BAB II TINJAUAN PUSTAKA
5. Osteoartritis Lutut
a. Pengertian Osteoartritis
Osteoartritis adalah penyakit sendi degeneratif dengan etiologi dan patogenesis yang belum jelas serta mengenai populasi luas. Pada umumnya penderita Osteoartritis berusia di atas 40 tahun dan populasi bertambah berdasarkan peningkatan usia. Osteoartritis merupakan gangguan yang disebabkan oleh multifaktorial antara lain usia, mekanik, genetik, humoral dan faktor kebudayaan (Poole, 2001).
Osteoartritis merupakan suatu penyakit dengan perkembangan slow
progressive, ditandai adanya perubahan metabolik, biokimia, struktur rawan
sendi serta jaringan sekitarnya, sehingga menyebabkan gangguan fungsi sendi. Kelainan utama pada osteoartritis adalah kerusakan rawan sendi yang dapat diikuti dengan penebalan tulang subkondral, pertumbuhan osteofit, kerusakan ligamen dan peradangan ringan pada sinovium, sehingga sendi yang bersangkutan membentuk efusi. Umumnya yang paling sering terkena adalah sendi peyangga berat badan (hip dan lutut) (Kisner,2007).
Osteoartritis diklasifikasikan menjadi 2 kelompok, yaitu :
1) Osteoartritis Primer
Disebut idiopatik, disebabkan faktor genetik (akibat proses penuaan alami), yaitu adanya abnormalitas kolagen sehingga mudah rusak. Faktor resiko osteoartritis meningkat seiring dengan bertambahnya usia,
riwayat cidera pada sendi ( trauma, stress berulang, inflamasi, dsb) dan obesitas
2)Osteoartritis Sekunder
Disebabkan oleh beberapa masalah fisik, metabolisme, kimiawi yang menciderai persendian. Pada kondisi ini kondrosit kehilangan kemampuan untuk menjaga matrik normal, mengganggu persendian ataupun kemampuan biomekanik dari kartilago dan tulang subkondral pada tahap lebih lanjut (Muzaffar, 2005)
Contohnya seperti penyakit malformasi pertumbuhan tulang bawaan
(legg-calve-perthes disease), penyakit metabolik (alcaptonuria,
hemochromatosis, Wilson's disease), endokrin (acromegaly,
hyperparathyroidism, DM, hypothyroidism), Deposit kalsium yang tidak
normal (calcium pyrophosphate dihydrate deposition, apatitie
arthropathy), penyakit sendi/tulang yang lain (AVN, RA, gout, infection,osteoporosis), neuropatik (Charcot joints), and bahkan seperti frostbite, Caisson's disease, dan hemoglobinopathies (Sincov, 2003).
Osteoartritis primer lebih banyak ditemukan daripada sekunder. Hal ini berhubungan dengan prevalensi osteoartritis primer dengan bertambahnya usia sebaliknya pada osteoartritis sekunder kejadiannya tergantung penyebab tersebut di atas jadi ini dapat terjadi pada tiap tahapan usia (Muzaffar, 2005).
b. Patogenesis osteoartritis
Perubahan degeneratif adalah faktor predominan yang
mengakibatkan disabilitas. Pada sendi dengan osteoartritis peradangan dapat terlihat tetapi biasanya ringan dan hanya mengenai lapisan periartikuler. Patofisiologi penyakit ini melibatkan kombinasi faktor meknik, seluler dan biokimiawi. Interaksi dari berbagai faktor ini mengarah pada perubahan komposisi kartilago. Kartilago tersusun dari air, kolagen dan proteoglikan. Pada kartilago yang sehat, remodelling internal menghasilkan pergantian kondrosit yang berkesinambungan. Proses ini menjadi terganggu dan mengarah pada perubahan degeneratif serta respon perbaikan yang abnormal (Hinton, 2002)
Osteoartritis juga ditandai oleh penurunan kadar proteoglikan yang nyata di matriks rawan sendi, perubahan ukuran dan agregasi proteoglikan, kerusakan struktur jaringan kolagen dalam matriks dan peningkataan sintesis dan degradasi molekul-molekul matriks. Sifat-sifat mekanis rawan sendi berubah dan terbentuk kista. Enzim-enzim penghancur yang berperan pada kerusakan rawan sendi diduga berasal dari kondrosit. Proteoglikan rawan sendi bebas, yang terlepas dari rawan sendi yang rusak dapat merangsang timbulnya peradangan sinovial (Kalim, 1999)
Eratnya hubungan antara usia dan osteoartritis dapat dijelaskan berdasarkan hubungan antara umur dan perubahan komposisi matriks tulang dan penurunan fungsi kondrosit respon terhadap stimuli. Perubahan ini dapat mempengaruhi kesinambungan remodelling internal, pemeliharaan
jaringan dan kehilangan kartilago. Hal ini selanjutnya akan meningkatkan resiko degradasi kartilago juga termasuk defek pada permukaan kartilago artikuler. Perbaikan yang abnormal mengakibatkan terbentuknya osteofit dan kista subkondral sebagai kelanjutan dari penyakit (Hinton, 2002).
Gambar 2.1. Perkembangan Osteoartritis
Pada awal perjalanan penyakit, radiografi sendi seringkali masih
normal. Untuk menentukan derajat keparahan osteoartritis bisa
menggunakan foto rontgen. Salah satu klasifikasi menggunakan kriteria The
Kellgren-Lawrence index :
0 : Normal (tidak ada gambaran OA)
1 : Doubtfull (celah sendi menyempit dengan atau tanpa osteofit) 2 : Mild (ada osteofit, celah sendi menyempit normal atau tidak)
3 : Moderate (multipel osteofit sedang, tampak penyempitan celah sendi, kista/ sklerosis pada subkondral, mungkin terjadi deformitas)
4 : Severe (Osteofit besar, celah sendi sangat sempit, sklerosis berat, deformitas) (Guermazi, 2009)
Gambar 2.2. Gambaran Radiographi Osteoartritis menurut Kriteria
Kellgren-Lawrence
Komplikasi secara umum meliputi terbatasnya lingkup gerak sendi, deformitas ekstremitas karena hilangnya celah sendi yang tidak simetris, subluksasi, ankylosing dan hilangnya intraartikuler berhubungan dengan fraktur sub-kondral
c. Penatalaksanaan Osteoartritis
Tujuan dari penatalaksanaan pasien yang mengalami osteoartritis adalah untuk edukasi pasien, pengendalian rasa sakit, memperbaiki fungsi sendi yang terserang dan menghambat penyakit supaya tidak menjadi lebih parah. Penatalaksanaan osteoartritis terdiri dari terapi non obat (edukasi, penurunan berat badan, terapi fisik dan terapi kerja), terapi obat, terapi lokal dan tindakan bedah (Haq, 2003).
1) Terapi Non Obat
Terapi non obat terdiri dari edukasi, penurunan berat badan, terapi fisik dan terapi kerja. Pada edukasi, yang penting adalah meyakinkan pasien untuk dapat mandiri, tidak selalu tergantung pada orang lain. Walaupun osteoartritis tidak dapat disembuhkan, tetapi kualitas hidup pasien dapat ditingkatkan (Bambang dalam Pratiwi, 2007).
Terapi fisik dan terapi kerja bertujuan agar penderita dapat melakukan aktivitas optimal dan tidak tergantung pada orang lain. Terapi ini terdiri dari pendinginan, pemanasan dan latihan penggunaan alat bantu. Dalam terapi fisik dan terapi kerja dianjurkan latihan yang bersifat penguatan otot, memperluas lingkup gerak sendi dan latihan aerobik. Latihan tidak hanya dilakukan pada pasien yang tidak menjalani tindakan bedah, tetapi juga dilakukan pada pasien yang akan dan sudah menjalani tindakan bedah, sehingga pasien dapat segera mandiri setelah pembedahan dan mengurangi komplikasi akibat pembedahan (Haq, 2003).
2)Diet makanan
Penelitian laboratorium mendukung pendapat bahwa beberapa faktor nutrisi yang meliputi vitamin A, C, E, D dan boron mempengaruhi osteoartritis. Mereka dapat mencegah penyakit melalui empat cara : melindungi dari kerusakan oksidasi, modulasi dari respon inflamasi, diferensiasi seluler dan aksi biologi berhubungan dengan sintesis tulang dan kolagen (Sowers dalam Muzaffar, 2005).
3)Terapi Obat
Analgesics: Parasetamol merupakan analgesik pertama yang diberikan
pada penderita OA dengan dosis 1 gram 4 kali sehari, karena cenderung aman dan dapat ditoleransi dengan baik, terutama pada pasien usia tua. Kombinasi parasetamol / opiat seperti coproxamol bisa digunakan jika parasetamol saja tidak membantu. Tetapi jika dimungkinkan, penggunaan opiat yang lebih kuat hendaknya dihindari (Haq, 2003).
Non-Steroidal Anti-Inflammatory Drugs (NSAIDS):Kelompok obat yang
banyak digunakan untuk menghilangkan nyeri penderita OA adalah obat anti inflamasi non steroid (OAINS). OAINS bekerja dengan cara menghambat jalur siklooksigenase (COX) pada kaskade inflamasi. Terdapat 2 macam enzim COX, yaitu COX-1 (bersifat fisiologik, terdapat pada lambung, ginjal dan trombosit) dan COX-2 (berperan pada proses inflamasi). OAINS tradisional bekerja dengan cara menghambat COX-1 dan COX-2, sehingga dapat mengakibatkan perdarahan lambung, gangguan fungsi ginjal, retensi cairan dan hiperkalemia. OAINS yang bersifat inhibitor COX-2 selektif akan memberikan efek gastrointestinal yang lebih kecil dibandingkan penggunaan OAINS yang tradisional (Haq, 2003).
4)Terapi Lokal
injeksi Intra-articular corticosteroids: Injeksi kortikosteroid seperti
triamcinolone hexacetonide atau methylprednisone memberikan manfaat
peradangan. The American College of Rheumatology menyarankan suntikan ini tidak lebih dari 3-4 kali per tahun. Walaupun injeksi kortikosteroid efektif menurunkan gejala, ini dapat menimbulkan efek samping atropi kulit, pigmentasi dermal. Infeksi dapat terjadi tetapi komplikasi ini jarang terjadi. Efek yang serius seperti peptic ulcer dan sedikit dilaporkan terjadi gangguan hati dan gagal ginjal, selain itu pengobatan ini tidak dapat mencegah progresifitas penyakit. The
American College of Rheumatology menyarankan menanganan
menggunakan Nutritional Supplements: Glucosamine Sulphate,
Chondroitin Sulphate (Muzaffar, 2005).
int ervensi yang r elat if baru yang sekarang banyak digunakan adalah injeksi
Asam Hyalur onic (adalah cairan viskoelast ik glikosaminoglikan dalam jumlah besar yang mana secara alami t erdapat dalam cairan sendi yang sehat ), cairan sendi m emiliki sif at pelindung, termasuk penyerapan shock, energi disipasi t raumat is, lapisan pelindung dari permukaan tulang rawan artikuler dan pelumasan. Alasan biologisunt uk penggunaan t erapi asam hyaluronicsint et is di ost eoar t rit is lut ut adalah pot ensinya unt uk meningkat kan viskosit ascairan sinovial. Pada penelit ian, penggunaan injeksi asam hyaluronic set elah penggunaan diat as 8 (delapan) minggu m enunjukkan hasil lebih ef ekt if daripada kort ikost eroid (Bannuru, 2009)
5)Operasi
Bagi penderita dengan OA yang sudah parah, maka operasi merupakan tindakan yang efektif. Dilakukan apabila :
nyeri tidak dapat diatasi dengan obat-obatan atau tindakan loka, sebdi tidak stabil oleh karena subluksasi atau deformitas pada sendi, adanya kerusakan sendi tingkat lanjut, untuk mengoreksi sendi supaya distribusi beban terbagi rata. Tindakan yang dapat dilakukan antara lain
arthroscopic debridement, joint debridement, artrodesis, osteotomi dan Total Joint Replacement (Muzaffar, 2005).
d. Latihan pada Osteoartritis Lutut
Orang dengan Osteoartritis lutut biasanya memiliki keluhan nyeri, kaku persendian, berkurangnya propriosetif dan penurunan kekuatan otot kuadriseps yang berhubungan dengan nyeri lutut dan kemampuan fungsional (Bennell, 2007).
Osteoartritis lutut menyebabkan nyeri, kaku sendi, penurunan kegunaan otot, dan penurunan kapasitas aerobik menyebabkan penurunan kualitas hidup dan peningkatan resiko disabilitas.
Profesi fisioterapi yang mana memiliki cakupan pelayanan pada kapasitas fisik dan kemampuan fungsional. Pada penaganan kasus osteoartritis ini dapat dirumuskan diagnosa sebagai berikut : Impairment: Gerakan lutut fleksi lebih terbatas daripada ekstensi, gejala meliputi kekakuan sendi, nyeri,lebih terbatas gerakan aktif untuk ekstensi lutut daripada gerakan pasif (ini disebabkan oleh reflek inhibisi kuadriseps), terganggunya respon keseimbangan. Functional limitation/disabilities: Nyeri selama bergerak, menumpu berat badan dan berjalan yang mana mengganggu pekerjaan rutin mengurus rumah dan aktifitas sosial;
Keterbatasan mengontrol aktifitas menumpu berat badan yang melibatkan fleksi lutut seperti duduk dan berdiri dari kursi atau kamar kecil; Pada stadium akhir osteoartritis terlihat keterbatasan nyata pada aktifitas leisure (seperti berjalan, berkebun, renang dan olah raga) dan aktifitas mengurus rumah (seperti menyapu, membersihkan lantai, belanja) (Kisner, 2007).
Secara umum latihan untuk osteoarthritis yang rutin dilakukan pasien setiap hari dirumah, meliputi: latihan di dalam air, penguatan otot, dan reedukasi pola jalan. Paling penting adalah mencegah kontraktur fleksi lutut, sehingga harus segera dilakukan penguluran pada otot hamstring dan gastroknemius dan tidak kalah penting juga penguatan dari otot kuadriseps terutama vastus medialis. Latihan untuk penguatan otot kuadrisep ini harus rutin dilakukan setiap harinya dimulai dari latihan ringan kemudian ditingkatkan dengan pembebanan sesuai toleransi. Latihan ini mencakup berbagai tipe latihan meliputi latihan isotonik (dengan eksentrik) dan isometrik maupun isokinetik. Latihan penguluran ini meliputi, latihan otot hamstring pada sendi tertutup, latihan untuk otot gastroknemius dan soleus (Hertling, 2006).
Latihan yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan kekuatan ekstermitas bawah, lingkup gerak sendi, ketahanan kardiovaskular termasuk juga meningkatkan keseimbangan dan koordinasi dan menyiapkan pasien untuk melakukan berbagai keterampilan dalam aktifitas kesehariannya (Fitzgerald, 2004).
Aktifitas keseharian pasien harus dievaluasi dan bila perlu dirubah. Pada pagi hari, aktif menekuk dan meluruskan lutut harus dilakukan sebelum aktifitas menumpu berat badan, tetap berjalan tetapi tidak boleh dipaksa. Harus dicegah aktifitas yang terlalu menekuk lutut, duduk di kursi sangat pendek, diam dalam satu posisi dalam waktu yang lama, tak lupa koreksi pula postur tubuh yang salah saat melangkah dan evaluasi aspek biomekanik lumbal, sendi sakro-iliak dan tungkai termasuk persudutan kaki yang mana dapat diberikan ortose dan ganjal kaki (Hertling, 2006).
Sebuah penelitian Sistematik review, modalitas fisioterapi pada osteoartritis lutut menunjukkan latihan dapat mengurangi nyeri dan meningkatkan aktifitas fungsional pasien (Jamtvedt,2008). Bahkan latihan yang sederhana untuk melatih otot kuadriseps di rumah terbukti mengurangi nyeri dan meningkatkan fungsi pada lutut (O’Reilly, 1999).
Faktor resiko peningkatan osteoartritis lutut adalah cedera sendi, kegemukan, usia dan jenis kelamin yang mana berhubungan dengan kelemahan otot dan disfungsi afferent sensory (Gambar 2.3.), sehingga latihan yang diberikan harus menyelesaikan masalah kelemahan otot dan disfungsi dari afferent sensory, latihan yang harus dilakukan adalah penguatan otot dan neuromuscular training. (Roos, 2010).
Menurut gambar di bawah, dalam memberikan latihan kepada pasien dengan osteoartritis lutut, Jenis latihan yang diberikan adalah penguatan otot dan neuromuscular training, dengan penjelasan singkat sebagai berikut:
Gambar 2.3. Faktor Resiko Peningkatan Osteoartritis Lutut
1)Penguatan Otot
Kelemahan otot kuadriseps mendahului kejadian osteoartritis, dengan demikian meningkatkan resiko berkembangnya penyakit. Mungkin ini merupakan alasan kenapa wanita lebih besar beresiko terkena osteoartritis dari pada laki-laki (Roos, 2010).
Kelemahan otot quadriceps ini dicurigai disebabkan oleh fenomena inhibisi otot arthrogenik (arthrogenous muscle inhibition) yaitu suatu keadaan dimana terjadi gangguan input aferen dari proprioseptor dan penurunan stimulasi aferen dari motor neuron otot
quadriceps yang berdampak pada penurunan kualitas kontraksi otot quadriceps. Salah satu peran utama otot quadriceps dalam aktifitas
berjalan adalah berperan sebagai ”rem” pada tahap akhir dari fase swing, Adanya kelemahan otot quadriceps akan menimbulkan peningkatan
beban yang diterima sendi, khususnya pada kartilago artikularis(Slemenda et al, 2004)
Kelemahan otot kuadriseps merupakan tanda utama berhubungan dengan osteoartritis lutut hal ini tidak hanya menyebabkan nyeri dan peningkatan disabilitas tetapi berhubungan dengan gejala osteoartritis (Smith, 2010).
Studi kohort yang meneliti lebih dari 2000 orang, menunjukkan kekuatan otot kuadriseps yang lebih besar, mencegah peningkatan insiden gejala osteoartritis pada kedua jenis kelamin. Kesimpulan dari penelitian tersebut, penguatan tungkai bawah, terutama otot kuadriseps merupakan strategi efektif untuk mencegah osteoartritis lutut. Program latihan biasanya meliputi latihan tidak menumpu berat badan yang mana melatih otot tertentu yang diharapkan. Latihan dengan menumpu berat badan yang mana melibatkan banyak persendian juga kadang digunakan (Segal dalam Roos, 2010).
Penguatan otot kuadriseps penting untuk peningkatan aktifitas fungsional dan ADL (activities of daily living) dan berhubungan dengan gejala osteoartritis, sehingga latihan strengthening kuadriseps ini dapat diberikan kepada pasien dari sejak awal proses osteoartritis terjadi (Smith, 2010).
Penelitian lain juga menunjukkan efek dari penguatan abduksi hip terhadap pembebanan di lutut, pengurangan nyeri dan peningkatan fungsional pasien dengan osteoarthritis. Kelemahan abduksi hip
mempengaruhi peningkatan terjadinya osteoartritis, orang yang berjalan dengan dominan adduksi panggul (yang mana menunjukkan kelemahan otot abduktor panggul) menunjukkan lebih sering terkena osteoartritis. Bebeberapa penelitian menyimpulkan bahwa penguatan otot abduktor ini tidak merubah posisi panggul dan lutut adduksi saat berjalan, sehingga tidak berguna untuk memperlambat perjalanan penyakit, tetapi menunjukkan pengurangan nyeri dan peningkatan fungsional pasien dengan osteoartritis (Bennel, 2007).
2)Neuromuscular Training
Pemeliharaan respon tekanan selama aktifitas normal
membutuhkan gabungan dari aferen somatosensori dan efektor fungsional muskuloskeletal. Sistem aferen meliputi nyeri, temperatur, rabaan lembut, propriosepsi dan getaran. Propriosepsi adalah sensasi komplek berasal dari berbagai masukan yang menyediakan persepsi dari posisi dan gerakan yang disadari dan di bawah sadar, termasuk juga persepsi posisi sendi dan gerakan, kekuatan otot, penguluran dan posisi tubuh, sebagaimana regulasi respon postural yang tidak disadari pada gangguan posisi. Disamping dari masukan (input) pandangan, keseimbangan dan pendengaran, propriosepsi tergantung pada reseptor aferen pada otot, ligamen, kapsul sinovia dan kulit (Refshaug dalam Roos, 2010).
Pada pasien dengan osteoartritis lutut terlihat jelas kehilangan kontrol propriosepsi, yang ditunjukkan dengan kelemahan propriosepsi
dalam meningkatkan keterbatasan fungsional seperti kelambatan ritme jalan, semakin pendeknya jarak tempuh jalan dan penurunan kecepatan berjalan dan total waktu berjalan (Sharma L dalam Diracoghu, 2005)
Penelitian selama empat bulan latihan neuromuscular dalam pengawasan fisioterapi menunjukkan peningkatan isi glycosaminoglycan pada cartilago penumpu berat badan pada pasien dengan kompartmen medial meniskektomi. Hal ini menunjukkan neuromuskular training dapat mencegah perusakan struktural kartilago. Pasien pada peneitian ini
menunjukkan peningkatan penampilan fungsional yang mana
membutuhkan kontrol sensorimotor, tetapi tidak meningkatkan kekuatan kuadriseps dan kapasitas aerobik (Roos, 2010).
Neuromuscular training bertujuan untuk meningkatkan kontrol
sensorimotor dan mendapatkan kembali stabilitas fungsional. Latihan fungsional dengan menumpu berat badan di desain meneyerupai kondisi hidup sehari-hari, dengan beberapa aktifitas lebih berat. Tujuan utama untuk ketepatan posisi kaki terhadap lutut dan kualitas penampilan pasien pada tiap latihan, dengan level dan peningkatan intensitas latihan berdasarkan fungsi neuromuskular pasien. Jadi otot yang kuat dan fungsi neuromuskular sangat berguna karena peningkatan kekuatan otot dan kontrol neuromuskular dibutuhkan untuk meredam tekanan pada persendian (Roos, 2010).
Latihan menumpu berat badan melibatkan semua persendian pada ekstremitas bawah pada posisi sendi tertutup. Hampir semua
aktifitas menyebabkan gerak berlawanan dari otot pada dua persendian yang terlibat yang mana sebagian otot menjadi memanjang pada satu sendi dan dan memendek pada sendi yang lain, sehingga sangat penting memelihara ketegangan normal dari otot tersebut. Kerja utama otot dalam menumpu berat badan adalah mengontrol melawan gravitasi serta daya keseimbangan dan stabilitas. Sehingga latihan yang bisa diberikan pada osteoartritis lutut ini meliputi keseimbangan, stabilisasi maupun penguatan dan latihan fungsional. Menurut Cochrane Databese of
Systematic-Review dan Philadelphia Panel Evidence-Based Clinical Practice Guideline menunjukkan bukti bahwa latihan strengthening/
penguatan, stretching/penguluran dan latihan fungsional sebagai interfensi penatalaksanaan pada penurunan nyeri dan peningkatan fungsi pada osteoartritis lutut (Kisner, 2007)
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa:
1)Permasalahan pada osteoartritis lutut: nyeri, kaku persendian,
berkurangnya propriosetif dan penurunan kekuatan otot kuadriseps yang berhubungan dengan nyeri lutut dan kemampuan fungsional dan penurunan kapasitas aerobik menyebabkan penurunan kualitas hidup dan peningkatan resiko disabilitas
2)Tujuan Penaganan Fisioterapi : mengurangi nyeri dan meningkatkan
aktifitas fungsional pasien
3)Desain latihan yang bisa di berikan mengandung prinsip penguatan,
penguluran yang mana secara progresif ditingkatkan pembebanan dan pengulangannya disesuaikan dengan kemampuan setiap pasien. Pada penelitian ini, kami menggunakan desain latihan dasar yang bisa dilakukan oleh semua pasien osteoartritis lutut. Jenis latihan yang digunakan antara lain :
a) Straight Leg Raising (SLR)
Tidur telentang ( tungkai sakit di luruskan dan pada tungkai sehat, lutut di tekuk). Mengkontraksikan otot kuadriseps dengan menjaga lutut lurus, ankle dorsifleksi 90°, kemudian mengangkat tungkai setinggi kira-kira 20 cm, ditahan 5 detik, dilakukan 10 kali pengulangan.
Isometrik kuadriseps ini dipilih karena dapat dilakukan pasien lansia dirumah tanpa kesulitan (Miyaguchi, 2003).
Penelitian tentang perubahan biokimia cairan sendi setelah pemberian latihan isometrik pada penderita osteoarthritis lutut. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan berat molekuler hyaloronat dari 2.11 menjadi 2.40, peningkatan viskositas cairan sendi dari 45.8 menjadi 59,8 serta penurunan konsentrasi chondroitin 4-6 sulfat dari 81.9 menjadi 75,5 (Miyaguchi, 2003).
b) Isometrik Kuadriseps
Tidur terlentang/duduk di lantai dengan punggung tersangga dan tungkai lurus, gulungan handuk ditempatkan di bawah lutut pada tungkai sisi sakit. Mengkontraksikan otot kuadriseps dengan
mendorong handuk ke lantai. Ditahan 5 detik, dilakukan 10 kali pengulangan (O’Reilly, 1999).
Latihan isometrik melawan tahanan mempu meningkatkan sensitifitas struktur sensorimotorik otot yang meliputi muscle spindle dan golgi
tendon. Latihan ini juga akan meningkatkan α-motor discharge atau
tonus otot. Aktifitas α-motorneuron ini secara resiprokal juga akan dipengaruhi oleh muscle spindle dan golgi tendon. Dengan demikian latihan isometrik tidak hanya berdampak pada peningkatan kekuatan otot namun juga mampu memperbaiki sensitifitas dan koordinasi proprioseptif di dalam otot quadriceps (Topp et al, 2002)
c) Isotonik Kuadriseps
Duduk di bed/kursi, kaki sedikit menggantung. Mengangkat tungkai bawah sedikit lurus/setengah fleksi. Ditahan 5 detik, dilakukan 10 kali pengulangan. Untuk penguatan otot kuadriseps terutama vastus
medialis (O’Reilly, 1999).
d) Isotonik Abduktor Hip
Tidur miring ke sisi tungkai sehat, dengan menekuk lutut pada tungkai yang terletak di bawah (sehat) dan lurus pada tungkai yang terletak di atas (sakit), kemudian mengangkat tungkai ke atas, Ditahan 5 detik, dilakukan 10 kali pengulangan. Untuk penguatan abduktor hip (Sled, 2010).
Latihan di rumah untuk latihan penguatan otot abduktor hip, dilakukan 3-4 kali perminggu selama delapan minggu terbukti mengurangi nyeri
dan meningkatkan kekuatan otot abduksi hip dan meningkatkan fungsional pasien dengan osteoartritis (Sled, 2010).
e) Isometrik Adduktor Hip
Duduk tegak di kursi, menempatkan handuk diantara kedua paha. Menjepit handuk yang diletakkan diantara kedua tungkai pada posisi duduk. Ditahan 5 detik, dilakukan 10 kali pengulangan. (Bennel, 2007).
f) Duduk-Berdiri
Duduk tegak di kursi, kedua tangan bersilang di depan dada Berdiri tegak kemudian duduk kembali dengan perlahan. Dilakukan 10 kali pengulangan. Untuk latihan neuromuskular (Diracoglu, 2005)
g) Naik-turun tangga
Berdiri tegak, menempatkan stool/step di depan. Angkat satu tungkai seakan melangkah di stool/step, kaki satunya menahan, bergantian kanan-kiri. Dilakukan 10 kali pengulangan. Untuk latihan neuromuskular sekaligus penguatan abduktor hip (Kisner, 2007) (Tangga ukuran standar untuk pasien osteoartritis dengan lebar: 30 cm dan tinggi: 20 cm),
h) Sikap kuda-kuda
Berdiri tegak menghadap depan kemudian salah satu tungkai maju dengan menempatkan ujung kaki di depan, menekuk lutut dan hip kemudian kembali ke posisi semula. Dilakukan 3 kali pengulangan,
bergantian tungkai kanan-kiri. Untuk meningkatkan keseimbangan dan kontrol ekstremitas bawah (Kisner, 2007)
i) Penguluran Otot
Duduk di bed/matras, salah satu tungkai diposisikan lurus dan tungkai yang lain diposisikan menekuk. Berusaha meraih ujung kaki yang lurus dengan ujung jari tangan. Ditahan 15 detik, dilakukan 3 kali pengulangan, bergantian tungkai kanan-kiri. Untuk penguluran otot hamstring, soleus-gastroknemius (Hertling, 2006)