• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

C. Pajak Restoran

1. Pengertian Pajak Restoran

Pajak restoran adalah pajak atas pelayanan restoran (Perda DKI Jakarta No. 8 Tahun 2003 Ps. 2). Pemungutan pajak restoran di Indonesia saat ini didasarkan pada undang-undang nomor 34 tahun 2000 yang merupakan perubahan atas undang-undang nomor 18 tahun 1997 tentang pajak daerah dan reribusi daerah dan peraturan pemerintah nomor 65 tahun 2001 tentang pajak daerah. Semula menurut undang-undang nomor 18 tahun 1997 pajak atas hotel disamakan dengan restoran dengan nama pajak hotel dan restoran. Akan tetapi, berdasarkan undang-undang nomor 34 tahun 2000 jenis pajak tersebut dipisahkan menjadi dua jenis pajak yang berdiri sendiri, yaitu pajak hotel dan pajak restoran.

Pengenaan pajak restoran tidak mutlak ada pada seluruh daerah kabupaten atau kota yang ada di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah kabupaten atau kota untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak kabupaten/kota.

Oleh karena itu, untuk dapat dipungut pada suatu daerah kabupaten atau kota, pemerintah daerah harus terlebih dahulu menerbitkan peraturan daerah tentang pajak restoran yang akan menjadi landasan hukum operasional dalam teknis pelaksanaan pengenaan dan pemungutan pajak restoran di daerah kabupaten atau kota yang bersangkutan.

2. Dasar Hukum Pemungutan Pajak Restoran

Pemungutan pajak restoran di Indonesia saat ini didasarkan pada dasar hukum yang jelas dan kuat sehingga harus dipatuhi oleh masyarakat dan pihak yang terkait. Dasar hukum pemungutan pajak restoran pada suatu kabupaten atau kota adalah sebagaimana di bawah ini (Marihot P. Siahaan, 2005:272):

a. Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas undang-undang Nomor 18 tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah.

b. Peraturan pemerintah nomor 65 tahun 2001 tentang pajak daerah. c. Peraturan daerah kabupaten/kota yang mengatur tentang pajak

restoran.

Keputusan bupati/walikota yang mengatur tentang pajak restoran sebagai aturan pelaksanaan peraturan daerah tentang pajak restoran pada kabupaten/kota dimaksud.

3. Objek Pajak dan Bukan Objek Pajak Restoran 1. Objek pajak restoran

Objek pajak restoran adalah pelayanan yang disediakan restoran dengan pembayaran. Termasuk dalam objek pajak restoran adalah rumah makan, cafe, bar dan sejenisnya. Pelayanan di restoran/rumah makan meliputi penjualan makanan dan atau minuman di restoran/rumah makan, termasuk penyediaan penjualan makanan/minuman yang diantar/dibawa pulang (Perda DKI Jakarta No. 8 Tahun 2003 Ps. 3 ayat 1).

2. Bukan objek pajak restoran

Pada pajak restoran tidak semua pelayanan yang diberikan oeh restoran/rumah makan dikenakan pajak. Ada beberapa pengecualian yang tidak termasuk objek pajak, yaitu (Perda No. 8 Tahun 2003 Ps. 3 ayat 2):

1) Pelayanan usaha jasa boga atau katering; dan

2) Pelayanan yang disediakan oleh restoran atau rumah makan yang peredarannya tidak melebih batas tertentu yang ditetapkan dengan peraturan daerah, misalnya saja tidak melebihi Rp. 30.000.000,00 per tahun.

4. Subjek Pajak dan Wajib Pajak Restoran

Subjek pada pajak restoran adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran kepada restoran (Perda DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2003 Ps. 5 ayat 1). Secara sederhana yang menjadi subjek pajak

adalah konsumen yang menikmati dan membayar pelayanan yang diberikan oleh pengusaha restoran. Sementara itu, yang menjadi wajib pajak adalah pengusaha restoran (Perda DKI Jakarta No. 8 Tahun 2003 Ps. 5 ayat 2), yaitu orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaanya melakukan usaha di bidang rumah makan. Dengan demikian, subjek pajak dan wajib pajak pada pajak restoran tidak sama. Konsumen yang menikmati pelayanan restoran merupakan subjek pajak yang membayar (menanggung) pajak sedangkan pengusaha restoran bertindak sebagai wajib pajak yang diberi kewenangan untuk memungut pajak dari konsumen (subjek pajak).

Dalam menjalankan kewajiban perpajakannya, wajib pajak dapat diwakili oleh pihak tertentu yang diperkenankan oleh undang-undang dan peraturan daerah tentang pajak restoran. Wakil wajib pajak bertanggung jawab secara pribadi atas pembayaran pajak terutang. Selain itu, wajib pajak dapat menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya.

5. Dasar Pengenaan, Tarif dan Cara Perhitungan Pajak Restoran a. Dasar Pengenaan

Dasar pengenaan pajak restoran adalah jumlah pembayaran yang dilakukan kepada restoran (Perda DKI Jakarta No. 8 Tahun 2003 Ps. 6). Jika pembayaran dipengaruhi oleh hubungan istimewa, harga jual atau pengantian dihitung atas dasar harga pasar yang wajar pada saat pembelian makanan dan atau minuman. Contoh hubungan istimewa

adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan jasa restoran dengan pengusaha restoran, baik langsung atau tidak langsung, berada dibawah pemilikan atau penguasaan orang pribadi atau badan yang sama.

Pembayaran adalah jumlah uang yang harus dibayar oleh subjek pajak kepada wajib pajak untuk harga jual baik jumlah uang yang dibayarkan maupun penggantian yang seharusnya diminta wajib pajak sebagai penukaran atas pembelian makanan dan atau minuman, termasuk pula semua tambahan dengan nama apa pun juga dilakukan berkaitan dengan usaha restoran. Contoh pembayaran, misalnya seseorang menikmati hidangan yang disediakan oleh restoran “XYZ” dan melakukan pembayaran atas (Marihot P. Siahaan, 2005:276):

Makanan Rp. 100.000,00 Minuman Rp. 30.000,00 + Jumlah Rp. 130.000,00 Service charge 10% Rp. 13.000,00 + Jumlah pembayaran Rp. 143.000,00 b. Tarif

Tarif pajak restoran ditetapkan paling tinggi sebesar 10% dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan (Perda DKI Jakarta No. 8 Th. 2003 Ps. 7). Hal ini dimaksudkan untuk memberi keleluasaan kepada pemeritah kabupaten/kota untuk menetapkan tarif pajak yang dipandang sesuai dengan kondisi masing-masing daerah kabupaten/kota. Maka, setiap daerah kabupaten/kota diberi kewenangan untuk menetapkan besarnya tarif pajak yang

mungkin berbeda dengan kabupaten/kota lainnya, asalkan tidak lebih dari 10%

c. Perhitungan Pajak Restoran

Besarnya pokok pajak restoran yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak (Perda No. 8 Tahun 2003 Ps. 8). Secara umum perhitungan pajak restoran adalah sesuai dengan rumus berikut:

Pajak terutang = tarif pajak x dasar pengenaan pajak

= tarif pajak x jumlah pembayaran yang dilakukan kepada restoran

Berdasarkan pembayaran yang dilakukan oleh subjek pajak kepada restoran “XYZ” pada poin a di atas dan apabila besarnya tarif pajak yang ditetapkan pada kota di mana restoran “XYZ” berlokasi adalah 10%, maka dapat dihitung besarnya pajak hotel yang terutang, yaitu sebesar: 10% x Rp. 143.000,00 = Rp. 14.300,00. (Marihot P. Siahaan, 2005:276).

Dokumen terkait