• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

B. Pajak Pertambahan Nilai

1. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai

Pengertian umum PPN adalah pajak atas konsumsi barang atau jasa dalam daerah pabean oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP). Pertambahan nilai itu sendiri timbul karena digunakannya faktor - faktor produksi pada setiap jalur perusahaan dalam menyiapkan, menghasilkan, menyalurkan dan memperdagangkan barang atau pemberian pelayanan jasa kepada para konsumen

Dasar hukum pengenaan PPN adalah Undang-undang No.8 Tahun 1983 yang telah diubah dengan Undang-undang No.11 Tahun 1994, kemudian diubah lagi dengan Undang - Undang No.18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah .

PPN merupakan golongan pajak tidak langsung. Pajak tidak langsung adalah pajak yang dikenakan terhadap orang atau badan yang harus menanggungnya, tetapi dapat memindahkan beban pajaknya dan diharapkan pihak lain untuk membayarnya. PPN termasuk dalam kelompok ini, karena PPN yang dikenakan terhadap penjual yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) dapat dialihkan beban pajaknya kepada pembeli BKP atau penerima JKP untuk membayarnya.

Berdasarkan sifatnya PPN termasuk bersifat pajak objektif. Pajak objektif adalah suatu jenis pajak yang timbulnya kewajiban pajaknya sangat ditentukan pertama-pertama oleh objek pajak. PPN dikenakan atas penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP tanpa memandang subjeknya berpenghasilan atau tidak.

Juliana E.L.N : Prosedur Penerapan Pemeriksaan Pajak Pertambahan Nilai Pada PT. Perdoni Cab. Medan, 2010.

Berdasarkan lembaga pemungutnya PPN termasuk pajak pusat. Pajak pusat adalah pajak yang dipungut berdasarkan undang-undang yang penerimaan pajaknya merupakan sumber penerimaan bagi anggaran pendapatan dan anggaran belanja negara (APBN).

Pencatatan transaksi yang berhubungan dengan PPN diatur khusus dalam UU PPN 1984 pasal 6. Dalam pasal itu disebutkan bahwa setiap pengusaha kena pajak diwajibkan mencatat semua harga perolehan dan penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak dalam pembukuan perusahaan. Terselenggaranya pencatatan tersebut merupakan pencerminan teraturnya pembukuan sehingga dasar pengenaan PPN dapat ditentukan dengan mudah.

Pada catatan dalam pembukuan itu harus dicantumkan secara terpisah dan jelas antara lain:

a. Jumlah harga perolehan atau nilai impor b. Jumlah harga jual atau nilai pengganti c. Nama barang dan satuannya

d. Jumlah harga jual dari bukan barang kena pajak (hasil agraria, perikanan, kehutanan dan sebagainya)

e. Jumlah nilai ekspor

Juliana E.L.N : Prosedur Penerapan Pemeriksaan Pajak Pertambahan Nilai Pada PT. Perdoni Cab. Medan, 2010.

2. Subjek Dan Objek Pajak Pertambahan Nilai

a. Subyek Pajak Pertambahan Nilai

Menurut Undang - Undang Pajak Pertambahan Nilai No. 18 Tahun 2000, yang merupakan subyek Pajak Pertambahan Nilai adalah :

1. Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

2. Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

3. Orang Pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean dan atau yang memanfaatkan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean .

b. Obyek Pajak Pertambahan Nilai

Menurut Undang- Undang Pajak Pertambahan Nilai No. 18 Tahun 2000 dalam pasal 4 yang merupakan objek PPN adalah sebagai berikut :

1. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha.

2. Impor Barang Kena Pajak

3. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha

4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean

5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean

6. Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak

Adapun penjelasan atas objek PPN tersebut diatas adalah sebagai berikut : 1. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha.

Syarat – syaratnya adalah :

a. Barang berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak

b. Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak tidak berwujud

Juliana E.L.N : Prosedur Penerapan Pemeriksaan Pajak Pertambahan Nilai Pada PT. Perdoni Cab. Medan, 2010.

c. Penyerahan dilakukan di dalam daerah Pabean atau dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan pengusaha yang bersangkutan.

2. Impor Barang Kena Pajak

Impor adalah setiap kegiatan memasukkan barang dari luar Daerah Pabean ke dalam Daerah Pabean. Pajak juga dipungut pada saat impor Barang Kena Pajak. Pemungutan dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai.

3. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha

Syarat – syaratnya adalah :

a. Jasa yang diserahkan merupakan Jasa Kena Pajak b. Penyerahan dilakukan di dalam daerah Pabean

c. Penyerahan dilakukan di dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan pengusaha yang bersangkutan.

4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar pabean di dalam daerah pabean.

Untuk dapat memberikan perlakuan pengenaan pajak yang sama dengan impor Barang Kena Pajak, maka atas Barang Kena Pajak tidak berwujud yang berasal dari luar Daerah Pabean yang dimanfaatkan di dalam Daerah Pabean juga dikenakan pajak.

Contoh: Pengusaha Adi yang berkedudukan di Jakarta memperoleh hak menggunakan merk yang dimiliki pengusaha Budi yang berkedudukan di Hongkong. Atas pemanfaatan merk tersebut pengusaha Adi di dalam Daerah Pabean terutang PPN.

Juliana E.L.N : Prosedur Penerapan Pemeriksaan Pajak Pertambahan Nilai Pada PT. Perdoni Cab. Medan, 2010.

5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar pabean di dalam daerah pabean

Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean adalah setiap kegiatan pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. Jasa yang berasal dari luar Daerah Pabean yang dimanfaatkan oleh siapapun dalam Daerah Pabean dikenakan PPN.

Contoh : Pengusaha Kena Pajak Adi di Surabaya memanfaatkan jasa auditor pengusaha Tommy yang berkedudukan di Singapura, dimana atas pemanfaatan jasa tersebut terutang PPN.

6. Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.

Ekspor adalah setiap kegiatan yang mengeluarkan barang dari dalam Daerah Pabean ke luar Daerah Pabean.

3. Tarif Dan Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai

Untuk menghitung besarnya pajak yang terutang diperlukan adanya Dasar Pengenaan Pajak. Pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan Dasar Pengenaan Pajak.

Dasar Pengenaan Pajak adalah nilai berupa uang yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak terutang.

Menurut Undang – Undang Pajak Tahun 2000 (2000 : 169), jenis – jenis Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai terdiri atas “ Harga jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor dan Nilai lain yang ditetapkan Menteri Keuangan”.

Adapun pengertian masing – masing Dasar Pengenaan PPN tersebut adalah :

Juliana E.L.N : Prosedur Penerapan Pemeriksaan Pajak Pertambahan Nilai Pada PT. Perdoni Cab. Medan, 2010.

Menurut Undang – Undang Pajak No.18 Tahun 2000, pengertian harga jual adalah : “nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang – Undang PPN dan PPnBM dan potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak”.

Apabila PKP selain menerbitkan faktur pajak juga menerbitkan faktur penjualan, maka potongan harga yang tercantum dalam faktur pajak tersebut juga potongan harga yang tercantum dalam faktur penjualan. Tidak termasuk dalam pengertian potongan harga adalah bonus, premi, komisi atau balas jasa lainnya yang diberikan dalam rangka penjualan BKP.

• Penggantian

Menurut Undang – Undang Pajak No.18 Tahun 2000, pengertian penggantian adalah : “nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau yang seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan JKP, tidak termasuk PPN yang dipungut dan potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak”.

• Nilai Ekspor

Menurut Undang – Undang Pajak Tahun 2000 (2000 : 170), Nilai ekspor merupakan “nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau yang seharusnya diminta oleh eksportir. Nilai ekspor dapat diketahui dari dokumen ekspor, misalnya harga yang tercantum dalam Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB)”.

Juliana E.L.N : Prosedur Penerapan Pemeriksaan Pajak Pertambahan Nilai Pada PT. Perdoni Cab. Medan, 2010.

• Nilai Impor

Menurut Undang – Undang Pajak No.18 Tahun 2000 (2000 : 170), pengertian nilai impor adalah : “nilai berupa uang, yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan perundangan-undangan pabean tidak termasuk pajak yang dipungut menurut undang -undang PPN dan PPnBM”.

a. Tarif Pajak Pertambahan Nilai

Pengenaan PPN ditentukan dengan tarif yang berlaku untuk umum. Tarif yang berlaku untuk PPN atas penyerahan BKP dan JKP adalah tarif tunggal yaitu 10% sehingga mudah dalam pelaksanaannya dan tidak memerlukan daftar penggolongan barang atau penggolongan jasa dengan tarif yang berbeda. Sedangkan untuk ekspor BKP adalah 0%. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan ekspor ke luar negeri khususnya ekspor non migas sehingga meningkatkan laju perekonomian dalam negeri. Tarif 0% berlaku untuk konsumsi BKP di luar Daerah Pabean. Pengenaan tarif 0% bukan berarti pembebasan dari pengenaan PPN, sehingga pajak masukan yang telah dibayar dari barang yang di ekspor tetap dapat dikreditkan.

b. Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai

Pajak Pertambahan Nilai yang terutang adalah dengan mengalikan jumlah harga jual, penggantian, nilai impor, nilai ekspor atau nilai lain yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan dengan tarif pajak.

Contoh :

Juliana E.L.N : Prosedur Penerapan Pemeriksaan Pajak Pertambahan Nilai Pada PT. Perdoni Cab. Medan, 2010.

PPN yang terutang : 10% x Rp.25.000.000,- = Rp.2.500.000,-

b. PKP Budi melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak dengan memperoleh penggantian Rp.20.000.000.

PPN yang terutang : 10% x Rp.20.000.000,- = Rp.2.000.000,-

c. Adi mengimpor Barang Kena Pajak dari luar daerah pabean dengan nilai impor Rp.15.000.000,-.

PPN yang dipungut melalui Direktur Jenderal Bea dan Cukai: 10% x Rp.15.000.000,- = Rp.1.500.000,-

4. Saat Pajak Pertambahan Nilai Terutang

Pemungutan PPN menganut prinsip akrual, artinya terutangnya pajak terjadi pada saat penyerahan BKP atau pada saat penyerahan JKP, meskipun pembayaran atas penyerahan tersebut belum diterima sepenuhnya, atau pada saat impor BKP, meskipun atas penyerahan tersebut belum atau belum sepenuhnya diterima pembayarannya.

5. Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai

PKP yang melakukan penyerahan BKP dan JKP wajib melaporkan perhitungan yang telah dilakukan dan PPN yang telah disetorkan. Pelaporan harus disertai bukti yaitu faktur pajak.

a. Faktur Pajak

Faktur pajak merupakan bukti yang harus dilampirkan PKP dalam melaporkan perhitungan PPN dalam SPT Masa. Menurut Undang - Undang Pajak

Juliana E.L.N : Prosedur Penerapan Pemeriksaan Pajak Pertambahan Nilai Pada PT. Perdoni Cab. Medan, 2010.

Tahun 2000 (2000 : 170) pengertian Faktur Pajak adalah : “bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP atau penyerahan JKP atau bukti pungutan pajak karena impor BKP yang digunakan Direktur Jenderal Bea dan Cukai”.

Apabila pembayaran yang diterima sebelum penyerahan BKP atau sebelum penyerahan JKP, faktur pajak dibuat pada saat pembayaran. Faktur pajak merupakan bukti pungutan pajak dan dapat digunakan sebagai sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan. Faktur pajak ini harus diisi secara lengkap, jelas dan benar serta ditandatangani oleh pejabat yang ditunjuk PKP.

Faktur pajak hanya dapat dibuat oleh PKP. Oleh karena itu, bagi orang pribadi dan badan yang tidak dikukuhkan sebagai PKP dilarang membuat faktur pajak. Larangan membuat faktur pajak oleh bukan PKP dimaksudkan untuk melindungi pembeli dari pungutan pajak yang tidak semestinya.

Dalam mekanisme pelaporan PPN ada 3 macam faktur pajak, yaitu : 1. Faktur Pajak Standar

Faktur pajak yang biasa dipakai adalah Faktur Pajak Standar. Faktur Pajak Standar harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan BKP atau penyerahan JKP menurut Undang – Undang No.18 tahun 2000 pasal 13 ayat 5. Faktur pajak standar paling sedikit harus memuat hal – hal sebagai berikut :

a. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan BKP dan JKP. b. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli BKP dan penerima JKP. c. Jenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan potongan

Juliana E.L.N : Prosedur Penerapan Pemeriksaan Pajak Pertambahan Nilai Pada PT. Perdoni Cab. Medan, 2010.

d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut.

e. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut f. Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak

g. Nama, jabatan dan tanda tangan yang berhak menandatangani faktur pajak. Faktur Pajak Standar dibuat paling lama :

a. Pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan BKP dan atau penyerahan keseluruhan JKP dalam hal pembayaran diterima setelah bulan penyerahan BKP dan atau penyerahan keseluruhan JKP, kecuali pembayaran terjadi sebelum akhir bulan berikutnya maka Faktur Pajak Standar harus dibuat paling lambat pada saat penerimaan pembayaran.

b. Pada saat penerimaan pembayaran dalam hal ini penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan BKP dan atau sebelum penyerahan JKP.

c. Pada saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap penyerahan.

d. Pada saat PKP rekanan menyampaikan tagihan kepada Pemungut PPN.

Selain Faktur Pajak Standar dengan bentuk yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak, ada dokumen – dokumen tertentu yang ditetapkan sebagai Faktur Pajak Standar Oleh Direktur Jenderal Pajak. Meskipun bentuknya tidak standar dokumen – dokumen tersebut yang disamakan dengan Faktur Pajak Standar.

Menurut Erly Suandy (2002 : 297-298), dokumen – dokumen tersebut meliputi :

a. Pemberitahuan Impor Barang (PIB) yang dilampiri dengan Surat Setoran Pajak atau bukti pungutan pajak oleh Dirjen Bea dan Cukai atas impor Barang Kena Pajak.

Juliana E.L.N : Prosedur Penerapan Pemeriksaan Pajak Pertambahan Nilai Pada PT. Perdoni Cab. Medan, 2010.

b. Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang telah difiat muat oleh pejabat yang berwenang dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dengan dilampiri invoice yang merupakan kesatuan yang tidak terpisah dengan PEB tersebut.

c. Surat Perintah Penyerahan Barang (SPPB) yang dibuat atau dikeluarkan oleh Bulog atau Dolog untuk penyaluran tepung terigu atau gula pasir. d. Faktur Nota Bon Penyerahan (PNBP) yang dibuat atau dikeluarkan oleh

Pertamina untuk penyerahan BBM dan atau bukan BBM.

e. Tanda pembayaran atau kwitansi atas penyerahan jasa telekomunikasi. f. Tiket dan surat muatan udara (Airway Bill) atau Delivery Bill yang

dikeluarkan atau dibuat untuk penyerahan jasa angkutan udara dalam negeri.

g. Surat Setoran Pajak untuk pembayaran PPN atau pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dan atau JKP dari luar Daerah Pabean.

h. Nota penjualan yang dikeluarkan atau dibuat untuk penyerahan jasa pelabuhan.

i. Tanda pembayaran dan kwitansi listrik. 2. Faktur Pajak Sederhana

Faktur Pajak Sederhana merupakan bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP untuk menampung kegiatan penyerahan BKP dan JKP yang dilakukan secara langsung kepada konsumen akhir. Faktur Pajak Sederhana paling sedikit harus memuat :

a. Nama, alamat dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan BKP dan JKP.

b. Jenis dan kuantum BKP dan atau JKP yang diserahkan.

c. Jumlah harga jual atau Penggantian yang sudah termasuk PPN atau besarnya PPN yang dicantumkan secara terpisah.

d. Tanggal pembuatan faktur pajak.

Tanda bukti penyerahan atau pembayaran atas penyerahan BKP dan atau JKP sepanjang memenuhi persyaratan diberlakukan sebagai Faktur Pajak

Juliana E.L.N : Prosedur Penerapan Pemeriksaan Pajak Pertambahan Nilai Pada PT. Perdoni Cab. Medan, 2010.

Sederhana, yaitu : bon kontan, faktur penjualan, segi cash register, karcis, kwitansi, atau tanda bukti penyerahan atau pembayaran lain yang sejenis

Faktur Pajak Sederhana harus dibuat pada saat penyerahan BKP dan atau JKP atau pada saat pembayaran apabila pembayaran diterima sebelum penyerahan BKP dan atau JKP. Faktur Pajak Sederhana dibuat paling sedikit rangkap 2. Faktur Pajak Sederhana tidak digunakan oleh pembeli BKP dan atau penerima JKP sebagai dasar untuk pengkreditan Pajak Masukan.

3. Faktur Pajak Gabungan

Faktur Pajak Gabungan menurut Wirawan B.Ilyas (2007:121) yaitu : “Faktur Pajak Standar yang meliputi seluruh penyerahan BKP atau JKP yang terjadi selama satu bulan takwim untuk pembeli BKP atau Penerima JKP yang sama”. Artinya, PKP diperkenankan untuk membuat satu faktur pajak yang meliputi semua penyerahan BKP / JKP yang terjadi selama satu bulan takwim kepada pembeli BKP atau penerima JKP yang sama.

b. Pengkreditan Pajak Masukan

Sistem PPN yang dianut Indonesia adalah sistem atau metode pengkreditan. Artinya, besarnya PPN yang harus dibayar atau yang lebih bayar dihitung dengan mekanisme pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran.

Pajak Keluaran adalah PPN yang terutang yang wajib dipungut oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP, penyerahan JKP atau ekspor BKP.

Juliana E.L.N : Prosedur Penerapan Pemeriksaan Pajak Pertambahan Nilai Pada PT. Perdoni Cab. Medan, 2010.

Pajak Masukan adalah PPN yang seharusnya sudah dibayar oleh PKP karena perolehan BKP dan atau JKP dan atau pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dan atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean dan atau impor BKP.

PPN yang seharusnya sudah dibayarkan tersebut merupakan Pajak Masukan bagi pembeli BKP, atau penerima JKP atau pengimpor BKP, atau pihak yang memanfaatkan JKP dari luar Daerah Pabean yang berstatus sebagai PKP.

Menurut Erly Suandy (2002 : 306-309) pengkreditan Pajak Masukan harus memperhatikan hal – hal sebagai berikut :

1. Pajak Masukan dalam suatu masa pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk masa pajak yang sama.

2. Dalam hal belum ada Pajak Keluaran dalam suatu masa pajak, maka Pajak Masukan tetap dapat dikreditkan.

3. Apabila dalam suatu masa pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan, maka selisihnya merupakan PPN yang harus dibayar oleh PKP.

4. Apabila dalam suatu masa pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, maka selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dapat dimintakan kembali atau dikompensasikan ke masa pajak berikutnya.

5. Apabila dalam suatu masa pajak, PKP selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sepanjang bagian penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui dengan pasti dari pembukuannya, maka jumlah Pajak Keluaran yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan terutang pajak.

6. Apabila dalam suatu masa pajak, PKP selain melakukan penyerahan terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sedangkan Pajak Masukan untuk penyerahan yang terutang pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, maka jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk penyerahan yang terutang pajak dihitung dengan menggunakan pedoman yang diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.

Juliana E.L.N : Prosedur Penerapan Pemeriksaan Pajak Pertambahan Nilai Pada PT. Perdoni Cab. Medan, 2010.

7. Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh Pengusaha yang dikenakan Pajak Penghasilan dengan menggunakan Norma Perhitungan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud dalam Undang – Undang Nomor 17 tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan dapat dihitung dengan menggunakan pedoman pengkreditan Pajak Masukan yang ditatapkan Menteri Keuangan.

8. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada masa pajak yang sama, dapat dikreditkan pada masa pajak berikutnya, selambat – lambatnya 3 bulan setelah berakhirnya masa pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan.

Menurut Undang – Undang Tahun 2000 (2000 : 175) Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan yaitu :

1. Perolehan BKP dan JKP sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP. 2. Perolehan BKP atau JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung

dengan kegiatan usaha.

3. Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep, station wagon, van, dan kombi kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan.

4. Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP.

5. Perolehan BKP atau JKP yang bukti pungutannya berupa Faktur Pajak Sederhana.

6. Perolehan BKP atau JKP yang faktur pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Undang – Undang No.17 tahun 2000 pasal 13 ayat 5.

7. Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean yang faktur pajaknya tidak memenuhi ketentuan yang ditetapkan, maka PPN yang tercantum di dalamnya tidak dapat dikreditkan.

8. Perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukannya ditagih dengan

penerbitan ketetapan pajak.

9. Perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam SPT Masa PPN, yang diketemukan pada waktu pemeriksaan.

Adapun penjelasan mengenai Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan adalah sebagai berikut :

Juliana E.L.N : Prosedur Penerapan Pemeriksaan Pajak Pertambahan Nilai Pada PT. Perdoni Cab. Medan, 2010.

Contoh :

Pengusaha Adi melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP pada tanggal 3 Januari 2008. Pengukuhan sebagai PKP diberikan pada tanggal 5 Januari 2008 dan berlaku sejak tanggal 3 Januari 2008. Pajak Masukan yang diperoleh sebelum tanggal 3 Januari 2008 tidak dapat dikreditkan.

2. Perolehan BKP atau JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha.

Yang dimaksud dengan pengeluaran yang langsung berhubungan dengan kegiatan usaha adalah pengeluaran untuk kegiatan – kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen. Ketentuan ini berlaku untuk semua bidang usaha.

3. Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep, station wagon,van, dan kombi kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan. Semua jenis kendaraan yang disebutkan diatas jika dipakai untuk kepentingan sendiri tidak akan dikenakan PPN, kecuali jika terjadi jual beli atau penyewaan terhadap kendaraan tersebut.

4. Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP.

Dokumen terkait