• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pandangan Pendeta dan Warga Jemaat Mengenai Peran Konseling Lintas Budaya dalam Konflik Suami Istri

Dalam dokumen T1 712012095 Full text (Halaman 30-37)

…Pelayanan konseling lintas budaya merupakan salah satu bentuk pelayanan gereja yang sudah lama ada namun tidak berjalan secara efektif...77

Melalui pernyataan di atas maka pada tataran konseptual pandangan ini menitikberatkan pembagiannya secara teoritis dan praktiknya sehingga hal ini dipahami sebagai sebuah kendala dalam pelayanan. Tentu menjadi konselor dalam hal ini pendeta harus mampu memiliki kemampuan dan keterampilan dalam proses konseling.78 Adapun ketidakefektifan ini dapat menjadi hambatan dalam proses konseling.79Pendeta dalam hal ini bertindak sebagai konselor harus mengikuti pelatihan program konseling serta mendalami latar belakang budaya dari jemaatnya. Sehingga konselor di sini dapat mengerti sifat atau tradisi jemaat tertentu guna mempermudah proses konseling.

....Pelayanan konseling lintas budaya belum diberdayakan secara maksimal....80

Menurut responden, pelayanan konseling lintas budaya adalah salah satu bentuk pelayanan dari sekian banyak aspek pelayanan yang ada namun masih belum mendapat perhatian khusus dalam pelayanan bergereja. Dengan cara diwartakan kepada anggota jemaat yang membutuhkan pelayanan konseling dapat datang ke kantor gereja sesuai jam kerja.81Konseling di gereja belum berjalan secara efektif, karena ini hanya satu dari banyak cara. Tampak jelas bahwa bias-bias budaya terjadi pada proses konseling lintas budaya dikarenakan ada jemaat yang bisa terbuka tetapi ada juga yang tidak bisa terbuka untuk datang dan menceritakan permasalahan kehidupan mereka.82 Oleh karena itu, gereja perlu memikirkan tentang bagaimana proses konseling ini dapat dilakukan secara efektif, mengingat dalam kehidupan berjemaat ada kepelbagaian budaya dan identitas jemaat yang multikultural yang dapat menjadi salah satu hambatan dalam proses konseling lintas budaya.83

77

OS,Salatiga,wawancara pada tanggal 13 November 2015, pukul 17.30 WIB 78

McRae, Mary., Johnson, Samuel. 1991. Toward Training for Competence in Multicultural Counselor Education. Journal of Counseling & development. 70 (1) :135

79

Glading, Samuael T, Konseling Profesi yang Menyeluruh(Jakarta: Indeks, 2012),7

80

OS,Salatiga,wawancara pada tanggal 13 November 2015, pukul 17.30 WIB

81

OS,Salatiga,wawancara pada tanggal 13 November 2015, pukul 17.30 WIB

82

OS,Salatiga,wawancara pada tanggal 13 November 2015,pukul 17.30 WIB 83

A.B.M.Luddin. Dasar-dasar konseling : Tinjaun Teori dan Praktik (Bandung : Citapustaka Media Perintis,2010), 120

....Meskipun pelayanan konseling lintas budaya sudah diwartakan, respon dari jemaat hanya sedikit yang datang ke gereja....84

Alasannya, karena tidak semua jemaat memiliki sifat terbuka atas permasalahan atau pergumulan yang sedang dihadapi. Untuk itu perlu tinjauan kembali berdasarkan teori Pedersen maka konselor harus benar-benar memperhatikan latar belakang budaya dari jemaat atau konseli.85 Dengan demikian konselor yang memiliki kemampuan mampu berkreatifitas menciptakan ide-ide atau teknik dalam melaksanakan proses konseling sehingga konseling dapat terlaksana dengan baik.86

....Sejauh ini pendeta ataupun konselor belum langsung mendalami proses konseling lintas budaya itu sendiri sehingga tidak terlalu memahami kondisi atau permasalahan keluarga dalam jemaat...87

Pandangan ini, menekankan pada kesadaran konselor yang dilihat dari perannya.88 Seorang pelayan mempunyai tugas untuk membimbing, menasihati, serta menopang secara etis. Peran itu dalam praktiknya melalui pelayanan konseling karena ini merupakan sebuah kesadaran akan tanggungjawab dalam melayani serta membantu jemaat untuk menemukan jalan keluar atas permasalahan atau pergumulan jemaat. Kurangnya fokus pelayanan di bidang konseling ini sehingga mengakibatkan kurangnya informasi permasalahan konflik suami istri.

Pandangan warga jemaat merupakan bagian penting guna memperkuat peran konseling lintas budaya dalam menyelesaikan konflik suami istri.

....Wadah pelayanan menjadi tempat untuk membagi sebagian pergumulan hidup antara suami istri....89

Pernyataan di atas inilah yang dapat dicermati sebagai kesempatan atau ruang untuk saling berbagi. Inilah yang menjadi moment di mana sebagian ibu-ibu dapat berani untuk mencurahkan isi hati, keluh kesah mereka.90 Mereka bercerita tentang masalah keluarga, masalah antara suami dan anak-anak. Namun adapun juga yang masih tertutup dan tidak bisa berbagi cerita pengalaman kehidupan mereka atau masalah yang sedang digumuli. Pandangan ini sejalan dengan pemahaman tentang hambatan dalam konseling lintas budaya yang perlu

84

MP,Salatiga,wawancara pada tanggal 17 November 2015,pukul 10.48 WIB 85

Paul B Pedersen, Counseling Across Cultures (Madrid :Editorial Trotta,1998),10 86

A.B.M.Luddin, Dasar-dasar konseling:Tinjauan Teori dan Praktik (Bandung:Citapustaka Media Perintis,2010),126

87

MP,Salatiga,wawancara pada tanggal 17 November 2015,pukul 10.48 WIB 88

Arredondo, Patricia., Gonsalves, John. Preparing Culturally Effective Counselors. (The Presonnel and Guidance Journal. 1980), 6

89

MP,Salatiga,wawancara pada tanggal 17 November 2015,pukul 10.48 WIB

90

diperhatikan guna akan membuat konseling lintas budaya dapat meyakinkan dan menarik perhatian.91

....Dalam ibadah , selain menyampaikan firman Tuhan, ada juga diberikan kesempatan untuk bapak-bapak agar bisa memberikan pendapat mereka tentang firman Tuhan, apakah sudah sesuai dengan

perbuatan mereka sehari-hari...92

Nampaknya para pelayan hanya fokus kepada pemberitaan Injil saja sehingga mengesampingkan pelayanan konseling yang mengakibatkan terjadi bias-bias dalam proses konseling lintas budaya. Konseling yang diterapkan hanya berfokus kepada spiritual sedangkan permasalahan-permasalahan yang sedang dialami keluarga-keluarga ini tidak hanya dapat diselesaikan dengan doa ataupun firman Tuhan tetapi menggunakan pendekatan konseling lintas budaya.93

...Pelayanan di rumah Jemaat menjadi sarana menuju konseling lintas budaya...94

Adapun jemaat-jemaat tertentu yang karena sakit sehingga meminta kehadiran Pelayan: Pendeta dan atau Majelis untuk memimpin ibadah di rumah mereka. Dalam kesempatan inilah sering mereka : suami dan atau istri mengungkapkan apa yang menjadi beban pergumulan kehidupan rumah tangga mereka.95 Pada proses ini tentu akan ada benturan-benturan yang dihadapi dalam proses konseling. Hal ini disebabkan oleh cara melakukan konseling yang hanya berpusat pada pastoral yang menekankan aspek spiritual sehingga mengabaikan nilai-nilai budaya yang ada, perbedaan persepsi dan faktor-faktor lain yang adalah penyebab konflik suami istri.96

....Perlu ada Program Konseling lintas budaya secara khusus....97

Konseling lintas budaya sangat dibutuhkan dalam pelayanan di jemaat yang multikultural dan bukan hanya itu konseling lintas budaya juga mampu memahami dan mengidentifikasi permasalahan-permasalahan yang ada dalam kehidupan suami istri.98

91

A.B.M.Luddin. Dasar-dasar konseling:Tinjauan Teori dan Praktik (Bandung:Citapustaka Media Perintis,2010),127

92

MK.Salatiga,wawancara pada tanggal 18 November 2015, pukul 19.20 WIB. 93

Davenport,Donna,Yurich,John.1991.Multicultural Gender Issues. Journal of Counseling & Development. 70 (1) :64-71

94

MK,Salatiga,wawancara pada tanggal 18 November 2015, pukul 19.20 WIB

95

MK,Salatiga,wawancara pada tanggal 18 November 2015, pukul 19.20 WIB 96

Paul B Pedersen, Counseling Across Cultures (Madrid :Editorial Trotta,1998),11 97

IL, Salatiga, wawancara pada tanggal 19 November 2015, pukul 18.00 WIB 98

....dibutuhkan seorang pendamping khusus di bidang konseling untuk dapat menjadi pengontrol berjalanlah konseling lintas budaya dalam keluarga dan berjemaat dengan baik dan efektif....99

Melalui pernyataan di atas dapat dipahami bahwa kurangnya tenaga konselor dapat menjadi satu alasan konseling tidak berjalan dengan efektif. Seorang konselor dalam pelayanan konseling lintas budaya harus mempunyai kompetensi kesadaran, pengetahuan dan keterampilan.100 Pandangan ini menekankan kepada pendamping konseling yang terdiri dari pendeta dan majelis jemaat.101 Pendamping konseling atau konselor haruslah memiliki kemampuan untuk bisa mengerti konselinya. Mengerti budaya dan latar belakang kehidupan keluarga juga adalah faktor utama.102 Pendamping mempunyai fungsi, yaitu fungsi kontrol dan pendampingan. Fungsi ini diberikan oleh gereja kurang maksimal, karena hanya memberikan tugas pendampingan yaitu kepada pendeta dan majelis pendamping.

Dalam hal ini dilihat dari teori Paul Pedersen yang memberikan pemikiran bagaimana seorang pendamping atau konselor lintas budaya harus mempunyai kompetensi kesadaran, pengetahuan dan keterampilan.103 Dalam hal ini gereja yang siap menerima anggota jemaat yang datang untuk konseling dan tugas ini seuntuhnya diberikan kepada Pendeta jemaat. Lebih lanjut seharusnya, koordinasi yang dilakukan dalam pendampingan seharusnya dibangun dalam perannya sebagai pendamping terutama untuk memberikan perhatian kepada keluarga dalam hal ini suami istri yang sedang mengalami konflik, agar dapat sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Pedersen mengenai pendampingan dalam pendekatan konseling lintas budaya.104

IV. PENUTUP

Bagian ini meliputi kesimpulan berupa temuan-temuan dari hasil penelitian secara keseluruhan dan saran berupa kontribusi dan rekomendasi untuk penelitian lanjutan dan untuk gereja GPIB Jemaat Taman Sari Salatiga.

99

IL, Salatiga, wawancara pada tanggal 19 November 2015, pukul 18.00 WIB

100

McRae, Mary., Johnson, Samuel. 1991. Toward Training for Competence in Multicultural Counselor Education. Journal of Counseling & development. 70 (1): 136.

101

TH,Salatiga,wawancara pada tanggal 22 November 2015,Pukul 10.20 WIB

102

TH,Salatiga, wawancara pada tanggal 22 November 2015, pukul 10.20 WIB

103

McRae, Mary., Johnson, Samuel. 1991. Toward Training for Competence in Multicultural Counselor Education. Journal of Counseling & development. 70 (1): 131-135.

104

Pedersen,P.B.The culture inclusiveness of counseling, In P.B.Pedersen. J.G.Draguns, W.J.Lonner & J.E.Trimble(Eds), Counseling across cultures (rev. and expanded ed.), Honolulu: Universitas Press of Hawai,1981,133

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan analisa, penulis mendapatkan temuan-temuan baru dalam proses konseling lintas budaya. Adapun temuan-temuan baru yang dimaksudkan adalah dalam proses konseling lintas budaya terdapat bias-bias karena dalam pelaksanaannya yang pendeta terapkan adalah konseling pastoral. Pendeta belum memahami bahwa sebenarnya permasalahan yang sedang dihadapi pasangan suami istri bukan masalah spiritualnya tetapi masalah permahaman persepsi yang berbeda, nilai-nilai, ras, usia, status sosial, pendapatan ekonomi yang berbeda sehingga jika konseling lintas budaya diterapkan dalam program pelayanan gereja maka dapat menjawab konflik antara suami dan istri dalam keluarga.

Dalam hal ini gereja kurang memberikan perhatian yang khusus untuk pelayanan dan pendampingan konseling di jemaat GPIB Tamansari Salatiga hanya mengontrol dan mewartakan. Sedangkan hal pendampingan atau konseling menjadi tanggung jawab pendeta jemaat GPIB Tamansari Salatiga. Konseling perlu diperhatikan bahwa tidak hanya berfokus kepada pastoral yang berdimensi spiritual saja melainkan mempertimbangkan sisi budaya dari konseli.

B. Saran

Saran, dalam hal ini penulis ingin memberikan saran kepada pihak-pihak yang terkait:

Bagi Gereja GPIB Taman Sari Salatiga

Dapat memberi perhatian khusus pada pelayanan konseling lewat program pelayanan di gereja. Mempersiapkan tenaga konselor yang baik sebagai pendamping konseling di jemaat. Konseling dapat dilaksanakanakan dengan cara yang kreatif dan inovatif.

Bagi fakultas Teologi

Agar dapat mengembangkan integrasi ilmu konseling, dengan memperhatikan konteks budaya melalui penelitian ini.

Bagi Penelitian Lanjutan

Keterbatasan dari penelitian ini adalah belum menganalisis bagaimana permasalahan suami istri secara konkret untuk menjadi bahan konseling dan pendampingan konseling secara berkesinambungan. Untuk itu peneliti selanjutnya dapat meneliti tentang unsur konflik suami istri. Serta meneliti perkembangan proses konseling di dalam aktifitas pelayanan bergereja.

Daftar Pustaka A. Jurnal

Sumarwiyah, Kompetensi Lintas Budaya Dalam Pelayanan Konseling, Universitas Muria Kudus, 2012.

Beek Aart M. Van, A Cross-Cultural Case for Convergence in Pastoral Thinking and Training, Published online: 17 March 2009.

Hook Joshua N. & Davis Don E, Integration, Multicultural Counseling, and Social Justice, Journal Of Psychology & Theology 2012, Vol. 40, No. 2, 102-106. McRae, Mary., Johnson, Samuel. 1991. Toward Training for Competence in

Multicultural Counselor Education. Journal of Counseling & development. 70 (1): 131-135.

Patricia. Arredondo, Gonsalves, John. Preparing Culturally Effective Counselors. (The Presonnel and Guidance Journal. 1980

Davenport, Donna,Yurich,John.1991.Multicultural Gender Issues.Journal of Counseling & Development. 70 (1) : 72

B. Buku

Anthony Yeo, Konseling: suatu pendekatan pemecahan-masalah. Jakarta: Gunung Mulia, 2007.

Clinebell Howard,Tipe-tipe Dasar pendampingan dan konseling pastoral: sumber untuk pelayanan penyembuhan dan pertumbuhan.Yogyakarta : Kanisius, 2002

Creswell, John W. Research Design: Qualitative & Quantitative Approaches. Jakarta: KIK Press, 2002.

David Geldard & Kathryn Geeldard. Konseling Keluarga:Membangun relasi untuk saling memandirikan antaranggota keluarga.Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011.

Engel. J.D.Nilai Dasar Logo Konseling.Yogyakarta: Kanisius,2014.

Engel J D, Model Logo Konseling untuk memperbaiki Low Spiritual Self-Esteem. Yogyakarta: Kanisius, 2014.

Geeldard Kathryn & David Geldard, Konseling Keluarga:Membangun relasi untuk saling memandirikan antaranggota keluarga.Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011.

Gintings,E.P, Gembala dan Pastoral Klinis.Bandung:Bina Media Informasi, 2007. Jumarin M, Dasar-Dasar Konseling Lintas Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1997.

Koentjaraningrat.Manusia dan Kebudayaan di Indonesia(Jakarta: Penerbit Djambatan, 1988.

Luddin A.B.M, Dasar-dasar konseling : Tinjaun Teori dan Praktik. Bandung : Citapustaka Media Perintis, 2010.

Lontoh S. W, Bahtera Guna Dharma GPIB. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1982.

O’Collins, Gerald & Edward G. Farrugia. Kamus Teologi. Yogyakarta: Kanisius, 1996.

M.S Liliweri Alo, Makna Budaya dalam Komunikasi Antar Budaya. Yogyakarta: Lkis,2002

Mulyana, D. & J. Rakhmat. Komunikasi Antarbudaya: Panduan Berkomunikasi dengan Orang-Orang Berbeda Budaya. Bandung: Rosdakarya, 2006. Mulyarto, Teori dan Praktik dari Konseling dan Psikoterapi. Semarang: IKIP

Semarang Press, 1995.

Pedersen. Paul B, Counseling Across Cultures. Madrid: Editorial Trotta, 1998.

Pedersen,P.B.The Culture Inclusiveness of Counseling, In P.B.Pedersen. J.G.Draguns, W.J.Lonner & J.E.Trimble(Eds), Counseling across cultures (rev. and

expanded ed.), Honolulu: Universitas Press of Hawai, 1981.

S.L. Hansen. Integrative Life Planning; Critical Tasks for Career Development and Changing Life Patterns .San Francisco: Jossey-Bass Publishers, 1997

Sanapiah, Faisal. Format-format Penelitian Sosial. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003.

Samuel T. Glading, Konseling Profesi yang Menyeluruh. Jakarta: Indeks, 2012. Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.Bandung: Penerbit

Alfabeta, 2016.

Sutrisno Mudji & Hendar Putranto, Teori-Teori Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius, 2005

Supriadi Dedi, Konseling Lintas Budaya Isu-Isu dan Relevansinya di Indonesia. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, 2001

Suprayogo Imam dan Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial Agama. Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2003

Septiawan Santana, Menulis Ilmiah: Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: YayasanObor Indonesia, 2007.

Simanjuntak Julianto, Perlengkapan Seorang Konselor. Tangerang: Layanan Konseling Keluarga dan Karir, 2007.

Tjandrarini Kristiana, Bimbingan Konseling Keluarga:Terapi Keluarga.Salatiga: Widya Sari Press, 2004.

Trimble. J.E. (Eds), Counseling across cultures (rev. and expanded ed.), Honolulu: Universitas Press of Hawai, 1981.

Wiryasaputra Totok S. Pengantar Konseling Pastoral. Salatiga: Asosiasi Konselor Pastoral Indonesia, 2013.

Wiryasaputra Totok S. Ready to Care: Pendampingan dan Konseling Psikologi. Yogyakarta: Galangpress, 2006.

Zacharias. Joel Ch.GPIB Jemaat TamanSari Salatiga menuju jemaat Misioner. Salatiga: Widya Sari Press, 2012.

Dalam dokumen T1 712012095 Full text (Halaman 30-37)

Dokumen terkait