• Tidak ada hasil yang ditemukan

FASILITASI PEKAWINAN BEDA AGAMA OLEH PERCIK A.Alasan Percik Memfasilitasi Perkawinan Beda Agama

B. Proses Perkawinan Beda Agama yang Difasilitasi Percik

2. Tidak Setuju

a. K.H. Atiq Afifudin

Menurutnya dalam pandangan agama Islam, perkawinan beda agama haram hukumnya. Hal ini didasari oleh ketentuan al qur’an surat al baqarah ayat 221, dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita-wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik….Begitu juga sebaliknya, wanita muslim juga diharamkan menikah dengan laki-laki musyrik.

Dengan pengecualian diperbolehkan perkawinan antara laki-laki muslim dengan perempuan ahli kitab. Yang dimaksud dengan ahli kitab adalah orang yang murni atau keturunan asli (orang tua)nya masuk ke dalam agama tersebut sebelum dinasakh (ubah) dengan kerasulan Nabi Muhammad SAW.

Dengan adanya perkawinan beda agama dikhawatirkan akan membawa pasangannya melakukan kemusyrikan yang akan membawa seorang muslim tersebut masuk neraka. Menurut Atiq, perkawinan yang ideal dalam Islam tentu perkawinan yang dilakukan antar pemeluk agama Islam. Seperti hadis Rasulullah bahwa seorang perempuan dipilih karena 4 hal, rupa, harta, nasab dan agama. Namun dari keempat hal tersebut yang paling utama adalah agamanya.

Melihat kenyataan yang terjadi dalam masyarakat, sebagai tokoh agama Atiq merasa tidak punya kekuasaan untuk mengusik mereka karena beliau menyadari bahwa agama adalah hak seseorang, selain itu ketika pelaku perkawinan merasa bahagia, kita tidak punya hak untuk memisahkan mereka. Hanya upaya pencegahan yang bisa dilakukan, dengan cara menanamkan nilai-nilai keagamaan dan pemahaman kepada para pemuda yang belum kawin.

b. Kyai Mustain

Sejalan dengan Atiq beliau juga menyatakan ketidaksetujuannya dengan perkawinan beda Agama. Perkawinan beda agama mampu

merusak tatanan dan keturunan pelakunya. Bagaimana tidak, ketika anak mendapati orang tua yang berbeda agamanya akan menimbulkan suatu kebingungan pada anak untuk memilih agama mana yang hendak dipeluknya.

Selain itu hubungan suami istri antara seorang muslim dan seorang yang non muslim dianggap zina, sedangkan zina termasuk salah satu dosa besar. Meskipun dalam Al Qur’an ada pengecualian untuk laki-laki muslim menikahi perempuan ahli kitab, menurut Kyai Mustain zaman sekarang ini sudah tidak ada yang disebut ahli kitab. Karena pedoman/kitab suci yang mereka pegang saat sudah tidak murni lagi seperti saat diturunkan kepada nabi Isa, dalam kitab tersebut sudah ada perubahan-perubahan yang dilakukan manusia.

Melihat kenyataan dalam masyarakat yang ternyata ada pelaku perkawinan beda agama, tidak banyak upaya yang bisa dilakukan untuk mencegahnya. Karena hal tersebut sudah menjadi urusan rumah tangga masing-masing dan menjadi pilihan hidup orang tersebut. Solusi yang ditawarkan mungkin bisa dilakukan pendekatan kepada pasangan pelaku perkawinan beda agama tersebut, diberikan pemahaman secara pelan-pelan tentang hakikat sebuah perkawinan. Dengan demikian diharapkan bisa menggerakkan hati pasangan pelaku perkawinan beda agama terutama yang beragama Islam untuk kembali semangat mempertahankan agamanya dan bisa mengajak pasangannya untuk masuk Islam. Sehingga dapat tercapai tujuan

perkawinan seperti yang adiharapkan dalam Islam, yaitu sakinah, mawadah wa rohmah. Jika hal seperti di atas tidak bisa dilakukan, dapat dilakukan upaya pencegahan dengan memberikan pemahaman kepada masyarakat terutama para pemuda yang belum melakukan perkawinan. Upaya tersebut dilakukan melalui forum-forum kecil dan fokus membahas hal tersebut.

3. Netral

a. Prof Zuhri

Menurutnya Perkawinan beda agama itu tidak ideal, karena dalam perkawinan beda agama dapat menimbulkan berbagai masalah. Misalnya dalam masalah kejiwaan, pelaku perkawinan beda agama memiliki usia yang sudah tua, pasti suatu ketika ia akan membayangkan alangkah senangnya jika seandainya bisa solat berjama’ah dan puasa bersama-sama. Selain itu, ternyata mereka juga secara diam-diam berebut anak (perang dingin), saling tarik menarik anaknya ke agama yang dianut masing-masing.

Menurut beliau tidak hanya itu masalahnya, pasangan yang hendak melangsungkan perkawinan beda agama juga akan mengalami kesulitan dalam keadministrasian dan idealnya orang Islam dicatat di KUA dan non Islam dicatat di KCS. Perkawinan beda agama yang dilihat dalam 2 (dua) regulasi Undang-Undang

yaitu KHI (untuk beragama islam) dan Undang-Undang Perkawinan

memikirkan rasa hati. Jika ditinjau dari pengalaman pelaku perkawinan beda agama yang sudah lanjut (tua), mereka mengaku ada masalah dalam perkawinannya. Namun jika dari pelaku yang masih muda mereka mengaku senang-senang saja karena itu persoalan hati yang sudah sama-sama suka sehingga tidak memiliki persoalan yang begitu rumit meskipun sebenarnya ada.

Menurut beliau dalam teori Imam Syafi’i menjelaskan ....“tarqul khilafi mustakhabbun”... (meninggalkan perbedaan itu yang di pilih). Maksudnya, tinggalkanlah perbuatan yang masih kontroversi. Jika perkawinan beda agama merupakan hal kontroversi maka lebih baik ditinggalkan.

Kesimpulan yang didapat bahwa menurutnya perkawinan beda agama itu tidak ideal. Selain akan ada kesulitan dalam keadministrsian juga didukung oleh pengalaman pelaku perkawinan beda agama yang sudah tua yang mengaku bahwa melakukan perkawinan beda agama terdapat problem kejiwaan. Menurut fiqh hal tersebut kontroversi, ada yang membolehkan dan ada yang tidak. Karena kontroversi, beliau tidak mengatakan itu boleh atau tidak boleh.

Dari berbagai pandangan tokoh Agama terhadap perkawinan beda agama dapat penulis kategorikan bahwa terdapat 3 pendapat diantaranya: 1. Setuju, 2. Tidak Setuju dan 3. Netral dalam menetapkan suatu hukum. Lihat tabel dibawah ini.

Tabel 3.1. Pandangan Tokoh Agama terhadap Perkawinan Beda Agama

No Nama Pandangan

Tokoh Agama Keterangan Setuju Tidak

Setuju

1. Kyai

Ansory

Setuju, meskipun

setelah itu ia merubah pandangannya

menjadi tidak Setuju.

( x ) Lebih

mengedepankan konteks dari pada

teks dengan

berlandaskan pada

Al-maidah ayat 5.

2. Pdt.

Eben

Setuju ( x ) Dunia tidak satu

wajah maka

“perlakukanlah

sesama manusia

seperti diri kita

sendiri”. (Lucas

10:29)

3. Pdt. Sari Setuju ( x ) Perkawinan itu

merupakan

keputusan pribadi

dalam menjalankan

kehidupan, jadi

tergantung pada diri

seseorang tersebut dalam menjalani kehidupanya. 4. Prof. Zuhri ( x ) ( x ) Tinggalkanlah perbuatan yang masih kontrofersial. 5. Kyai Atiq ( x ) Tidak Setuju Dikawatirkan akan membawa pasanganya melakukan kemusrikan sehingga seorang muslim tersebut masuk neraka. 6. Kyai Mustain ( x ) Tidak Setuju Perkawinan beda agama dapat

merusak tatanan dan keturunan

BAB V PENUTUP A.Kesimpulan

Berdasarkan penelitian ini diperoleh beberapa kesimpulan mengenai perkawinan beda agama yang difasilitasi oleh lembaga Percik Salatiga, yaitu sebagai berikut:

1. Fasilitasi yang dilakukan oleh Percik terhadap pasangan beda agama diasumsikan sebagai pintu darurat yang berusaha memberikan tempat / ruang (mempermudah) untuk melakukan perkawinan beda agama. Menurut Percik, melakukan perkawinan beda agama tidak melanggar UU Perkawinan. Mengenai keabsahan suatu perkawinan percik mengacu pada UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan bahwa sahnya suatu perkawinan dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu, jika perkawinan beda agama sudah disahkan oleh pemuka agama dari masing-masing pihak maka perkawinan tersebut sudah sah sesuai Undang-Undang, sehingga perkawinan beda agama menjadi sah menurut agama dan negara. Hal ini juga didasari oleh isi DUHAM (Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia) atau Universal Declaration of human rights dan UU No. 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia.

2. Fasilitasi yang dilakukan Percik yaitu dengan cara menghubungkan dan menjadi mediator dengan para tokoh agama, lembaga dan instansi pemerintah terkait, yang diperlukan untuk memperoleh pendampingan

dalam pelaksanaan perkawinan beda agama. Adapun prosedur perkawinan beda agama yang difasilitasi Percik adalah sebagai berikut:

h. Calon mempelai datang ke Percik untuk konsultasi masalah rencana perkawinan yang dihadapi.

i. Kemudian dari pihak Percik mengadakan diskusi dengan tokoh agama yang terkait dan berwenang dalam melakukan perkawinan.

j. Percik membantu memfasilitasi kedua belah pihak untuk berdiskusi dan menyelesaikan masalah yang ada. Percik hanya bertugas memfasilitasi, dengan cara memberikan penjelasan, pengarahan dan mempertemukan mereka dengan tokoh agama yang terkait jika diperlukan. Keputusan terakhir diserahkan sepenuhnya terhadap masing-masing keluarga.

k. Jika terjadi kesepakatan, maka pihak keluarga mendiskusikan tentang bagaimana prosesi perkawinan beda agama yang akan dilakukan sesuai agama masing-masing, menentukan waktu dan tempat pelaksanaannya. l. Mempelai mengurus surat-surat kelengkapan sebagai syarat pencatatan

perkawinan.

m.Setelah semua syarat administrasi lengkap, pihak Percik melakukan pendampingan kepada calon mempelai untuk masuk dalam prosesi perkawinan sesuai yang telah direncanakan sebelumnya.

n. Setelah prosesi perkawinan didepan pemuka agama selesai, pihak KCS mencatatkan perkawinan mereka dengan mencantumkan agama masing-masing dalam akta nikah.

3. Pandangan tokoh agama terhadap fasilitasi perkawinan beda agama oleh Percik adalah sebagai berikut:

a. Pendeta Gereja Kristen

Masalah fasilitasi perkawinan beda agama yang dilakukan Percik, menurut Pendeta Kristen tidak ada masalah, karena dengan adanya fasilitasi tersebut, bisa mempermudah orang-orang yang hendak melakukan perkawinan beda agama. Dasar yang digunakan Pendeta tersebut, adalah kitab Lucas 10:29. Tidak semua gereja mau menerima atau melayani pemberkatan perkawinan beda agama. Alasan yang menolak perkawinan beda agama yaitu menggunakan dalil dalam Korintus 6:14.

b. Prof Zuhri

Menurut salah satu pakar hukum Islam di STAIN, perkawinan beda agama itu tidak ideal. Karena perkawinan tersebut pasti akan menemukan berbagai masalah. Misanya masalah kejiwaan atau masalah berebut anak. Menurutnya, lebih baik perkawinan beda agama itu ditinggalkan. Seperti

teori Imam Syari’i yang berbunyi Tarqul khilafi mustahabbun,

(meninggalkan perbedaan itu yang dipilih) jika perkawinan beda agama itu kontroversi, maka lebih baik di tinggalkan.

c. Tokoh Ta’mir Masjid

Menurut para tokoh takmir, Perkawinan beda agama haram hukumnya. Hal ini didasari oleh ketentuan al qur’an surat al baqarah ayat 221, yaitu larangan larangan laki-laki muslim untuk menikahi

wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Begitu juga sebaliknya, wanita muslim juga diharamkan menikah dengan laki-laki musyrik. Dengan adanya perkawinan beda agama dikhawatirkan akan membawa pasangannya melakukan kemusyrikan yang akan membawa seorang muslim masuk neraka.

B.Saran

1. Bagi Pasangan

Hendaknya pasangan yang akan melangsungkan perkawinan beda agama berfikir ulang sebelum malaksankan dan meminta pendapat kepada tokoh agama tentang perkawinanya tersebut melarang agama atau tidak, jangan hanya mementingkan nafsu belaka.

2. Bagi Pemerintah

Tidak adanya aturan yang tegas terhadap perkawinan beda agama maka Pemerintah perlu meninjau ulang kajian hukum terhadap perkawinan beda agama agar sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

3. Bagi Percik

Dengan adanya pasangan yang datang ke Percik untuk minta di fasiliasi perkawinan beda agama maka di harapkan percik lebih aktif dan lebih giat dalam menaggapi persoalan-persoalan yang ada dimasyarakat tidak hanya masalah perkawinan.

4. Bagi Akademik

Bagi STAIN, Khususnya program Study ahwal-alsyahsiyyah diharapkan mampu mengakomodir mahasiswa agar tidak terjerumus oleh hal-hal yang melanggar syari’ah

5. Bagi Tokoh Agama

Sebagai tokoh Agama yang notabene panutan masyarakat hendaknya lebih matang dalam mengambil suatu keputusan apakah hal ini diperbolehkan atau tidak, jangan hanya mementingkan politik maupun golongan semata.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Nurcholish dan Ahmad Baso, Pernikahan Beda Agama: Kesaksian,

Argumen Keagamaan dan Analisis Kebijakan. (Jakarta: ICRP-Komnas HAM, 2010)

Departemen Agama RI. 1995. Al-‘Aliyyi Al-Quran Dan Terjemahan.

Bandung: CV Penerbit Diponegoro

Departemen Agama RI, 1976. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: PT. Bumi Restu

Fauzi, Auwenda. 2004. Perkawinan Campuran Dalam Perspektif Hukum

Islam (Studi Analisis Terhadap Pendapat Imam Syafi’I Tentang Perkawinan Campuran). Skripsi tidak diterbitkan. Salatiga: Jurusan Syari’ah STAIN Salatiga

Fuadi, Maftuhul. 2006. Nikah Beda Agama Perspektif Ulil Abshar Abdalla. Skripsi tidak diterbitkan. Salatiga: Jurusan Syari’ah STAIN Salatiga Ghazali, Abd Rahman. 2003. Fiqh Munakahat. Jakarta : Kencana

http://www.percik.or.id (Website Percik)

Inpres No. 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI)

Lembaga Study Islam dan Kemasyarakatan (LSIK), 1994. Problematika Hukukm Islam Kontemporer. Jakarta. PT Pustaka Firdaus.

Madjid, Nurcholish dkk. 2004. Fiqh Lintas Agama: Membangun

Masyarakat Inklusif-Pluralis. Jakarta: Paramadina

Margono, S.2004. metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Pineka Cipta Moloeng, Lexy J. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda

Nikmah, Sri. 2011 Perkawinan Lintas Agama dalam Tinjauan Hukum Islam dan Perundang-undangan di Indonesia (Studi Terhadap Pasangan Suami Istri Pelaku Perkawinan Lintas Agama di Kelurahan Bugel Salatiga) Skripsi Tidak diterbitkan Salatiga: Jurusan Syari’ah STAINSalatiga,

Pamungkas, Muhammad Wahyuning. 2008. Pernikahan Beda Agama: Studi

terhadap Pasangan Suami Istri Beda Agama di Banjaran Salatiga. Inferensi, 2(1):43

Poerwadarminta, W.J.S. 2006. Kamus Umum Bahasa Indonesia Edisi

Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka

Sabiq, sayid. 1981. Fiqh Sunnah Jilid VI. Bandung : PT Al-Ma’arif.

Syarifudin, Amir. 2006 Hukum Perkawinan Islam di Indonesia : Antara Fiqh Munakahat dan UU perkawinan. Jakarta : Prenada Media

Setiawan, Ebta. 2010. KBBI (Kamus Besar Bahas Indonesia) versi offline dengan mengacu pada data dari KBBI Daring (edisi III) dimbil dari http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi

Sastroatmojo, Arso dan Aulawi, Wasit. 1978. Hukum Perkawinan di

Indonesia. Jakarta. Bulan Bintang

Tihami, Prof.Dr HMA dan Sahrani, Drs.Suhari 2009. Fiqh Munakahat, Fiqh

Nikah Lengkap. Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada

Tim Percik, 2008. Pergumulan Perkawinan Beda Agama, Salatiga. Percik Press

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Wawancara dengan Staff Advokasi di Percik pada Tanggal 5, 10, 12, dan 19 November 2012

Wawancara dengan Staff Peneliti di Percik pada Tanggal 19, 1, dan 5 Desember 2012

Wawancara dengan Pegawai Kantor Catatan Sipil Salatiga pada tanggal 13 November 2012

Wawancara dengan Pelaku perkawinan beda Agama pada tanggal 15, 23, 25, 27 November 2012

Wawancara dengan Tokoh Agama Pada tanggal 1, 5, 7 dan 13 Desember 2012

Dokumen terkait