• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pandangan Nurcholis Madjid Tentang Masyarat Madan

Dalam dokumen tesis Rudiawan Sitorus (Halaman 63-67)

GAMBARAN MASYARKAT MADAN

A. Masyarakat Madani di Madinah

1. Pandangan Nurcholis Madjid Tentang Masyarat Madan

88

Pemahaman melalui perasaan dan ilmu akan melahirkan pribadi yang kuat, itulah sebabnya pertama- tama yang dikerjakan Rasul ialah membina etika, moral, akhlak umat, dengan cara membangun lebih dahulu tauhid darimana sumber taqwa dan segala pemikiran-pemikiran dan perbuatan-perbuatan yang terpuji, untuk lebih jelasnya lihat dalam Antologi Koento Wibisono, yang di editori Artidjo Alkostar, Identitas Hukum Nasional, (Yogyakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997), hlm 23

Ada tiga term utama yang digunakan oleh Nurcholish Madjid dalam merumuskan konsep masyarakat madani. Yaitu demokrasi, masyarakat madani, dan civility. Sebagaimana diungkapkan sebelumnya, untuk menjalankan demokrasi perlu ruang yang kondusif dan mampu memberi kehidupan untuk berdemokrasi di dalamnya. Ruang atau rumah itu adalah masyarakat madani atau civil society. Adapun civility adalah kualitas etik yang dimiliki oleh masyarakat, berupa toleransi, keterbukaan, dan kebebasan yang bertanggung jawab. Kualitas masyarakat madani dapat diukur dari kualitas civility. Semakin terbuka dan bersedia untuk menerima pandangan, pendapat, dan perbedaan, maka semakin tinggi kualitas civility yang dimilikinya. 89

Masyarakat madani akan terwujud hanya jika terdapat cukup semangat keterbukaan dalam masyarakat. Keterbukaan adalah konsekuensi dari kemanusiaan, suatu pandangan yang melihat sesama manusia secara optimis dan positif,90 yaitu pandangan bahwa manusia pada dasarnya adalah baik, terdapat dalam al-Quran S Al-’araf: 172, yaitu :

     

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku Ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap Ini (keesaan Tuhan)".91

Kejahatan pribadi manusia bukanlah sesuatu hal yang alami berasal dari dalam kediriannya. Kejahatan terjadi sebagai akibat pengaruh dari luar, dari pola budaya yang salah,

89

Nurcholis Madjid, Budaya Nasional, Masyarakat Madani, dan Masa Depan Bangsa, dalam Tim MAULA, Jika Rakyat Berkuasa, Upaya membangun Masyarakat Madani dalam Kultur Feodal, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999),

90

Nurcholish Madjid, Indonesia Kita, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, bekerja sama dengan Universitas Paramadina dan Perkumpulan Membangun Kembali Indonesia, 2004), h. 71 .

91

yang diteruskan terutama oleh seorang tua kepada anaknya. Karena itu, seperti ditegaskan dalam sebuah hadits Nabi SAW, yang diriwayatkan oleh Bukhari, yaitu :

هناسجم وأ هنارص يوأ هنادوهي اوبأف ةرطفلا ىلع دلوي دولوم لك

Setiap anak dilahirkan dalam kesucian asal, namun orangtuanyalah yang membuatnya menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi.92

Ajaran kemanusiaan yang suci itu membawa konsekuensi bahwa kita harus melihat sesama manusia secara optimis dan positif, dengan menerapkan prasangka baik (husn al-zan), bukan prasangka buruk (su’ al-zan), kecuali untuk keperluan kewaspadaan seperlunya dalam keadaan tertentu. Tali persaudaraan sesama manusia akan terbina antara lain jika dalam masyarakat tidak terlalu banyak prasangka buruk akibat pandangan yang pesimis dan negatif kepada manusia.

Berdasarkan pandangan kemanusiaan yang optimis-positif itu, kita harus memandang bahwa setiap orang mempunyai potensi untuk benar dan baik. Karena itu, setiap orang mempunyai potensi untuk menyatakan pendapat dan untuk didengar. Dari pihak yang mendengar, kesediaan untuk mendengar itu sendiri memerlukan dasar moral yang sangat penting, yaitu sikap rendah hati, berupa kesiapan mental untuk menyadari dan mengakui diri sendiri selalu berpotensi untuk membuat kekeliruan. Kekeliruan atau kekhilafan terjadi karena manusia adalah makhluk lemah. Keterbukaan adalah kerendahan hati untuk tidak merasa selalu benar, kemudian kesediaan mendengar pendapat orang lain untuk diambil dan diikuti mana yang terbaik.93 Keterbukaaan serupa itu dalam kitab suci disebutkan sebagai tanda adanya hidayah dari Allah SWT, dan membuat yang bersangkutan tergolong orang- orang yang berpikiran mendalam (ulu al-bab), yang sangat beruntung.

92

Imam Bukhari, Al Jami’ al Masnad as Sholeh al Mukhtasar min Umuri Rasulillah, (Riyadh: Darussalam, 1419 H) Juz III, h. 340 .

93

Makna masyarakat madani boleh jadi sebagai perdebatan tiada berkesudahan dari para ilmuwan.Akan tetapi nampaknya Nurcholish Madjid berupaya memberi jalan tengah dengan mengidentikkan arti masyarakat madani dalam hal substansi dan semangatnya. Apabila madani diartikan sebagai pola kehidupan yang teratur dan beradab sedangkan civil society

berarti masyarakat sopan, beradab dan teratur, maka masyarakat madani atau civil society

adalah sebuah konsep sosial yang menggambarkan pola kehidupan sosial yang teratur, sopan, beradab, yang ditegakkan atas dasar kewajiban dan kesadaran umum untuk patuh pada peraturan atau hukum. Lebih jauh menurut Nurcholish Madjid, civil society merupakan icon (tanda) bagi kecenderungan demokratisasi global dengan makna toleransi yang tinggi di dalamnya. Civil society merupakan rumah bagi demokrasi.94

Ada tiga term utama yang digunakan oleh Nurcholish Madjid dalam merumuskan konsep masyarakat madani. Yaitu demokrasi, masyarakat madani, dan civility. Sebagaimana diungkapkan sebelumnya, untuk menjalankan demokrasi perlu ruang yang kondusif dan mampu memberi kehidupan untuk berdemokrasi di dalamnya. Ruang atau rumah itu adalah masyarakat madani atau civil society. Adapun civility adalah kualitas etik yang dimiliki oleh masyarakat, berupa toleransi, keterbukaan, dan kebebasan yang bertanggung jawab. Kualitas masyarakat madani dapat diukur dari kualitas civility. Semakin terbuka dan bersedia untuk menerima pandangan, pendapat, dan perbedaan, maka semakin tinggi kualitas civility yang dimilikinya. Lebih lanjut Nurcholish Madjid memandang masyarakat madani merupakan sebuah bentuk bangunan "kebersamaan". Masyarakat memiliki kesetaraan dalam melaksanakan hak dan kewajibannya. Hak-hak azasi dan seluruh kewajibannya diakui dan dihormati oleh negara. Semua kalangan memiliki kesadaran penuh akan peran dan tanggung jawab yang diembannya.95

94

Ibid., h. 79. 95

NurKhalik Ridwan, Pluralisme Borjuis Kritik Atas Nalar Pluralisme Cak Nur, (Yogyakarta: Galang Press, 2002), h. 176.

Dalam dokumen tesis Rudiawan Sitorus (Halaman 63-67)