• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pajak Air Tanah

Dalam dokumen Formulasi Kebijakan Kenaikan Harga Air B (Halaman 47-51)

1.2. Pokok Permasalahan

2.2.3. Pajak Air Tanah

Pajak air tanah adalah pungutan yang dibebankan kepada Wajib Pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. Beberapa negara di dunia mengenal pungutan atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah sebagai groundwater charges. Schiffler (1998) mengemukakan bahwa “groundwater charges are levied on the direct abstraction of groundwater” (p. 126). Di beberapa negara maju, misalnya Perancis dan Inggris, pungutan terhadap penggunaan dan/atau pemanfaatan air tanah sudah mulai dperkenalkan sejak akhir tahun 1960-an. Kemudian, Polandia menyusul pada akhir tahun 1970-an dan Belanda juga menerapkan pungutan atas pemanfaatan air tanah pada tahun 1983 (Schiffler, 1998).

Pajak air tanah maupun groundwater charges, keduanya merupakan bentuk dari environmental charges atau dikenal pula dengan istilah Pigouvian Tax. Pada dasarnya, environmental charges dirancang untuk menginternalisasi eksternalitas dengan cara membuat pihak-pihak yang dianggap menurunkan kesejahteraan anggota masyarakat lain untuk membayar eksternalitas negatif yang dihasilkan akibat perbuatan yang dilakukannya, sekaligus mendorong mereka unuk mengurangi perbuatan mereka yang menimbulkan eksternalitas negatif bagi masyarakat luas, sampai pada titik dimana marginal social cost bernilai sama dengan marginal private benefits (Schiffler, 1998, p. 127). Secara teoritis,

menurut Pearce dan Turner (1990), “the level of pigouvian tax should correspond to the marginal externality caused by an activity at the optimal level of externality in order to achieve a Pareto-optimal allocation of resources” (Scliffer, 1998, p. 128). Terdapat banyak metode yang diperkenalkan untuk menentukan nilai kerusakan marjinal, namun pada praktiknya nilai yang diperoleh sebagai hasil dari penggunaan metode-metode ini besar kemungkinan menjadi sebuah dasar yang buruk untuk menentukan besarnya environmental charges.

Dalam konteks pengendalian atas pemanfaatan air tanah, ide dasar dari Pigouvian tax adalah mempengaruhi abstraksi air tanah “in such a way that the optimal depletion path is achived” (Schiffler, 1998, 128). Dengan begitu, eksternalitas yang bersifat antargenerasi pun dapat diminimalisasi. Akan tetapi, dengan sulitnya menentukan level optimal dari eksternalitas, sangat sulit pula

untuk menemukan kesesuaian antara Pigouvian tax dengan kerusakan marjinal. Dalam menentukan environmental charges, Baumol dan Oates (1971) mengusulkan suatu alternative pendekatan yang dapat digunakan, dikenal dengan

nama “pricing and standard approach” atau “standar-price-approach”. Karena tidak adanya perkiraan yang pasti mengenai berapa tepatnya kerusakan marjinal yang terjadi, penentuan charges harus diatur pada level dimana tujuan spesifik bagi lingkungan tersebut dianggap terpenuhi. Tujuan ini diatur dalam proses politik, dimana dalam proses ini akan melibatkan evaluasi subjektif dari para pembuat kebijakan mengenai seperti apa lingkungan yang dapat diterima itu.

Pajak Air Tanah adalah suatu instrumen ekonomi dalam pengendalian penggunaan air tanah. Dibandingkan dengan fungsi budgetair yang bermanfaat untuk mengisi kas Negara, Pajak Air Tanah sebagai salah satu bentuk environment taxes and charges lebih ditujukan pada fungsi regulerend khususnya dalam pengendalian pemanfaatan air tanah. Hal ini sesuai dengan pendapat

Quevauviller (2008), bahwa “environmental taxes and charges can be imposed on users who abstract groundwater as an incentive for reducing water use and thus pressures on the aquatic ecosystem. The higher the taxes, the lower abstraction is expected to be” (p.74).

Menurut Foster, Lawrence, dan Morris (1998), penentuan besarnya pungutan atas pemanfaaatan atau abstraksi air tanah dapat dilakukan berdasarkan dua hal, yakni berdasarkan kuantitas abstraksi yang telah terlisensi atau berdasarkan abstraksi aktual yang dicatat secara annual. Namun, seringkali pungutan atas abstraksi air tanah ini hanya sebatas menjadi sebuah angka nominal yang tidak dapat menutup administrative costs of regulatory body. Karena itu, menurut Foster, Lawrence, dan Morris (1998), terdapat urgensi yang mendesak untuk melakukan reformasi terhadap besaran pengenaan pungutan atas pemanfaatan air tanah dengan berdasarkan pada satu atau lebih kriteria-kriteria tertentu, tergantung pada kondisi sumber air tanah. Kriteria-kriteria tersebut adalah sebagai berikut.

1. Recovery biaya penuh dari badan regulator untuk mengadministrasikan evaluasi dan monitoring terhadap eksploitasi sumber air tanah.

apabila sumber air tanah lokal hilang akibat degradasi lingkungan yang tidak bisa diubah.

3. Nilai ekonomi secara penuh, termasuk “harga” dari biaya atas eksternalitas yang timbul akibat abstraksi air tanah.

Penentuan desain pajak atas penggunaan air tanah perlu pertimbangan yang serius dan tidak coba-coba. Dari sudut pandang teoritis, besarnya pajak harus dapat menutup seluruh biaya yang timbul akibat penggunaan air tanah, termasuk biaya eksternal yang ditimbulkan kepada pihak ketiga (pihak atau anggota masyarakat yang tidak melakukan pemanfaatan air tanah) dan kepada lingkungan. Menurut Foster, Lawrence, dan Morris (1998), pendekatan yang paling rasional dalam penentuan besar pungutan yang dibebankan atas pemanfaatan air tanah adalah dengan memberlakukan faktor pembobotan

(“weighting factor”) pada pungutan per-unit volume yang besarnya tergantung pada faktor-faktor berikut ini.

1. Proporsi penggunaan air yang termasuk dalam golongan benar-benar konsumtif

2. Kualitas dan lokasi dari sumber air tanah

3. Sensivitas keseluruhan dari lingkungan terkait dengan abstraksi air tanah, terutama dalam hal waktu dan tempat. Harus diberlakukan faktir pembobot yang lebih tinggi apabila abstraksi dilakukan di musim kemarau atau abstraksi tersebut dilakukan di area pesisir, atau dekat dengan lingkungan alam yang memiliki sensitivitas tinggi terhadap ketersediaan air tanah. 4. Kualitas pasokan air yang diperoleh. Faktor pembobot yang lebih rendah

hendaknya diberlakukan pada abstraksi air tanah dengan kualitas rendah. Sebaliknya, faktor pembobot yang lebih tinggi diberlakukan untuk memberi proteksi tambahan terhadap pemanfaatan sumber air tanah dengan kualitas yang tinggi.

Gambar 2.3. Dampak Pengenaan Pajak terhadap Permintaan Air Tanah Sumber: Schiffler, Manuel. (1998). The Economics of Groundwater Management in Arid Countries: Theory, International Experience, and A Case Study of Jordan. New York: Routledge, p. 129.

Pada gambar 2.3. di atas, dapat terlihat dampak pengenaan pajak terhadap permintaan air tanah, dalam konteks ini Schiffler (1998) lebih memfokuskan pada kasus penggunaan air tanah oleh petani dan sektor industri. Tingkat pemakaian air ditentukan oleh marginal value of water dan marginal extraction cost. Penggunaan air adalah variabel bebas, sedangkan nilai air dan biaya ekstraksi (extraction cost) adalah variabel terikat. Para petani ataupun pelaku sektor industri cenderung meningkatkan pemakaian air sampai nilai marjinal air (marginal value of water) sama dengan biaya marjinal ekstraksi (marginal extraction cost). Marginal extraction cost atau biaya marjinal ekstraksi air tanah meningkat seiring dengan peningkatan penggunaan air karena memompa air dengan kedalaman yang semakin dalam akan memerlukan lebih banyak energi dan kekuatan memompa yang lebih besar. Apabila groundwater abstraction charge (GAC) diperkenalkan, biaya ekstraksi akan meningkat, dan akan mengakibatkan kurva MEC naik (upward shifting). Para pengguna air tanah mengurangi konsumsi air sehingga

Water Productivity Marginal Extraction Costs

MEC = Marginal Extraction Costs GAC = Groundwater Abstraction Charge MVW = Marginal Value of Water

nilai marginal air akan sama dengan MEC+GAC. Pada ekuilibrium yang baru, biaya ekstraksi akan menurun, dan nilai marginal air akan meningkat jika dibandingkan dengan ekuilibrium sebelum GAC diaplikasikan. Pada akhirnya, pemungutan pajak atas pemanfaatan air tanah ditujukan untuk mengurangi konsumsi air tanah yang berlebihan dan berpotensi merusak lingkungan.

Dalam dokumen Formulasi Kebijakan Kenaikan Harga Air B (Halaman 47-51)

Dokumen terkait