• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis

1. Otonomi Daerah dan Desentralisasi

Dasar pelaksanaan otonomi daerah Indonesia adalah pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi sebagai berikut: pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-undang dengan memandang dan mengingat dasar pemusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara dan hak-hak urus daerah yang bersifat istimewa.

Dalam penjelasan pasal tersebut dirumuskan: Daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah propinsi dan propinsi akan dibagi pula dalam daerah yang lebih kecil. Daerah-daerah itu bersifat otonom atau bersifat daerah administrasi belaka, semuanya menurut aturan yang akan ditetapkan dengan Undang-undang.

Secara etimologis kata otonomi berasal dari bahasa Latin, “Autos” yang berarti “sendiri” dan “Nomos” aturan. Muslimin mengatakan otonomi itu termasuk salah satu sari azas-azas pemerintahan negara, dimana pemerintah suatu negara dalam pelaksanaan kepentingan umum untuk mencapai tujuan. Disamping itu, Syafruddin mengemukakan bahwa otonomi mempunyai makna kebebasan atas kemandirian tetapi bukan

kemerdekaan. Kemerdekaan terbatas atau kemandirian itu adalah wujud pemberian kesempatan yang harus dipertanggungjawabkan.

Kewenangan otonomi luas adalah keleluasaan daerah untuk penyelenggaraan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang luar negeri, pertahanan, keamanan, peradilan moneter dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lainnya yang akan ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Selain itu keleluasaan otonomi mencakup pula kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraannya mulai dari perencanaan, penggerakan dan evaluasi.

Jadi otonomi untuk daerah propinsi diberikan secara terbatas meliputi kewenangan lintas kabupaten dan kota, dan kewenangan dibidang pemerintahan lainnya. Prinsip-prinsip pemberian otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 adalah sebagai berikut: a. Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan

aspek demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi dan keanekaragaman.

b. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas dan bertanggung jawab.

c. Pelaksanaan otonomi yang luas dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten dan daerah kota, sedang otonomi daerah propinsi merupakan otonomi yang terbatas.

d. Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi negara sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah, serta antar daerah.

e. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah otonomi dan karenanya dalam daerah kabupaten dan daerah kota tidak ada lagi wilayah administratif.

f. Demikian pula di kawasan-kawasan khusus yang dibangun oleh pemerintah atau pihak lain, seperti badan otorita, kawasan industri, kawasan perumahan, kawasan pertambangan, kawasan kehutanan, kawasan perkotaan baru, kawasan pariwisata, dan semacamnya berlaku ketentuan daerah otonomi.

g. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif daerah, baik sebagai fungsi legislatif, fungsi pengawasan maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan pemerintahan daerah.

h. Pelaksanaan asas desentralisasi diletakkan pada daerah propinsi dalam kedudukannya sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan pemerintahan tertentu yang dilimpahkan kepada gubernur sebagai wakil pemerintah.

i. Pelaksanaan asas tugas pembantuan dimungkinkan tidak hanya dari pemerintah kepada daerah, tetapi juga dari pemerintah dan daerah kepada desa yang disertai dengan pembiayaan sarana dan prasarana,

serta sumberdaya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan pertanggungjawaban kepada yang menugaskan.

Agar pelaksanaan tugas otonomi dapat berjalan dengan baik perlu memperhatikan: sumber pendapatan daerah, teknologi, struktur organisasi pemerintah daerah, dukungan hukum, perilaku masyarakat, faktor kemimpinan. Disamping itu hal-hal yang mempengaruhi pengembangan otonomi daerah menurut Kaho sebagai berikut:

a. Faktor manusia pelaksana yang baik

b. Faktor keuangan daerah yang cukup dan baik c. Faktor peralatan yang cukup dan baik

d. Faktor organisasi dan manajemen yang baik

Menurut Undang-Undang dan beberapa pendapat para ahli tentang Otonomi Daerah:

a. Menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1 ayat 5. “Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.” (Undang-undang Otonomi Daerah 2004:4).

b. Menurut kamus Webster’s Third New International Dictionary.

Kata autonomy berasal dari bahasa Yunani (Greek), yakni dari kata autonomia, yang artinya: The quality or state being independent, free, and self directing. Atau The degree of self determination or political

control possed by a minority group, territorial division or political unit in its relations to the state or political community of which it forms a part and extending from local to full independence. (Saragih, 2003:9 dan 40).

c. Menurut Encyclopedia of Social Science.

Dalam pengertiannya yang orisinil, otonomi adalah The legal self suffiency of social body and its actual independence (Yani, 2002:5). d. Menurut Black’s Law Dictionary.

Definisikan autonomy adalah The political independence of a nation, the right (and condition) of power of self government. The negation of a state of political influence from without or from foreign powers

(Ibid:2000:5).

Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1 butir 7, menyebutkan bahwa desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sitem Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal ini berarti pengelolaan daerah lebih dititik beratkan kepada kabupaten/kota. Mengenai sistem hubungan pusat dan daerah, berdasarkan undang-undang yang berlaku dapat dirangkum dalam tiga prinsip, yaitu:

1. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem NKRI.

2. Dekosentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada gubernur sebagai wakil pemerintah.

3. Tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/atau desa atau sebutan lain dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggung-jawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan.

Prinsip pemberian otonomi kepada pemerintah daerah pada dasarnya adalah untuk membantu pemerintah pusat dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Pada masa sekarang ini titik berat ekonomi daerah diberikan kepada daerah tingkat II yaitu pemerintah kabupaten/kota. Hal ini erat kaitannya dengan fungsi utama pemerintah daerah sebagai penyedia pelayanan kepada masyarakat dan pelaksana pembangunan disamping sebagai pembina kestabilan politik, sosial, ekonomi dan kesatuan bangsa. Dengan adanya desentralisasi daerah, pemerintah daerah mempunyai beberapa keuntungan, antara lain:

1. Dengan adanya desentralisasi, pemerintah daerah dapat lebih mengetahui keinginan masyarakatnya.

2. Dengan desentralisasi diharapkan pembuatan keputusan dapat lebih efektif.

3. Daerah akan dapat melakukan pendekatan dengan cara yang berbeda- beda dalam menggali potensi di daerahnya masing-masing.

Dalam melaksanakan desentralisasi fiskal, prinsip money should follow function merupakan salah satu prinsip yang harus diperhatikan dan dilaksanakan. Prinsip tersebut berarti setiap penyerahan atau pelimpahan

wewenang pemerintahan membawa konsekuensi pada anggaran yang diperlukan untuk melaksanakan kewenangan tersebut (Saragih, 2003:83). Kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah merupakan derivatif dari kebijakan otonomi daerah. Artinya, semakin banyak wewenang yang dilimpahkan, maka kecenderungan semakin besar biaya yang dibutuhkan oleh daerah

Dokumen terkait