TINJAUAN PUSTAKA
B. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
1. Pengertian PPN
Pajak Pertambahan Nilai menurut Undang-Undang No.18 Tahun 2000
yang disempurnakan lagi dalam Undang-Undang No.42 Tahun 2009 adalah
Pajak atas konsumsi Barang Kena Pajak (BKP) dan atau Jasa Kena Pajak
(JKP) yang dilakukan di dalam Daerah Pabean. Daerah pabean itu sendiri
merupakan wilayah teritorial Indonesia.
Dengan demikian, pajak pertambahan nilai bukan hanya dikenakan
atas barang saja, melainkan juga atas jasa yang sesuai dengan syarat-syarat
2. Sifat Pemungutan PPN
Sifat pemungutan PPN menurut Untung Sukardji (2002), yaitu sebagai
pajak tidak langsung, pajak objektif, multi stage levy, non-kumulatif, indirect substraction method, tarif tunggal, pajak atas konsumsi dalam negeri, PPN tipe konsumsi, dan netralitas PPN.
a. PPN adalah Pajak Tidak Langsung
Sifat pemungutan ini menggambarkan pengertian PPN ditinjau dari sudut
ilmu hukum yaitu suatu jenis pajak yang menempatkan kedudukan pemikul
beban pajak dengan kedudukan penanggung jawab pembayaran pajak ke
kas negara pada pihak-pihak yang berbeda. Hal ini dimaksudkan untuk
melindungi pembeli atau penerima jasa dari tindakan sewenang-wenang
negara (pemerintah). Jadi, pengenaan PPN itu dibebankan kepada pembeli
BKP dimana perusahaan yang melaporkan PPN tersebut kepada negara.
b. PPN adalah Pajak Objektif
Timbulnya kewajiban pajak di bidang PPN sangat ditentukan oleh adanya
objek pajak, yaitu seperti keadaan, peristiwa, atau perbuatan hukum yang
dapat dikenakan pajak. Jadi, PPN tidak membedakan tingkat kemampuan
konsumen dalam pengenaan pajaknya.
c. PPN bersifat multi stage levy
“Multy stage levy” mengandung pengertian bahwa PPN dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi dan jalur distribusi BKP atau JKP. PPN
dikenakan pada setiap proses distribusi BKP atau JKP karena didasarkan
pada digunakannya faktor-faktor produksi pada setiap jalur perusahaan
dalam menyiapkan, menghasilkan, menyalurkan, dan memperdagangkan
barang atau pemberian pelayanan jasa kepada para konsumen.
d. PPN bersifat non-kumulatif
PPN yang bersifat “multi stage levy” namun bersifat non-kumulatif yaitu tidak menimbulkan pengenaan pajak berganda. Berbeda ketika dahulu PPN
disebut sebagai pajak penjualan yang menimbulkan pajak berganda.
e. Penghitungan PPN terutang untuk dibayar ke kas negara menggunakan
indirect substraction method
Indirect Substraction Method adalah metode penghitungan PPN yang akan disetor ke kas negara dengan cara mengurangkan pajak atas perolehan
dengan pajak atas penyerahan barang atau jasa. Jadi, yang disetor ke kas
negara hanya selisihnya saja.
f. PPN Indonesia menggunakan tarif tunggal (single rate)
PPN Indonesia menganut tarif tunggal yang dalam hukum positif yaitu
Undang-Undang PPN Tahun 1984 ditetapkan sebesar 10%. Dengan
Peraturan Pemerintah tarif ini dapat dinaikkan paling tinggi menjadi 15%
atau diturunkan paling rendah 5%.
g. PPN adalah pajak atas konsumsi dalam negeri
Sebagai pajak atas konsumsi dalam negeri maka PPN hanya dikenakan atas
Indonesia. Jadi, PPN tidak berlaku jika barang atau jasa dikonsumsi diluar
wilayah Indonesia.
h. PPN yang diterapkan di Indonesia adalah PPN tipe konsumsi (consumption type VAT)
Di lihat dari sisi perlakuan terhadap barang modal, PPN Indonesia
termasuk tipe konsumsi (consumption type VAT) artinya seluruh biaya yang dikeluarkan untuk perolehan barang modal dapat dikurangi dari dasar
pengenaan pajak.
i. Netralitas PPN
Dengan legal karakter PPN tersebut di atas, PPN mampu merealisasi
dirinya netral dalam dunia perdagangan baik domestik maupun
internasional. PPN tidak menghendaki dirinya mempengaruhi kompetisi
dalam dunia bisnis. Salah satu legal karakter PPN adalah pajak atas
konsumsi. Karena yang dapat di konsumsi bukan hanya barang tetapi juga
jasa, maka PPN memberikan perlakuan yang sama terhadap konsumsi
barang dan konsumsi jasa, yaitu kedua-duanya dikenakan PPN.
3. Prinsip Pemungutan PPN
Menurut Mulyo Agung (2009) terdapat dua prinsip pemungutan PPN,
yaitu Prinsip Tempat Tujuan (Destination) dan Prinsip Tempat Asal (Origin Principle) dan akan dijelaskan sebagai berikut:
a. Prinsip Tempat Tujuan (Destination)
Pada prinsip ini, PPN di pungut di tempat barang atau jasa tersebut
dikonsumsi. Maksudnya, pada saat barang atau jasa sampai di tempat
tujuan untuk konsumsi, maka barang atau jasa tersebut dikenakan PPN.
b. Prinsip Tempat Asal (Origin Principle)
Pada prinsip tempat asal ini diartikan PPN di pungut di tempat asal barang
atau jasa yang akan dikonsumsi. Jadi, PPN dipungut bukan pada tempat
barang atau jasa tersebut dikonsumsi, melainkan tempat barang atau jasa
tersebut berasal.
4. Subyek PPN
Subyek PPN menurut Mardiasmo (2009) berdasarkan Undang-Undang
PPN No.18 Tahun 2000, yaitu:
a. Pengusaha yang menurut Undang-Undang harus dikukuhkan menjadi
Pengusaha Kena Pajak, yang meliputi:
1. Pabrikan / Produsen
2. Importir dan Investor
3. Pengusaha yang mempunyai hubungan istimewa dengan pabrikan atau
importir
4. Agen utama dan penyalur utama dari pabrikan dan importir
5. Pemegang hak paten dan merk dagang
b. Pengusaha yang memilih untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak
1. Eksportir
2. Pedagang yang menjual BKP kepada PKP yang biasanya merupakan
jalur produksi.
5. Obyek PPN
Objek PPN dapat dikelompokkan ke dalam 2 (dua) macam, yaitu:
a. Barang Kena Pajak (BKP);
b. Jasa Kena Pajak (JKP).
Barang Kena Pajak adalah barang berwujud yang menurut sifat atau
hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak dan
barang tidak berwujud yang dikenakan PPN.
Sedangkan Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pelayanan yang
berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu
barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai,
termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau
permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan yang dikenakan
PPN.
PPN dikenakan atas:
a. Penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha
Kena Pajak. Syarat-syaratnya adalah:
1. Barang berwujud yang diserahkan merupakan BKP;
2. Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan BKP tidak
berwujud;
3. Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean;
4. Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya;
b. Impor BKP;
c. Penyerahan JKP yang dilakukan di dalam Daerah Pabean oleh Pengusaha
Kena Pajak. Syarat-syaratnya adalah:
1. Jasa yang diserahkan merupakan JKP;
2. Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean;
3. Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaanya.
d. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean;
e. Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
f. Ekspor BKP oleh Pengusaha Kena Pajak;
g. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha
atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan
sendiri atau digunakan pihak lain;
h. Penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak yang menurut tujuan
semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang PPN yang
dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan.
6. Mekanisme Pengenaan PPN
Pengenaan PPN atas nilai tambah Barang Kena Pajak atau Jasa Kena
Pajak yang diserahkan Pengusaha Kena Pajak. Nilai tambah ini adalah selisih
besarnya pajak yang terutang atas nilai tambah dapat dihitung dengan
menggunakan tiga (3) metode, yaitu Addition Method, Substraction Method,
dan Credit Method, yang akan dijelaskan sebagai berikut:
a. Addition Method
Pada metode ini besarnya PPN dihitung dari tarif dikalikan seluruh
penjumlahan nilai tambah, dengan syarat setiap Pengusaha Kena Pajak
harus mempunyai pembukuan yang tertib dan rinci atas biaya yang
dikeluarkan.
b. Substraction Method
Pada metode ini, PPN yang terutang dihitung dari tarif dikalikan selisih
antara harga penjualan dengan harga pembelian.
c. Credit Method
Metode ini hampir sama dengan substraction method. Pada credit method
ini harus dicari selisih antara pajak yang dibayar saat pembelian dengan
pajak yang dipungut saat penjualan. Pada metode kredit hasilnya lebih
akurat karena dimungkinkan pada komponen harga beli terdapat komponen
yang tidak terutang PPN. Dalam hal metode pengkreditan menggunakan
substraction method yang menghasilkan pajak atas nilai tambah secara tidak langsung, disebut indirect substraction method. Demikian pula penyebutan invoice method sebagai akibat dituntut alat bukti berupa faktur pajak (Tax Invoice).
7. Tarif PPN
Adapun Pajak Pertambahan Nilai menganut tarif tunggal yaitu 10%.
Dengan Peraturan Pemerintah, tarif PPN dapat diubah menjadi
serendah-rendahnya 5% dan setinggi-tingginya 15%. Sedangkan tarif PPN atas ekspor
Barang Kena Pajak adalah 0%. Pengenaan tarif 0%, ini bukan berarti
pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai akan tetapi pajak
masukan yang telah dibayar dari barang yang diekspor tetap dapat
dikreditkan.
Namun, saat ini yang berlaku adalah PPN dengan tarif 10% untuk
seluruh barang atau jasa yang dikenakan pajak. jadi, PPN ini mengandung
unsur objektif artinya dalam pengenaan pajaknya tidak memperhatikan
keadaan diri wajib pajak atau semua wajib pajak dikenakan pajak yang sama.
Untuk menentukan besarnya PPN terutang dihitung dengan mengalikan tarif
pajak (10%) dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP).