutama berasal dari aktiva tak berwujud, misalnya paten dan goodwill. Aktiva spesifik, aktiva tidak berwujud, dan peluang pertumbuhan akan kehilangan nilainya jika tekanan finansial terjadi dibandingkan dengan aktiva berwujud standar.

3. Perusahaan yang mempunyai tarif pajak yang tinggi yang dapat kemungkinan berlanjut pada masa mendatang, dapat meminjam lebih banyak daripada perusahaan dengan tarif pajak dan prospek pajak yang lebih rendah. Tarif pajak yang tinggi menyebabkan keuntungan yang lebih

besar daripada pendanaan dengan hutang, sehingga perusahaan dengan tarif pajak yang lebih tinggi bisa dapat meminjam lebih banyak, hal lain dianggap sama, sebelum keuntungann pajak yang diserap oleh biaya tekanan finansial serta biaya keagenan.

Menurut trade-off theory, setiap perusahaan harus menentukan target struktur modalnya yaitu pada posisi keseimbangan biaya serta keuntungan marginal dari pendanaan dengan hutang, dikarenakan pada posisi keseimbangan biaya dan keuntungan marginal dari pendanaan hutang merupakan posisi nilai perusahaan menjadi maksimum.

2.2. Telaah Literatur 2.2.1 Struktur Modal

Struktur modal yaitu gambaran dari bentuk proporsi finansial perusahaan yaitu antara modal yang dimiliki perushaan yang bersumber dari hutang jangka panjang serta modal sendiri yang menjadi sumber pembiayaan suatu perusahaan (Fahmi, 2016). Selanjutnya Struktur modal adalah kaitan dengan pembelanjaan jangka panjang suatu perusahaan yang dapat diukur dengan membandingkan hutang jangka panjang dengan modal sendiri di perusahaan. (Sudana, 2011).

Struktur modal adalah gabungan dari sumber hutang jangka panjang yang meliputi hutang, saham biasa, serta saham umum. Struktur modal merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya (Hery, 2015).

Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa struktur modal merupakan gabungan dari beberapa bentuk dalam menentukan pemenuhan

kebutuhan belanja perusahaan dimana dana yang diperoleh menggunakan kombinasi yang berasal dari dana jangka panjang yang terdiri dari dalam dan luar perusahaan serta modal sendiri yang menjadi sumber biaya suatu perusahaan.

Struktur modal adalah kemampuan perusahaan membayar hutang dengan modal sendiri yang bisa mempengaruhi kebijakan pendanaan perusahaan yang memaksimalkan nilai perusahaan dimana nilai perusahaan sebagai nilai dari hutang dan ekuitas perusahaan.

Menurut Mulyawan (2015), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi struktur modal adalah:

1. Tingkat bunga yang berlaku.

2. Stabilitas serta besarnya earning yang dihasilkan akan dapat menentukan apakah perusahaan dapat menggunakan hutang tetap atau tidak.

3. Resiko aktiva, semakin panjang jangka waktu pada penggunaanya, maka semakin besar resikonya.

4. Jumlah modal yang dibutuhkan, jika modal perusahaan besar, maka perusahaan harus menggunakan sekuritas secara bersamaan.

5. Keadaan atau kondisi pasar modal dalam memperoleh dana melalui penjualan sekuritas secara bersamaan.

6. Besarnya perusahaan, dimana perusahaan besar merupakan perusahaan yang sahamnya tersebar sangat luas, penambahan saham untuk memenuhi kebutuhan tidak banyaknya mempengaruhi kekuasaan atau pengendalian pemegang saham mayoritas.

Menurut Kamaludin dan Indriani (2012) manfaat dan tujuan struktur modal sebagai berikut:

1. Hutang, bagi perusahaan yang memiliki finansial hutang lebih tinggi akan menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi pula bagi pemegang saham, akan tetapi akan memperbesar resiko sehubungan dengan pembayaran bunga.

2. Biaya modal, masing-masing sumber pembiayaan mempunyai perbedaan biaya, sehingga struktur modal dapat mempengaruhi biaya modal.

3. Struktur modal optimal merupakan meminimunkan biaya modal dan memaksimunkan nilai perusahaan.

Indikiator yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengukur struktur modal yaitu dengan menggunakan DER dengan cara membandingkan antara total hutang dengan total ekuitas pemilik (Fahmi, 2016), dengan rumus sebagai berikut:

Debt to Equity Ratio 2.2.2 Return On Asset

Menurut Tandellin (2010), ROA merupakan rasio yang menggambarkan sampai dimana kemampuan suatu aset yang dimiliki oleh perusahaan dapat menghasilkan suatu laba. Sedangkan menurut Kasmir (2014) ROA merupakan rasio yang memberitahukan hasil atas jumlah aktiva yang dapat digunakan dalam perusahaan.

Menurut Fahmi (2012), ROA merupakan rasio untuk melihat sampai mana investasi yang ditanamkan di perusahaan dapat memberikan pengembalian

keuntungan sesuai dengan yang diinginkan dan investasi tersebut sama dengan aset perusahaan yang ditanamkan atau di tempatkan. ROA digunakan untuk mengukur efektivitas keseluruhan dalam menghasilkan suatu laba melalui aktiva yang tersedia, daya untuk mendapatkan laba dari modal yang di investasikan (Horne dan Wachowiz: 2005).

Menurut Munawir (2010) besarnya Return On Asset (ROA) dapat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu :

1. Turnover dari operating assets (tingkat perputaran aktiva yang digunakan untuk operasi).

2. Profit margin, yaitu besarnya keuntungan operasi perusahaan yang dinyatakan dalam persentase dan jumlah penjualan bersih. Profit margin ini mengukur tingkat keuntungan yang dapat dicapai oleh perusahaan dihubungkan dengan penjualannya.

Menurut Munawir (2010) kegunaan dari analisa Return On Asset (ROA) dikemukakan sebagai berikut :

1. Sebagai salah satu kegunaannya yang prinsipil merupakan sifatnya yang menyeluruh. Apabila sebuah perusahaan sudah menjalankan praktek akuntansi dengan baik maka manajemen melakukan teknik analisa Return On Asset (ROA) dapat mengukur efisiensi penggunaan modal di perusahaan yang bekerja, efisiensi produksi serta efisiensi bagian penjualan.

2. Apabila perusahaan bisa mempunyai data industri sehingga diperoleh rasio industri, maka analisa Return On Asset (ROA) bisa dibandingkan efisiensi

penggunaan modal pada perusahaan yang ada dengan perusahaan lain yang sejenis, sehingga bisa diketahui apakah perusahaan berada di bawah, sama, atau diatas rata-ratanya. Dengan demikian akan bisa diketahui dimana kelemahannya serta apa yang sudah kuat pada perusahaan tersebut dibandingkan dengan perusahaan lain yang sejenis.

3. Analisa Return On Asset (ROA) bisa digunakan untuk mengukur efisiensi tindakan yang dilakukan oleh divisi/bagian., yaitu dengan mengalokasikan semua biaya serta modal ke dalam bagian yang bersangkutan. Arti pentingnya mengukur rate of return pada tingkat bagian adalah untuk bisa membandingkan efisiensi suatu bagian dengan bagian yang lain di dalam perusahaan yang bersangkutan.

4. Analisa Return On Asset (ROA) juga bisa digunakan untuk mengukur profitabilitas dari masing-masing produk yang dihasilkan perusahaan dengan menggunakan product cost system yang baik, modal dan biaya dapat dialokasikan kepada berbagai produk yang dihasilkan oleh perusahaan yang bersangkutan, sehingga dengan demikian akan dapat dihitung profitabilitas dari masing-masing produk. Dengan demikian manajemen akan dapat mengetahui produk mana yang mempunyai profit potential di dalam longrun.

5. Return On Asset (ROA) selain berguna untuk keperluan kontrol, juga berguna untuk keperluan perencanaan. Misalnya Return On Asset (ROA) dapat digunakan sebagian dasar untuk pengembalian keputusan kalau perusahaan akan mengadakan ekspansi.

Indikator yang di gunakan untuk mengukur ROA dalam penelitian ini adalah dengan membandingkan nilai bersih setelah pajak dengan total asset (Syamsuddin, 2013). Dengan rumus Return On Asset adalah sebagai berikut:

2.2.3 Ukuran Perusahaan

Menurut Sunyoto (2013), Untuk melihat ukuran perusahaan dapat dilihat pada pengelompokan perusahaan, diantaranya adalah growth industry, defensive industry dan cyclical industry. Menurut Sitanggang (2013:76) Ukuran perusahaan dengan kapitalisasi pasar atau penjualan yang besar dapat menunjukkan prestasi suatu perusahaan. Perusahaan yang besar akan lebih mudah mendapatkan akses ke sumber dana untuk dapat memperoleh tambahan modal dengan hutang.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa firm size adalah besarnya suatu perusahaan yang dapat dinilai dengan menggunakan banyaknya total aset yang dimiliki oleh suatu perusahaan untuk memperbesar usaha perusahaan tersebut atau untuk membiayai kegiatan operasional perusahaan. Total aset tersebut digunakan untuk kegiatan operasional dengan harapan dapat menghasilkan keuangan yang baik di masa yang akan datang

Ukuran perusahaan ini merupakan suatu variabel penduga yang banyak digunakan oleh orang untuk menjelaskan variasi pengungkapan dalam laporan tahunan perusahaan. Oleh karena itu perusahaan yang besar akan mengungkapkan informasi yang lebih banyak sebagai upaya untuk dapat mengurangi semua biaya keagenan. Sebaliknya perusahaan kecil umumnya berada pada situasi dimana

bersaingketat dengan perusahaan yang lain (Rusdianto, 2013). Halim (2015) menyatakan semakin besar ukuran suatu perusahaan, makamodal asing yang digunakan juga semakin besar. Hal ini disebabkan karena perusahaan besar membutuhkan dana yang cukup besar untuk menunjang operasional dan salah satu alternatif untuk pemenuhannya adalah dengan menggunakan modal asing apabila modal sendiri tidak mencukupi.

Menurut Syakur (2015), Aktiva adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat dari peristiwa masa lalu di mana manfaat masa depan diharapkan akan diperoleh perusahaan. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa arti penting firm size adalah tingkat kemudahan perusahaan dalam memperoleh modal asing dan semakin besar ukuran perusahaan maka semakin besar modal asing di gunakan.

Menurut Hery (2012), ukuran perusahaan dapat digolongkan sebagai salah satu unsur dari lingkungan kerja yang akan mempengaruhi persepsi manajemen nantinya. Biasanya perusahaan yang tergolong besar dan memiliki tingkat bonafiditas yang tinggi, akan turut berperan dalam mempengaruhi serta pembentukan proses publikasi atas sebuah standar akuntansi yang baru.

Ukuran perusahaan ini bermanfaat untuk memperkirakan seberapa besar pengaruh perubahan kondisi perekonomian terhadap kondisi suatu perusahaan.

(Sunyoto, 2013). Kamaludin dan Indriani (2012) menyatakan bahwa tujuan dari analisis ukuran perusahaan adalah untuk mengidentifikasi setiap kelemahan dari keadaan keuangan yang dapat menimbulkan masalah di masa yang akan datang, dan menentukan setiap kekuatan yang dapat dipergunakan. Analisis digunakan

oleh pihak luar perusahaan dapat digunakan untuk menentukan tingkat kredibilitas atau potensi investasi.

Menurut Rodoni & Ali (2014), data kontrol biasanya dipergunakan ukuran perusahaan untuk tujuan apakah data dari objek yang diteliti memiliki perbedaan karakteristik tertentu. Variabel kontrol yang sering dipakai adalah size. Dalam hal ini biasanya size muncul sebagai variabel penjelas. Proksi size biasanya adalah total aset perusahaan. Karena aset biasanya sangat besar nilainya dan untuk menghindari skala maka besaran aset perlu dikompres. Secara umum proksi size dipakai logaritme (log) atau Logaritme Natural Asset, dengan rumus sebagai berikut :

Firm Size = Ln (Total Asset) 2.2.4 Perputaran Aktiva

Salah satu rasio aktivitas adalah perputaran aktiva. Menurut Kasmir (2012), Total Asset Turnover merupakan perputaran semua aktiva yang dimiliki perusahaan yang dapat mengukur berapa jumlah penjualan yang diperoleh dari setiap rupiah aktiva yang di miliki. Menurut Murhadi (2013) Total Asset Turnover merupakan rasio yang dapat menunjukkan efektivitas perusahaan dalam menggunakan assetnya agar dapat menciptakan suatu pendapatan. Menurut Fahmi (2016), Rasio ini digunakan untuk melihat sejauh mana keseluruhan aset yang dimiliki oleh suatu perusahaan yang terjadi perputaran secara efektif.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Total Asset Turnover adalah rasio yang dapat mengukur apakah perusahaan sudah

menggunakan semua aktiva secara efektif untuk membantu perusahaan dalam menghasilkan penjualan.

Menurut Hery (2015), TATO merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur keefektifan total aset yang dimiliki perusahaan dalam menghasilkan penjualan, atau dengan kata lain untuk mengukur berapa jumlah penjualan yang akan dihasilkan dari setiap rupiah dalam total keseluruhan aset. Rasio ini menunjukkan perputaran total aktiva yang diukur dari volume penjualan dengan kata lain seberapa jauh kemampuan semua aktiva yang ada dalam menciptakan suatu penjualan. Semakin tinggi rasio ini maka semakin baik(Harahap,2015).

Perputaran aset totaladalah rasio yang menunjukkan seberapa efisien aset yang ada di perusahaan yang digunakan untuk menghasilkan penjualan, serta dapat dihitung dengan cara membandingkan besarnya aset yang dimiliki perusahaan dengan penjualan yang telah dicapai(Gumanti,2011).

Ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi perputaran aktiva adalah (Hery, 2012):

1. Penyusutan.

Penyusutan adalah alokasi secara periodik dan sistematis dari harga perolehan aktiva selama periode-periode berbeda yang dapat memperoleh manfaat dari penggunaan aktiva yang bersangkutan.

2. Keusangan

Sebagai akibat penurunan kemampuan suatu aktiva tetap dan pengaruh faktor-faktor lainnya seperti keusangan / rusak maka nilai yang melekat pada aktiva tetap akan berubah seiring berjalannya waktu.

Menurut Kasmir (2012). Rumus untuk mencari Total Asset Turnover adalah sebagai berikut:

2.2.5 Current Ratio

Menurut Brigham dan Houston (2010) Current Ratio merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur suatu kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek maupun hutang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih secara keseluruhan. Sedangkan menurut hery (2015) Current Ratio merupakan rasio untuk mengukur kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya yang akan jatuh tempo dalam menggunakan asset lancar yang tersedia di perusahaan.

Tunggal (2000) mengemukakan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi Current Ratio adalah sebagai berikut :

1. Syarat kredit yang diterima dari pemasok dibanding dengan syarat kredit yang diberikan oleh perusahaan kepada pembeli

2. Waktu yang diperlukan untuk menagih piutang 3. Perputaran persediaan

4. Ciri-ciri program keuangan perusahaan 5. Musim tahun yang bersangkutan 6. Situasi konjungtur

7. Lamanya siklus modal kerja

8. Apakah perusahaan itu sedang diperluaskan/diperkecilkan

Current Ratio yang tinggi menunjukkan posisi para kreditor yang baik karena terdapat kemungkinan yang lebih besar bahwa hutang perusahaan dapat dibayar pada waktunya. Hal ini berlaku bila pimpinan perusahaan menguasai pos modal kerja dengan ketat serta sesuai dengan semestinya. Di lain pihak, jika ditinjau dari sudut pandang pemegang saham, suatu Current Ratio yang tinggi tidak selalu menguntungkan terutama apabila terdapat saldo kas yang kelebihan serta jumlah piutang dan persediaan terlalu besar.

Menurut Fahmi (2015) Current Ratio mencakup kemampuan untuk mengukur :

1. Kemampuan memenuhi kewajiban lancar 2. Penyangga kerugian

3. Cadangan dana lancar

Menurut Fahmi (2015) Current Ratio dapat diukur dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

2.2.6 Pertumbuhan Laba

Laba merupakan angka yang paling penting dalam laporan keuangan karena laba merupakan dasar dalam perhitungan pajak, pedoman dalam menentukan kebijakan investasi dan pengambilan keputusan, dasar dalam memprediksi laba maupun kejadian ekonomi perusahaan lainnya di masa yang akan datang, dasar dalam penilaian efisiensi dalam menjalankan perusahaan serta sebagai dasar dalam penilaian prestasi dan kinerja perusahaan. (Harahap;2007).

Pertumbuhan laba adalah rasio profitabilitas yang digunakan oleh investor dalam melakukan analisis fundamental untuk pengambilan suatu keputusan yang dapat mempengaruhi price earning ratio (PER) pada suatu perusahaan.

Chariri dan Ghozali (2007) mengatakan bahwa laba memiliki beberapa karakterisiti antara lain :

1. Laba didasarkan pada transaksi yang benar terjadi;

2. Laba didasarkan pada postulat periodisasi, artinya prestasi perusahaan pada periode tertentu;

3. Laba didasarkan pada prinsip pendapatan yang memerlukan pemahaman khusus tentang definisi, pengukuran dan pengakuan pendapatan.

4. Laba memerlukan pengukuran tentang biaya dalam bentuk biaya historis yang dikeluarkan perusahaan untuk mendapatkan pendapatan tertentu.

5. Laba didasarkan pada prinsip penandingan (matching) antara pendapatan dan biaya yang relevan serta berkaitan dengan pendapatan tersebut.

Pertumbuhan laba dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :

(1) Besarnya perusahaan, semakin besar perusahaan maka ketetapan pertumbuhan laba yang di harapkan semakin tinggi;

(2) Umur perusahaan, perusahaan yang baru berdiri kurang memiliki pengalaman dalam meningkatkan laba sehingga ketetapannya masih rendah;

(3) Tingkat Leverage. Bila perusahaan memiliki tingkat hutang yang tinggi, maka manajer cenderung memanipulasi laba sehingga dapat mengurangi ketepatan pertumbuhan laba;

(4) Tingkat penjualan. Tingkat penjualan dimasa lalu yang tinggi, semakin tinggi tingkat penjualan dimasa yang akan datang maka pertumbuhan laba semakin tinggi;

(5) Perubahan laba masa lalu. Semakin besar perubahan laba masa lalu, semakin tidak pasti laba yang diperoleh di masa yang akan datang.

Pertumbuhan laba merupakan selisih laba tahun ini dengan laba bersih tahun lalu di bagi laba bersih tahun lalu, kemudian dihitung dengan cara mengurangkan laba periode sekarang dengan laba periode sebelumnya serta di bagi dengan laba periode sebelumnya (Usman:2003). Rumusnya adalah sebagai berikut:

2.3. Review Penelitian Terdahulu

Peneliti melakukan Review terhadap beberapa peneliti terdahulu yang memiliki kaitan dengan objek yang ingin diteliti yang dijadikan pedoman dalam melakukan penelitian. Penelitian Juliantika dan Dewi S (2016) dengan judul

“Pengaruh Profitabilitas, Ukuran Perusahaan, Likuiditas, dan risiko Bisnis terhadap Struktur Modal pada Perusahaan Property and Real Estate, dengan

“Pengaruh Profitabilitas, Ukuran Perusahaan, Likuiditas, dan risiko Bisnis terhadap Struktur Modal pada Perusahaan Property and Real Estate, dengan

Dokumen terkait