• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PANCASILA DAN ISLAM DI INDONESIA: EKSISTENSI DAN

B. Pancasila sebagai Dasar dan Ideologi Negara

Pengertian dasar secara Etimologi (bahasa) menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah, landasan, alas, pondasi dan pokok. Beberapa ahli memberikan pengertian dasar negara sebagai berikut76:

a. Karl Marx berpendapat dasar negara merupakan suatu peringkat yang mempunyai kekuasaan dalam menjalankan eksploitasi atau penindasan kepada kelas lain.

74A. Ubaedillah, Op.Cit, hal. 41.

75Ibid, hal.42.

76https://belajar.giat/makna-dasar-negara/mendefenisikan-bahwa-dasar-negara-dan- pemerintahan-menjalankannya-dengan-paksaan, di akses pada tanggal 17/09/2020

b. J.J Rousseau mengungkapkan dasar negara merupakan suatu alat yang mempunyai fungsi dalam menjaga kemerdekaan setiap individu dan ketertiban hidup rakyat negaranya.

c. Logemann, dasar negara adalah suatu organisasi kekuasaan yang menyatukan kelompok manusia yang kemudian di sebut bangsa.

d. Tracy menjelaskan lebih lanjut, bahwa dasar negara adalah sistem untuk melakukan perubahan dalam kehidupan masyarakat negara yang lebih baik.

Jadi dasar negara adalah bagian terpenting dalam sebuah negara untuk mengatur dan memelihara kehidupan bernegara. Dalam konteks Indonesia pancasila dijadikan sebagai dasar negara. Pancasila sebagai dasar negara telah dicantumkan dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945 yang bunyinya sebagai berikut: “Maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Indonesia yang berkedaulatan rakyat dan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan,sertadengan mewujudkan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.77

Sebagaimana tersebut di atas terdapat dua makna, yakni pertama hal tersebut secara yuridis memilki makna sebagai dasar negara, kedua walaupun sampai pada kalimat terakhir alinea IV tersebut tidak

77Husein Muslimin, Tantangan terhadap Pancasila sebagai Ideologi dan Dasar Negara Pasca Reformasi,Jurnal Cakrawala Hukum, Vol. 7, No.1 Juni 2016, hal. 30-38.

44

diketemukan kata “Pancasila” secara eksplisit, kata tersebut bermakna dasar negara adalah pancasila.78

Hal ini didasarkan pada interprestasi secara historis, sebagaimana yang dilakukan BPUPKI dalam sidangnya yang pertama ketua BPUPKI Radjiman Wedyodiningrat mengajak anggota untuk menentukan dasar negara, dengan lahirnya beberapa gagasan dari tokoh yang kemudian terjadi pembahasan dan perdebatan yang sengit, namun pada akhirnya disepakati dasar negara Indoonesia adalah pancasila yang isinya seperti yang dicantumkan dalam alinea IV Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia 1945.79

Pancasila sebagai dasar negara pada hakekatnya adalah sumber dari segala sumber hukum atau sumber tertib hukum. Hal ini mengandung konsekuensi yuridis, yaitu bahwa seluruh peraturan perundang-undangan Republik Indonesia harus sejiwa dan sejalan dengan pancasila. Dengan kata lain, isi dan tujuan perundang-undangan RI tidak boleh menyimpang dari jiwa pancasila. Pancasila yang juga secara sadar dan sengaja itu ditempatkan dalam pembukaan UUD 1945 sebagai landasan kefilsafatan yang mendasari dan menjiwai dalam penyususanan ketentuan dalam Undang-Undang Dasar tersebut.80

Sumber hukum pada hakikatnya adalah tempat kita dapat menemukan dan menggali hukumnya. Sumber hukum menurut

78Ibid, hal. 34.

79Ibid,hal. 34.

80Budiyono, Hubungan Negara dan Agama dalam Negara Pancasila, Fiat Justisia Jurnal ilmu Hukum, Vol. 8 No. 3, 2014, hal. 413.

Zevenbergen dapat dibagi menjadi sumber hukum materil dan sumber hukum formil. Sumber hukum materil merupakan tempat dari mana materi hukum itu diambil. Sumber hukum materil ini merupakan faktor yang membantu pembentukan hukum. Sumber hukum formil merupakan tempat atau sumber dari mana suatu peraturan memperoleh kekuatan hukum. Ini berkaitan dengan bentuk atau cara yang menyebabkan peraturan formal itu berlaku.81

Apabila dikaitkan dengan dua jenis sumber hukum tersebut, maka pancasila termasuk sumber hukum yang bersifat materil sedangkan yang bersifat formil seperti peraturan perundang-undangan, yurispudensi, dan kebiasaan. Pancasila sebagai sumber hukum materil ditentukan oleh muatan atau bobot materi yang terkandung dalam pancasila. Setidaknya terdapat tiga kualitas materi pancasila yaitu: Pertama, muatan pancasila merupakan muatan filosofis bangsa Indonesia. Kedua, muatan pancasila identitas hukum nasional. Ketiga, pancasila tidak menentukan perintah, larangan dan sanksi melainkan hanya menentukan asas-asas fundamental bagi pembentukan hukum (meta-juris). Ketiga kualitas inilah yang menentukan pancasila sebagai sumber hukum materi.82

Keberadaan pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum kemudian kembali dipertegas dalam ketetapan MPR No III/MPR/2000 tentang sumber hukum dan tata urutan perundang-undangan pasal 1 TAP

81Fais yonas, Pancasila Sebagai sumber Hukum dalam Sistem Hukum Nasional, jurnal konstitusi, Vol 15, no. 1, Maret 2018, hal. 32.

82Ibid,hal. 32.

46

MPR itu memuat tiga ayat:83

1. Sumber hukum adalah sumber yang dijadikan bahan untuk penyusunan peraturan perundang-undangan.

2. Sumber hukum terdiri dari sumber hukum tertulis dan hukum tidak tertulis.

3. Sumber hukum dasar nasional adalah Pancasila sebagaimana tertulis dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dan batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945.

Penerimaan pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia menurut Mahfud M.D. membawa konsekuensi diterima dan berlakunya kaidah-kaidah penuntun bagi pembuatan kebijakan negara terutama politik hukum nasional.84

2. Pancasila sebagai Ideologi Negara.

a. Pengertian Ideologi.

Secara etimologi, istilah ideologi berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata “eidos”dan “logos”. Eidos berarti idea, gagasan, cita-cita ataupun konsep. Sedangkan logos berarti ilmu, ajaran, atau paham. Jadi, ideologi adalah ilmu atau ajaran tentang ide-ide, gagasan-gagasan, atau

83Ibid, hal. 35.

84Moh Mahfud MD, Membangun Politik Hukum, menegakan Konstitusi, (Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia), hal. 5.

cita-cita tertentu atau bisa disebut menurut makna dikandungnya adalah ajaran yang mengandung ide atau cita-cita yang bersifat tetap dan sekaligus merupakan dasar ataupun paham.85

Karl Marx menyatakan ideologi merupakan implikasi dari pandangannya tentang masyarakat. Mark membagi kehidupan masyarakat kedalam dua bidang, yaitu bidang basis dan bangunan atas.

Kedua unsur tersebut membentuk struktur organisasi sosial produksi yang nantinya menciptakan hubungan-hubungan produksi yang selalu berupa hubungan-hubungan kelas. Dan pada akhirnya hubungan antar kelas tersebut melahirkan pertentangan kelas, yaitu antara kelas atas (pemilik modal) dan kelas bawah (pekerja).86

Dalam pandangan lain, Lennin (Pemimpin Revolusi Sosialis Rusia) menyatakan ideologi merupakan ide-ide yang berasal dari kelas sosial tertentu yang berfungsi untuk mendukung kepentingan- kepentingan kelas tersebut.

Heywood mendefenisikan ideologi sebagai seperangkat ide yang menjadi basis tindakan politik yang terorganisir. Dari rumusan definisi serta ciri-ciri ideologi, Heywood kemudian mengklasifikasikan gejala ideologi ke dalam dua bentuk. Pada bentuk pertama, ideologi dapat dilihat sebagai bentuk pemikiran deskriptif dan normatif, yang keduanya menghasilkan sintesis antara pemahaman dan komitmen.

85H. M. Alwi Kaderi, Pendidikan Pancasila untuk Perguruan Tinggi, (Banjarmasin:

Antasari Press, 2015),hal. 115.

86Bismark Fernando P, Pancasila sebagai Ideologi Nasional, dalam “Pendidikan Pancasila”, BAB V, September 2013, hal. 60.

48

Sintesis antara pemahaman dan komitmen pada dasarnya meleburkan gejala ideologi sebagai fakta dan nilai atau antara ciri ideologi sebagai pandangan hidup dan ideologi sebagai cita-cita tentang tatanan masyarakat yang baik.87

Pada bentuk kedua, ideologi dapat dilihat sebagi teori politik dan tindakan politik. Keduanya akan menghasilkan sintesis antara pemikiran dan tindakan seperti tercermin pada ciri, ideologi sebagai cita-cita tentang tatanan masyarakat yang baik dan ideologi sebagai pedoman perubahan politik yang diinginkan.

Newman, memberikan pendapat bahwa ideologi adalah seperangkat asumsi dasar, baik normatif maupun empiris, mengenai sifat dan tujuan manusia atau masyarakat, agar dipakai untuk mendorong serta mengembangkan tertib politik.88

Dari berbagai pengertian Ideologi di atas, jadi ideologi merupakan seperangkat ide dasar masyarakat, bangsa, yang dijadikan pegangan dalam mencapai tujuan bersama.

b. Dimensi-dimensi ideologi.

Dimensi ideologi adalah sebuah ideologi yang telah menjadi keyakinan dalam kehidupan masyarakat yang dapat menjadi luntur atau pudar seiring berkembangnya zaman. Selanjutnya adapun yang menjadi dimensi-dimensi ideologi adalah sebagai berikut;

1) Dimensi Realitas, pada dimensi ini, ideologi merupakan

87Ibid,hal. 63.

88H. M. Alwi Kaderi,Op. Cit, hal.116.

pencerminan realitas yang hidup dalam masyarakat. Nilai-nilai dasar yang terkandung di dalamnya bersumber dari nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat penganutnya, sehingga mereka tidak asing dan merasa dipaksakan untuk melaksanakannya, karena nilai-nilai dasar itu telah menjadi milik bersama.

2) Dimensi Idealitas, di sini Ideologi mengandung cita-cita dalam berbagai bidang kehidupan yang ingin dicapai oleh masyarakat penganutnya. Cita-cita yang dimaksud hendaknya berisi harapan – harapan yang mungkin direalisasikan.

3) Dimensi Normalitas, artinya ideologi mengandung nilai-nilai yang bersifat mengikat masyarakatnya, berupa norma-norma atau aturan- aturan yang harus dipatuhi yang sifatnya positif.

4) Dimensi Fleksibilitas, di sini ideologi seyogyanya dapat mengikuti spirit perkembangan zaman, sesuai tuntunan perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi.89

Uraian di atas mengandung nilai-nilai dasar, norma-norma dan cita-cita yang ingin diwujudkan oleh masyarakat penganutnya. Karena itu, ideologi memilki peranan sebagai berikut:90

a. Sebagai Dasar, artinya merupakan pangkal tolak, atas fondasi di atas mana semua kegiatan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara dibangun. Dan dasar tersebut umumnya berasal dari nilai-nilai yang berkembang dan hidup dalam masyarakat itu

89Bismark Fernando P, Op.cit, hal. 64.

90Ibid,hal. 64.

50

sendiri (dimensi realitas).

b. Pancasila sejakawal pembahasannya ( sidang BPUPKI tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945 dan sidang gabungan tanggal 22 Juni 1945) memang direncanakan untuk dijadikan dasar negara. Tanggal 18 Agustus 1945 sidang PPKI menetapkan secara resmi pancasila sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia.

c. Sebagai Pengarah, artinya sebagai pengatur dan pengendalian kehidupan masyarakat, bangsa dan negara berupa norma-norma atau aturan-aturan yang harus dipatuhi agar arah untuk mencapai cita-cita atau tujuan tidakmenyimpang (dimensi normalitas).

Disini pancasila menjelmakan diri sebagai pengarah,pengendali didalam setiap gerak tata kehidupan berbangsa dan bernegara.

Peran sebagai pengarah ditunjukkannya pada kedudukan pancasila sebagai “sumber dari segala sumber hukum” segala peraturan hukum dan perundang-undangan yang ada di Negara Kesatuan Republik Indonesia.91

d. Sebagai Tujuan, artinya semua aktivitas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara pada akhirnya mengarah pada suatu tujuan atau cita-cita yang terkandung dalam ideologi yang dipakai. Pancasila sebagai ideologi

91Ibid,hal. 65.

nasional akan memberikan motivasi dan semangat untuk melaksanakan pembangunan bangsa secara adil dan seimbang untuk mencapai tujuan yang tercantum dalam pembukaanUUD 1945 ( dimensi idealitas).

Ideologi pada dasarnya bersifat terbuka dapat menerima dan bahkan mengembangkan pemikiran-pemikiran baru sejauh tidak bertentangan dengan nilai- nilai dasarnya. Ideologi seperti ini disebut ideologi yang demokratis.

Pancasila sebagai ideologi jelas mempunyai nilai demokratis. Hal ini telah ditunjukkan oleh asas sila keempat yaitu: “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksaanaan dalam permusyawaratan / perwakilan”.92

Pancasila sebagai ideologi terbuka, mengandung arti bahwa nilai dasar yang terkandung dalam pancasila bersifat tetap atau abadi, namun dalam penjabarannya dapat dikembangkan secara kreatif dan dinamis sesuai dengan kebutuhan dinamika perkembangan masyarakat Indonesia sendiri. Sebagai ideologi terbuka, dalam batas-batas tertentu pancasila dapat menerima dan menampung pengaruh-pengaruh dari nilai-nilai yang berasal dari luar sepanjang tidak bertentangan dengan nilai-nilai dasar yang ada.93

Pancasila merupakan hasil perenungan atau pemikiran seseorang atau kelompok orang, yang juga diangkat dari nilai adat istiadat, nilai kebudayaan, nilai tradisi, nilai kepustakaan, nilai religious yang terdapat pada pandangan hidup bangsa Indonesia sendiri sebelum membentuk negara. Pancasila bukan berasal dari ide-ide bangsa lain, melainkan nilai-nilai dari kehidupan

92Ibid, hal. 65.

93Ibid, hal. 65.

52

lingkungan sendiri dan yang diyakini kebenarannya kemudian digunakan untuk mengatur masyarakat, inilah yang dinamakan ideologi. Menurut Bakry, pancasila sebagai ideologi bersifat dinamik. Dalam arti, ia menjadi kesatuan prinsip pengarahan yang berkembang dialektik serta terbuka penafsiran baru untuk melihat prespektif masa depan dan aktual antisipatif dalam menghadapi perkembangan dengan memberikan arah dan tujuan yang ingin dicapai dalam melangsungkan hidup dan kehidupan nasional.94

MS Bakry mengindikasikan, pancasila akan selalu mempunyai hal baru yang progresif dalam menghadapi tantangan kehidupan yang makin maju dan kompleks. Pancasila sebagai ideologi juga mengandung pengertian bahwa pancasila merupakan ajaran, gagasan, doktrin, teori atau ilmu yang diyakini kebenarannya dan dijadikan pandangan hidup bangsa Indonesia serta menjadi petunjuk dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi masyarakat, bangsa dan Negara Indonesia.95

Lebih lanjut, ideologi pancasila merupakan ajaran, doktin, teori dan/atau ilmu tentang cita-cita (ide) bangsa Indonesia yang diyakini kebenarannya dan disusun secara sistematis serta diberi petunjuk dengan pelaksanaan yang jelas. Sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945, pancasila memenuhi syarat untuk disebut sebagai sebuah ideologi. Ini karena di dalam pancasila terdapat ajaran, gagasan dan doktrin bangsa Indonesia yang dipercayai kebenarannya, tersusun sistemis dan memberikan

94Ibid, hal. 68.

95Muhammad Chairul Huda, Meneguhkan Pancasila sebagai Ideologi Bernegara:

Implementasi Nilai-Nilai Keseimbangan dalam Upaya Pembangunan Hukum Indonesia, Resolusi Vol.1 No.1 Juni 2018, hal. 91.

petunjuk pelaksanaannya.96

Jadi dapat disimpulkan pancasila sebagai dasar dan ideologi negara ini tidak akan diganti dan diubah selama Negara Kesatuan Republik Indonesia masih ada. Karena merupakan kristalisasi dari jiwa bangsa Indonesia yang memiliki sifat religius, kekeluargaan, gotong royong dan toleran.97

C. Kedudukan dan Hubungan Pancasila dan Islam di Indonesia

Islam dalam konteks sejarahnya yang panjang, pada dasarnya senantiasa berhubungan dengan aspek sosiologis, politik dan budaya yang melingkupinya. Islam akan senantiasa berdialog dan berdialektika dengan zaman dan tempat di mana Islam itu berkembang dan berdinamika. Pada titik ini , Islam akan tampil ke permukaan dengan wajah yang berbeda-beda sesuai dengan dimana dan kapan dia berdinamisasi. Dalam konteks implementatif, akan didapati wajah keberagaman yang ditampilkan akan berbeda-beda.

Demikian pula Islam di Indonesia akan tampil ke permukaan dengan wajah yang khas Indonesia.98

Wajah Islam dalam konteks Indonesia dianggap sebagai wajah keberagaman yang menampilkan sisi inklusifitas yang lebih toleran dibanding dengan wajah Islam timur tengah yang lebih bersifat normatif. Keberagaman Islam di Indonesia lebih kompetibel dengan budaya dan tradisi lokal. Hal ini

96Ibid,hal. 91.

97Ibid,hal. 32.

98Syamsun ni’an, imam fuadi, dan M. Ridho, Pancasila Vis A Vis Islam Pandangan Tokoh Muslim terhadap Upaya De-Ideologi Pancasila dan Implikasinya dalam Kehidupan Kebangsaan Indonesia, (Tulungagung : Kalam Semesta dan IAIN Tulungagung, 2018), hal. 11.

54

disebabkan oleh karakter masyarakat Indonesia yang memiliki sikap toleran dan menerima terhadap perbedaan, bahkan sikap demikian jauh sebelum Islam datangpun telah ditunjukkan olehnya.99 Penerimaan Islam dengan karakter toleran oleh masyarakat Indonesia, menurut Azyumardi Azra disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, agama Islam yang datang kemudian berkembang di Indonesia adalah secara damai, tidak pernah terjadi ekstrimisasi. Kedua, masyarakat Indonesia cendrung lebih akomodatif, sehingga ekstrimisme dan radikal tidak popular. Ketiga, pancasila yang dijadikan ideologi sejak awal kemerdekaan dianggap sejalan dengan nilai- nilai Islam. Keempat, pemerintah Indonesia lebih toleran terhadap kelompok- kelompok yang dianggap radikal, lebih dikategorikan sebagai soft regin dibanding dengan pemerintah yang ada di Timur Tengah. Kelima, sejak pemerintahan Orde Baru hingga tahun 1980-an pemerintah y1980-ang lebih cendrung bersikap hostile (berhadap-hadap1980-an) terhadap kelompok dan kaum Muslimin, namun pada dekade awal 1990-an pemerintah berubah haluan kepada perlakuan approachment (lebih terbuka) kepada gerakan Islam dan kaum Muslimin, sehingga disebut sebagai honeymoon.100

Jika dilihat kebelakang Islam hadir pertama kali dibawa oleh Nabi Muhammad SAW di tanah Arab, juga tidak keluar dari akar sejarahnya, yaitu konteks zaman dan tempat. Di sini Islam selalu hadir sebagai solusi atas berbagai problem yang dihadapi umat. Nabi SAWdalam konteks ini tidak

99Ibid, hal. 12.

100Azyumardi Azra, “Kelompok Sempalan di kalangan Mahasiswa PTU: Anatomi Sosio historis”, dalam Dinamika Pemikiran Islam dan Perguruan Tinggi, Wacana tentang Pendidikan Agama Islam, Fuaduddin dan Cik Hasan Bisri (ed), (Jakarta: Logos Wacana ilmu, 1999), hal. 235.

hanya membawa misi profetis (kenabian) semata, namun juga membawa misi keumatan (sosiologis) yang humanis. Dengan kata lain, Nabi SAW ditugaskan oleh Allah SWT ke dunia tidak hanya memilki kepentingan teologis semata, namun juga membawa misi sosiologis bahkan juga politis sekaligus. Hal tersebut telah dibuktikan dengan tampilnya Nabi tidak hanya sebagai sosok seorang yang membenahi aspek tauhid semata, namun juga membangun peradaban umat manusia.101

Hal ini terlihat ketika Nabi hijrah ke Yastrib, (Madinah). Di sini Nabi tampil tidak hanya sebagai kepala agama, namun juga secara politis tampil sebagai kepala negara. Nabi selalu membangun dasar-dasar akan pentingnya landasan etik dan moral dalam membentuk umat yang berperadaban, dengan berpegang pada prinsip-prinsip keadilan, kebebasan, persamaan hak dan kewajiban, serta perlakuan sama di mata hukum. Untuk mewujudkan ini maka dibentuklah sebuah “Negara Madinah”. Konsep ini kemudian tertuang dalam

“Shahifah Madinah (Piagam Madinah)” yang memuat landasan etik dan moral tersebut.102

Piagam Madinah kemudian dianggap sebagai bentuk kesepakatan yang paling otentik dalam sebuah tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, sehingga pada tataran nilai-nilai kesepakatan yang terkandung didalamnya oleh umat Muslim dinyatakan sebagai landasan tidak hanya otentik namun juga penting dalam mengatur taat hubungan antara masyarakat yang berbeda-beda. Isi butir-butir perjanjian Piagam Madinah

101Syamsun Ni’an, imam fuadi, dan M. Ridho, Op cit, hal. 15.

102Ibid, hal. 16.

56

menunjukkan realitas sejarah Nabi yang dapat hidup secara berdampingan di antara komunitas yang berbeda-beda, sehingga konsep inilah yang kemudian dianggap sebagai fondasi dalam membangun keberagaman dan kebangsaan dalam masyarakat yang beragam (pluralistik).103

Dalam konteks Indonesia, formula kebangsaan telah dirumuskan oleh para pendiri bangsa (founding fathers) sejak awal berdirinya republik Indonesia. Perumusan pancasila sebagai landasan normatif dan etik kehidupan berbangsa dan bernegara merupakan ijtihad dan jihad dari seluruh pendiri bangsa termasuk di dalamnya adalah para ulama yang tidak diragukan lagi komitmennya dalam mengawal dan merumuskan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Maka beranjak dari uraian tersebut, hubungan pancasila dan Islam di Indonesia sebenarnya terinspirasi oleh Piagam Madinah.

Di satu sisi, Bangsa Indonesia yang memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 yang pada dasarnya penduduk bangsa Indonesia mayoritas beragama Islam dengan wilayah yang meliputi seluruh kesultanan Islam di kepulauan Nusantara, namun pada saat kemerdekaan bersepakat untuk mendirikan negara nasional yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), hal ini tercantum dalam pasal 1 ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi bahwa “negara Indonesia ialah negara kesatuan, yang berbentuk republik”.

Negara kesatuan adalah bentuk yang ditetapkan sejak awal berdirinya negara Indonesia dan dipandang paling tepat mewadahi

103Ibid,hal. 20.

ide persatuan sebuah bangsa yang majemuk ditinjau dari berbagai latar belakang bangsa Indonesia sendiri.104

Kedudukan dan hubungan pancasila dan Islam di Indonesia, tidak bisa terlepas dari perjalanan sejarah bangsa Indonesia yang telah menemukan suatu fomulasi yang khas tentang hubungan negara dan agama. Para pendiri negara bangsa ini menyadari bahwa “kausa materialis” negara Indonesia adalah pada bangsa Indonesia sendiri. Dengan melalui pembahasan yang sangat serius disertai komitmen moral yang sangat tinggi sampailah pada pilihan bahwa negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Mengingat kekhasan unsur-unsur rakyat dan bangsa Indonesia yang terdiri atas berbagai macam etnis, suku, ras, agama dan budaya nampaknya Founding Father sulit untuk menentukan begitu saja bentuk negara sebagaimana di dunia.105

Hubungan agama dan negara telah diperdebatkan sejak lama. Bahkan, masalah ini dianggap pemicu pertama kalinya konflik intelektual dalam kaitannya beragama dan bernegara. Dalam perkembangan peradaban manusia, agama senantiasa memiliki hubungan dengan negara. Ada suatu masa di mana agama dekat dengan negara atau bahkan menjadi negara agama atau sebaliknya pada masa-masa agama mengalami ketegangan dengan negara, dalam perjalanan hubungan antara agama dan negara, tentu tidak dapat lepas dari pengaruh sosial budaya atau politik yang

104Toharudin, Nilai-Nilai Keislaman dan Keindonesiaan dalam Membentuk Karakteristik Peradaban Melayu di Indonesia (Studi Pemikiran Munawir Sjadzali), Jurnal Intelektualita, Vol. 7 No. 1 Juni 2018, hal. 43.

105Budiyono, hubungan negara dan agama dalam Negara Pancasila, Fiat Justisia jurnal Ilmu hukum, vol.8 No. 3, September 2014, hal. 413.

58

melatarbelakanginya.106

Sejarah hubungan agama dan negara di Indonesia selalu mengalami perdebatan yang tidak pernah usai semenjak negara ini didirikan. Pembahasan mengenai hubungan negara dan agama sesungguhnya tidak saja berasal ketika rapat Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).

Tetapi sudah berlangsung jauh hari di antara para pendiri bangsa. Perbedaan pandangan mengenai hubungan negara dan agama sudah dimulai semenjak sebelum kemerdekaan yakni perdebatan antara PNI dengan tokohnya Soekarno yang mewakili nasionalis sekuler dengan kalangan Islam dengan tokohnya HOS Tjokroaminoto, Agus Salim, Ahmad Hasan, dan M Natsir yang mewakili kelompok nasionalis Islam.107

Soekarno berbeda pandangan dengan M. Natsir mengenai masalah hubungan agama dan negara. Soekarno mendukung gagasan pemisahan agama

Soekarno berbeda pandangan dengan M. Natsir mengenai masalah hubungan agama dan negara. Soekarno mendukung gagasan pemisahan agama

Dokumen terkait