• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III : GAMBARAN DATA PKLM

C. Pajak Penghasilan Pasal 21

Pajak penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan.

2. Wajib Pajak PPh Pasal 21

Yang menjadi Wajib Pajak menurut pasal 2 ayat 1 dan 2 UU PPh No. 10 Tahun 1994 adalah :

a. Pegawai tetap, adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja yang menerima atau memperoleh gaji dalam jumlah tertentu secara berkala, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas yang secara teratur ikut mengelola kegiatan-kegiatan perusahaan secara langsung.

b. Pegawai lepas, adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja yang hanya member imbalan apabila orang yang bersangkutan bekerja.

c. Pegawai dengan pajak status luar negri, adalah orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan yang menerima atau memperoleh gaji, honorarium, dan atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan.

d. Penerima pensiun, adalah orang pribadi atau ahli waris yang menerima atau memperoleh imbalan untuk pekerjaan yang dilakukan dimasa lalu, termasuk orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima Tabungan Hari Tua atau Tunjangan Hari Tua.

e. Penerima honorarium, adalah orang pribadi yang menerima atau memperoleh imbalan sehubungan dengan jasa, jabatan, atau kegiatan yang dilakukan.

f. Penerima upah, adalah orang pribadi yang menerima upah harian, upah mingguan, upah borongan atau upah satuan.

3. Pemotong Pajak PPh Pasal 21

a. Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21 antara lain :

1. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan. 2. Bendaharawan pemerintah baik Pusat maupun Daerah

3. Dana pensiun, Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), PT Taspen, PT ASABRI.

4. perusahaan, badan dan bentuk usaha tetap.

5. Yayasan, lembaga, kepanitia-an, asosiasi, perkumpulan, organisasi massa, organisasi sosial politik dan organisasi lainnya serta organisasi internasional yang telah ditentukan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan.

b. Yang dikecualikan sebagai Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21 antara lain : 1. Badan Perwakilan Negara Asing.

2. Organisasi Internasional yang bukan Subjek Pajak.

4. Hak dan Kewajiban Pemotong PPh Pasal 21

a. Kewajiban mendaftarkan diri ke KPP setempat dan mengambil sendiri formulir yang diperlukan.

b. Menghitung, memotong, menyetor dan melaporkan PPh 21.

c. Kelebihan PPh 21 suatu bulan diperhitungkan dengan bulan berikutnya.

d. Memberikan bukti pemotongan PPh 21 pegawai tetap (2 bulan setelah tahun berakhir), bukan pegawai tetap (saat dilakukan pemotongan) & pegawai berhenti (1 bulan setelah berhenti).

e. Membuat kertas perhitungan PPh 21 untuk masing-masing penerima penghasilan.

f. Menghitung kembali PPh 21 pada 2 bulan setelah tahun berakhir.

g. Hasil penghitungan KB maka kekurangan dipotong dari gaji bulan dilakukan perhitungan.

h. Hasil penghitungan LB maka kelebihan diperhitungkan dengan PPh 21 gaji bulan dilakukan perhitungan.

i. Menandatangani (pengurus/ direksi) & menyampaikan SPT Tahunan PPh 21.

j. Membayar bila terjadi kekurangan PPh 21.

k. Bila terdapat ekspatriat maka harus melampirkan surat ijin bekerja Depnakertrans.

5. Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 a. Pegawai tetap.

b. Tenaga lepas (seniman, olahragawan, pencera-mah, pemberi jasa, pengelola proyek, peserta perlombaan, petugas dinas luar asuransi), distributor MLM/direct selling dan kegiatan sejenis.

c. Penerima pensiun, mantan pegawai, termasuk orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua.

d. Penerima honorarium. e. Penerima upah.

f. Tenaga ahli (Pengacara, Akuntan, Arsitek, Dokter, Konsultan, Notaris, Penilai, dan Aktuaris).

6. Penerima Penghasilan yang tidak dipotong PPh Pasal 21

a. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat :

- bukan warga negara Indonesia dan

- di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;

b. Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Keuangan sepanjang bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia.

7. Subjek Pajak Penghasilan Pasal 21

Subjek pajak penghasilan pasal 21 adalah penerima penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 yaitu :

b. Pegawai.

c. Penerima Pensiun.

d. Penerima Honorarium.

e. Penerima Upah.

f. Orang Pribadi lainnya yang menerima dan memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan dari pemotong pajak.

Dan yang bukan merupakan subjek pajak penghasilan adalah: a. Pejabat perwakilan Negara lain.

b. Pejabat organisasi Internasional.

8. Hak dan Kewajiban Subjek Pajak Penghasilan Pasal 21

a. Menyerahkan surat pernyataan tanggungan keluarga kepada pemotong PPh 21

b. PPh 21 merupakan kredit pajak subjek PPh 21 kecuali yang final

c. Memberikan bukti pemotongan PPh 21 kepada cabang baru, tempat kerja baru & dana pensiun bila pindah

9. Objek Pajak Penghasilan Pasal 21

- Objek Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah penghasilan dari pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 yaitu :

a. Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara teratur.

b. Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara tidak teratur.

c. Upah harian, upah borongan, upah satuan dan upah mingguan.

d. Uang tebusan pensiun, uang tabungan hari tua, uang tunjangan hari tua, uang pesangon, dan pembayaran lain sejenis, kecuali uang tabungan hari tua, dan uang tunjangan hari tua yang dibayarkan oleh PT. Taspen atau PT. Asabri.

e. Honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, komisi, bea siswa dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak dalam negeri.

f. Gaji, gaji kehormatan, tunjangan-tunjangan lain yang terkait gaji yang diterima oleh pejabat negara, PNS serta uang pensiun dan tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya terkait dengan uang pensiunan yang diterima oleh pensiunan termasuk janda atau duda dan/atau anak-anaknya.

g. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama apapun yang diberikan oleh bukan wajib pajak.

- Yang bukan merupakan objek pajak penghasilan pajak pasal 21, yaitu : a. Pembayaran/Klaim Asuransi

c. Iuran Pensiun

d. Zakat

e. Dalam hal pemberi jasa mempekerjakan orang lain sebagai pegawai (objek PPh 23).

10. Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21

a. Penghasilan teratur berupa gaji, uang pensiun bulanan, upah, honorarium, premi bulanan, uang lembur, uang sokongan, uang tunggu, uang ganti rugi, tunjangan istri, tunjangan anak, tunjangan kemahalan, tunjangan jabatan, tunjungan khusus, tunjangan transport, tunjangan pajak, tunjangan iuran pensiun, tunjangan pendidikan anak,beasiswa, premi asuransi yang dibayar pemberi kerja dan penghasilan teratur lainnya dengan nama apa pun;

b. Penghasilan tidak teratur berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, tunjangan cuti, tunjangan hari raya, tunjangan tahun baru, bonus, premi tahunan, dan penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap ;

c. Upah harian, upah mingguan, upah satuan, dan upah borongan;

d. Uang tebusan pensiun, uang pesangon, uang Tabungan Hari Tua (THT) atau Jaminan Hari Tua (JHT), dan pembayaran lain sejenis;

e. Honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan, komisi, bea siswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak dalam negeri;

f. Gaji, gaji kehormatan, tunjangan lainnya yang terkait gaji, uang pensiun dan tunjangan lainnya yang terkait dengan uang pensiun;

g. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama apa pun yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak atau wajib pajak yang dikenakan PPh final dan dikenakan PPh berdasarkan norma penghitungan khusus.

11. Penghasilan Yang Tidak Dipotong PPh Pasal 21

c. Pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;

d. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan kecuali penerimaan dalam bentuk natura sebagaimana dimaksud dalam angka 5 huruf g;

e. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan dan iuran Jaminan Hari Tua kepada badan penyelenggara Jamsostek yang dibayar oleh pemberi kerja;

f. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama apa pun yang diberikan oleh Pemerintah;

Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah

12. Cara Menghitung Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi Pegawai Tetap

Cara menghitung Pajak Penghasilan Pasal 21 pada prinsipnya sama dengan penghitungan pajak penghasilan pada umumnya, namun dalam menghitung Pajak Penghasialn Pasal 21 penerima-penerima penghasilan tertentu sebagai wajib pajak dalam negeri selain pengurangan berupa PTKP, juga diberikan pengurangan-pengurangan penghasilan berupa biaya jabatan, biaya pensiun dan iuran pensiun. Selain itu tarif yang diterapkan juga bervariasi. Secara lebih rinci akan diuraikan dibawah ini cara penghitungan pajak Penghasilan Pajak Pasal 21 bagi pegawai tetap yaitu :

a. Untuk menentukan penghasilan netto pegawai tetap, penghasilan bruto dikurangi dengan:

1. Biaya jabatan, yaitu biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang besarnya 5% (lima persen) dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp.1.296.000,- setahun atau Rp.108.000,- sebulan. Tetapi untuk tahun 2009 dan seterusnya, biaya jabatan stinggi-tingginya Rp. 6.000.000,- setahun atau Rp. 500.000,- sebulan.

2. Iuran yang terikat pada gaji pada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan dan iuran tabungan hari tua atau tunjangan hari tua

kepada badan penyelenggara Jamsostek, kecuali kepada badan penyelenggara Taspen, yang dibayar oleh penyelenggara.

b. Untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak, penghasilan nettonya dikurangi dengan PTKP untuk tahun 2008, yaitu :

1. Untuk Wajib Pajak Rp. 13.200.000,- setahun.

2. Untuk Wajib Pajak kawin Rp. 1.200.000,- setahun.

3. Untuk satu orang tanggungan Rp. 1.200.000,- setahun maksimal 3 orang.

Dan menurut undang-undang yang berlaku, untuk tanggal 01 Januari 2009 adalah : 1. Untuk Wajib Pajak Rp. 15.840.000,- setahun.

2. Untuk Wajib Pajak kawin Rp. 1.320.000,- setahun.

3. Untuk satu orang tanggungan Rp. 1.320.000,- setahun maksimal 3 orang.

d. Tarif yang diterapkan adalah tarif pasal 17 Undang-undang PPh 21 sampai tahun 2009 yaitu :

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif PPh Sampai dengan Rp. 25.000.000 5% Di atas Rp. 25.000.000 s.d. Rp. 50.000.000 10% Di atas Rp. 50.000.000 s.d. Rp. 100.000.000 15% Di atas Rp. 100.000.000 s.d. Rp. 200.000.000 25% Di atas Rp. 200.000.000 35%

Tetapi dari mulai tanggal 01 Januari tahun 2009, tarif pasal 17 Undang-Undang PPh 21 telah di rubah menjadi :

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif PPh 21 Sampai dengan Rp. 50.000.000 5% Diatas Rp. 50.000.000 s/d Rp. 250.000.000 15% Diatas Rp. 250.000.000 s/d Rp. 500.000.000 25% Diatas Rp. 500.000.000 30%

BAB IV

ANALISA DAN EVALUASI

A. PELAKSANAAN KEWAJIBAN MENGISI DAN MENYAMPAIKAN SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) PPh PASAL 21 PADA KOPERASI SWADHARMA MEDAN

Setiap akhir tahun wajib pajak diwajibkan mengisi dan menyampaikan SPT Tahunan. Atas dasar sistem self assessment maka Koperasi Swadharma melakukan kewajibannya untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor dan melaporkan pajaknya yang terutang. Surat Pemberitahuan (SPT) adalah sarana yang digunakan untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak yang terutang.

Sebelum melakukan pemotongan PPh Pasal 21 yang terutang sebulan terlebih dahulu dilihat besranya jumlah gaji sebulan karyawan tersebut. Besarnya gaji sebulan ditambahkan dengan jumlah tunjangan yang diberikan sehingga dapat jumlah total penghasilan bruto sebulan. Kemudian total penghasilan bruto dikurangkan dengan biaya-biaya yang diperbolehkan seperti biaya jabatan dan iuran pensiun, maka didapat besarnya penghasilan neto sebulan dari setiap karyawan Koperasi Swadharma. Penghasilan neto setahun diatas dikurangkan dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak(PTKP) sehingga diperoleh Penghasilan Kena Pajak (PKP), besarnya PKP tersebut dikalikan dengan tarif PPh sehingga atas dasar penghitungan tersebut akan diperoleh besrnya gaji karyawan yang terutang dalam satu tahun.

Berdasarkan hasil penelitian dengan melihat data-data yang diperoleh dari perusahaan tersebut, maka perusahaan ini pada tahun 2009 telah melaksanakan

kewajibannya dalam melaporkan pemotongan pajak penghasilan pasal 21 penghasilan karyawan tetapnya untuk penghasilan selama setahun pada tahun 2008. Dengan bertitik tolak tujuan penelitian sebelumnya, penulis mengetahui prosedur pemotongan dan pelaporan PPh Pasal 21 yang dilakukan oleh pihak Koperasi Swadharma Medan. Dalam hal melaporkan PPh Pasal 21 karyawan tetapnya, Koperasi Swadharma terlebih dahulu membuat SPT Masa setiap bulannya dalam satu tahun pajak dan melakukan penyetoran terhadap pajak terutang setiap bulannya. SPT Masa wajib disampaikan paling lama tanggal 20 bulan berikutnya.

Berikut ini adalah data-data SPT Masa PPh Pasal 21 dan SPT Tahunan PPh Pasal 21 yang diperoleh dari perusahaan tersebut :

Tabel 1

Pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21 Tahun 2008

N O Bulan Tanggal Setor Tanggal Pelaporan Besarnya Jumlah Penghasilan Bruto PPh Pasal 21 yang Disetor (Rp) Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember 06 Feb 08 06 Mar 08 08 Apr 08 06 Mei 08 04 Jun 08 07 Jul 08 14 Agt 08 05 Sept 08 07 Okt 08 06 Nov 08 05 Des 08 08 Jan 09 14 Feb 08 17 Mar 08 17 Apr 08 14 Mei 08 17 Jun 08 16 Jul 08 07 Agt 08 17 Sept 08 16 Okt 08 17 Nov 08 16 Des 08 16 Jan 09 Rp 84.623.054 Rp 83.833.614 Rp 85.278.614 Rp 86.061.114 Rp 89.232.701 Rp 88.791.501 Rp 93.693.428 Rp 93.754.728 Rp 93.904.728 Rp 93.641.357 Rp 86.060.456 Rp 86.619.456 Rp 449.548 Rp 448.798 Rp 452.798 Rp 452.798 Rp 575.048 Rp 575.048 Rp 783.889 Rp 783.889 Rp 783.889 Rp 780.720 Rp 599.487 Rp 601.192 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Total Rp 1.065.494.751 Rp 7.287.104

Tabel 2

Pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21 Tahun 2009

NO Bulan Tanggal Setor Tanggal Pelaporan Besarnya Jumlah Penghasilan Bruto PPh Pasal 21 yang Disetor (Rp) Januari Februari Maret April 06 Feb 09 06 Mar 09 13 Apr 09 07 Mei 09 16 Feb 09 13 Mar 09 17 Apr 09 15 Mei 09 Rp 86.273.056 Rp 95.349.456 Rp 92.392.160 Rp 94.502.960 Rp 601.192 Rp 367.144 Rp 357.220 Rp 357.220 1. 2. 3. 4. Total Rp 368.517.632 Rp 1.682.776 Tabel 3

Pelaporan SPT Tahunan PPh Pasal 21 Tahun 2007 dan 2008

NO Tahun Pajak Tanggal Penyetoran Tanggal Pelaporan PPh Pasal 21 yang Disetor (Rp) 1. 2. 2007 2008 27 Maret 08 20 Maret 09 28 Maret 08 20 Maret 09 Rp 7.731.237 Rp 1.508.758

Keterangan :

- Pada tabel 1 dapat dilihat bahwa Koperasi Swadharma dalam hal pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21 untuk tahun 2008 sudah menjalankan kewajibannya dalam melaporkan SPT Masa PPh Pasal 21.

- Pada tabel 2 dapat dilihat bahwa Koperasi Swadharma dalam hal pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21 untuk tahun 2009 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan pembayaran antara bulan Januari 2008 dengan bulan Januari 2009, salah satu penyebabnya dikarenakan pada tahun 2009 ini telah diberlakukan Undang-Undang baru tentang PPh yaitu Undang-Undang-Undang-Undang No.36 tahun 2008 dimana dalam Undang-Undang tersebut telah diberlakukan ketentuan yang baru sehingga dapat mempengaruhi pembayaran pajak perusahaan.

- Pada tabel 3 dapat dilihat bahwa Koperasi Swadharma dalam hal pelaporan SPT Tahunan PPh Pasal 21 tahun pajak 2007 dan 2008 terdapat perbedaan yang signifikan dalam pembayaran pajak

B. CONTOH PERHITUNGAN PPh PASAL 21 KARYAWAN TETAP KOPERASI SWADHARMA MEDAN.

1. Chairuddin, pegawai (laki-laki),(status kawin,3 orang tanggungan), bekerja pada Koperasi Swadharma Medan dengan memperoleh gaji sebulan Rp.3.648.409, tunjangan Pajak Penghasilan sebesar Rp 94.420

Gaji sebulan Rp. 3.648.409

Penghasilan Bruto Rp. 3.742.829 Pengurangan :

Biaya Jabatan 5% x Rp. 3.742.829 (Rp. 187.141) Penghasilan Neto Sebulan Rp. 3.555.688 Penghasilan Neto Setahun 12 x Rp. 3.555.688 Rp. 42.668.256

PTKP (TK/-) : - untuk WP sendiri Rp. 15.840.000 - kawin Rp. 1.320.000

- anak 3 Rp. 3.960.000 (Rp.21.120.000) Penghasilan Kena Pajak (PKP) Setahun Rp. 21.548.256 PPh Pasal 21 Setahun :

5% x Rp. 21.548.256 = Rp. 1.077.413 PPh Pasal 21 Sebulan : Rp. 89.784

2. Yulisna yusuf, Pegawai (wanita),(status tidak kawin dan tidak mempunyai tanggungan), bekerja pada Koperasi Swadharma Medan dengan memperoleh gaji sebulan Rp. 1.808.952 dan Tunjangan PPh Rp. 24.448

Gaji sebulan Rp. 1.808.952 Tunjangan PPh Rp. 24.448

Rp. 1.833.400

Pengurangan :

Biaya Jabatan 5% x Rp. 1.833.400 (Rp. 91.670) Penghasilan Neto Sebulan Rp. 1.741.730

Pengasilan Neto Setahun 12 x Rp. 1.741.730 Rp. 20.900.760 PTKP (K/1) : - untuk WP sendiri Rp.15.840.000 (Rp. 15.840.000) Penghasilan Kena Pajak (PKP) Setahun Rp. 5.060.760 PPh Pasal 21 Setahun :

5% x Rp. 5.060.760 Rp. 253.038 PPh Pasal 21 Sebulan : Rp. 21.086

C. KENDALA-KENDALA YANG DIHADAPI KOPERASI SWADHARMA DALAM MENGISI DAN MENYAMPAIKAN SPT

Menurut pengamatan dan data yang penulis dapatkan selama penulis mengadakan penelitian di perusahaan ini, penulis melihat ada beberapa kendala yang dihadapi oleh Koperasi Swadharma sehubungan dengan pengisian dan penyampaian SPT Tahunan PPh Pasal 21. Salah satunya adalah terdapat perbedaan dalam jumlah SPT Tahunan 2008 dengan SPT Masa yang dibuat oleh perusahaan tersebut. Menurut peraturan perpajakan saat terutangnya PPh Pasal 21 sesuai dengan KEP-545/PJ/2000 tanggal 29 Desember 2000 yaitu :

1. PPh Pasal 21dan/atau PPh Pasal 26 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau pada akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan.

2. Pemotongan pajak wajib menghitung, memotong, dan menyetorkan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 yang terutang untuk setiap bulan takwim.

3. Penyetoran pajak dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) selambat-lambatnya pada tanggal 20 bulan takwim berikutnya.

Sebagaimana telah disempurnakan dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 252/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008, saat terutangnya pajak yaitu :

1. PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 terutang bagi Penerima Penghasilan pada saat dilakukan pembayaran atau pada saat terutangnya penghasilan yang bersangkutan.

2. PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 terutang bagi pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 untuk setiap masa pajak.

3. Saat terutang untuk setiap masa pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah akhir bulan dilakukannya pembayaran atau pada akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan.

D. PEMECAHAN MASALAH

Reformasi pajak yang didesain untuk meningkatkan penerimaan pemerintah dari pajak langsung, terutama pajak penghasilan pasal 21. Sasaran ini termasuk strategi mengingat posisi PPh Pasal 21 yang dapat digunakan sebagai alat untuk memperbaiki distribusi pendapatan masyarakat.

Sekalipun potensi penggalian dana dari pajak masih ada dalam jumlah besar, persoalan pajak tetap amat kompleks diantaranya seperti yang dihadapi oleh Koperasi

Swadharma dalam pelayanan sistem administrasi pihak fiskus. Untuk itu penulis ingin agar dari segi pelayanan yang diberikan fiskus, wajib pajak merasa bahwa pajak itu bukanlah merupakan suatu beban tetapi merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan karena pajak merupakan sumber utama penerimaan pemerintah dalam membiayai pembangunan di segala bidang dan digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum dengan cara lebih meningkatkan pelayanan kepada masyarakat untuk mendapatkan kesan sebaik-baiknya.

Pelayanan yang dapat meningkatkan penerimaan pajak tersebut adalah pelayanan yang baik. Pelayanan tersebut mempunyai formula yaitu suatu pelayanan yang mampu mengantisipasi atau mengatasi masalah-masalah yang muncul dan berkembang dalam masyarakat yang tertuang dalam peraturan pelaksanaan yang mudah dimengerti, dipahami dan terhadap aparat pajak harus tanggap dan cepat menyelesaikan masalah yang muncul serta mudah dan tidak berbelit-belit penyelesaiannya dan terakhir hasilnya benar dan sesuai dengan ketentuan.

Selain itu, masalah yang paling mendasar yang dihadapi oleh Koperasi Swadharma adalah kurangnya penyuluhan dan sosialisasi perpajakan kepada wajib pajak. Sehingga menimbulkan kesalahan Wajib Pajak dalam menghitung, memotong, dan menyetorkan pajak terutangnya, akibat kurangnya penyuluhan-prnyuluhan tentang peraturan-peraturan perpajakan yang baru. Penyuluhan ini pada akhirnya akan bermuara pada pelayanan sebagaimana telah dikemukakan diatas bahwa Direktorat Jenderal Pajak perlu meningkatkan pelayanan yang baik.

Penyuluhan ini dimaksudkan agar masyarakat yang terkait dengan bidang tersebut dapat sesegera mungkin mengetahui segala bentuk aturan pelaksanaan dan undang-undang yang baru agar mudah menyesuaikan kepengurusan perpajakannya.

Dengan demikian wajib pajak dalam hal ini Koperasi Swadharma paling sedikit mengerti aturan-aturan tersebut yang kemungkinan bisa memahaminya. Karena mustahi bagi wajib pajak untuk melaksanakan peraturan-peraturan perpajakan yang baru dengan baik bila aparat tidak melakukan penyuluhan atau sosialisasi mengenai hal tersebut sehingga sering terjadi kesalah pahaman antara wajib pajak dengan aparat pajak mengenai pemberlakuan kebijakan perpajakan yang baru.

Maka dalam hal ini komunikasi yang baik sangat diharapkan demi terciptanya suatu kerjasama yang baik antara aparatur perpajakan dengan wajib pajak sehingga wajib pajak merasa tidak ada batas antara aparatur perpajakan dengan wajib pajak.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN

Dari pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya dapatlah diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Proses pelaksanaan kewajiban menghitung dan memperhitungkan PPh Pasal 21 oleh Koperasi Swadharma belum sepenuhnya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Perpajakan yang berlaku, khususnya menyangkut KEP-545/PJ./2000 dan Kep.Menkeu No. 252/PMK.03/2008

2. Wajib Pajak yakni Koperasi Swadharma, telah melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) PPh 21-nya sesuai dengan ketentuan yang berlaku yaitu batas pelaporan SPT paling lama pada tanggal 20 disetiap bulannya.

3. Wajib Pajak telah menyetorkan PPh Pasal 21 yang terutang sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku yaitu Wajib Pajak harus menyetorkan pajak terutangnya paling lama pada tanggal 10 disetiap bulannya.

B. SARAN

Melalui kesempatan ini pula penulis ingin memberikan beberapa saran yang semoga dapat menjadi masukan bagi para pembaca. Adapun saran yang akan saya kemukakan adalah sebagai berikut :

1. Meningkatkan mutu pelayanan dari aparat perpajakan untuk memberikan kesan yang baik dan ramah kepada masyarakat Wajib Pajak.

2. PT Koperasi Swadharma Medan dalam melakukan kewajiban pemotong PPh Pasal 21 sebaiknya mengikuti ketentuan perpajakan yang berlaku yang diatur dalam KEP-15/PJ/2006 tanggal 23 Februari 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 21 dan Pasal 26 sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan orang pribadi, sebagaimana telah disempurnakan dalam Peraturan Mentri Keuangan Republik Indonesia Nomor 252/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak Atas Penghasilan Sehubung Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan Kegiatan Orang Pribadi.

3. Mengikuti peraturan Perundang-Undangan perpajakan yang berlaku di Indonesia sering mengalami perubahan, diharapkan kepada pihak perusahaan untuk terus-menerus memantau dan mengikuti perubahan-perubahan tersebut. Sehingga setiap perhitungan yang dilakukan itu selalu sesuai dengan perubahan yang telah dilakukan pemerintah dan tidak terjadi kesalahan dalam pemotongan ataupun pelaporan pajak penghasilan.

DAFTAR PUSTAKA

Mardiasmo, 1996, Perpajakan Edisi 3, Andi Offset, Yogyakarta.

Soemitro, Rochmat, 1997, Dasar_dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan 1994, Eresco, Bandung.

Sihaloho, Cyrus, 1996, Modul Ketentuan Umum Perpajakan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Waluyo, dan Wirawan B Ilyas, 2003, Perpajakan Indonesia, PT. Salemba Empat, Jakarta.

Buku Petunjuk Pajak Penghasilan Pasal 21, Departemen Keuangan ; Perum Percetakan Negara.

Dokumen terkait