• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

8. Panduan kuisioner masyarakat Kampung Babakan-Cengal

1. Data Pribadi Nama : Umur : JenisKelamin : Pendidikan : Pekerjaan :

2. Apakah saudara tahu bahwa ada jenis tumbuhan baik yang ada dihutan maupun dipekarangan yang dapat dipakai untuk obat?

a. mengetahui b. Kurang tahu c. Tidak tahu

3. Pengetahuan tentang tumbuhan obat, pertama kali tahu dari siapa? a. Turun temurun b. Tetangga/ dukun c. Informasi media

4. Apakah saudara pernah menggunakan tumbuhan obat untuk pengobatan dan memelihara kesehatan?

a. Ya b. Kadang-kadang c. Tidak

5. Saudara memperoleh tumbuhan obat dari mana?

a. Hutan b. Pekarangan c. kebun d. lainnya...

6. Apakah saudara membuat ramuan obat sendiri?

a. Ya b. Kadang-kadang c. Tidak

7. Biasanya dalam memakai obat trdisional, menurut saudara bagaimana khasiat obat tersebut?

a. Sangat manjur b. Kurang manjur c. Tidak manjur

8. Jenis penyakit apa saja yang sering diderita masyarakat dan jenis tumbuhan obat apa saja yang sering digunakan?

9. Jika tidak menggunakan tumbuhan obat, apakah saudara juga menggunakan jasa medis atau obat yang dikemas pabrik dan dijual secara umum?

a. Tidak b. Kadang-kadang c. Ya

10.Jika ya, apakah karena dengan menggunakan jasa medis atau obat yang dijual secara umum lebih praktis?

92

11.Untuk menghindari kerusakan/ kepunahan jenis tumbuhan obat, bila dianjurkan budidaya tanaman obat apakah saudara berkeinginan untuk membudidayakannya?

a. Ya b. Tidak tahu c. Tidak

12.Apakah saat sekarang saudara membudidayakan tumbuhan obat?

a. Ya b. Tidak tahu

13.Jika iya, tumbuhan apa yang anda budidaya?...

14.Apakah ada tumbuhan obat yang digunakan untuk upacara adat? (Ya/ Tidak). Jika

ada sebutkan jenisnya……….

15.Masyarakat desa sini kalau sakit berobat kemana? a. Dukun/ tabib c. Beli obat warung

b. Puskesmas d. ………..

16.Jenis tumbuhan obat manakah yang sering digunakan dalam pengobatan dan

memelihara kesehatan? Alasan……….

17.Bagaimana pendapat anda mengenai tumbuhan obat keluarga (TOGA) ?...

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tumbuhan obat merupakan alternatif bahan obat bagi pemenuhan kesehatan berbagai kalangan masyarakat di Indonesia. Pengetahuan pemanfaatan tumbuhan obat ini telah diwariskan secara turun temurun sebagai budaya bangsa dan perlu terus ditingkatkan, karena berbagai masalah penyakit dapat diobati dengan memanfaatkan tumbuhan yang ada. Tumbuhan-tumbuhan tersebut dapat ditemui di hutan, kebun, sawah, atau bahkan di sekitar rumah atau pekarangan.

Pemanfaatan tumbuhan sebagai bahan baku obat cenderung mengalami peningkatan dengan adanya isu back to nature atau kembali ke alam. Selain murah dan mudah didapat, obat tradisional yang berasal dari tumbuhan pun memiliki efek samping yang jauh lebih rendah tingkat bahayanya jika dibandingkan obat-obatan kimia (obat modern). Hal ini disebabkan efek dari obat tradisonal bersifat alamiah, tidak sekeras efek dari obat kimia.

Kampung Babakan-Cengal merupakan salah satu kampung yang terdapat di Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Dalam mengobati penyakit yang dideritanya masyarakat Kampung Babakan-Cengal telah lama memanfaatkan tumbuhan obat yang terdapat di sekitar lingkungan rumah mereka. Pemanfaatan tumbuhan berkhasiat obat yang telah dilakukan oleh masyarakat tersebut harus dilestarikan.

Sehubungan dengan hal tersebut untuk mengetahui pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat Babakan-Cengal maka diperlukan studi mengenai kajian pemanfaatan tumbuhan obat keluarga (TOGA) di Kampung Babakan-Cengal Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat diharapkan dapat memberikan pengaruh positif dan menumbuhkan motivasi kembali kepada masyarakat untuk menanam dan mengembangkan tumbuhan obat di pekarangan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kemandirian dalam pengobatan dan pemeliharaan kesehatan keluarga atau masyarakat.

2 1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji:

1. Potensi tumbuhan obat di Kampung Babakan-Cengal yang bisa dikembangkan untuk meningkatkan kesehatan keluarga secara mandiri.

2. Pengetahuan, pemanfaatan, dan kegiatan konservasi tumbuhan obat oleh masyarakat Kampung Babakan-Cengal sebagai sarana pengobatan dan pemeliharaan kesehatan keluarga.

1.3 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan bahan masukan dalam pengembangan tumbuhan obat keluarga (TOGA) melalui peran serta masyarakat untuk kemandirian masyarakat dalam bidang obat-obatan di Kampung Babakan-Cengal.

3 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tumbuhan Obat

Tumbuhan obat adalah semua spesies tumbuhan baik yang sudah ataupun belum dibudidayakan yang dapat digunakan sebagai tumbuhan obat (Hamid et al. 1991). Tumbuhan obat juga merupakan salah satu komponen penting dalam pengobatan tradisional yang telah digunakan sejak lama dan memberikan dampak farmakologi. Pengobatan tradisional secara langsung atau tidak langsung mempunyai kaitan dengan upaya pelestarian pemanfaatan sumberdaya alam hayati, khususnya tumbuhan obat (Aliadi et al. 1990).

Zuhud dan Haryanto (1994) mengelompokan tumbuhan berkhasiat obat sebagai berikut:

a. Tumbuhan obat tradisional, merupakan spesies yang diketahui atau dipercaya masyarakat memiliki khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat tradisional.

b. Tumbuhan obat modern, merupakan spesies tumbuhan yang secara ilmiah telah dibuktikan mengandung senyawa atau bahan bioaktif berkhasiat obat, dan penggunaannya dapat dipertanggung jawabkan secara medis.

c. Tumbuhan obat potensial, merupakan spesies tumbuhan yang diduga mengandung atau memiliki senyawa atau bahan bioaktif obat, tetapi belum dibuktikan penggunaannya secara ilmiah-medis sebagai bahan obat dan penggunaannya secara tradisional belum diketahui.

Tumbuhan obat terdiri dari beberapa macam habitus. Habitus berbagai spesies tumbuhan adalah sebagai berikut (Tjitrosoepomo 1988):

a. Pohon adalah tumbuhan berkayu yang tinggi besar, memiliki suatu batang yang jelas dan bercabang jauh dari permukaan.

b. Perdu adalah tumbuhan berkayu yang tidak seberapa besar dan bercabang dekat dengan permukaan, biasanya kurang dari 5-6 meter.

c. Herba adalah tumbuhan tidak berkayu dengan batang lunak dan berair.

d. Liana adalah tumbuhan berkayu dengan batang menjulur/memanjat pada tumbuhan lain.

4

e. Semak adalah tumbuhan tidak seberapa besar, batang berkayu, bercabang- cabang dekat permukaan tanah atau di dalam tanah.

2.2 Pengetahuan Tradisional dalam Pemanfaatan Tumbuhan Obat

Pemanfaatan tumbuhan obat adalah memanfaatkan berbagai spesies tumbuh-tumbuhan yang tumbuh di sekitar kita dan mempunyai khasiat untuk bahan pengobatan secara tradisional (Soewito 1989). Dalam pemanfaatan dan penggunaan tumbuhan berkhasiat obat ini, perlu diketahui secara pasti tata cara pengkomposisiannya dalam memanfaatkan tumbuhan berkhasiat obat untuk mengatasi berbagai jenis penyakit secara efektif (Wijayakusuma 2000).

Pengetahuan tradisional atau pengetahuan lokal sering diistilahkan dengan sebutan kearifan tradisional. Kearifan tradisional adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman, atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis (Keraf 2006).

Kearifan tradisional menyangkut pengetahuan, pemahaman adat dan kebiasaan tentang manusia, alam, dan bagaimana relasi diantara semua penghuni komunitas ekologis harus dibangun. Keraf (2006) menyebutkan bahwa:

a. Kearifan tradisional adalah milik komunitas bukan individu.

b. Kearifan tradisional lebih bersifat holistik karena menyangkut pengetahuan dan pemahaman tentang seluruh kehidupan dengan segala relasinya di alam semesta.

c. Berdasarkan kearifan tradisional, masyarakat juga memahami semua aktivitasnya sebagai aktivitas moral.

Sistem pengetahuan yang dimiliki masyarakat secara tradisi merupakan salah satu bagian dari kebudayaan suku bangsa itu sendiri, yang mana melibatkan hubungan antara manusia dengan lingkungan yang ditentukan oleh kebudayaan setempat sebagai pengetahuan yang diyakini serta menjadi sistem nilai. Pengobatan tradisional merupakan salah satu pengetahuan tradisional masyarakat yaitu semua upaya pengobatan dengan cara lain di luar ilmu kedokteran berdasarkan pengetahuan yang berakar pada tradisi tertentu dan dilakukan secara

5

turun temurun, selain itu juga telah teruji memberikan sumbangsihnya terhadap kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) (Rahayu 2006).

2.3 Pelayanan Kesehatan

Masyarakat tetap memerlukan pengobatan tradisional. Dalam suatu sistem pelayanan terdapat folk sector dan popular sector (kalangan tradisi) seperti tabib, dukun, penjual jamu gendong, akupunktur dan sebagainya yang menggunakan cara dan metode pengobatan di luar standarisasi profesional sektor atau paradigma kedokteran (Deryanti 2010). Menurut Siswanto (2000) hendaknya terdapat kemitraan antara folk sector dengan profesional sektor untuk mencapai tujuan normatif sistem pelayanan kesehatan.

Kelompok-kelompok masyarakat memiliki bentuk perawatan kesehatan yang berbeda-beda (Kalangie 1994 diacu dalam Suciati 2004). Perilaku kesehatan seseorang pun berbeda-beda dipengaruhi oleh pengetahuan, kepercayaan, nilai dan norma dalam lingkup sosialnya, berkenaan pula dengan etiologi, terapi dan spesies penyakit yang dideritanya.

Departemen Kesehatan (1995) membagi pengobatan tradisional menjadi 4 kelompok yaitu:

a. Pengobatan tradisional yang menggunakan ramuan obat tradisional, seperti shinse, tabib, battra ramuan, dan jamu gendong.

b. Pengobatan tradisional yang menggunakan keterampilan, seperti akupunturis, battra patah tulang, battra pijat urut, dan sebagainya.

c. Pengobatan tradisional berdasarkan agama dan kebatinan, seperti kyai. d. Pengobatan tradisional bersifat magis, seperti paranormal, dukun anti teluh,

dan sebagainya.

Saat ini pengobatan tradisional adalah pelengkap dalam menangani masalah kesehatan.

2.4 Tumbuhan Obat Keluarga (TOGA)

Tumbuhan Obat Keluarga (TOGA) adalah tumbuhan obat yang ada di lingkungan tempat tinggal masyarakat yang dimanfaatkan sebagai obat untuk mengobati penyakit yang diderita masyarakat (Deryanti 2010). Menurut Wakidi

6

(2003) TOGA ialah Tanaman Obat Keluarga, dahulu disebut sebagai “Apotik

Hidup”, dalam pekarangan atau halaman rumah ditanam beberapa tanaman obat yang digunakan secara empirik oleh masyarakat untuk mengatasi penyakit atau keluhan-keluhan yang dideritanya. Beberapa tanaman obat telah dibuktikan efek farmakologinya pada hewan coba dan beberapa tanaman telah dilakukan uji klinik tahap awal.

Dalam kondisi tertentu TOGA dapat pula dibuat dengan memanfaatkan pot, atau benda-benda lain yang dapat dan cocok untuk menumbuhkan tumbuhan yang berkhasiat obat. Spesies-spesies TOGA yang ditanam harus memiliki kriteria atau pernyataan sebagai berikut (Deryanti 2010):

a. Tumbuhan tersebut sudah terdapat di daerah pemukiman yang bersangkutan. b. Tumbuhan mudah dikembangbiakan, tidak perlu cara penanaman khusus dan

tidak memerlukan cara pemeliharaan yang rumit.

c. Dapat dipergunakan untuk keperluan lain, misalnya untuk sumber makanan, bumbu dapur, kayu bakar, bahan kerajinan tangan dan sebagainya.

d. Dapat diolah menjadi simplisia dengan cara sederhana. e. Tumbuhan sudah terancam kepunahannya.

2.5 Pekarangan

Pekarangan adalah taman rumah tradisional yang besifat pribadi yang merupakan sistem terintegrasi dengan hubungan yang erat antara manusia, tanaman dan hewan (Arifin et al 2009). Pekarangan juga merupakan ruang terbuka yang sering dimanfaatkan untuk acara kekerabatan dan kegiatan sosial. Pekarangan mempunyai fungsi yaitu agroforestri, konservasi sumberdaya alam yang bersifat genetika, tanah dan air, produksi pertanian, serta hubungan sosial budaya di area pedesaan. Karakteristik dan struktur pekarangan sangat dipengaruhi oleh lingkungan fisik, sosial, ekonomi, budaya masyarakat setempat, sifat ekologis tanaman dan jenis hewan.

Salah satu manfaat pekarangan pedesaan adalah sebagai apotik hidup atau apotik hijau. Tumbuhan yang ditanam adalah tumbuhan obat yang dimanfaatkan sebagai sarana pengobatan dan usaha menjaga kesehatan keluarga. Usaha

7

memberdayakan sistem pekarangan sebagai sumberdaya sudah lama menjadi bagian integrasi dalam usaha tani terpadu masyarakat pedesaan (Wahab 1998).

Fungsi lahan pekarangan yang paling dirasakan manfaatnya adalah produksi, baik secara subsisten maupun komersial (Karyono 1985 diacu dalam Bahro 1991). Kedua fungsi tersebut sukar dipisahkan karena berfungsi subsisten tetapi pada saat lain akan berfungsi komersial. Fungsi komersial ditunjukkan oleh produksi yang berlebih, atau sengaja dijual untuk dapat membeli komoditi pangan yang lebih banyak walaupun kualitasnya lebih rendah.

2.6 Masyarakat Desa

Masyarakat adalah sekelompok orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan (Soekanto 1982). Struktur masyarakat terdiri dari beberapa unsur yaitu manusia yang hidup bersama, berkumpul dalam waktu yang cukup lama sehingga terjadi sistem komunikasi dan timbul peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan kelompok tersebut sadar bahwa mereka merupakan suatu kesatuan dan satu sistem hidup bersama sehingga menimbulkan kebudayaan (Soekanto 1982).

Masyarakat digolongkan menjadi dua yaitu masyarakat desa dan masyarakat kota. Masyarakat desa adalah kelompok khusus dari orang-orang yang tinggal dalam wilayah tertentu, memiliki kebudayaan dan gaya hidup yang sama, sudah sebagai suatu kesatuan dan dapat bertindak secara kolektif dalam usaha mereka mencapai tujuan (Soekanto 1982). Sistem kehidupan masyarakat desa biasanya berkelompok, atas dasar sistem berkeluarga.

Masyarakat desa di Indonesia dapat dipandang sebagai suatu bentuk masyarakat yang ekonomis terbelakang dan yang harus dikembangkan dengan berbagai cara (Sajogyo & Sajogyo P 2005). Ciri-ciri kehidupan masyarakat desa itu salah satunya yaitu selalu menerapkan sistem tolong menolong, aktivitas- aktivitas tolong menolong itu hidup dalam berbagai macam bentuk masyarakat desa di Indonesia. Disamping adat istiadat tolong menolong antara warga desa dalam berbagai macam lapangan aktivitas-aktivitas sosial, baik yang berdasarkan hubungan tetangga, ataupun hubungan kekerabatan atau lain-lain hubungan yang

8

berdasarkan efisiensi dan sifat praktis, ada pula aktivitas-aktivitas bekerjasama yang lain yang secara populer biasanya juga disebut gotong royong

Dasar-dasar dari aktivitas tolong menolong dan gotong royong sebagai suatu gejala sosial dalam masyarakat desa pertanian telah beberapa kali dianalisa oleh ahli-ahli ilmu sosial. Selain tolong menolong dan gotong royong, musyawarah pun merupakan salah satu gejala sosial yang ada pada masyarakat pedesaan, artinya yaitu bahwa keputusan-keputusan yang diambil dalam rapat tidak berdasarkan suatu mayoritas yang menganut suatu pendirian tertentu melainkan seluruh rapat seolah-olah menjadi suatu badan (Sajogyo & Sajogyo P 2005).

Kehidupan masyarakat tradisional adalah kehidupan yang harmoni dengan alam sekitar, sedangkan masyarakat modern dibentuk oleh jalan pikiran yang menyatakan bahwa manusia mempunyai hak untuk memanipulasi dan mengubah alam meskipun dewasa ini masyarakat modern telah meningkat kepeduliannya terhadap lingkungan dan alam sekitar (Kusumaatmadja 1995).

9 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2011 sampai dengan Agustus 2011 yang berlokasi di Kampung Babakan-Cengal Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kamera, kuisioner, alat tulis, dan tally sheet. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu tumbuhan yang ada di sekitar lingkungan Kampung Babakan-Cengal, serta dokumen atau laporan yang telah dilakukan oleh semua instansi yang terkait dengan penelitian ini.

3.3 Jenis Data yang Dikumpulkan

Jenis data yang dikumpulkan adalah spesies tumbuhan obat, habitus, bagian yang digunakan, khasiat, tipologi habitat, status budidaya, frekuensi perjumpaan, dan karakteristik responden. Sedangkan data umum berupa kondisi umum lokasi dan masyarakat.Jenis data yang dikumpulkan dapat disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Jenis dan metode pengumpulan data

No Jenis data Aspek yang dikaji Sumber Data Metode 1. Kondisi umum

kampung Babakan- Cengal

1. Letak dan luas 2. Topografi, iklim dan

tanah 3. Kondisi demografi penduduk, sosial- ekonomi masyarakat kampung Babakan- Cengal

4. Keadaan sarana dan prasarana untuk kesehatan Buku monografi Desa Cikaracak Studi pustaka

2 Potensi tumbuhan obat keluarga (TOGA) di Kampung Babakan- Cengal

Tumbuhan obat : Nama spesies, ilmiah, famili, habitus, bagian yang digunakan, khasiat, tipologi habitat, status budidaya, dan frekuensi perjumpaan Lingkungan Kampung Babakan-Cengal Observasi dan survei lapang dan studi pustaka

10

Tabel 1 Jenis dan metode pengumpulan data (lanjutan)

No Jenis data Aspek yang dikaji Sumber Data Metode 3 Pengetahuan dan pemanfaatan tumbuhan obat keluarga (TOGA) oleh masyarakat 1. Karakteristik masyarakat/responden 2. Spesies tumbuhan obat

yang dikenali dan dimanfaatkan

3. Pengetahuan kegunaan spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan. 4. Spesies tumbuhan yang dibudidayakan di lahan milik. 5. Bentuk pemanfaatan tumbuhan obat.

6. Sumber tumbuhan obat yang dikonsumsi oleh masyarakat (hasil budidaya, dari hutan, beli).

7. Penyakit yang pernah dan sering diderita 8. Cara pengobatan

(herbal, beli di warung, meramu sendiri)

9. Menu makanan sehari- hari Masyarakat /responden Wawancara dan pengamatan lapang 3.4 Metode Penelitian 3.4.1 Tahapan penelitian

Tahapan penelitian Potensi Tumbuhan Obat Keluarga (TOGA) dilakukan secara bertahap, yaitu sebagai berikut:

Tahap I : Mengumpulkan data dan informasi melalui studi literatur, laporan penyakit masyarakat, internet, dokumen-dokumen yang ada di puskesmas, kantor desa dan kecamatan.

Tahap II : Survei lapangan dengan melakukan wawancara dengan masyarakat di Kampung Babakan-Cengal, Desa Karacak.

Tahap III : Survei potensi tumbuhan obat yang ada di Kampung Babakan- Cengal, Desa Karacak.

11 3.4.2 Metode pengumpulan data

3.4.2.1 Studi pustaka

Studi pustaka dilakukan pada saat sebelum berangkat ke lokasi penelitian dan setelah pulang dari lokasi penelitian. Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui dan mendapatkan informasi dasar mengenai kondisi umum mencakup fisik, biotik kependudukan dan budaya masyarakat Kampung Babakan-Cengal Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Pengumpulan data dilakukan dengan merekapitulasi data-data terbaru dari seluruh sumber literatur yang ada. Data-data tersebut juga dijadikan acuan atau panduan untuk melengkapi data hasil pengamatan di lapangan. Selain itu juga dilakukan permintaan izin pada setiap instansi yang terkait dengan penelitian ini.

3.4.2.2 Survei potensi tumbuhan obat keluarga (TOGA)

Survei potensi tumbuhan obat keluarga (TOGA) dilakukan di halaman rumah-rumah warga dan daerah sekitarnya seperti sawah, kebun, sekitar sungai yang ada di Kampung Babakan-Cengal. Pengamatan potensi dilakukan dengan cara mengidentifikasi TOGA secara sensus, kemudian memisahkannya untuk setiap Rukun Tetangga (RT), sehingga akan terlihat tempat mana yang memiliki potensi TOGA yang terbanyak.

3.4.2.3 Wawancara

Wawancara dilakukan secara semi terstruktur dengan menggunakan kuesioner. Adapun maksud dari semi terstruktur ini adalah kuesioner disajikan dalam bentuk pertanyaan tertutup dan pertanyaan terbuka. Pemilihan responden diperoleh dengan menggunakan teknik snowball dengan jumlah responden dibatasi sampai 30 orang. Responden pertama yang dipilih adalah key person atau tokoh kunci di kampung tersebut, penentuan responden berikutnya berdasarkan informasi responden sebelumnya.

3.4.2.4 Identifikasi spesies tumbuhan obat keluarga (TOGA)

Identifikasi dilakukan untuk mengetahui nama ilmiah spesies tumbuhan obat hasil pengamatan lapang. Identifikasi dilakukan di Laboratorium Konservasi Tumbuhan, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Buku yang digunakan untuk mengidentifikasi tumbuhan obat yaitu Heyne jilid I-IV (1987), Syukur H, Hernani (2002) dan Muhlisah F (1999).

12 3.4.3 Analisis data

3.4.3.1 Karakteristik masyarakat

Data umum karakteristik masyarakat disusun dan dikelompokkan kedalam lima karakteristik umum yaitu: (1) umur, (2) pendidikan, (3) jenis kelamin, (4) mata pencaharian, dan (5) pendapatan.

3.4.3.2 Potensi tumbuhan obat keluarga (TOGA)

Data potensi TOGA hasil identifikasi disusun dan dikelompokkan berdasarkan (1) spesies dan famili, (2) tipologi hábitat, (3) frekuensi perjumpaan, (4) klasifikasi berdasarkan kelompok penyakit, (5) klasifikasi berdasarkan bagian yang digunakan, (6) klasifikasi berdasarkan habitus (perawakan). Data penyakit masyarakat diperlukan untuk mengetahui potensi tumbuhan obat yang akan dikembangkan. Data penyakit didapat dari hasil wawancara dengan responden. 3.4.3.3 Persentase tumbuhan obat berdasarkan tipe habitat

Tipe habitat dari tumbuhan yang dimanfaatkan meliputi pekarangan rumah, kebun, pinggir jalan, sawah, saluran irigasi (selokan), lahan kering, sungai, dan lain-lain. Untuk menghitung presentase tumbuhan obat berdasarkan habitat digunakan rumus sebagai berikut:

� �� ℎ �

= � � ℎ � � � �ℎ �

ℎ � � � ℎ �� ℎ � × 100%

3.4.3.4 Persentase tumbuhan obat berdasarkan bagian yang digunakan Pemanfaatan bagian tumbuhan baik itu daun, batang, kulit, buah, bunga, dan akar juga dihitung persentasenya. Persentase bagian yang dimanfaatkan dihitung untuk mengetahui berapa besarnya suatu bagian tumbuhan dimanfaatkan terhadap seluruh bagian tumbuhan yang dimanfaatkan. Untuk menghitungnya digunakan rumus:

� �� = �� � � ��

13

3.4.3.5 Persentase tumbuhan obat berdasarkan habitus

Habitus dari tumbuhan yang dimanfaatkan meliputi pohon, semak, perdu liana dan herba. Persentase habitus merupakan telaah tentang besarnya suatu jenis habitus digunakan terhadap seluruh habitus yang ada. Untuk menghitungnya digunakan rumus sebagai berikut:

� ℎ � = � � ℎ �

ℎ � � × 100%

3.4.3.6 Persentase tumbuhan obat berdasarkan status budidaya

Klasifikasi tumbuhan obat berdasarkan status budidayanya dibagi menjadi dua kelompok yaitu tumbuhan obat yang dibudidaya masyarakat dan tumbuhan obat yang tidak dibudidaya masyarakat atau liar. Untuk menghitung presentase tumbuhan obat berdasarkan status budidaya digunakan rumus sebagai berikut:

� � � = � � � �

ℎ � � × 100%

3.4.3.7 Analisis pemanfaatan TOGA oleh masyarakat

Data hasil wawancara dengan masyarakat tentang tumbuhan obat keluarga diolah dan dikelompokkan ke dalam: (1) karakteristik masyarakat, (2) jenis penyakit yang pernah diderita oleh masyarakat, (3) spesies tumbuhan obat yang diketahui dan dimanfaatkan untuk mengobati penyakit, (4) bagian tumbuhan yang digunakan untuk mengobati penyakit, (5) cara penggunaan tumbuhan obat.

14 BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Letak dan Luas Kawasan

Desa Karacak adalah salah satu desa di wilayah Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Desa Karacak memiliki luasan sekitar 710,023 ha dan masih didominasi dengan lahan pertanian baik lahan sawah maupun kering (ladang atau kebun). Desa Karacak terdiri dari 10 RW (Rukun Warga) dan 43 RT (Rukun Tetangga).

Jarak Desa Karacak ke Pusat Kota Bogor (Terminal Bus Baranangsiang) relatif jauh yaitu sekitar 42 km. Desa Karacak berbatasan langsung dengan:

Sebelah Utara : Desa Barengkok Sebelah Timur : Desa Situ Udik Sebelah Selatan : Desa Karyasari Sebelah Barat : Desa Cibeber I

Gambar 1 Denah lokasi penelitian. Sumber : Google Map

15 4.2 Topografi, Iklim dan Tanah

Topografi Desa Karacak berupa areal persawahan dan tanah darat yang terletak pada ketinggian 5000 mdpl. Suhu udara rata-rata di Desa Karacak sekitar 370C dengan curah hujan 4683 mm pertahun. Lahan dan tanah di Desa Karacak dimanfaatkan atau digunakan untuk berbagai keperluan diantaranya untuk pemukiman, pertanian, perikanan (kolam/empang), bangunan umum, jalan, lapangan, makam, dan lain-lain (Tabel 2).

Tabel 2 Pemanfaatan lahan/penggunaan lahan di Desa Karacak

No Pemanfaatan Lahan Luas (ha)

1. Pemukiman 36,236 2. Pertanian - Sawah - Ladang/Tegal - Perkebunan 210,714 139,510 270,510 3. Perikanan (Kolam/empang) 31,053

4. Bangunan umum, jalan, lapangan, makam, dan lain-lain 22,0

Jumlah 710,023

Sumber : Desa Karacak (2010)

4.3 Kondisi Demografi, Sosial dan Ekonomi

Kondisi demografi, sosial, ekonomi meliputi jumlah penduduk, mata pencaharian, tingkat pendidikan dan agama. Jumlah penduduk Desa Karacak berdasarkan monografi Desa Karacak tahun 2010 yaitu sebanyak 10.862 jiwa dengan Kepala Keluarga (KK) sebanyak 2855 KK.

Mata pencaharian masyarakat Desa Karacak cukup beragam, diantaranya petani, buruh tani, pegawai swasta, PNS, pedagang selebihnya montir dan pengraji. Sebagian besar masyarakat Desa Karacak bermata pencaharian sebagai petani, yaitu sebanyak 55,9% (Tabel 3).

Tabel 3 Mata pencaharian masyarakat Desa Karacak

No Mata Pencaharian Persentase (%)

1. Petani 55,9 2. Buruh Tani 33,5

Dokumen terkait