• Tidak ada hasil yang ditemukan

SDS-PAGE digunakan untuk melihat dugaan awal kandungan protein dan pola penyebaran pita protein suatu sampel. Sampel yang diuji terdiri dari dua jenis yaitu ikan segar dan produk olahannya (pempek, bakso, otak-otak, dan kerupuk). Pita profil protein dibandingkan dengan marka. Hasil SDS-PAGE diperlihatkan pada Gambar 2.

Hasil SDS-PAGE pada sampel ikan segar dan giling menunjukkan pita protein yang jelas sedangkan sampel produk (no 5-9) tidak menggambarkan pola pita protein yang jelas, hal ini disebabkan karena pada sampel ikan segar dan giling rata-rata belum mengalami denaturasi protein. Produk olahan telah mengalami denaturasi selama proses pengolahan.

Denaturasi protein adalah perubahan struktur protein baik struktur sekunder, tersier maupun kuartener karena faktor peubah, baik fisik, maupun kimia. Bettelheim et al (2010) menyebutkan bahwa protein dapat terdenaturasi oleh beberapa faktor di antaranya suhu, asam, basa, alkohol, dan ion logam. Suhu dapat mengganggu ikatan hidrogen pada subunit rantai kuartener pada suatu protein. Perubahan tersebut mengakibatkan berubahnya sifat fisik maupun fungsi secara keseluruhan.

Gambar 2 Hasil SDS PAGE ikan tenggiri dan olahannya.

(M= Marka; 1= tenggiri papan utuh; 2= tenggiri totol utuh; 3= tenggiri giling 1; 4= tenggiri giling 2; 5= otak-otak 1; 6= Otak-otak 2; 7= kerupuk 1; 8= kerupuk 2; 9= bakso 1).

Sampel otak-otak (5 dan 6) dan sampel kerupuk (8) terdapat beberapa pita protein yaitu pita yang terletak di antara berat molekul 192 kDa dan 112 kDa, pita yang terletak di bawah 8,8 kDa, dan pita yang terletak antara 47 kDa dan 35 kDa. Diduga protein ini adalah protein yang telah terpotong dari protein yang memiliki berat molekul yang lebih besar sebagai akibat dari pemanasan selama proses

12

pengolahan. Sampel kerupuk dan bakso (7 dan 9) menunjukkan tidak terdapat satupun pita protein. Hal ini menunjukkan bahwa semua protein yang terdapat pada sampel tersebut telah terpotong menjadi peptida yang berukuran lebih kecil dari 8,8 kDa sehingga peptida tersebut tidak terdeteksi. Syahrudin (2013) melaporkan bahwa denaturasi pada daging ikan yang disebabkan oleh penggaraman dapat memotong protein menjadi ukuran lebih kecil sehingga dapat menyebabkan tidak terdeteksinya protein pada saat pengujian SDS-PAGE. Sutanto (2010) menyatakan terdapat fraksi protein yang hilang akibat denaturasi oleh panas selama pengolahan pada bakso yang diduga terbuat dari daging babi. Panas menyebabkan energi kinetik pada molekul protein meningkat dan mengganggu ikatan hidrogen. Perlakuan panas yang tinggi dan berlangsung dalam waktu yang lama dapat menyebabkan protein terdegradasi ke dalam ukuran yang lebih kecil (Winarno 1997). Proses yang terjadi selama pemasakan menyebakan rusaknya struktur protein sehingga tidak dapat digambarkan melalui pita SDS-PAGE. Identifikasi bahan baku (spesies) pada produk tidak dapat dilakukan dengan SDS-PAGE, oleh karena itu perlu adanya analisis lanjut yakni dengan DNA barcoding.

Isolasi DNA

Isolasi DNA yang dilakukan merupakan modifikasi dari metode cetyl trimethylammonium bromide (CTAB). Prinsip isolasi DNA yaitu pelisisan sel, ekstraksi, pengendapan DNA, dan pemurnian DNA (Nishiguchi et al. 2002). Proses pemecahan membran sel (lisis) bertujuan untuk mengeluarkan isi sel dilakukan secara kimiawi dengan menambahkan bufer ATL yang mengandung detergen SDS. Detergen SDS dapat melarutkan lipid pada membran sel sehingga terjadi distabilisasi membran sel dan dapat mengurangi aktifitas enzim nuklease yang dapat mendegradasi DNA (Surzycki 2000). Penambahan protease K dapat mempercepat proses lisis karena dapat mendegradasi protein globular dan merusak rantai polipeptida dalam komponen sel (Ahmed et al. 2014). Isolasi DNA menggunakan kit isolasi yaitu Dneasy blood and tissue yang didapatkan dari PT Genecraft Labs. Proses ekstraksi yaitu pemisahan molekul DNA dari bahan lain yang terdapat pada sel dilakukan dengan menambahkan bufer AL yang mengandung lisin dan guanidium chloride. Lisin dan garam guanidium chloride

dapat merusak membran organel sel seperti mitokondria dan nucleus. Pemisahan DNA dilakukan berdasarkan perbedaan berat molekul dengan bantuan sentrifugasi. Proses pengendapan DNA dilakukan dengan penambahan bufer AW 1 dan AW 2 yang mengandung isopropanol dan guanidium chloride.

DNA merupakan rantai polinukleotida yang memiliki kandungan basa purin dan pirimidin. Sambrook and Russell (2001) menyatakan bahwa kedua jenis basa ini dapat menyerap sinar ultraviolet pada panjang gelombang 260 nm. Pengukuran konsentrasi DNA dilakukan berdasarkan penyerapan DNA pada panjang gelombang 260 nm. Protein atau fenol dapat menyerap cahaya pada panjang gelombang 280 nm sehingga kemurnian DNA didapatkan dengan cara membagi hasil penyerapan pada panjang gelombang 260 nm dengan panjang gelombang 280 nm. Nilai ideal kemurnian DNA berkisar antara 1,8-2,0. Nilai kemurnian DNA di bawah 1,8 menunjukkan telah terjadinya kontaminasi oleh protein dan

13 nilai konsentrasi di atas 2,0 menunjukkan telah terkontaminasi oleh RNA. Hasil pengukuran konsentrasi dan kemurnian DNA ditampilkan pada Tabel 5.

Semua sampel memiliki DNA dengan konsentrasi yang berbeda. Konsentrasi DNA yang tertinggi terdapat pada sampel ikan utuh tenggiri papan yaitu 185,5 ng/µL. Konsentrasi DNA yang terendah terdapat pada sampel kerupuk 5 yaitu 0,55 ng/µL. Konsentrasi DNA semua ikan segar (69,5-185,5 ng/µL) lebih besar dibandingkan dengan produk olahan (0,55-29,5 ng/µL). Pencampuran dengan bahan lain dan proses selama pengolahan menyebabkan DNA pada olahan tenggiri berkurang. Sebagian besar sampel (21 dari 30 sampel) memiliki nilai kemurnian DNA di luar kisaran nilai ideal (1,8-2,0), namun sampel masih dapat diamplifikasi dengan mesin PCR. Ahmed et al (2014) menyatakan bahwa kemurnian DNA lebih kecil dari 1,8 untuk sampel bakteri Methycylin resistant Staphylococcus aureus (MRSA) masih dapat diamplifikasi oleh mesin PCR dan memberikan pita DNA yang jelas ketika dielektroforesis. Suhu annealing yang tepat dan waktu penempelan primer pada DNA template yang cukup memperbesar peluang keberhasilan amplifikasi DNA.

Tabel 5 Konsentrasi dan kemurnian DNA sampel

No Sampel Konsentrasi (ng/µL) Kemurnian (260/280)

1 Tenggiri Papan 1 69,60 1,70 2 Tenggiri Papan 2 185,50 2,09 3 Tenggiri Papan 3 125,20 2,08 4 Tenggiri totol 1 87,00 2,07 5 Tenggiri totol 2 102,70 1,99 6 Tenggiri totol 3 70,00 2,09 7 Tenggiri giling 1 43,90 2,03 8 Tenggiri giling 2 56,40 1,80 9 Tenggiri giling 3 32,70 1,80 10 Pempek 1 5,90 1,50 11 Pempek 2 4,00 1,70 12 Pempek 3 3,40 1,70 13 Pempek 4 29,50 1,90 14 Bakso 1 4,20 1,50 15 Bakso 2 2,20 1,70 16 Bakso 3 3,10 1,40 17 Bakso 4 24,95 1,90 18 Bakso 5 20,50 1,40 19 Bakso 6 10,50 2,10 20 Otak-otak 1 19,40 1,70 21 Otak-otak 2 9,30 1,80 22 Otak-otak 3 15,50 2,00 23 Otak-otak 4 18,50 1,80 24 Otak-otak 5 11,00 1,70 25 Kerupuk 1 6,10 2,20 26 Kerupuk 2 6,80 1,70 27 Kerupuk 3 7,60 1,50 28 Kerupuk 4 3,75 2,00 29 Kerupuk 5 0,55 1,22 30 Kerupuk 6 1,00 0,70

14

Desain Primer

Primer yang didesain berdasarkan DNA mitokondria yaitu gen penyandi COI dan cyt b. Gen penyandi COI dan cyt b sering digunakan untuk mengidentifikasi spesies. Primer didapatkan dari spesies yang memiliki kekerabatan yang sama dan yang berdekatan dengan sampel yang digunakan yaitu dari family Scombridae. Primer terdiri dari dua bagian yaitu forward dan reverse. Panjang gen target COI yaitu 560 basa dan cyt b 780 basa. Panjang primer yang ideal adalah sekitar 18-24 basa. Primer yang pendek berpengaruh terhadap rendahnya keakuratan pada saat penempelan terhadap cetakan DNA gen target yang diinginkan sedangkan primer yang terlalu panjang akan menyebabkan tingginya suhu leleh. Peluang terjadinya struktur sekunder kedua jenis primer tersebut adalah tidak ada berdasarkan pengujian oligoevaluator. apabila ada struktur sekunder maka kemungkinan primer tersebut menempel pada bagian primer itu sendiri sehingga proses amplifikasi tidak terjadi. Struktur sekunder harus dihindari supaya proses amplifikasi berjalan. Primer bagian forward

menempel pada salah satu utas DNA template dan primer bagian reverse

menempel pada utas yang lainnya. Jarak antara ujung primer forward dan ujung primer reverse disebut panjang gen target. Panjang gen target cyt b 780 pasang basa dan COI 560 pasang basa.

Amplifikasi DNA dan Elektroforesis

Sampel dengan primer COI diamplifikasi menggunakan suhu annealing

51oC. Amplikon kemudian dielektroforesis selama 25 menit. Panjang gen target COI adalah sekitar 560 basa. Hasil elektroforesis amplikon ditampilkan pada Gambar 3 (COI).

DNA bermuatan negatif, sehingga molekul DNA akan bergerak dari kutub negatif ke kutub positif. DNA yang bermuatan negatif akan ditarik oleh muatan listrik positif, sehingga molekul DNA akan terpisah sesuai dengan ukuran berat molekulnya (Howe 2007). Molekul DNA yang terpisah kemudian divisualisasi menggunakan sinar UV dan akan berpendar karena pewarna yang ditambahkan seperti ethidium bromida.

Semua sampel diamplifikasi menggunakan mesin PCR dan dielektroforesis dengan perlakuan yang sama. Dua puluh satu sampel berhasil diamplifikasi hal ini dapat dilihat dari visualisasi elektroforesis yang memberikan gambaran pita DNA yang jelas dan sesuai dengan gen target, COI yaitu sekitar 560 bp dan cyt b sekitar 780 bp. Sembilan sampel tidak teramplifikasi hal ini dapat dilihat tidak adanya pita DNA setelah sampel dielektroforesis. Hasil penelitian menunjukkan sembilan sampel tidak teramplifikasi hal ini diduga bahwa pada sampel tersebut tidak terdapat DNA ikan tenggiri atau produk tersebut tidak menggunakan tenggiri sebagai bahan bakunya. Sampel yang diduga tidak mengandung ikan tenggiri di antaranya adalah pempek (2 sampel), bakso (2 sampel), dan kerupuk (5 sampel). Sampel yang tidak teramplifikasi dapat disebabkan oleh kegagalan primer dalam menempel pada DNA. Primer yang digunakan merupakan primer spesifik untuk mengenali DNA ikan tenggiri.

15 (a) (b) (c) (d) (e)

Gambar 3 Hasil elektroforesis (COI) ikan tenggiri segar dan produk olahannya. Keterangan: (a) ikan tenggriri segar dan giling, (b) pempek, (c) bakso, (d) otak-otak, (e) kerupuk.

Sampel yang menggunakan primer cyt b diamplifikasi menggunakan suhu

annealing 56oC. Amplikon kemudian dielektroforesis selama 25 menit. Panjang gen target cyt b adalah sekitar 780 basa. Hasil elektroforesis amplikon ditampilkan pada Gambar 4.

Data konsentrasi dan kemurnian DNA (Tabel 5) menunjukkan bahwa semua sampel yang tidak teramplifikasi memiliki kandungan DNA yang bervariasi (0,55-24,95 ng/µL) dengan kemurnian 0,70-2,00. DNA pada sampel yang tidak teramplifikasi tidak bisa diketahui jenis spesiesnya namun dapat dipastikan bukan ikan tenggiri (Scomberomorus sp.). Berdasarkan hasil SDS-PAGE (Gambar 2), sampel kerupuk dan bakso (kolom 7 dan 9) tidak terdapat satupun pita protein sedangkan hasil PCR menunjukkan bahwa kedua sampel tersebut terdapat pita DNA. Pemanasan yang tinggi (>120°�) dapat memotong protein menjadi ukuran yang lebih kecil sehingga pada saat running elektroforesis menggunakan SDS-PAGE molekul protein pada kedua sampel tersebut lolos melewati pori-pori gel.

16

(a) (b)

(c) (d)

(e)

Gambar 4 Hasil elektroforesis (cytb) ikan tenggiri segar dan produk olahannya. Keterangan: (a) ikan tenggriri segar dan giling, (b) pempek, (c) bakso, (d) otak-otak, (e) kerupuk.

Syahrudin (2013) melaporkan bahwa denaturasi pada daging ikan dapat memotong protein menjadi ukuran lebih kecil sehingga dapat menyebabkan tidak terdeteksinya protein pada saat pengujian SDS-PAGE. Proses amplifikasi DNA pada kedua sampel tersebut bisa terjadi karena terdapat DNA yang cocok dengan primer spesifik yang digunakan. Pemanasan selama proses pengolahan produk tidak menghalangi keberhasilan identifikasi melalui pendekatan DNA barcoding karena DNA yang digunakan merupakan DNA mitokondria yang memiliki salinan yang banyak per sel (Mackie et al. 1999). Primer yang digunakan merupakan primer spesifik yang bisa mendeteksi keberadaan DNA ikan tenggiri. Sampel yang tidak mengandung ikan tenggiri pada proses amplifikasi DNA, tidak akan teramplifikasi karena primer tidak bisa menempel pada DNA cetakan dan pada saat visualisasi oleh sinar UV tidak akan terdeteksi pita DNA. Primer yang digunakan dibuat berdasarkan urutan DNA dari ikan tenggiri totol dan tenggiri papan sehingga memiliki sifat bekerja selektif terhadap kedua jenis ikan tersebut. Cawthorn et al (2012) melaporkan bahwa sembilan sampel penelitiannya tidak berhasil diamplifikasi karena ketidakcocokan primer yang digunakan dengan DNA yang terdapat pada sampel sedangkan sisa sampel berhasil diamplifikasi.

17 Identifikasi Spesies dan Sekuensing

Hasil sekuensing kemudian disejajarkan menggunakan software Mega 5.2. Hasil pensejajaran kemudian dianalisis secara online melalui BLAST. Hasil analisis BLAST dapat dilihat pada Tabel 6 (COI dan Cyt b).

Tabel 6 Hasil identifikasi spesies berdasarkan analisis BLAST (COI dan Cyt b) Label Hasil analisis Homologi

Kode Akses Cytochrome Oxidase I (COI) Cytochrome b (Cyt b)

Tenggiri papan 1 S. commerson 98% EF141176.1 EF141176.1

Tenggiri papan 2 S. commerson 98% DQ107671.1 DQ497866.1

Tenggiri papan 3 S. commerson 99% DQ107673.1 EF141176.1

Tenggiri totol 1 S. guttatus 98% EF607533.1 DQ497884.1

Tenggiri totol 2 S. guttatus 98% EF607533.1 DQ497884.1

Tenggiri totol 3 S. guttatus 98% EF607533.1 DQ497884.1

Tenggiri giling 1 S. commerson 98% DQ107671.1 DQ497866.1

Tenggiri giling 2 S. commerson 99% DQ107671.1 DQ497866.1

Tenggiri giling 3 S. commerson 98% DQ107671.1 DQ497866.1

Pempek tenggiri S. commerson 97% KC501345.1 DQ497866.1

Pempek tenggiri S. commerson 98% DQ107671.1 DQ497866.1

Bakso tenggiri S. commerson 99% DQ107671.1 DQ497866.1

Tenggiri totol S. commerson 99% DQ107671.1 DQ497866.1

Bakso tenggiri S. commerson 97% DQ107673.1 DQ497866.1

Bakso tenggiri S. commerson 98% KC501345.1 EF141176.1

Otak-otak tenggiri S. commerson 97% DQ107673.1 EF141176.1

Otak-otak tenggiri S. commerson 98% DQ107673.1 EF141176.1

Otak-otak tenggiri S. commerson 98% DQ107673.1 EF141176.1

Otak-otak tenggiri S. commerson 99% DQ107673.1 DQ497866.1

Otak-otak tenggiri S. commerson 99% DQ107674.1 DQ497866.1

Kerupuk tenggiri S. commerson 99% DQ107671.1 DQ497866.1

Berdasarkan Tabel 6, dua puluh satu sampel menunjukkan kesesuaian antara bahan baku yang tercantum pada kemasan dengan hasil analisis BLAST. Hasil analisis BLAST dilihat berdasarkan persentase nilai identity. Nilai persentase

identity adalah perbandingan kemiripan sekuen antara spesies yang diujikan dengan data spesies yang ada di genbank (Pearson 2013). Semua sampel terdeteksi memiliki kemiripan sebagai ikan tenggiri dengan nilai identity untuk COI antara 97-99% dan cyt b 98-99%.

18

Pohon Filogenetik

Konstruksi pohon filogenetik bertujuan untuk menentukan kekerabatan di antara sampel uji berdasarkan data sekuens gen mitokondria yang didapatkan. Metode yang digunakan adalah Neighbour joining (Ward et al. 2008) dan nilai

bootstrap 1000 karena efektif untuk menghitung tingkat kesamaan kekerabatan spesies. Hasil analisis pohon filogenetik menggunakan primer COI seperti terlihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Pohon filogenetik 21 sampel dengan marka COI menggunakan metode Neighbour joining dan model substitusi Kimura-2-parameter

Dokumen terkait