• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aspek epidemiologi low back pain sangat berhubungan dengan fakta kejadian penyakit di populasi dan faktor – faktor yang berpengaruh.

Low back pain memiliki angka insiden tahunan sekitar 2-5% dengan point of prevalence 15-25% dan lifetime prevalence lebih dari 50% populasi. (Wang et al, 2014; Gilbert et al, 2013; Singer, 2000)

Gambar 4. Grafik prevalensi LBP sesuai sebaran umur

Statistik ini sangat dipengaruhi oleh faktor risiko dan faktor prognostik dari low back pain itu sendiri. Secara umum, fator risiko dapat mempengaruhi onset terjadinya low back pain sedangkan faktor prognostik mempengaruhi outcome penyakit setelah munculnya gejala atau tegaknya diagnosis.

Gambar 5. Skema faktor risiko dan faktor prognostik LBP

Faktor risiko merupakan karakteristik demografi, genetik, gaya hidup, pekerjaan, kebiasaan atau faktor lingkungan lainnya, sedangkan faktor prognostik merupakan variabel yang mempengaruhi prognosis akhir penyakit ini.

Beberapa faktor yang mempengaruhi insiden low back pain adalah:

1. Umur

Low back pain memiliki prevalensi cukup tinggi pada kisaran umur 35 – 55 tahun. Kondisi diskus intervertebralis mengalami banyak perubahan pada kisaran umur ini, dimana terjadi perubahan fibrus yang menyebabkan hilangnya turgor dan mempengaruhi stabilitas diskus.

2. Jenis Kelamin

Insiden low back pain berdistribusi seimbang berdasarkan jenis kelamin dalam sebaran populasi umum. Namun populasi laki – laki yang mengalami low back pain lebih banyak daripada perempuan karena sebaran pekerjaan berat paling banyak pada laki – laki daripada perempuan

Gambar 6. Faktor – faktor yang mempengaruhi insiden LBP

3. Anthropometry dan postur tubuh

Faktor berat badan, tinggi badan, ataupun postur tubuh tidak berhubungan kuat terhadap terjadinya low back pain

4. Merokok

Merokok dapat meningkatkan risiko terjadinya low back pain. Merokok dapat mengganggu peredaran darah dan oksigenasi intradiskal sehingga dapat mempengaruhi kelangsungan hidup sel – sel dalam diskus. Disamping itu,

merokok juga dapat membuat trabekulae diskus menipis dan meningkatkan tekanan intradiskal.

b. Anatomi

Kolumna vertebralis pada manusia merupakan struktur yang terdiri dari banyak bagian sebagai suatu unit organ spinal yang terintegrasi. Struktur ini mengkombinasi kekuatan dan flexibilitas antara tulang vertebra yang rigid dengan diskus intervertebralis yang secara efisien mengentisipasi stress mekanik yang terjadi pada organ spinal ini.

Setiap vertebra memiliki 3 komponen fungsional yaitu badan vertebra yang didesain untuk menyangga berat badan, arkus neural yang didesain untuk melindungi elemen saraf dan prosesus tulang yang didesain untuk meningkatkan efisiensi pergerakan otot. Badan vertebra dihubungkan oleh diskus intervertebralis, dan arkus neural dihubungkan oleh sendi facet (zygapophyseal). Permukaan diskus vertebra terdiri dari cincin epiphysis dengan plat tulang rawan hyaline di tengahnya. Cincin epiphysis ini berfungsi sebagai zona pertumbuhan pada usia muda dan sebagai cincin tempat perlekatan serat – serat annulus. Sedangkan arkus neural terdiri dari dua pedikel dan dua lamina yang membentuk pelindung terhadap kauda equina.

b.1. Diskus Intervertebralis

Diskus intervertebralis merupakan jaringan avaskular terbesar dengan vaskularisasi sejauh 8 mm dari pusat diskus dan memiliki level oksigenasi kurang

dari 1%, pH yang relatif rendah serta level nutrient yang rendah akibat terbatasnya proses pertukaran nutrisi dengan produk buangan akibat kurangnya vaskulatur dan adanya fakta bahwa sel NP menghasilkan energi dari hasil glikolisis. Kadar GAG yang tinggi dalam diskus juga menyebabkan tingginya osmolaritas (antara 450 dan 550 mOsm) yang penting dalam membentuk tekanan penahan tekanan beban mekanik. Sel diskus juga terpapar terhadap beragam stimulus mekanik termasuk kekuatan tensil dan kompresif, hidrostatik dan shearing. Kekuatan ini mempengaruhi metabolisme sel diskus agar bisa bertahan dan beradaptasi pada lingkungan ini.

Secara morfologis, diskus intervertebralis terdiri dari 3 regio yaitu central gelatinous nukleus pulposus (NP), peripheral collaginous annulus fibrosus, dan superior inferior cartilaginous end-plates (CEPs).

Nukleus pulposus dari diskus intervertebralis berada antara end-plate yang berdekatan dan membentuk inti diskus seperti hidrogel. Komponen utama NP adalah proteoglikan (PGs) yang bersifat hidrofilik yang menghidrasi jaringan dan membentuk konsistensi seperti gel. Sel dewasa dalam NP merupakan sel chondrocyte-like berbentuk kecil bulat dengan matriks kaya proteoglikan (PGs), aggrecan dan kolagen tipe II. Sel NP ini memiliki tekanan osmotik yang tinggi akibat daya tarik kation negatif glycosaminoglycans (GAGs) yang menempel pada PGs. Sel NP ini juga memiliki kemampuan imbibisi air sehingga dapat membentuk tekanan hidrostatik yang tinggi, yang disekelilingnya didukung oleh kolagen tipe I yang kaya akan lamelar anulus fibrous. Hal ini membantu memperkuat diskus terhadap beban axial yang tinggi.

Gambar 7. Anatomi diskus intervertebralis beserta dengan komponen strukturalnya

Anulus Fibrosus (AF) mengelilingi NP dan terdiri dari 15 – 25 cincin konsentris (lamelar) serat kolagen tipe I, II dan III dengan predominan kolagen tipe I. Serat ini berorientasi 60 derajat terhadap axis vertikal dan berjalan paralel dalam tiap lamelar. Serat elastin dan PGs juga ada dalam lamella yang dapat membantu fleksi/ekstensi diskus saat bergerak. Sel AF memiliki morfologi fibroblastik dengan arah orientasinya sejajar dengan serat kolagen tipe I yang merupakan sel kondrosit dalam matrix cartilage-like. AF memiliki 2 lapisan yaitu lapisan luar dan dalam. Lapisan luar (outer lamella) tersusun dari serat fibrus tebal vertikal yang bergabung dengan ligamen longitudinal anterior. Lapisan dalam

(inner lamella) memiliki serat lebih halus dengan kurva konveks yang bergabung dengan kartilago hyalin superior dan inferior.

Gambar 8. Struktur Annulus Fibrosus pada diskus intervertebralis

Sedangkan CEPs membungkus permukaan tulang kortikal dari korpus vertebra superior dan inferior dan menghubungkan diskus dengan korpus vertebra. CEPs ini merupakan lapisan hyaline cartilage horizontal tipis dengan tebal kurang dari 1 mm yang berperan membantu aliran nutrisi dan produk buangan antara korpus vertebra dan diskus intervertebralis dengan aliran darah sistemik.

Diskus ini memiliki peran utama mekanis untuk menghantarkan beban berat badan dan aktivitas otot melalui kolumna spinalis. Selain itu, diskus ini juga membantu flexibilitas, membantu gerakan bending, fleksi, ekstensi dan torsi. Fungsi mekanis diskus didukung oleh matriks ekstraseluler yaitu serat kolagen tipe I dan II yang berpengaruh terhadap kekuatan tensil diskus, aggrecan yang merupakan komponen proteoglikan utama diskus yang berperan terhadap hidrasi jaringan melalui pengaturan tekanan osmotik, dan matriks diskus itu sendiri.

b.2. Sendi Facet (Zygoapiphysial/Interlaminar Joints)

Sendi ini merupakan sendi synovial yang berada di posterolateral kanalis spinalis dan posterior dari kanalis intervertebralis (foramina).

Prosesus artikular lumbar dan sendi facet awalnya memiliki orientasi penampang sagital pada segmen lumbar atas dan kemudian berotasi ke penampang koronal pada segmen lumbosacral. Orientasi kedua sendi facet ini dapat membatasi rotasi axial kolumna vertebra lumbar sampai < 9 derajat bersama dengan diskus intervertebralis. Mekanisme pembatasan gerakan ini dapat berupa pembatasan pasif oleh orientasi sendi facet, dan resistensi kapsul sendi, ligament dan diskus intervertebralis, serta mekanisme aktif oleh kontraksi otot.

Gambar 11. Orientasi facet joint masing – masing corpus cervical, thoracal dan lumbar.

Sendi facet merupakan sendi biplanar/diarthrodial yang dibentuk oleh permukaan konveks prosesus artikuler inferior vertebra atas yang menghadap ke lateral dengan permukaan konkaf prosesus artikuler superior vertebra bawah yang menghadap ke medial. Sendi ini mengandung cairan sinovial yang sangat sedikit dengan kapasitas hanya sekitar 1-2 ml saja. Sendi facet lumbar memiliki fungsi proteksi diskus terhadap kekuatan geser (shear force), flexi dan rotasi axial. Transfer kekuatan biomekanik dari satu sendi facet ke sendi facet lain yang berdekatan muncul melalui beberapa area pembebanan flexi dan extensi yaitu pada permukaan superior dan inferior sendi facet. Sendi facet normal mampu menyangga 25% - 40% berat badan.

Anatomi dan biomekanik sendi faset (zygapophyseal) lumbal sangat baik dijelaskan dengan framework of Kirkaldy-Willis dan tiga tahap degenerasi spinal oleh Farhan yang dideskripsikan pada tahun 1983. Tiap segmen spinal terdiri dari diskus intervertebralis di bagian anterior dan sepasang sendi faset di bagian posterior membentuk komplek tiga sendi (Gambar 2). Diskus dan dua sendi faset secara progresif melalui tahap disfungsi, mikro dan makro instabilitas, dan akhirnya stabilisasi; dimana satu sendi mempengaruhi 2 sendi yang lain. Perubahan degeneratif pada pada satu sendi mempengaruhi biomekanika dari semua komplek (Varlotta et al, 2010).

Gambar 12. Anatomi sendi faset dan diskus intervertebralis. Pada setiap level spinal, sepasang sendi faset membentuk kompleks tiga sendi atau spinal motion segment

Sendi faset lumbal (zygapophyseal) berjumlah sepasang, sendi synovial yang sebenarnya yang terdiri dari artikulasi posterolateral antara level vertebra. (Gambar 3). Setiap sendi terdiri dari prosesus artikularis superior yang besar, menghadap ke posterior dan medial dengan permukaannya yang cekung dari vertebra di bawahnya dan prosesus artikularis inferior yang menghadap ke arah anterior dan lateral dari vertebra di atasnya. Morfologi tiap sendi berbentuk kirs-kira seperti huruf “C” dan “J”. Sendi faset lumbal mengandung tulang rawan hialin, membran sinovial, kapsul fibrus, dan ruang sendi dengan kapasitas 1 sampai 2 ml. Keberadaan meniskus (meniscoids) pada sendi faset lumbal telah banyak ditekankan pada beberapa publikasi. Meniskus tersebut berfungsi untuk mengkompensasi inkonruitas permukaan sendi dan mengisi ruang yang kosong (Kalichman et al, 2007).

Gambar 13. Sendi faset lumbal. IAP, inferior articular process; SAP, superior articular process; cart, articular cartilage; meniscus

b.3. Ligament dan Otot

Sebagian besar otot pada punggung sangat mempengaruhi postur dan pergerakan kolumna vertebralis. Otot punggung dapat dibagi menjadi otot ekstrinsik dan intrinsik.

Otot ekstrinsik lapisan superfisial terdiri dari trapezius, latissimus dorsi, levator scapulae dan rhomboid menghubungkan anggota gerak atas dengan kolumna vertebralis. Otot – otot ini dipersarafi oleh rami ventral saraf spinalis. Sedangkan lapisan intermediet dari otot ekstrinsik terdiri dari otot serattus posterior yang merupakan otot kuadrilateral tipis yang berada di perbatasan leher dengan badan. Otot ini berhubungan dengan pergerakan rusuk dan proses inspirasi.

Otot intrinsik punggung merupakan otot yang terletak pada lapisan dalam yang terdiri dari kelompok otot dari pelvis ke tulang tengkorak untuk mempertahankan postur dan mengendalikan pergerakan kepala dan kolumna

ujung prosesus spinosus, supraspinosus ligament dan krista median sakrum, sedangkan di lateral melekat pada prosesus transversus thorakal dan lumbar serta sudut tulang rusuk. Otot punggung instrinsik ini dibagi lagi menjadi lapisan superfisial, intermediet dan deep. Otot splenius kapitis dan servisis merupakan otot yang terletak dibawah trapezius dan diselimuti oleh ligamentum nuchae dan deep fascia. Otot ini keluar dari ligamentum nuchae dan prosesus spinosus C7 sampai ke Th 6. Otot splenius ini berfungsi membungkus dan menahan otot leher tetap pada posisinya.

Lapisan intermediet terdiri dari erektor spinae sebagai ekstensor utama kolumna vertebral yang merupakan kompleks otot masif yang berada di setiap sisi prosesus spinosus yang membentuk tonjolan prominen pada penampang median punggung. Serat otot ini dibagi menjadi otot iliocostalis (kolumna lateral), longissimus (kolumna intermediet) dan spinalis (kolumna medial).

Lapisan dalam dari erektor spinae terdiri dari kelompok otot yang berjalan oblik yang disebut transverospinalis (semispinalis, multifidus dan rotator). Selain kelompok otot tersebut, terdapat beberapa otot minor seperti interspinalis dan intertransversarii yang merupakan otot intersegmental yang menghubungkan tiap segmen intervertebra. Beberapa kelompok otot – otot yang telah disebutkan di atas dapat berfungsi sebagai pendukung pergerakan dari sendi intervertebralis.

Gambar 14. Otot Utama yang memproduksi gerakan pada sendi intervertebralis

Badan vertebra bersama dengan diskus intervertebralis dihubungkan oleh beberapa ligamentum yaitu ligament longitudinal anterior, posterior dan flavum. Ligament Longitudinal Anterior merupakan ligament fibrus kuat yang menyelimuti dan menghubungkan aspek anterior badan vertebra dan diskus intervertebralis yang berjalan dari permukaan pelvis dari sakrum ke tuberkel anterior atlas. Ligament ini menjaga stabilitas sendi antara badan vertebra dan mencegah hiperekstensi kolumna vertebralis. Sedangkan Ligament Longitudinal Posterior berada dalam kanalis vertebralis sepanjang aspek posterior badan vertebra. Ligament ini menempel ke diskus intervertebralis dan ujung posterior badan vertebra axis sampai ke sakrum yang berfungsi mencegah hiperfleksi kolumna vertebra dan protrusi posterior diskus intervertebralis.

Ligamentum flavum merupakan interlaminar ligament yang berada di dalam kanalis spinalis yang menyelimuti dinding dorsalnya. Bagian medial ligament ini lebih tebal dan menyatukan lamina sedangkan bagian lateral lebih tipis menyelimuti sendi dan menyatu dengan kapsul fibrus sendi facetnya. Secara mikroskopis ligamentum flavum terdiri dari serat jaringan ikat elastis sebanyak 80% dan serat kolagen sebanyak 20%. Ligamentum flavum pada dewasa memiliki sel yang lebih sedikit dengan mayoritas sel fibrosit berbentuk spindel. Ligamentum flavum paling tebal pada level L4-5 dan L5-S1 dengan ketebalan bervariasi antara 2 – 10 mm yang divaskularisasi oleh arteri posterior kanalis vertebralis dan arkus vertebralis. Ligament ini mencegah hiperflexi dan mempertahankan kurvatura dinding posterior kanalis spinalis tetap halus di semua posisi dan meluruskan kembali kolumna vertebralis setelah mengalami pergerakan fleksi. Ligament ini juga berfungsi untuk kapsul pada permukaan ventral sendi facet dan menjaga saraf spinalis bebas dari kompresi ketika melewati kanalis intervertebralis saat pergerakan.

b.4. Kanalis Spinalis dan Intervertebralis

Kanalis intervertebralis merupakan struktur osteoligamentosa yang sangat penting yang keluar dari kanalis spinalis melalui resesus lateral sendi facet dan berjalan kaudad oblik ke lateral. Di kanal ini ditemukan struktur saraf penting yang sensitif terhadap nyeri yaitu ganglion dorsal dan serat saraf spinalis, arteri segmental lumbar cabang spinal, saraf meningeal recurrent, vena proximal pedikel, vena distal diskus dan jaringan adiposa. Secara klinis kanalis ini dibagi menjadi 3 zona

yaitu entrance zone (area resesus lateral), mid-zone (Blind sublamina zone) dan exit zone (dekat dengan foramen intervertebralis. Akar saraf lumbar diselimuti oleh duramater berada pada entrance zone dimana serat saraf spinalis keluar dari dural sac, sedangkan ganglion akar saraf dorsal dan saraf motorik ventral (funikulus) berada pada mid-zone yang diselimuti oleh perpanjangan duramater yang berupa jaringan ikat fibrus, serta saraf spinal perifer yang diselimuti oleh perineurium berada pada exit zone yang keluar dari kanalis ke lateral. Ganglia spinalis L5-S1 diklasifikasikan berdasarkan letaknya terhadap kanalis intervertebralis yaitu intraspinalis bila lebih dari setengah ganglionnya berada pada kanalis spinalis, intraforaminal dan extraforaminal bila sebagian besar ganglionnya berada di luar kanalis intervertebralis.

Saat melalui kanalis intervertebralis, terdapat banyak struktur jaringan ikat dan ligament yang berhubungan dengan kompleks saraf yang melewati. Beberapa ligament tersebut membentuk dinding kanalis dan exit zone. Perubahan patologis yang terjadi pada ligament ini atau struktur di dalam kanalis dapat memicu low back pain. Ligament yang membentuk kanalis intervertebralis meliputi ligament entrance zone (posterior longitudinal ligament, Hoffmann Ligament dan peridural membrane), Ligament mid-zone (Kondensasi fascia yang melekat pada akar saraf ke pedikel dan ligamentum flavum), Ligament exit zone (internal ligaments, transforaminal ligaments dan external ligaments) serta Ligament post-canal zone (Fascia Lumbar Cribriformis).

Gambar 15. Tiga zona kanalis intervertebralis dari lumbar spinalis

b.5. Biomekanika

Mobilitas lumbal paling besar pada saat pergerakan fleksi/ekstensi (mobilitas kumulatif pada segmen L1-L5: 57o) dan terbatas selama lateral bending (L1-L5: 26o) dan rotasi aksial (L1-L5: 8o) seperti pada gambar 4 dibawah ini. Pergerakan fleksi/ekstensi lumbal spinalis yang memiliki jangkuan yang luas menyebabkan gap fisiologis pada sendi faset pada fase akhir gerakan, dan hal ini dapat mengakibatkan tekanan yang maksimal pada tepi bawah faset inferior selama ekstensi dan tepi atas faset superior selama fleksi (Gambar 5). Pada posisi berdiri tegak,sendi faset antara L5 dan sacrum menerima beban ke arah depan yang berkelanjutan oleh karena adanya lordosis lumbal (Gambar 6).

Gambar 16. Pergerakan lumbal spinalis. (A) Fleksi (side) lateral. (B) Fleksi/ekstensi. (C) Rotasi

Gambar 17. Gambaran skematis menunjukkan titik kontak antara faset superior dan inferior selama pergerakan fleksi/ekstensi. Faset superior mengalami kerusakan terutama pada bagian superior selama fleksi, (A) faset inferior memberikan tekanan maksimal. Faset inferior mengalami kerusakan tulang rawan pada bagian superior dan inferior selama ekstensi.

Selama fleksi beban ini meningkat dan dialami juga oleh level spinal di atas L5-S1. Pada segmen bawah spinal, beban ini lebih besar karena berat badan yang lebih besar di atas level ini dan juga karena sumbu panjang dari pusat massa tubuh. Oleh sebab itu, peningkatan area kartilagenus pada sendi faset segmen lumbal bawah adalah normal sebagai konsekuensi dari Wolf’s law (Tisher et al, 2006; Kalichman et al, 2007).

Gambar 18. Beban pada sendi faset lumbal pada posisi berdiri tegak.

Rotasi aksial vertebra lumbal terjadi di sekitar aksis longitudinal yang melewati sepertiga korpus vertebra bagian posterior dan diskus intervertebralis. Selama rotasi ini, elemen-elemen posterior vertebra superior yang bergerak ke arah lateral, berlawanan dengan arah dari rotasi tersebut. Dengan pergerakan ini, prosesus artikularis inferior dari vertebra ini akan membentur prosesus artikularis superior vertebra di bawahnya (Gambar 7). Mekanisme hambatan rotasi aksial ini melindungi diskus intervertebralis dari torsi yang berlebihan (Tisher et al, 2006; Kalichman et al, 2007).

Gambar 19. Rotasi lumbal spinalis. Prosesus artikularis inferior vertebra superior (berwarna abu-abu) membentur prosesus artikularis superior vertebra inferior pada rotasi aksial.

Diskus intervertebralis lumbal yang sehat mendistribusikan stress kompresi dan kompresi eksentrik yang sama pada end platenya. Horst dan Brinckmann mendemonstrasikan diskus yang mengalami degenerasi menerima stress kompresi eksentrik yang asimetris. Apa yang memulai terjadinya degenerasi diskus masih belum jelas, namun beberapa abnormalitas pada morfologi diskus mendahului proses degenerasi. Sejalan dengan proses degenerasi yang terjadi pada diskus intervertebralis karena proses penuaan dan cedera mikro yang berulang, serat anular terluar mulai mengalami fragmentasi, memindahkan lebih banyak beban ke posterior melalui komplek tiga sendi, menyebabkan pergerakan sendi faset yang berlebihan. Dalam kondisi normal, antara 3% dan 25% beban segmental ditransmisikan pada sendi faset, presentase ini meningkat sampai dengan 47% pada sendi yang mengalami degenerasi (Tisher et al, 2006).

Selain diskus intervertebralis dan struktur tulang dari sendi faset, kapsul faset juga memiliki peran mencegah gerakan sendi yang berlebihan. Tebal kapsul

normal kurang lebih 1 mm dan melekat 2 mm dari tepi artikuler. Kapsul membantu membatasi rotasi aksial seperti halnya pergeseran ke belakang pada saat ekstensi. Walaupun pada awalnya perubahan degeneratif tulang rawan sendi menyebabkan gerakan sendi faset yang abnormal atau hipermobilitas sendi, namun pada akhirnnya akan menstabilkan segmen spinal dan membatasi gerakan yang berlebihan. Tischer dan kawan kawan mendapatkan prevalensi tinggi dari defek tulang rawan pada sendi faset lumbal cadaver dibandingkan dengan pembentukan osteofit. Defek ini ditemukan pada tepi lateral dari faset superior dimana kapsul dorsal melekat pada tempat terjadinya stress yang berlebihan terutama pada proses degeneratif lanjut. Rotasi segmental yang berlebihan akan meregangkan bagian posterior dari kapsul sendi yang kontralateral menyebabkan pembentukan spur tulang sebagai upaya membatasi pergerakan abnormal (Varlotta et al, 2010).

c. Patologi LBP

Penyebab degenerasi diskus meliputi faktor lingkungan (mechanical over- and underload, dan penurunan nutrisi) dan faktor genetik (adanya polymorphism pada gen aggrecan, collagen II dan IX). Perubahan yang terjadi meliputi hilangnya proteoglycan (PGA), hilangnya serat kolagen, peningkatan fibronectin dan adanya aktivitas enzimatik dalam diskus (Gilbert et al, 2013; Richardson et al 2007). Proses biomekanik yang terjadi meliputi pergeseran keseimbangan homeostatik yang dijaga oleh sel dalam diskus sehingga menyebabkan penurunan anabolisme jaringan dan peningkatan katabolisme jaringan. Hal ini akhirnya akan memicu

pecahnya matriks ekstraseluler (ECM) dari nukleus pulposus yang dapat menyebabkan dehidrasi jaringan diskus, pembentukan fisura yang meluas sampai ke anulus fibrosus yang kemudian dapat menyebabkan hilangnya tinggi diskus. Jumlah sel dalam diskus juga mengalami perubahan (Singer, 2000).

Proses inflamasi juga terjadi dalam diskus. Terjadi peningkatan sitokin pro-inflamasi termasuk IL-1B, IL-6, TNF-a, dan PGE-2. Peningkatan sitokin ini menstimulasi ekspresi MMPs, disintegrin dan metalloproteinase dengan thrombospondin motifs (ADAMTSs). Terdapat peningkatan MMP-1,-3,-7,-9,-10,-13 dan ADAMTS -1,-4, -5,-9 dan -15 pada nukleus pulposus yang dapat mendegradasi komponen matriks ekstra seluler. Sintesis agrecan dalam NP akan menurun dan terjadi pergeseran ekpresi kolagen dari tipe II ke tipe I. Hal ini dapat menimbulkan penurunan osmolaritas dan dehidrasi NP. Tekanan hidrostatik dalam NP akan hilang sehingga akan muncul distribusi beban yang abnormal dimana pembebanan akan lebih tinggi pada AF. Perubahan struktural dan mekanika ini akan menimbulkan trauma mikro dan herniasi jaringan NP melalui AF yang cidera. Saat terjadi degenerasi, terjadi juga pertumbuhan (in-growth) pembuluh darah dan serat saraf nosiseptif ke dalam diskus yang avaskular melalui AF menyebar ke dalam NP sehingga terjadi infiltrasi sel imun dan terjadi peningkatan nyeri (Gilbert et al, 2013).

Onset umur dan derajat progresivitas degenerasi diskus bervariasi pada setiap individu dan stress kronis pada spine dapat memicu atau mempercepat degenerasi diskus. Perubahan degeneratif yang terjadi sejalan dengan peningkatan usia adalah munculnya dua tipe sel baru yaitu giants condrons dan mini condrons

yang berhubungan dengan mikrofraktur kartilago end-plate, perubahan histologis fokal pada komponen diskus, serta penipisan, osifikasi dan disrupsi pada end-plate. Pada literatur, degenerasi diskus berkaitan dengan penipisan diskus, munculnya fisura sirkumferensial akibat mikrotrauma berulang sehingga terjadi fisura radial dari nukleus ke anulus dan adanya osteofit marginal. Adanya fisura pada regio posterolateral pada diskus ini akan menyebabkan herniasi nukleus

Dokumen terkait