• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

3. Pajak Daerah

a. Pengertian Pajak Daerah

Berdasarkan UU No. 32 dan 33 Tahun 2004 kemudian di perjeas pada Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah bab 1 pas 10 menjelaskan pajak daerah, yang selanjutnya disebut pajak, adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang besifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Mustoffa, (2018)

Pajak daerah menurut M. Siahaan, (2016) mengemukakan bahwa pajak daerah merupakan pajak yang ditetapkan oleh pemerintah daerah dengan peraturan daerah (perda), yang wewenang 16 pungutannya dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah daerah dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan didaerah.

b. Dasar Hukum Pemungutan Pajak Daerah

Bahmid & Wahyudi, (2018) Pemungutan Pajak Daerah sebagai Sumber Penerimaan daerah ditetapkan dengan dasar hukum yang kuat.

Beberapa landasan hukum yang mengatur tentang pemungutan pajak daerah, yaitu:

1) UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

2) UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

22

3) UU Nomor 23 tahun 2005 tentang Pemerintahan Daerah 4) UU Nomor 65 tahun 2001 tentang Pajak daerah

5) Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 tentang Jenis Pajak Daerah yang dipungut berdasarkan Penetapan Kepala Daerah atau dibayar Sendiri oleh Wajib Pajak

6) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2004 tentang Perubahan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 35 Tahun 2002 tentang Pedoman Alokasi Biaya Pemungutan Pajak Daerah.

7) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Keputusan Presiden.

Keputusan Menteri Keuangan, Peraturan Daerah Provinsi, dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang pajak daerah.

c. Jenis-jenis Pajak Daerah

Adisasmita, (2011) Menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pajak digolongkan menjadi dua macam yaitu:

1) Pajak Provinsi

Pajak Provinsi adalah pajak daerah yang kewenangan pemungutannya dilakukan oleh pemerintah daerah di tingkat provinsi yang dalam hal ini adalah Badan Pendapatan Provinsi dan diatur dalam Peraturan Pemerintah yang penetapannya seragam di seluruh Indonesia. Objek pajak provinsi ini terbilang sempit karena jika ingin diperluas maka harus melalui perubahan dalam undangundang.

Pajak provinsi terdiri dari: Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBKNB), Pajak Bahan Bakar

Kendaraan Bermotor (PBBKB), Pajak air Permukaan, dan Pajak Rokok.

2) Pajak Kabupaten/Kota

Pajak Kabupaten/kota adalah pajak daerah yang kewenangan pemungutannya dilakukan oleh pemerintah daerah di tingkat kabupaten/kota yang dalam hal ini adalah Dinas Pendapatan Daerah dan diatur dalam Peraturan Daerah masing-masing. Objek pajak kabupaten/kota lebih luas dibandingkan dengan objek pajak provinsi karena masih dapat diperluas berdasarkan peraturan daerah sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Pajak Kabupaten/Kota terdiri dari:

Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, pajak Mineral bukan Logam dan Batuan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, Pajak Parkir, Pajak Air Tanah, Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

d. Tolak Ukur Penilaian Potensi Penerimaan Pajak Daerah

Guna menilai potensi Pajak Daerah sebagai penerimaan daerah, diperlukan beberapa kriteria atau tolak ukur dalam penilaiannya. Menurut Davey 1988, dalam Yuniarti, (2016), terdapat empat kriteria untuk menilai potensi Pajak Daerah yaitu:

1) Kecukupan dan Elastisitas Yang dimaksud dengan kecukupan dan elastisitas dalam menilai potensi Pajak Daerah adalah kemampuan untuk menghasilkan tambahan pendapatan agar dapat menutup

24

tuntutan yang sama atas kenaikan pengeluaran Pemerintah Daerah dan dasar pengenaan pajaknya diharapkan berkembang secara otomatis. Contoh: karena terjadi inflasi maka akan terjadi kenaikan harga-harga yang seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk di daerah tersebut dan bertambahnya pendapatan individu masyarakat di suatu daerah. Dalam hal ini, elastisitas mempunyai dua dimensi yaitu:

2) Pertumbuhan potensi dari dasar pengenaan Pajak Daerah itu sendiri.

Dasar pengenaan Pajak Daerah yang dimaksud di sini adalah jumlah harta tetap, pendapatan, atau transaksi komersial yang menjadi dasar perhitungan Pajak Daerah.

3) Sebagai kemudahan untuk memungut pajak tersebut dengan membandingkan hasil penerimaan selama beberapa tahun dengan perubahan-perubahan dalam indeks harga, penduduk, atau produk nasional bruto (GNP).

4) Keadilan Prinsip keadilan yang dimaksud di sini adalah bahwa pengeluaran Pemerintah Daerah haruslah dipikul oleh semua golongan masyarakat sesuai dengan kekayaan dan kesanggupan masing-masing golongan. Keadilan dalam hal perpajakan daerah mempunyai tiga dimensi, yaitu:

a) Keadilan secara vertikal, yaitu hubungan dalam pembebanan pajak atas tingkat pendapatan yang berbeda-beda.

b) Keadilan secara horizontal, yaitu hubungan pembebanan pajak dengan sumber pendapatan.

c) Keadilan secara geografis, yaitu pembebanan pajak yang harus adil antar penduduk di berbagai daerah.

5) Kemampuan Administratif Kemampuan administratif yang dimaksud di sini mengandung pengertian bahwa waktu yang diberikan dan biaya yang dikeluarkan dalam menetapkan dan memungut pajak sebanding dengan hasil penerimaan Pajak Daerah yang mampu dicapai.

6) Kesepakatan Politis Kesepakatan politis diperlukan dalam pengenaan pajak, penetapan struktur tarif, memutuskan siapa yang harus membayar dan bagaimana pajak tersebut ditetapkan, serta memberikan sanksi bagi yang melanggarnya. Sementara itu, menurut Nick Devas dari Ohio University dalam bukunya β€œFinancing Local Government In Indonesia” (dalam Darwin, 2010:102), suatu pajak daerah dikatakan baik apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:

a) Penghasilan (Yield) Dari segi penghasilan, suatu Pajak Daerah harus memenuhi tujuan dipungutnya pajak daerah tersebut, stabil dan dapat diprediksi, dapat mengantisipasi gejolak inflasi dan pertumbuhan penduduk, serta biaya untuk memungut harus proporsional dengan hasil yang diperoleh.

b) Keadilan (Equity) Dari segi keadilan, Pajak Daerah tersebut harus mencerminkan dasar pengenaan dan kewajiban bayar yang jelas dan tidak semena-mena.

c) Efisiensi (Economic Efficiency) Dari segi efisiensi, Pajak Daerah tersebut harus mampu menimbulkan efisiensi dalam alokasi

26

sumber-sumber ekonomi daerah, mencegah distorsi ekonomi, dan mencegah ekses dari beban pajak terhadap perekonomian di daerah.

d) Implementasi (Ability to Implement) Pajak Daerah tersebut dapat diimplementasikan secara efektif, baik dalam bidang politik maupun kapasitas administrasi.

e) Sesuai sebagai Sumber Pendapatan Daerah (Suitability as a Revenue Source) Dalam hal ini, harus ada kejelasan untuk daerah mana Pajak Daerah tersebut diterapkan dan bagaimana cara pemungutannya guna mencegah usaha-usaha penghindaran Pajak Daerah dari wajib pajak daerah, objek pajak tidak mudah dialihkan dari satu daerah ke daerah lainnya, pengurasan sumber-sumber ekonomi daerah, dan pemaksaan daerah-daerah yang kurang kapasitas administrasinya.

e. Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pajak Daerah

Menurut Soemitro, (1990), peningkatan pajak daerah dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu:

1) Intensifikasi Pajak Daerah Intensifikasi pajak adalah peningkatan intensitas pungutan terhadap suatu subjek dan objek pajak yang potensial namun belum tergarap atau terjaring pajak daerah serta memperbaiki kinerja pemungutan agar dapat mengurangi kebocoran-kebocoran yang ada. Upaya intensifikasi dapat ditempuh melalui beberapa cara, yaitu:

a) Penyempurnaan administrasi pajak daerah.

b) Peningkatan mutu pegawai atau petugas pemungut.

c) Penyempurnaan Undang-Undang Pajak Daerah.

2) Ekstensifikasi Pajak Daerah Ekstensifikasi pajak daerah yaitu upaya memperluas subjek dan objek pajak daerah serta melakukan penyesuaian tarif. Ekstensifikasi pajak daerah dapat ditempuh melalui beberapa cara, yaitu:

1. Perluasan wajib pajak daerah.

2. Penyempurnaan tarif.

3. Perluasan objek pajak daerah 4. Pajak Restoran

a. Definisi Pajak Restoran

Pajak Restoran adalah sumbangan atas pelayanan yang disediakan oleh restoran kepada para tamu atau konsumen yang menggunakan pelayanan yang telah disediakan dan juga dilaksanakan oleh restoran (UU No. 28 Tahun 2008 Pasal 1 angka 22 dan 23). (D.

Ardhiansyah et al., 2014)

b. Objek dan Subjek Pajak Restoran

Objek pajak restoran adalah pelayanan yang disediakan oleh rumah makan, kafetaria, dan semacamnya. Biasanya, pelayanan yang disediakan meliputi pelayanan penjualan makanan/minuman yang dibeli atau dikonsumsi oleh pembeli. Baik dikonsumsi di tempat maupun dibawa pulang atau dimakan tempat lain.

Selain itu, ada juga yang tidak termasuk objek pajak, yakni pelayanan yang disediakan restoran yang pengelolaannya tergabung atau menjadi satu manajemennya dengan sebuah hotel. Selain itu, pelayanan yang disediakan oleh suatu restoran yang nilai penjualannya

28

tidak melebihi Rp 200.000.000/tahun. Sedangkan subjek pajak restoran adalah orang pribadi maupun badan yang membeli makanan atau minuman dari suatu restoran atau tempat makan yang dikunjungi.

(Ananda, 2017)

c. Dasar Pengenaan, Tarif, dan Cara Perhitungan Pajak Restoran Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 pasal 40 paling tinggi ditentukan sebesar 10% dan ditetapkan dengan peraturan Daerah kabupaten atau kota yang bersangkutan. hal ini dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk menetapkan tarif pajak restoran yang dipandang sesuai dengan kondisi kabupaten/kota masing-masing. Dasar pengenaan pajak restoran menurut perda No 11 tahun 2011 adalah jumlah pembayaran yang di lakukan kepada restoran berlaku juga untuk pelayanan kepada instansi pemerintahan. Besaran pokok Pajak Restoran yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak.

Secara umum perhitungan pajak restoran adalah sesuai perhitungan berikut

Pajak Terutang = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak = Tarif Pajak x Jumlah pembayaran

diterima atau yang seharusnya diterima Restoran

Menurut Pergub nomor 22 Tahun 2007 pemungutan pajak restoran tidak dapat diborongkan artinya seluruh proses pemungutan pajak restoran tidak dapat diserahkan kepada pihak ketiga. Setiap pengusaha restoran wajib memperhitungkan, membayarkan dan melaporkan sendiri

pajak restoran yang terutang dengan menggunakan Surat Pemberitahuna Terutang Pajak Daerah (SPTPD). Artinya fiskus hanya bertugas mengawasi pelaksanaan pemenuhan kewajiban pajak oleh wajib pajak restoran. Menurut M. Siahaan, (2016) masa pajak merupakan jangka waktu yang lamanya sama dengan satu bulan takwin atau jangka waktu lain yang ditetapkan dengan keputusan bupati/walikota. Dalam pengertian masa pajak bagian dalam bulan dihitung satu bulan penuh.

Tahun pajak adalah jangka waktu yang lamanya satu tahun takwin, kecuali Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim. Menurut Pergub No.22 tahun 2007 pajak pasal 9 tentang petunjuk pemungutan pajak restoran, pembayaran masa pajak restoran terutang dilakukan paling lambat 15 (lima belas) hari setelah berakhirnya masa pajak dengan menggunakan Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD).

Jika ada keterlambatan dikenakan sanksi bungan sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan ditagih dengan STPD. Menurut Pergub DKI Jakarta Nomor 22 Tahun 2007 pasal 22 dan pasal 24 wajib pajak restoran dengan peredaran usaha atau omset lebih dari Rp.300.000.000 ,- (tiga ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun, wajib menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan standard akuntansi keuangan Indonesia atau prinsip pembukuan secara umum. Dan pembukuan serta dokumen lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha Wajib Pajak harus disimpan selama 5 (lima) tahun. Suleman, (2019)

30

5. Kontribusi

Rumus perhitungan kontribusi Pajak Restoran (Halim, 2004:167), yaitu:

πΎπ‘œπ‘›π‘‘π‘Ÿπ‘–π‘π‘’π‘ π‘– π‘ƒπ‘Žπ‘—π‘Žπ‘˜ π‘…π‘’π‘ π‘‘π‘œπ‘Ÿπ‘Žπ‘› =Qxn

QZn Γ— 100%

Keterangan:

QX: Realisasi penerimaan Pajak Restoran atau realisasi biaya pemungutan Pajak Restoran

QZ: Realisasi penerimaan Pendapatan Asli Daerah n: Tahun (Periode Tertentu)

B. Tinjauan Empiris

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menjadikan penelitian terdahulu sebagai acuan dan dasar dalam merumuskan hipotesis. Adapun penelitian terdahulu disajikan pada tabel dibawah ini:

Tabel 2. 1 Hasil Empiris Terdahulu

PENELITI JUDUL METODE HASIL PENELITIAN

Anjela Sindi

Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa persentase efektivitas pemungutan pajak hotel dan pajak restoran dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Kota Malang tahun 2012-2016 adalah sangat efektif dan persentase kontribusi pajak hotel dan pajak restoran dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Kota Malang tahun

Hasil penelitian yang diperoleh bahwa penerimaan pajak restoran berpengaruh positif terhadap pendapatan asli daerah Kota Bandung dan berperan serta dalam penyelenggaraan

pemerintah daerah.

Berdasarkan hasil penelitian

penerimaan pajak restoran mempunyai pengaruh positif terhadap pendapatan asli daerah sebesar 0,977 atau 97,7% sisanya sebesar 2,3%

yang berarti bahwa penerimaan pajak restoran dipengaruhi oleh factor-factor lainnya.

Berdasarkan hasil analisis

ditemukan bahwa

penerimaan pada sektor.

pajak yaitu hotel maupun restoran secara pendapatan yang didapat dalam meningkatnya Pendapatan.

Asli Daerah. pada daerah Kabupaten Sarmi pada tahun 2015-2019 masih dalam kategori kecil dimana pada Asli Daerah dari sektor pajak hotel dan restoran masih bahwa efektivitas pajak hotel dan pajak restoran pada 2012 - 2017 bervariasi. Tingkat efektivitas pajak hotel tertinggi pada tahun 2013, terendah pada tahun 2015, pajak restoran memiliki efektivitas tertinggi pada tahun 2016 dan terendah pada tahun 2015. Secara keseluruhan, kontribusi pajak hotel dan pajak restoran pada tahun 2012 - 2017 memberikan kontribusi yang jauh lebih kecil terhadap

Asli Daerah Kota Metode Deskriptif

Hasil penelitian pajak restoran dan pajak hotel menunjukkan bahwa tingkat kontribusi penerimaan selalu mengalami kenaikan, kedua tingkat laju pertumbuhan

32

Malang (Studi Kasus Badan Pelayanan Pajak Daerah Kota Malang)

Kualitatif penerimaan pajak selalu mengalami peningkatan, ketiga tingkat efektifitas penerimaan pajak selalu mengalami peningkatan signifikan, sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah Kota Malang.

Hasil penelitian adalah tingkat pajak restoran di Kota Kediri menggambarkan hasil yang efektif. Rata-rata tingkat efektivitas penerimaan pajak restoran pada tahun 2010-2014 adalah 145,73%.

Kontribusi pajak restoran terhadap PAD Kota Kediri

pada tahun

2010-2014 berturut-turut sebesar 1,48%, 0,37%, 0,55%, 1,14%

dan 1,27% dengan rata-rata sebesar 0,96%. Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat efektivitas pajak restoran cukup tinggi, tetapi kontribusi pajak restoran terhadap PAD masih kurang. Untuk itu diperlukan peran pemerintah dan pihak terkait untuk menggali potensi pajak restoran di Kota Kediri.

Ni Luh Putu

Tomohon Metode Deskriptif Kualitatif yang diberikan pajak hotel terhadap pendapatan daerah kota Tomohon tahun 2013-2017 masih sangat kurang dengan rata-rata 0,60%, sedangkan kontribusi yang diberikan oleh pajak restoran kurang baik dengan rata-rata 12,33%

Rizki Eka Putra,

Berdasarkan hasil penelitian analisis kontribusi menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, persentase kontribusi tertinggi dari penerimaan pajak hotel, pajak restoran dan pajak hiburan hanya mencapai 10.18%, 6.79%

dan 2.91%. sedangkan hasil penelitian analisis efektifitas menunjukkan bahwa pada tahun 2014-2018 tingkat efektifitas pajak hotel, pajak restoran dan pajak hiburan mengalami fluktuatif.

Presentase tertinggi efektifitas pajak hotel, pajak restoran dan pajak hiburan

Deskriptif Hasil penelitian menunjukan bahwa prosedur pelaksanaan pemungutan pajak telah berjalan baik dan mudah untuk dipahami serta bukti potong pembayaran dapat diberikan kepada wajib pajak.

Tetapi setiap terjadi perubahan peraturan, petugas pemungut pajak dalam hal ini pemerintah daerah terlambat dalam mensosialisaikannya kepada wajib pajak. Sehingga masih ada wajib pajak belum membayarkan pajaknya.

Kontribusi pajak restoran terhadap pendapatan asli daerah dapat dikatakan cukup baik walaupun setiap presentase kontribusi pajak hotel, pajak restoran, dan pajak hiburan terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Langsa dari tahun 2013-2017 tergolong masih sangat kurang. Pajak hotel rata-rata tingkat presentase kontribusinya hanya mencapai 0,50% presentase kontribusi tertinggi sebesar 0,58% dan terendah sebesar

34

0,39%. Pajak restoran

rata-rata presentase

kontribusinya hanya mencapai 0,58% dan terendah sebesar 0,39%.

Dan pajak hiburan rata-rata dilihat secara keseluruan selama lima tahun terakhir rata-rata kontribusi dari penerimaan pajak hotel, pajak restoran, dan pajak

hiburan terhadap

Pendapatan Asli Daerah Kota Langsa dikategorikan sangat kurang memberikan kontribusi, karena presentase kontribusi masih dibawah 10%

C. Kerangka Pikir

Dalam penelitian ini menjabarkan klarifikasi permasalahan untuk melihat seberapa besar kontribusi pajak restoran terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah Kota Makassar

Dalam beberapa tahun terakhir di Kota Makassar penerimaan pajak daerah rata-rata mengalami peningkatan realisasi yang akan berdampak positif pada penerimaan Pendapatan Asli Daerah yang pada akhirnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan belanja daerah diantaranya dari pajak restoran. Badan Pendapatan Daerah kota Makassar menghitung target dan realisasi pajak

Pajak Restoran Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Gambar 2. 1 Kerangka Pikir

restoran. Apabila target pajak restoran dapat direalisasikan dengan jumlah nominal hampir sama dengan realisasi pendapatan pajak restoran tersebut telah efektif pemungutannya. Rata-rata peningkatan realisasi penerimaan pajak daeah Pendapatan Asli Daerah Pajak Restoran Kontribusi Target Pajak Restoran Realisasis Pajak Restoran.

Dengan efektifnya pengelolaan pajak restoran maka dihasilkan pendapatan pajak restoran yang maksimal, dimana diharapkan memberikan kontribusi yang tinggi terhadap pajak daerah. Sehingga pendapatan asli daerah dapat ditingkatkan dan dapat membiayai pembangunan daerah secara maksimal.

D. Hipotesis

Berdasarkan hubungan antara tujuan penelitian serta kerangka pikir teoritis terhadap rumusan penelitian ini, maka hipotesis penelitian ini ialah diduga bahwa Kontribusi Penerimaan Pajak Restoran berpengaruh positif terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Makassar Tahun 2015-2019.

36 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Menurut Sugiyono, (2018) disebut metode kuantatif karena data penelitian berupa angka-angka dan analisis.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Untuk memperoleh data dan informasi yang berkenaan dengan masalah yang ingin diteliti, maka penulis mengambil lokasi di Badan Pendapatan Daerah Kota Makassar yang terletak di Jalan Urip Sumoharjo Jl. Maccini Baru No. 8

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian direncanakan selama 2 (dua) bulan dimulai dari bulan Agustus 2021 sampai dengan bulan September 2021

C. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat 2 (dua) variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat yang dijelaskan sebagai berikut.

1. Variabel Independen

Variabel independen dalam bahasa Indonesia sering disebut variabel bebas. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (Sugiyono, 2018a). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah realisasi penerimaan Pajak Restoran. Realisasi yang dimaksud dalam

penelitian ini adalah seberapa besar jumlah penerimaan Pajak Restoran yang nyata telah berhasil diwujudkan atau dipungut.

2. Variabel Dependen

Variabel dependen sering disebut variabel terikat. Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2018a). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Pendapatan Asli Daerah. Kontribusi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah seberapa besar sumbangsih penerimaan Pajak Restoran yang berhasil dipungut oleh BAPENDA Kota Makassar terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Makassar, serta seberapa besar efisiensi penerimaan Pajak Restoran yang berhasil dipungut terhadap penerimaan Pendapatan Asli Daerah Kota Makassar

D. Sumber Data

Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Data Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh melalui pengamatan (observasi) dan wawancara mengenai kontribusi penerimaan pajak restoran terhadap pendapatan asli daerah pada Badan Pendapatan Daerah Kota Makassar.

2. Data Sekunder

Data Sekunder yaitu data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen atau data yang tertulis pada Badan Pendapatan Daerah Kota Makassar seperti Pajak: Restoran, Pendapatan Asli Daerah (PAD) khususnya tahun 2015-2019.

38

E. Teknik Pengumpulan Data

Dalam sebuah penelitian diperlukan data yang objektif karena data yang digunakan sebagai sesuatu hal yang sangat mendasar yang akan menentukan apakah penelitian tersebut dapat dikatakan berhasil atau tidak.

Dalam penelitian ini penulis melakukan penelitian untuk memperoleh data-data yang diperlukan dengan metode:

1. Teknik Observasi

Teknik Observasi yaitu penelitian yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan secara langsung pada instansi yaitu Badan Pendapatan Daerah Kota Makassar untuk mendapatkan data-data yang relevan dalam pembahasan skripsi

2. Dokumentasi (Documentation)

Dokumentasi adalah pengumpulan data yang telah ada oleh pihak lain terkait dengan penelitian. Data yang diminta berupa realisasi penerimaan Pendapatan Daerah Kota Makssar pada Badan Pendapatan Daerah Kota Makassar.

F. Teknik Analisis Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif kuantitatif. Penelitian deskriptif kuantitatif adalah penelitian dengan menggunakan model matematis, statistik, atau komputer yang banyak dituntut menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data tersebut hingga penampilan dari hasilnya. Oleh karena itu, metode deskriptif kuantitatif bertujuan untuk menggambarkan dan mengungkapkan suatu masalah, keadaan, dan peristiwa sebagaimana adanya yang diwakili dengan angka.

Adapun langkah dalam menganalisis data sebagai berikut:

Menghitung pertumbuhan kontribusi penerimaan Pajak Restoran terhadap Pendapatan Asli Daerah.

1. Analisis Perhitungan Kontribusi Penerimaan Pajak Restoran terhadap Pendapatan Asli Daerah

Kontribusi dikaitkan dengan seberapa besar sumbangan yang diberikan oleh Pajak Restoran terhadap penerimaan Pendapatan Asli Daerah Kota Makassar yang tentunya akan mempengaruhi jumlah PAD yang diterima. Selain itu, kontribusi Pajak Restoran terhadap PAD Kota Makassar dapat dikaitkan dengan Untuk menghitung tingkat kontribusi dapat digunakan rumus (Mahmudi, 2016) yaitu:

Keterangan:

Pn: Kontribusi penerimaan Pajak Restoran QX: Jumlah penerimaan Pajak Restoran (Rupiah)

QY: Jumlah Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (Rupiah) N: Tahun (periode) tertentu

Setelah hasil perbandingan diperoleh maka dapat dilihat persentasenya yaitu apakah penerimaan Pajak Restoran mempunyai kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah. Hal ini dapat dilihat berdasarkan kriterianya. Menurut Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 690.900.327 Tahun 1996, kriteria untuk

𝑃𝑛 =𝑄𝑋𝑛

π‘„π‘Œπ‘› Γ— 100%

40

mengetahui kontribusi Pajak Restoran dalam menopang Pendapatan Asli Daerah adalah sebagai berikut D. Ardhiansyah et al., (2014):

1. Jika persentasenya antara 0% - 10%, maka dinyatakan bahwa Pajak Restoran tidak berkontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah.

2. Jika persentasenya antara 10,1% - 20%, maka dinyatakan bahwa Pajak Restoran kurang berkontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah.

3. Jika persentasenya antara 20,1% - 30%, maka dinyatakan bahwa Pajak Restoran termasuk tingkat sedang dalam kontribusinya terhadap Pendapatan Asli Daerah.

4. Jika persentasenya antara 30,1% - 40%, maka dinyatakan bahwa Pajak Restoran cukup berkontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah.

4. Jika persentasenya antara 30,1% - 40%, maka dinyatakan bahwa Pajak Restoran cukup berkontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah.

Dokumen terkait