• Tidak ada hasil yang ditemukan

100%

Keterangan:

Xii = nilai diagonal dari matrik kontingensi baris ke-I dan kolom ke-i Xi+ = jumlah piksel dalam kolom ke-i

X+I = jumlah piksel dalam baris ke-i N = banyaknya piksel dalam contoh

Prediksi Deforestasi

Model untuk memprediksi perubahan penutupan lahan hutan dilakukan dengan menggunakan regresi logistik. Regresi logistik digunakan untuk menilai tingkat pengaruh dari peubah penjelas tentang perubahan hutan dan untuk memprediksi kemungkinan deforestasi (Kumar et al. 2014). Untuk mengetahui peubah-peubah yang menentukan perubahan dan pola perubahan hutan, maka dilakukan analisis kuantitatif yaitu analisis peubah ganda dengan membagun suatu model penduga peluang terjadinnya deforestasi. Model regresi yang dibangun menggunakan peubah-peubah fisik dan sosial ekonomi masyarakat sebagai peubah bebasnya (independent variabel), sedangkan peubah tak bebasnya adalah ada dan tidaknya deforestasi. Peubah-peubah bebas yang digunakan sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Shehzad et al. (2014) untuk mengidentifikasi empat faktor biofisik dan tujuh faktor sosial ekonomi terhadap terjadinya deforestasi di hutan kering daerah sub tropis Pakistan.

Metode tersebut menjelaskan peubah-peubah mana saja yang berpengaruh terhadap deforestasi, dimana 1 = terjadi deforestasi dan 0 = tidak terjadi deforestasi. Persamaan yang dihasilkan bisa digunakan untuk memprediksi kemungkinan terjadinya perubahan jenis-jenis penutupan lahan hutan beberapa waktu ke depan. Secara umum persamaan dirumuskan sebagai berikut :

19 Rumus ini dapat juga ditulis sebagai berikut :

Ln( p/1-p ) = b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + …bnXn dimana:

p = peluang kejadian deforestasi (0 atau 1)

X1~Xn = peubah yang mempengaruhi deforestasi ( variabel bebas ) b0 = konstanta

b1~b3 = koefisien regresi

Peubah bebas yang yang digunakan pada analisis ini berdasarkan peubah sosial masyarakat, biofisik dan penggunaan lahan, adalah sebagai berikut :

X1 = Kepadatan penduduk tahun 2005 (jiwa/km2) X2 = Jarak dari jalan (m)

X3 = Jarak dari tepi sungai (m)

X4 = Jarak dari tepi hutan tahun 2005 (m) X5 = Jarak dari tepi pemukiman tahun 2005 (m)

X6 = Jarak dari tepi pertanian lahan kering campur tahun 2005 (m) X7 = Slope (%)

X8 = Elevasi (m dpl)

Prosesnya adalah data hasil klasifikasi penutupan lahan tahun 2005 ke tahun 2010 ditumpangsusunkan (overlay) dengan data faktor-faktor yang diduga mempengaruhi deforestasi pada tiap tipologi, kemudian diolah dengan menggunakan perangkat lunak Idrisi. Perangkat lunak powerfull ini dibuat oleh Prof. Ron Easman (2003). Dari metode tersebut didapatkan model deforestasi dan peta peluang deforestasinya (peta prediksi deforestasi) untuk divalidasi dan diverifikasi.

Validasi model dilakukan dengan menggunakan grafik ROC (Relative Operating Characteristics) dalam fungsi logistigreg software Idrisi. Fungsi logisticreg adalah analisis regresi logistik yang ditampilkan pada citra. Analisis ini berguna untuk menjelaskan terjadi atau tidaknya sebuah fenomena. ROC (Relative Operating Characteristics) memberikan ukuran koresponden antara model kuantitatif, dengan kriteria keterangan seperti pada Table 6.

Tabel 6 Kriteria tingkat ROC (Relative Operating Characteristics) Nilai Tranformasi Deforestasi Keterangan

1.00 Sempurna

. .00 Sangat baik

. .75 Baik

< 0.50 Kurang baik

Kemudian keakuratan model untuk prediksi deforestasi dilakukan overlay antara deforestasi aktual tahun 2010-2013 dengan model peluang deforestasi pada Idrisi. Secara ringkas alur penelitian disajikan pada Gambar 4.

20

Gambar 4 Bagan alur penelitian

Cropping Koreksi Geometrik

dan Radiometrik

Klasifikasi visual

Pemeriksaan lapangan (Ground Check) dan

Akurasi Google Earth Peta RBI TupLah Kemenhut Peta Tuplah 1997 Perhitungan deforestasi 2005-2010 Perhitungan deforestasi 2010-2013 Driving Force 2005-2010 Variabel X : Faktor biofisik F. Sosek

Citra Landsat Tahun 1997~2013

Penyusunan peubah model 0: tidak terjadi deforestasi 1: terjadi deforestasi Validasi Peta Tuplah 2000 Peta Tuplah 2005 Peta Tuplah 2010 Peta Tuplah 2013 Mulai Persiapan Pemodelan spasial

Model spasial prediksi deforestasi deforestasi Th. 2005-2010 Model spasial prediksi deforestasi Ya Tidak Selesai

21

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Laju Deforestasi Penutupan Lahan

Interpretasi visual citra Landsat Kabupaten Konawe Utara dan Konawe merupakan proses praklasifikasi dan setelah dilakukan verifikasi lapangan melalui ground check (Lampiran 1) dan re-interpretasi dibantu Peta Tutupan Lahan Kementrian Kehutanan dan google Earth maka diperoleh post klasifikasi, dimana hasil ini digunakan sebagai bahan analisis selanjutnya. Adapun peta keluaran berupa peta penutupan lahan pada tahun 1997, 2000, 2005, 2010 dan 2013 (lampiran 3).

Penilaian tingkat akurasi hasil interpretasi citra dilakukan dengan uji akurasi terhadap kondisi yang sebenarnya di lapangan. Keakuratan tersebut, meliputi: kebenaran jumlah piksel area contoh yang diklasifikasi, pemberian nama secara benar, dan persentase banyaknya piksel dalam masing-masing kelas serta persentase kesalahan total. Hasil analisis ketepatan interpretasi citra yang berupa matrik Kesalahan, overall accuracy dan kappa accuracy disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Matrik kesalahan, kappa accuracy tutupan lahan tahun 2013 Jenis Tutupan

Lahan Data referensi

Jumlah Hasil Interpretasi HLK HM HR LT Pkb PLK PLKC Pmk SB SBR Svn Swh TA Tbk HLK 19 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 19 HM 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 HR 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 LT 0 0 0 22 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 22 Pkb 0 0 0 0 28 1 0 0 0 0 0 0 0 0 29 PLK 0 0 0 0 0 3 0 0 0 0 0 1 0 0 4 PLKS 0 0 0 1 0 2 38 0 0 0 0 0 2 0 43 Pmk 0 0 0 0 0 0 0 4 0 0 0 0 0 0 4 SB 0 0 0 1 0 0 0 0 14 0 0 0 1 0 16 SBR 0 0 0 0 0 0 0 0 10 3 0 0 0 0 13 Svn 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 0 0 0 5 Swh 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 15 0 0 15 TA 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 2 Tbk 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 3 Jumlah 19 3 2 24 28 6 38 4 24 3 5 16 5 3 180 Overall Accurasy (%) 89 Kappa Accurasy (%) 88

Nilai akurasi hasil klasifikasi tutupan lahan yang dilakukan terhadap data tahun 2013 diperoleh 14 kelas tutupan lahan dengan tingkat ketelitian overall accuracy sebesar 89 % dan kappa accuracy sebesar 88 %. Hal ini telah memenuhi persyaratan minimal nilai overall accuracy yang dikemukakan oleh Jensen (1986) bahwa overall accuracy pada peta tutupan lahan dalam pengelolaan sumber daya alam sebaiknya tidak kurang dari 85%.

22

Tutupan lahan yang dibuat didapatkan perubahan hutan menjadi bukan hutan (deforestasi) p p p o n , , n 2013, seperti yang disajikan pada Lampiran 4.

Laju Deforestasi

Hasil analisis deforestasi yang dilakukan, luas hutan pada tahun 1997 sampai 2013 terjadi deforestasi sebesar 54583 ha pada Kabupaten Konawe Utara dan Konawe, 56% terjadi penurunan di Kabupaten Konawe Utara dan 44% pada Kabupaten Konawe, yang disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5 Kurva luas deforestasi dan laju deforestasi

Laju deforestasi terendah terjadi pada periode 1997–2000 sebesar 495 ha/tahun. Terjadinnya kegaduhan politik di Indonesia tahun 1998 tidak berpengaruh nyata terhadap deforestasi di wilayah penelitian seperti yang terjadi di Jawa bahwa terjadi penjarahan (illegal logging) sehingga deforestasi meningkat (Nurrochmat dan Hasan 2010). Peningkatan nilai laju deforestasi tertinggi terjadi pada periode 2000–2005 sebesar 4985 ha/tahun. Peningkatan ini sejalan dengan penelitian Nawir et al (2008), bahwa sejak diberikannya wewenang pengelolaan sumber daya alam kepada pemerintah daerah (otonomi daerah) pada tahun 1999, deforestasi meningkat dengan meningkatnya pemberian ijin usaha perkebunan dan kebijakan hak pemanfaatan hutan oleh masyarakat. Secara spasial, sebaran deforestasi tiap periode di wilayah studi dapat dilihat pada Gambar 6.

Laju deforestasi fluktuatif terjadi pada setiap kecamatan per periode, laju deforestasi te n p p o n 2005 terjadi pada 24 kecamatan di Kabupaten Konawe Utara dan Konawe tetapi hanya satu kecamatan yang tidak terjadi deforestasi yaitu Kecamatan Wonggeduku. Kecamatan Wonggeduku adalah satu-satunya kecamatan di Kabupaten Konawe yang tidak mempunyai wilayah berhutan sehingga wajar jika tidak terdeteksi adanya deforestasi.

1484 24924 23223 4952 495 4985 4645 1651 0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 1997 ̶ 2000 2000 ̶ 2005 2005 ̶ 2010 2010 ̶ 2013 Lu as ( ha ) Periode (tahun)

Luas deforestasi Kab. Konawe Utara dan Konawe (ha)

23

Gambar 6 Sebaran deforestasi Kabupaten Konawe Utara dan Konawe periode tahun ( ) , ( ) , ( ) , ( ) 2013

Laju deforestasi yang tinggi terjadi pada Kecamatan Asera, Langgikima, Routa n w no p p o 2005 dan 2005 2010. Secara skematis, laju deforestasi kecamatan di wilayah studi dapat disajikan pada Gambar 7.

(a)

(d) (c)

24

Gambar 7 Laju deforestasi per kecamatan Faktor Pendorong (Driving Force) Deforestasi Pembangunan Tipologi

Tipologi yang dibuat berdasarkan kemiripan karakteristik biofisik dan sosial ekonomi pada setiap wilayah dengan peubah-peubah sebagai faktor pendorong terjadinya deforestasi diambil dari data statistik BPS. Peubah-peubah tersebut antara lain jumlah penduduk tahun 2005 per kecamatan (JPdd_05), jumlah rumah papan (JRm_Ppn), jumlah sekolah SD dan seterusnya (JSkl_SDup), jumlah murid SD dan seterusnya (JMrd_SDup) dan luas lahan kering sawah (LLKr_Swh). Sebelum pembuatan tipologi, perlu dilakukan analisis korelasi antar peubah untuk menghindari kolinieritas antar peubah yang digunakan untuk tipologi yang ditunjukkan pada Tabel 8.

Hasil pengujian korelasi didapatkan bahwa peubah jumlah penduduk tahun 2005 per kecamatan (JPdd_05) mempunyai korelasi yang erat dengan jumlah rumah papan (JRm_Ppn), jumlah sekolah SD dan seterusnya (JSkl_SDup) dan jumlah murid SD dan seterusnya (JMrd_SDup), sehingga untuk membuat tipologi cukup diwakili oleh jumlah penduduk tahun 2005 per kecamatan (JPdd_05). Berdasarkan hasil analisis korelasi tersebut dipilih dua peubah untuk membangun tipologi wilayah penelitian dengan pembuatan dendogram dalam menentukan tipologi, peubah-peubah tersebut adalah:

a. Tipologi menggunakan 1 peubah (Tipo_1v)

X1 (Jumlah penduduk tahun 2005 per kecamatan)

0 200 400 600 800 1000 Abuki Amonggedo Anggaberi Asera Besulutu Bondoala Lambuya Langgikima Lasolo Latoma Lembo Meluhu Molawe Pondidaha Puriala Routa Sampara Sawa Soropia Tongauna Uepai Unaha Wawotobi Wiwirano Wonggeduku

Laju deforestasi (ha/tahun)

K e c am atan Laju Deforestasi 2010-2013 (ha/tahun) Laju Deforestasi 2005-2010 (ha/tahun) Laju Deforestasi 2000-2005 (ha/tahun) Laju Deforestasi 1997-2000 (ha/tahun)

25 b. Tipologi menggunakan 2 peubah (Tipo_2v)

X1 (Jumlah penduduk tahun 2005 per kecamatan) X5 (Luas lahan kering dan sawah)

Tabel 8 Analisis korelasi Pearson antar peubah tipologi

JPdd_05 (X1) JRm_Ppn05 (X2) JSkl_sdup05 (X3) JMrd_sdup05 (X4) LLhk_Swh05 (X5) pdd_05 (X1) Pearson Correlation 1 .739** .921** .939** -.237 Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .255 N 25 25 25 25 25 JRm_Ppn05 (X2) Pearson Correlation .739** 1 .621** .560** -.148 Sig. (2-tailed) .000 .001 .004 .480 N 25 25 25 25 25 JSkl_sdup05 (X3) Pearson Correlation .921** .621** 1 .873** -.192 Sig. (2-tailed) .000 .001 .000 .357 N 25 25 25 25 25 JMrd_sdup05 (X4) Pearson Correlation .939** .560** .873** 1 -.182 Sig. (2-tailed) .000 .004 .000 .384 N 25 25 25 25 25 LLhk_Swh05 (X5) Pearson Correlation -.237 -.148 -.192 -.182 1 Sig. (2-tailed) .255 .480 .357 .384 N 25 25 25 25 25

** Korelasi signifikan pada taraf nyata 1%

Hasil analisis klastering menggunakan Standardized Euclidean Distance (SdED) dari kedua variable tersebut diperoleh grafik dendogram seperti yang disajikan pada Gambar 8 dan Gambar 9.

26

Gambar 9 Dendogram dengan variabel x1, x5

Hasil pengkelasan terhadap dendogram tersebut dengan menggunakan metode kedekatan jarak single linkage method diperoleh 2 kategori tipologi, yaitu tipologi 1 (T1) dan tipologi 2 (T2), sebagaimana disajikan pada Tabel 9.

Pengolahan tipologi dengan satu variabel (Tipo_1v), T1 dijelaskan pada jumlah penduduk yang relatif rendah dan T2 jumlah penduduk yang relatif tinggi. Sedangkan tipologi pada dua variabel (Tipo_2v), T1 dijelaskan pada jumlah penduduk relatif tinggi dan luas lahan kering sawah yang rendah serta T2 dijelaskan pada jumlah penduduk yang relatif rendah dan luas lahan kering dan sawah yang besar.

Tetapi untuk memastikan mendapatkan tipologi yang terbaik perlu pengujian terhadap terjadinya deforestasi di setiap kecamatan. Hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan tipologi dengan akurasi yang terbaik dalam menyusun model. Untuk mendapatkan akurasi tipologi yang baik perlu dibuat kelas deforestasi yang mengacu kepada periode untuk mendapatkan model pada p o 2010. Laju deforestasi pada periode 2005 2010 dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu: laju deforestasi rendah (D1) sebesar ≤ 224 ha/tahun dan laju deforestasi tinggi (D2) sebesar 224 671 ha/tahun (Tabel 9).

27 Tabel 9 Tipologi wilayah berdasarkan kelas deforestasi

Kecamatan Klaster Variabel Tipo_1v Tipo_2v KD05_10 JPdd_05 LLKrSwh_05 Abuki C1 14037 17568 T1 T1 D2 Amonggedo C2 9108 2203 T1 T1 D1 Anggaberi C3 5699 4414 T1 T1 D2 Asera C4 11312 7544 T1 T1 D2 Besulutu C5 7415 3457 T1 T1 D1 Bondoala C6 12066 9305 T1 T1 D1 Lambuya C7 10938 2829 T1 T1 D1 Langgikima C8 2326 34762 T1 T2 D2 Lasolo C9 9236 9061 T1 T1 D2 Latoma C10 2125 785 T1 T1 D1 lembo C11 4353 4204 T1 T1 D1 Meluhu C12 4700 4684 T1 T1 D2 Molawe C13 4629 1739 T1 T1 D2 Pondidaha C14 9012 2517 T1 T1 D1 Puriala C15 6950 19139 T1 T1 D1 Routa C16 1273 51655 T1 T2 D2 Sampara C17 11278 7346 T1 T1 D1 Sawa C18 5964 3188 T1 T1 D1 Soropia C19 11322 5210 T1 T1 D1 Tongauna C20 12967 10458 T1 T1 D1 Uepai C21 10151 6363 T1 T1 D1 Unaaha C22 18992 5823 T2 T1 D1 Wawotobi C23 25523 12105 T2 T2 D1 Wiwirano C24 5794 33891 T1 T2 D2 Wonggeduku C25 17253 11376 T2 T1 D1 Jumlah T1 22 21 T2 3 4

Keterangan: JPdd_05 = Jumlah penduduk tahun 2005; LLKrSwh_05 = Luas lahan kering dan sawah tahun 2005; Tipo_1v = Tipologi dengan 1 variabel; Tipo_2v = Tipologi dengan 2 variabel; KD _ K l o n 2010.

Hasil pengujian akurasi terhadap tipologi dengan dua kelas deforestasi tersebut didapatkan akurasi yang terbaik seperti yang disajikan pada Tabel 10 dan 11.

Tabel 10 Matriks kesesuaian tipologi dengan 1 variabel D1 D2 Jumlah Produsers Accuracy

T1 13 9 22 59% T2 3 0 3 0 Jumlah 16 9 25 Users Accuracy 81% 0 Overall Accuracy 52%

Tabel 11 Matriks kesesuaian tipologi dengan 2 variabel

D1 D2 Jumlah Produsers Accuracy

T1 15 6 21 71%

T2 1 3 4 75%

Jumlah 16 9 25

Users Accuracy 94% 33% Overall Accuracy 72%

28

Akurasi tipologi dengan satu variabel didapatkan ketelitian overall accuracy sebesar 52% dan pada tipologi dengan dua variabel didapatkan ketelitian 72%. Tipologi yang dibangun pada penelitian ini adalah tipologi dengan dua peubah (jumlah penduduk dan luas lahan kering sawah). Guna mendapatkan informasi yang lebih akurat terhadap deforestasi dan penyebabnya dijelaskan dengan tipologi deforestasi, dimana tipologi 1 terpilih 21 kecamatan dan tipologi 2 terpilih 4 kecamatan, seperti dijelaskan pada Gambar 10.

Gambar 10 Peta Sebaran deforestasi berbasis tipologi periode tahun 200 2010 di Kabupeten Konawe Utara dan konawe

Prediksi Deforestasi

Model regresi logistik digunakan untuk membuat model spasial deforestasi. Penentuan model terpilih dilakukan dengan membandingkan delapan model yang memiliki jumlah variabel berbeda pada tipologi 1 (Tabel 12) dan tipologi 2 (

Tabel 13). Peubah bebas dalam penelitian ini terdiri dari kepadatan penduduk, jarak dari jalan, jarak dari tepi sungai, jarak dari tepi hutan, jarak dari tepi pemukiman, jarak dari tepi pertanian lahan kering campur, slope dan elevasi.

29 Tabel 12 Model spasial deforestasi tiopologi 1

Model -2logL0 -2log(likelihood) P seudo R_square Goodness of Fit Model ChiSquare ROC KPdd05 2465532.9 2379306.6 0.0350 14972093.8 86226.3 0.757 KPdd05_JJ 2465532.9 2135799.5 0.1337 15827753.1 329733.4 0.811 KPdd05_JJ_JS 2465532.9 2024764.5 0.1788 10147312.3 440768.5 0.852 KPdd05_JJ_JS_JHut50 2465532.9 1676766.1 0.3199 8245824.9 788766.9 0.933 KPdd05_JJ_JS_JHut50_ JPmk50 2465532.9 1670094.4 0.3226 8789138.1 795438.5 0.934 KPdd05_JJ_JS_JHut50_ JPmk50_JPlkc50 2465532.9 1669169.4 0.3230 9117320.7 796363.6 0.935 KPdd05_JJ_JS_JHut50_ JPmk50_JPlkc50_S 2465532.9 1668682.3 0.3232 8898613.6 796850.7 0.934 KPdd05_JJ_JS_JHut50_ JPmk50_JPlkc50_S_E 2465532.9 1668254.5 0.3234 9116344.9 797278.5 0.935 Tabel 13 Model spasial deforestasi tiopologi 2

Model -2logL0 -2log(likelihood) P seudo R_square Goodness of Fit Model ChiSquare ROC KPdd05 858775.2 819981.4 0.0452 13728725.1 38793.8 0.686 KPdd05_JJ 858775.2 804270.7 0.0635 9809897.9 54504.5 0.761 KPdd05_JJ_JS 858775.2 780076.7 0.0916 9144609.9 78698.5 0.784 KPdd05_JJ_JS_JHut50 858775.2 508405.7 0.4080 2981120.4 350369.5 0.973 KPdd05_JJ_JS_JHut50_ JPmk50 858775.2 501891.7 0.4156 3002428.3 356883.5 0.974 KPdd05_JJ_JS_JHut50_ JPmk50_JPlkc50 858775.2 495361.3 0.4232 3011006.7 363413.9 0.975 KPdd05_JJ_JS_JHut50_ JPmk50_JPlkc50_S 858775.2 485551.3 0.4346 3055862.3 373223.9 0.975 KPdd05_JJ_JS_JHut50_ JPmk50_JPlkc50_S_E 858775.2 481796.5 0.4390 2849745.4 376978.7 0.977 Hasil analisis model spasial pada masing-masing tipologi menunjukkan bahawa model terpilih adalah model dengan delapan variabel. Hal ini ditentukan berdasarkan nilai pseudo R_square >0.2, memiliki nilai goodness of fit yang kecil dan nilai ROC yang besar (Kumar et al. 2014). Model pada tipologi 1 dengan delapan variabel menunjukkan nilai pseudo R_square sebesar 0.3234, nilai goodness of fit 9116344.9 dan ROC sebesar 0.935. Model terpilih pada tipologi 2 juga dibentuk dengan delapan variabel yang memiliki nilai pseudo R_square sebesar 0.4390, nilai goodness of fit 2849745.4 dan ROC sebesar 0.977. Berdasarkan model terpilih, maka model spasial pada masing-masing tipologi adalah sebagai berikut:

30

Keterangan: e = eksponensial; Z = persamaan yang didapat; KPd05 = Kepadatan penduduk tahun 2005 (jiwa/km2); JJ = Jarak dari jalan (m); JS= Jarak tepi sungai (m); JH05 = Jarak tepi hutan tahun 2005 (m); JPmk05 = Jarak tepi pemukiman tahun 2005 (m); JPlc05 = Jarak tepi pertanian lahan kering campur tahun 2005 (m); S= Slope (%);E= Elevasi (m).

Berdasarkan model regresi logit yang diperoleh maka pada tipologi 1 dapat dijelaskan bahwa peluang terjadinya deforestasi pada areal hutan akan semakin rendah dengan semakin meningkatnya kepadatan penduduk, semakin jauhnya jarak dari jalan, jarak dari sungai, jarak dari tepi hutan, jarak dari pemukiman dan jarak dari pertanian lahan kering campur, namun peluang terjadinya deforestasi akan meningkat dengan meningkatnya elevasi maupun kelerengan (slope). Peluang terjadinya deforestasi pada tipologi 2 akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya kepadatan penduduk dan elevasi, semakin dekatnya jarak dari hutan dan jarak dari pemukiman, serta semakin jauhnya jarak dari jalan, sungai dan pertanian lahan kering campur, serta slope yang semakin landai. Penjelasan ini disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14 Deskripsi pengaruh peubah-peubah bebas tiap tipologi terhadap peluang deforestasi

Peubah deforestasi

Tipologi 1 Tipologi 2 Peluang deforestasi

Rendah Tinggi Rendah Tinggi KPd50 (Kepadatan penduduk) tinggi rendah rendah Tinggi

JJ (Jarak dari jalan) jauh dekat dekat Jauh

JS (Jarak tepi sungai) jauh dekat dekat Jauh

JH50 (Jarak tepi hutan) jauh dekat jauh Dekat

JPmk50 (Jarak tepi pemukiman) jauh dekat jauh Dekat JPlc50 (Jarak tepi pertanian lahan kering campur) jauh dekat dekat Jauh

S (Slope) landai curam curam landai

E (Elevasi) datar Tinggi datar Tinggi

Pendekatan dengan peubah-peubah bebas terhadap terjadinnya deforestasi di wilayah penelitian dihasilkan model spasial prediksi deforestasi dengan Relative Operating Characteristics (ROC) pada tipologi 1 sebesar 0.935 dan tipologi 2 sebesar 0,977. Hasil ini menjelaskan bahwa peubah-peubah bebas yang digunakan dalam metode ini berpengaruh dengan baik terhadap terjadinya deforestasi.

Penggunaan metode regresi logistik ini menghasilkan peluang terjadinya deforestasi untuk tipologi 1 terdapat pada kisaran angka 0.00-0.27 dan tipologi 2

31 pada kisaran angka 0.00-0.51, peluang deforestasi semakin tinggi maka warna akan semakin merah. Seperti ditunjukkan oleh Gambar 11.

(a) (b)

Gambar 11 Model prediksi deforestasi tahun 2005, (a) tipologi dan (b) tipologi 2 Pengujian keakuratan hasil model prediksi dilakukan dengan teknik overlay model prediksi 2005–2010 dengan deforestasi aktual tahun 2010–2013. Hasil overlay bisa dilihat pada Gambar 12.

(a) (b)

Gambar 12 Hasil overlay model prediksi deforestasi 2005–2010 dengan deforestasi aktual 2010–2013, (a) tipologi 1 dan (b) tipologi 2

Uji akurasi deforestasi menghasilkan prediksi luas (Ha) deforestasi dan non deforestasi di Kabupaten Konawe Utara dan Konawe tahun 2013 dengan nilai overall accuracy sebesar 70.7% (Tabel 15) untuk T1 dan 99.7% (Tabel 16) untuk T2. Nilai akurasi tersebut menyatakan bahwa model spasial deforestasi yang digunakan baik untuk memprediksi terjadinya deforestasi.

32

Tabel 15 Hasil uji validasi pada tipologi T1

Prediksi Aktual Total (ha)

Deforestasi (ha) Non-deforestasi (ha)

Deforestasi (ha) 17229 414392 431622

Non-deforestasi (ha) 13838 1018120 1031958

Total 1463580

Overall Accuracy (%) 70.7

Tabel 16 Hasil uji validasi pada tipologi T2

Prediksi Aktual Total (ha)

Deforestasi (ha) Non-deforestasi (ha)

Deforestasi (ha) 163 2805 2968

Non-deforestasi (ha) 1344 1229915 1231259

Total 1234227

Overall Accuracy (%) 99.7

Berdasarkan model yang diperoleh dengan regresi logistik, deforestasi pada tipologi 1 dan tipologi 2 dapat dijelaskan oleh delapan peubah bebas. Hal ini dapat dilihat pada pola peubah-peubah bebas tersebut dalam mempengaruhi besarnya peluang deforestasi yang ditunjukkan pada Tabel 17 dan 18.

Tabel 17 Pengaruh delapan peubah terhadap peluang deforestasi pada tipologi 1 Peubah Bebas JH05 500 500 500 500 5000 5000 5000 5000 JPkm05 500 500 25000 25000 500 500 25000 25000 JPlkc05 500 25000 500 25000 500 25000 500 25000 KPdd05 S E JS JJ Peluang Deforestasi 25 1 1 500 500 0.0613 0.0403 0.0475 0.0311 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 25 1 1 500 5000 0.0407 0.0266 0.0314 0.0204 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 25 1 1 5000 500 0.0101 0.0065 0.0077 0.0050 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 25 1 5 5000 5000 0.0084 0.0054 0.0064 0.0042 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 25 1 5 500 500 0.0773 0.0512 0.0602 0.0395 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 25 5 5 500 5000 0.0562 0.0369 0.0435 0.0284 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 25 5 1 5000 500 0.0110 0.0071 0.0084 0.0054 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 25 5 1 5000 5000 0.0072 0.0046 0.0055 0.0035 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 25 5 1 500 500 0.0667 0.0440 0.0518 0.0339 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 25 5 5 500 5000 0.0562 0.0369 0.0435 0.0284 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 200 1 5 5000 500 0.0006 0.0004 0.0005 0.0003 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 200 1 5 5000 5000 0.0004 0.0003 0.0003 0.0002 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 200 1 1 500 500 0.0032 0.0021 0.0024 0.0016 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 200 1 1 500 5000 0.0021 0.0013 0.0016 0.0010 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 200 1 1 5000 500 0.0005 0.0003 0.0004 0.0002 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 200 5 5 5000 5000 0.0005 0.0003 0.0003 0.0002 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 200 5 5 500 500 0.0045 0.0029 0.0034 0.0022 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 200 5 5 500 5000 0.0029 0.0019 0.0022 0.0014 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 200 5 1 5000 500 0.0005 0.0004 0.0004 0.0003 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 200 5 1 5000 5000 0.0004 0.0002 0.0003 0.0002 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 Keterangan: KPdd05 = Kepadatan penduduk tahun 2005 (jiwa/km2); JJ = Jarak dari jalan (m); JS= Jarak tepi

sungai (m); JH05 = Jarak tepi hutan tahun 2005 (m); JPmk05 = Jarak tepi pemukiman tahun 2005 (m); JPlc05 = Jarak tepi pertanian lahan kering campur tahun 2005 (m); S= Slope (%);E= Elevasi (m).

33 Tabel 18 Pengaruh delapan peubah terhadap peluang deforestasi pada tipologi 2

Peubah Bebas JHut05 500 500 500 500 5000 5000 5000 5000 JPkm05 1000 1000 30000 30000 1000 1000 30000 30000 JPlkc05 500 25000 500 25000 500 25000 500 25000 KPdd_05 S E JS JJ Peluang Deforestasi 1 2 1 500 500 0.0101 0.0512 0.0010 0.0054 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 1 2 1 500 5000 0.0106 0.0534 0.0011 0.0057 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 1 2 1 5000 500 0.0106 0.0537 0.0011 0.0057 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 1 2 5 5000 5000 0.0354 0.1625 0.0037 0.0192 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 1 2 5 500 500 0.0323 0.1500 0.0034 0.0175 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 1 5 5 500 5000 0.0085 0.0432 0.0009 0.0045 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 1 5 1 5000 500 0.0026 0.0137 0.0003 0.0014 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 1 5 1 5000 5000 0.0027 0.0143 0.0003 0.0015 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 1 5 1 500 500 0.0025 0.0130 0.0003 0.0013 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 1 5 5 500 5000 0.0085 0.0432 0.0009 0.0045 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 24 2 5 5000 500 0.1320 0.4460 0.0152 0.0753 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 24 2 5 5000 5000 0.1373 0.4571 0.0158 0.0785 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 24 2 1 500 500 0.0424 0.1898 0.0045 0.0231 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 24 2 1 500 5000 0.0443 0.1968 0.0047 0.0242 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 24 2 1 5000 500 0.0444 0.1975 0.0047 0.0243 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 24 5 5 5000 5000 0.0375 0.1708 0.0039 0.0204 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 24 5 5 500 500 0.0342 0.1578 0.0036 0.0186 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 24 5 5 500 5000 0.0357 0.1639 0.0037 0.0194 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 24 5 1 5000 500 0.0113 0.0568 0.0011 0.0061 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 24 5 1 5000 5000 0.0118 0.0592 0.0012 0.0063 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 Keterangan: Peluang deforestasi rendah dinyatakan dengan warna hijau; peluang deforestasi sedang

dinyatakan dengan warna kuning; peluang deforestasi tinggi dinyatakan dengan warna merah

Pola peubah-peubah bebas pada tipologi 1 yang konsisten dalam mempengaruhi peluang deforestasi adalah jarak dari tepi hutan, jarak dari jalan, jarak dari sungai, jarak dari petanian lahan kering campur dan kepadatan penduduk. Peluang deforestasi semakin tinggi terjadi apabila dekat dari tepi hutan, jalan, sungai dan pertanian lahan kering campur, serta pada kepadatan penduduk yang rendah.

Peluang deforestasi yang sangat tinggi pada tipologi 1 (warna merah tua) ada pada lokasi dengan kepadatan penduduk sekitar 25 jiwa per km2, jarak dari hutan sekitar 500 m, jarak dari jalan sekitar 500 m, jarak dari sungai 500 m, jarak dari pertanian lahan kering campur sekitar 500 m, jarak dari pemukiman sekitar 500 m, slope y n n n p l k m pl 1500 m dpl.

Pola peubah-peubah bebas pada tipologi 2 yang konsisten dalam mempengaruhi peluang deforestasi adalah jarak dari tepi hutan, jarak dari sungai, jarak dari petanian lahan kering campur dan kepadatan penduduk. Peluang deforestasi semakin tinggi terjadi apabila dekat dari tepi hutan, jauh dari jalan, jauh dari pertanian lahan kering campur, serta pada kepadatan penduduk yang tinggi. Peluang deforestasi yang sangat tinggi pada tipologi 2 (warna merah tua) ada pada lokasi dengan kepadatan penduduk sekitar 24 jiwa per km2, jarak dari hutan sekitar 500 m, jarak dari jalan sekitar 5000 m, jarak dari sungai 5000 m, jarak dari pertanian lahan kering campur sekitar 25000 m, jarak dari pemukiman

34

sekitar 1000 m, slope yang rendah dan pada elevasi sekitar 1 m pl 1500 m dpl.

Pola tersebut menjelaskan bahwa peubah jarak dari tepi hutan paling berpengaruh pada tipologi 1 dan tipologi 2, hal ini terlihat dari nilai peluang deforestasi bahwa semakin dekat dengan hutan peluang deforestasinnya semakin tinggi. Terdapat beberapa peubah bebas yang mempengaruhi terjadinya deforestasi pada tipologi 1 dan 2 dengan bobot yang berbeda, yaitu slope, jarak dari jalan, jarak dari sungai, jarak dari areal pertanian lahan kering campur dan kepadatan penduduk.

Peluang terjadinya deforestasi pada tipologi 1 akan semakin tinggi di areal yang cenderung berlereng curam. Namun, hal ini tidak terjadi pada tipologi 2 yang memiliki kecenderungan deforestasi akan terjadi pada areal yang landai. Hasil analisis faktor kemiringan lereng (slope) pada tipologi 1 tidak sejalan dengan hasil penelitian Kumar et al. (2014) dan Shehzad et al. (2014) yang menyatakan bahwa peluang deforestasi semakin rendah pada areal yang berlereng curam. Deforestasi pada tipologi 1 dan tipologi 2 juga erat hubungannya dengan faktor elevasi. Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor elevasi berkorelasi positif dengan kejadian deforestasi. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Getahun et al. (2013) yang menyatakan bahwa deforestasi di Ethiopia banyak terjadi di daerah dataran tinggi.

Pengaruh slope dan elevasi ini dikarenakan deforestasi banyak terjadi pada wilayah perkebunan kelapa sawit dan tambang nikel. Pembukaan lahan dengan konfigurasi lahan yang beragam tetap dilakukan dikarenakan adannya ijin pengelolaan atas lahan tersebut dan adannya potensi sumberdaya alam didalamnya. Dinas Perkebunan Propinsi Sulawesi Tenggara (2013) mencatat terdapat 92700 ha pada tipologi 1 dan 99500 ha pada tipologi 2 luas lahan kelapa sawit yang diberi ijin usaha perkebunan kepada perusahaan-perusahaan swasta dan masih aktif dari tahun 2005 hingga tahun 2013. Untuk pertambangan, Dinas Pertambangan Sulawesi Tenggara (2014) mencatat terdapat 120116 ha pada tipologi 1 dan 53816 ha pada tipologi 2 luas tambang yang diberi ijin usaha pertambangan (IUP). Ijin ini diberikan sejak tahun 2007 sampai tahun 2014 kepada perusahaan-perusahaan tambang dengan masa berlaku bervariasi dari 3 tahun hingga 20 tahun.

Faktor lain adalah faktor aksesibilitas, diantarannya jarak dari jaringan jalan, jaringan sungai dan jarak dari areal pertanian dan lahan kering campur, memiliki pengaruh berbeda pada masing-masing tipologi. Peluang deforestasi pada tipologi 1 akan semakin tinggi pada areal yang dekat dari jaringan jalan, jaringan sungai dan areal pertanian lahan kering. Sedangkan, pada tipologi 2 peluang deforestasi semakin tinggi pada areal yang jauh dari jaringan jalan, jaringan sungai dan areal pertanian lahan kering. Pengaruh faktor jaringan jalan dan jarak dengan areal pertanian pada tipologi 1 sejalan dengan hasil studi lain yang menyatakan bahwa aksesibilitas dan areal pertanian akan meningkatkan peluang deforestasi (Geist dan Lambin 2001; Mulyanto dan Jaya 2004; Prasetyo et al. 2009; Kumar et al. 2014; Shehzad et al. 2014). Perbedaan pengaruh ini terlihat pada kondisi di lapangan bahwa deforestasi pada tipologi 1 terjadi pada wilayah yang didominasi oleh kecamatan berkembang dengan adannya Ibu Kota Kabupaten Konawe Utara yaitu Kecamatan Asera dan Ibu Kota kabupaten Konawe yaitu Kecamatan Unaaha. Wilayah berkembang ini terlihat dari semakin meluasnya wilayah dengan adannya

35 pemekaran wilayah membuat semakin banyaknya jaringan jalan sehingga aksesibilitas semakin mudah.

Selain faktor biofisik dan aksesibilitas, deforestasi pada tipologi 1 dan 2 juga dipengaruhi oleh faktor kepadatan penduduk. Peluang deforestasi pada tipologi 1 semakin tinggi pada daerah dengan kepadatan penduduk yang relatif rendah. Tipologi 2 menunjukkan hasil yang berbeda dengan tipologi 1 yaitu peluang deforestasi semakin tinggi pada daerah dengan kepadatan penduduk yang tinggi. Beberapa hasil studi lain menunjukkan hal yang sama bahwa peluang deforestasi semakin tinggi apabila semakin meningkatnya kepadatan penduduk (Entwisle et al. 2008; Prasetyo et al. 2009). Pengaruh wilayah berkembang pada tipologi 1 membuat semakin meluasnya wilayah perkantoran dan perdagangan sehingga peluang kerja semakin tinggi. Peluang pekerjaan di perkotaan menjadikan dorongan terhadap hutan semakin berkurang.

4 SIMPULAN

Terjadi penurunan luas hutan pada tahun 1997 sampai 2013 sebesar 54583

Dokumen terkait