• Tidak ada hasil yang ditemukan

Study of Medicinal Plants Utilization in Babakan-Cengal Kampong Karacak Village Leuwiliang Sub-district, Bogor Regency

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Study of Medicinal Plants Utilization in Babakan-Cengal Kampong Karacak Village Leuwiliang Sub-district, Bogor Regency"

Copied!
203
0
0

Teks penuh

(1)

KECAMATAN LEUWILIANG, KABUPATEN BOGOR

TRIDHA ARISTANTIA

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

(2)

KECAMATAN LEUWILIANG, KABUPATEN BOGOR

TRIDHA ARISTANTIA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

(3)

Kampung Babakan-Cengal Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh ERVIZAL A.M ZUHUD dan AGUS HIKMAT.

Tumbuhan obat merupakan alternatif bahan obat bagi pemenuhan kesehatan berbagai kalangan masyarakat di Indonesia. Masyarakat Kampung Babakan-Cengal telah lama memanfaatkan tumbuhan obat yang terdapat di sekitar lingkungan rumahnya dalam mengobati penyakit yang dideritanya. Pemanfaatan tumbuhan berkhasiat obat yang telah dilakukan oleh masyarakat tersebut harus dilestarikan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji: (1) Potensi tumbuhan obat di Kampung Babakan-Cengal yang bisa dikembangkan untuk meningkatkan kesehatan keluarga secara mandiri, dan (2) Pengetahuan, pemanfaatan, dan kegiatan budidaya tumbuhan obat keluarga (TOGA) di Kampung Babakan-Cengal sebagai sarana pengobatan dan pemeliharaan kesehatan keluarga.

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai Agustus 2011 di Kampung Babakan-Cengal Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Metode yang digunakan adalah studi pustaka, survei potensi tumbuhan obat keluarga (TOGA), dan wawancara. Pemilihan responden dilakukan menggunakan teknik snowball dengan jumlah responden 30 orang. Sedangkan survei potensi tumbuhan obat dilakukan secara sensus. Analisis data dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif yang selanjutnya dianalisis secara deskriptif.

TOGA di Kampung Babakan-Cengal teridentifikasi sebanyak 88 spesies dari 41 famili. Zingiberaceae adalah famili yang paling banyak ditemukan yaitu sebanyak 9 spesies. Herba merupakan habitus tertinggi sebanyak 36 spesies. Bagian tumbuhan obat di Kampung Babakan-Cengal yang digunakan untuk pengobatan terdiri atas 15 macam bagian, daun merupakan bagian tumbuhan yang paling banyak dimanfaatkan oleh masyarakat yaitu sebanyak 52 spesies. Tumbuhan obat keluarga paling banyak dijumpai di pekarangan, yaitu sebanyak 50 spesies. Kelompok penyakit yang paling banyak dapat diobati oleh tumbuhan obat keluarga di Kampung Babakan-Cengal adalah penyakit saluran pencernaan, sebanyak 64 spesies. Pengetahuan masyarakat Kampung Babakan-Cengal terhadap tumbuhan obat masih cukup tinggi. Sebanyak 60% masyarakat yang menjadi responden masih membuat obat sendiri secara tradisional dari tumbuhan obat yang ada di sekitar lingkungan rumah mereka untuk menyembuhkan penyakit yang mereka derita. Kegiatan budidaya terhadap tumbuhan obat sebagai bagian dari konsevasi juga menjadi salah satu kegiatan beberapa masyarakat Kampung Babakan Cengal. Kegiatan budidaya dianggap efektif oleh beberapa masyarakat, karena dengan membudidayakan tumbuhan obat keluarga dapat melestarikan dan memudahkan masyarakat dalam pemanfaatannya. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa banyak spesies TOGA yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat Kampung Babakan-Cengal, dengan tingkat pengetahuan terhadap TOGA cukup tinggi. Kajian budidaya TOGA cukup efektif untuk konservasi berbagai spesies TOGA.

(4)

Cengal Kampong Karacak Village Leuwiliang Sub-district, Bogor Regency. Under Supervision of ERVIZAL A.M ZUHUD and AGUS HIKMAT.

Medicinal plants are alternative medicine used for treating various illnesses by a variety of community in Indonesia. In treating illnesses Babakan-Cengal villagers have long used medicinal plants found in the surrounding neighborhood. The use of medicinal plants by the community should be conserved. The Objectives of the research are to look for information about: (1) the potential of the medicine plants in Babakan-Cengal village that can be developed to improve the health of the family, and (2) the knowledge, the usages and the cultivation of family medicined plants in Babakan-Cengal village to treat illnesses and to keep the families health.

The research was conducted from July to August 2011 in the village of Kampung Babakan-Cengal Karacak Leuwiliang Sub-District, Bogor Regency. The method used were literature study, a survey of potential medicinal plant families (TOGA), and interview. Selection of respondents were conducted to 30 respondents, choice were determined using snowball sampling technique. while the potential of medicinal plants survey conducted in the census. Quantitative and qualitative analysis were used to analysis the data, which were descriptive analysis.

There were as many as 88 species of medical plants from 41 families identified in Kampung Babakan-Cengal. Family Zingiberaceae was most commonly found as many as 9 species. Herbs was the most habitus and consist of 36 species. The was 15 parts of medicinal plants used to treat illnesses, and leaves of 52 species were mostly used. Most of the medicinal plants grow in the yard and consist of 64 species can be use to cure the digestion illnesses. Knowledge community Babakan Cengal village of medicinal plants is still high. As many as 60% of respondents still make their own traditional medicines from medicinal plants that exist in their home environment to cure illnesses they suffered. Cultivation of medicinal plants as part of conservation is also one of several community activities-Cengal Babakan village, farming activities are considered effective by some people, because the cultivation of medicinal plants families can preserve and facilitate the public in its use. The conclusion of this study that many species that can be utilized by TOGA Village community-Cengal Babakan, with the level of knowledge of the TOGA quite high. Cultivation activities was effective for the conservation of various species of TOGA.

(5)

iii

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Kajian

Pemanfaatan Tumbuhan Obat Keluarga di Kampung Babakan-Cengal Kecamatan

Leuwiliang, Kabupaten Bogor adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan

bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah

pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal

atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain

telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian

akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2012

Tridha Aristantia

(6)

i

Judul Skripsi : Kajian Pemanfaatan Tumbuhan Obat (TOGA) di Kampung

Babakan-Cengal Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor

Nama : Tridha Aristantia

NIM : E34070049

Menyetujui:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. Dr. Ir. Ervizal A.M. Zuhud, MS

NIP. 195906181985031003

Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F

NIP. 196209181989031002

Mengetahui,

Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS

NIP. 195809151984031003

(7)

i

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan

karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih

dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2011 adalah

pemanfaatan tumbuhan obat keluarga (TOGA) dengan judul Kajian Pemanfaatan

Tumbuhan Obat Keluarga di Kampung Babakan-Cengal Desa Karacak

Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor.

Skripsi ini membahas mengenai potensi tumbuhan obat keluarga yang

terdapat di Kampung Babakan-Cengal, pengetahuan masyarakat Kampung

Babakan-Cengal mengenai tumbuhan obat serta kegiatan budidaya tumbuhan

obat. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Hal ini

semata karena keterbatasan dari penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan

saran dan kritik yang membangun dari semua pihak demi perbaikan dalam

penulisan selanjutnya.

Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat baik bagi penulis,

pembaca maupun bagi semua pihak yang berkepentingan terutama bagi

masyarakat Kampung Babakan-Cengal Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang

Bogor.

Bogor, Agustus 2012

(8)

ii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 8

Oktober 1989 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara

pasangan Sutrisna dan Lidya Herawati. Jenjang pendidikan

formal yang telah dilalui penulis adalah TK Kemala

Bhayangkari 4 Bogor pada tahun 1994-1995, SD Negeri

Purbasari 1 Bogor pada tahun 1995-2001, SMP Negeri 2

Ciomas pada tahun 2001-2004, SMA Negeri 2 Bogor pada

tahun 2004-2007. Pada tahun 2007 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor

melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima sebagai

mahasiswa Mayor Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (DKSHE),

Fakultas Kehutanan IPB dengan mengambil program supporting course.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif dalam organisasi Himpunan

Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) pada

periode kepengurusan 2008-2010. Di HIMAKOVA penulis tergabung menjadi

anggota Kelompok Pemerhati Flora “Rafflesia” (KPF) dan anggota Biro Kewirausahaan HIMAKOVA pada periode yang sama.

Praktek Lapang Kehutanan yang pernah diikuti oleh penulis adalah

kegiatan RAFFLESIA di Cagar Alam Rawa Danau, Banten pada tahun 2009;

Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di BKPH Kamojang dan BKPH

Sancang Barat pada tahun 2009; Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan

Pendidikan Gunung Walat (HPGW) Sukabumi pada tahun 2010; serta Praktek

Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Batang Gadis, Sumatera Utara

pada tahun 2011. Dalam rangka menyelesaikan studi di Jurusan Konservasi

Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB, penulis menyusun

skripsi dengan judul Kajian Pemanfaatan Tumbuhan Obat Keluarga di

Kampung Babakan-Cengal Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang,

(9)

iii

UCAPAN TERIMA KASIH

Bismillahirrahmanirrahim,

Dengan segala kerendahan hati dan ketulusan, ucapan terimakasih penulis

sampaikan kepada:

1. Dosen pembimbing Prof. Dr. Ir. Ervizal A.M. Zuhud, MS dan Dr. Ir. Agus

Hikmat, M.Sc.F atas semua nasehat, bimbingan dan bantuannya dalam

penyusunan skripsi ini.

2. Masyarakat Kampung Babakan-Cengal Desa Karacak atas bantuan dan

kerjasamanya selama penulis melakukan penelitian di lapangan.

3. Bapak dan Ibu Dosen Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan ilmu

pengetahuan, wawasan, pengajaran dan bimbingan kepada penulis, sehingga

penulis dapat menyelesaikan pendidikan di IPB.

4. Seluruh Staf Tata Usaha Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan

Ekowisata, atas bantuannya selama kuliah dan penyelesaian skripsi.

5. Dr. Ir. Sudarsono Soedomo, MS sebagai dosen penguji yang telah menguji

dan memberikan masukan dalam penyempurnaan skripsi ini.

6. Resti Meilani, S.Hut, M.Si sebagai Ketua sidang yang telah menguji dan

memberikan masukan dalam penyempurnaan skripsi ini.

7. Ir. Edhi Sandra, M.Si sebagai moderator pada saat seminar hasil penelitian.

8. Heni Apriyanti, Muhrina Anggun Sari Hasibuan, Asih Ratnasih. Novitasari,

Neneng Hasanah, Rafina, Diena Nurul Fatimah atas persahabatan,

kebersamaan, kekeluargaan, dukungan, dan bantuan selama kuliah,

penelitian dan penyusunan skripsi sampai selesai.

9. Kawan, sahabat dan saudara seperjuangan di Lab. Konservasi Tumbuhan

Depertemen KSHE atas bantuan, kerjasama, motivasi, saran dan

kebersamaan dengan penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

10. Keluarga besar KSHE 44 (Helarctos malayanus 44) atas kebersamaan,

dukungan, kekeluargaan, pengalaman, dan ilmu pengetahuan yang dilalui

(10)

iv

11. Teristimewa Kedua orang tua penulis (Ibu Lidya Herawati dan Bapak

Sutrisna), Riandika Fajar Pratama, dan Trisya Fahriannisa yang telah

memberikan limpahan kasih sayang, doa, motivasi serta dukungan moril dan

material sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan sarjana.

Semua pihak yang membantu penulis dalam menyelesaikan kuliah,

penelitian dan penulisan skripsi yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang

(11)

v DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Manfaat Penelitian ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan Obat ... 3

2.2 Pengetahuan Tradisional dalam Pemanfaatan Tumbuhan Obat ... 4

2.3 Pelayanan Kesehatan ... 5

2.4 Tumbuahan Obat Keluarga (TOGA) ... 5

2.5 Pekarangan ... 6

2.6 Masyarakat Desa ... 7

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 9

3.2 Alat dan Bahan Penelitian ... 9

3.3 Jenis Data yang Dikumpulkan ... 9

3.4 Metode Penelitian ... 10

3.4.1 Tahapan penelitian ... 10

3.4.2 Metode pengumpulan data ... 11

3.4.3 Analisis data ... 12

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas Kawasan ... 14

4.2 Topografi, Iklim, dan Tanah ... 15

4.3 Kondisi Demografi, Sosial dan Ekonomi ... 15

(12)

vi

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Responden ... 17

5.1.1 Umur responden ... 17

5.1.2 Tingkat pendidikan... 17

5.1.3 Mata pencaharian responden ... 18

5.1.4 Pendapatan responden ... 19

5.2 Keanekaragaman Tumbuhan Obat Kampung Babakan Cengal, Desa Karacak ... 19

5.2.1 Keanekaagaman tumbuhan obat berdasarkan famili... 20

5.2.2 Keanekaragaman tumbuhan obat berdasarkan habitus ... 22

5.2.3 Keanekaragaman tumbuhan obat berdasarkan bagian yang digunakan ... 23

5.2.4 Keanekaragaman tumbuhan obat berdasarkan tipe habitat .. 24

5.2.5 Keanekaragaman tumbuhan obat berdasarkan kelompok Penyakit ... 25

5.2.6 Frekuensi perjumpaan spesies tumbuhan obat ... 28

5.3 Pengetahuan dan Pemanfaatan Tumbuhan Obat oleh Masyarakat 29

5.4 Budidaya Tumbuhan Obat ... 35

5.5 Sintesis Pengembangan Tumbuhan Obat Keluarga ... 37

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 41

6.2 Saran ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42

(13)

vii

DAFTAR TABEL

No Halaman

1. Jenis dan metode pengumpulan data ... 9

2. Pemanfaatan lahan/penggunaan lahan di Desa Karacak ... 15

3. Mata pencaharian masyarakat Desa Karacak ... 15

4. Tingkat pendidikan masyarakat Desa Karacak ... 16

5. Sarana dan prasarana kesehatan di Desa Karacak ... 16

6. Karakteristik kelas umur responden ... 17

7. Mata pencaharian responden ... ... 18

8. Pendapatan total responden ... ... 19

9. Frekuensi perjumpaan spesies tumbuhan obat ... 28

10. Tindakan masyarakat Kampung Babakan-Cengal ketika sakit ... 30

(14)

viii

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Denah lokasi penelitian ... 14

2. Tingkat pendidikan responden ... 18

3. Jumlah tumbuhan obat di setiap RT ... 20

4. Jumlah 10 family tumbuhan obat terbanyak di Kampung Babakan-Cengal 21

5. Tumbuhan obat anggota Zingibeaceae: A) Kapulaga (Amomum compactum) B) Buah kapulaga ... 22

6. Jumlah spesies tumbuhan obat keluarga berdasarkan habitus ... 22

7. Jumlah spesies tumbuhan obat keluarga berdasarkan bagian yang digunakan ... ... ... ... 23

8. Keanekaragaman tumbuhan obat berdasarkan tipe habitat... 25

9. Kelompok penyakit dan jumlah spesies tumbuhan obat yang digunakan di Kampung Babakan-Cengal ... ... 26

10. Daun kentut (Paederia scandes (Lour.) Merr.) ... 27

11. Kumis kucing (Orthosiphon stamineus Benth) ... 27

12. Pulutan ( Urena lobata Linn) ... ... 28

13. Ramuan tumbuhan obat untuk mengobati penyakit lemah syahwat, darah Tinggi, ginjal, panas, dan lain-lain ... 34

14. Contoh simplisia... 34

15. Status budidaya tumbuhan obat ... ... ... 35

(15)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1. Rekapitulasi karakteristik responden penelitian di Kampung Babakan

-Cengal ... 48

2. Famili tumbuhan obat di Kampung Babakan-Cengal ... 49

3. Potensi tumbuhan obat berdasarkan manfaat ... 51

4. Frekuensi perjumpaan tumbuhan obat di Kampung Babakan-Cengal ... 74

5. Tipe habitat tumbuhan obat di Kampung Babakan-Cengal ... 82

6. Kelompok penyakit dan jumlah jenis tumbuhan obat yang digunakan di Kampung Babakan-Cengal ... ... 85

7. Penyakit umum masyarakat yang sering diobati dengan tumbuhan obat pada responden Kampung Babakan-Cengal ... 87

(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tumbuhan obat merupakan alternatif bahan obat bagi pemenuhan kesehatan

berbagai kalangan masyarakat di Indonesia. Pengetahuan pemanfaatan tumbuhan

obat ini telah diwariskan secara turun temurun sebagai budaya bangsa dan perlu

terus ditingkatkan, karena berbagai masalah penyakit dapat diobati dengan

memanfaatkan tumbuhan yang ada. Tumbuhan-tumbuhan tersebut dapat ditemui

di hutan, kebun, sawah, atau bahkan di sekitar rumah atau pekarangan.

Pemanfaatan tumbuhan sebagai bahan baku obat cenderung mengalami

peningkatan dengan adanya isu back to nature atau kembali ke alam. Selain

murah dan mudah didapat, obat tradisional yang berasal dari tumbuhan pun

memiliki efek samping yang jauh lebih rendah tingkat bahayanya jika

dibandingkan obat-obatan kimia (obat modern). Hal ini disebabkan efek dari obat

tradisonal bersifat alamiah, tidak sekeras efek dari obat kimia.

Kampung Babakan-Cengal merupakan salah satu kampung yang terdapat di

Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Dalam mengobati

penyakit yang dideritanya masyarakat Kampung Babakan-Cengal telah lama

memanfaatkan tumbuhan obat yang terdapat di sekitar lingkungan rumah mereka.

Pemanfaatan tumbuhan berkhasiat obat yang telah dilakukan oleh masyarakat

tersebut harus dilestarikan.

Sehubungan dengan hal tersebut untuk mengetahui pemanfaatan tumbuhan

obat oleh masyarakat Babakan-Cengal maka diperlukan studi mengenai kajian

pemanfaatan tumbuhan obat keluarga (TOGA) di Kampung Babakan-Cengal

Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Pemanfaatan tumbuhan

obat oleh masyarakat diharapkan dapat memberikan pengaruh positif dan

menumbuhkan motivasi kembali kepada masyarakat untuk menanam dan

mengembangkan tumbuhan obat di pekarangan, yang pada akhirnya dapat

meningkatkan kemandirian dalam pengobatan dan pemeliharaan kesehatan

(17)

2 1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji:

1. Potensi tumbuhan obat di Kampung Babakan-Cengal yang bisa dikembangkan

untuk meningkatkan kesehatan keluarga secara mandiri.

2. Pengetahuan, pemanfaatan, dan kegiatan konservasi tumbuhan obat oleh

masyarakat Kampung Babakan-Cengal sebagai sarana pengobatan dan

pemeliharaan kesehatan keluarga.

1.3 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan bahan

masukan dalam pengembangan tumbuhan obat keluarga (TOGA) melalui peran

serta masyarakat untuk kemandirian masyarakat dalam bidang obat-obatan di

(18)

3 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tumbuhan Obat

Tumbuhan obat adalah semua spesies tumbuhan baik yang sudah ataupun

belum dibudidayakan yang dapat digunakan sebagai tumbuhan obat (Hamid et al.

1991). Tumbuhan obat juga merupakan salah satu komponen penting dalam

pengobatan tradisional yang telah digunakan sejak lama dan memberikan dampak

farmakologi. Pengobatan tradisional secara langsung atau tidak langsung

mempunyai kaitan dengan upaya pelestarian pemanfaatan sumberdaya alam

hayati, khususnya tumbuhan obat (Aliadi et al. 1990).

Zuhud dan Haryanto (1994) mengelompokan tumbuhan berkhasiat obat

sebagai berikut:

a. Tumbuhan obat tradisional, merupakan spesies yang diketahui atau dipercaya

masyarakat memiliki khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku

obat tradisional.

b. Tumbuhan obat modern, merupakan spesies tumbuhan yang secara ilmiah

telah dibuktikan mengandung senyawa atau bahan bioaktif berkhasiat obat,

dan penggunaannya dapat dipertanggung jawabkan secara medis.

c. Tumbuhan obat potensial, merupakan spesies tumbuhan yang diduga

mengandung atau memiliki senyawa atau bahan bioaktif obat, tetapi belum

dibuktikan penggunaannya secara ilmiah-medis sebagai bahan obat dan

penggunaannya secara tradisional belum diketahui.

Tumbuhan obat terdiri dari beberapa macam habitus. Habitus berbagai

spesies tumbuhan adalah sebagai berikut (Tjitrosoepomo 1988):

a. Pohon adalah tumbuhan berkayu yang tinggi besar, memiliki suatu batang

yang jelas dan bercabang jauh dari permukaan.

b. Perdu adalah tumbuhan berkayu yang tidak seberapa besar dan bercabang

dekat dengan permukaan, biasanya kurang dari 5-6 meter.

c. Herba adalah tumbuhan tidak berkayu dengan batang lunak dan berair.

d. Liana adalah tumbuhan berkayu dengan batang menjulur/memanjat pada

(19)

4

e. Semak adalah tumbuhan tidak seberapa besar, batang berkayu,

bercabang-cabang dekat permukaan tanah atau di dalam tanah.

2.2 Pengetahuan Tradisional dalam Pemanfaatan Tumbuhan Obat

Pemanfaatan tumbuhan obat adalah memanfaatkan berbagai spesies

tumbuh-tumbuhan yang tumbuh di sekitar kita dan mempunyai khasiat untuk

bahan pengobatan secara tradisional (Soewito 1989). Dalam pemanfaatan dan

penggunaan tumbuhan berkhasiat obat ini, perlu diketahui secara pasti tata cara

pengkomposisiannya dalam memanfaatkan tumbuhan berkhasiat obat untuk

mengatasi berbagai jenis penyakit secara efektif (Wijayakusuma 2000).

Pengetahuan tradisional atau pengetahuan lokal sering diistilahkan dengan

sebutan kearifan tradisional. Kearifan tradisional adalah semua bentuk

pengetahuan, keyakinan, pemahaman, atau wawasan serta adat kebiasaan atau

etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas

ekologis (Keraf 2006).

Kearifan tradisional menyangkut pengetahuan, pemahaman adat dan

kebiasaan tentang manusia, alam, dan bagaimana relasi diantara semua penghuni

komunitas ekologis harus dibangun. Keraf (2006) menyebutkan bahwa:

a. Kearifan tradisional adalah milik komunitas bukan individu.

b. Kearifan tradisional lebih bersifat holistik karena menyangkut pengetahuan

dan pemahaman tentang seluruh kehidupan dengan segala relasinya di alam

semesta.

c. Berdasarkan kearifan tradisional, masyarakat juga memahami semua

aktivitasnya sebagai aktivitas moral.

Sistem pengetahuan yang dimiliki masyarakat secara tradisi merupakan

salah satu bagian dari kebudayaan suku bangsa itu sendiri, yang mana melibatkan

hubungan antara manusia dengan lingkungan yang ditentukan oleh kebudayaan

setempat sebagai pengetahuan yang diyakini serta menjadi sistem nilai.

Pengobatan tradisional merupakan salah satu pengetahuan tradisional masyarakat

yaitu semua upaya pengobatan dengan cara lain di luar ilmu kedokteran

(20)

5

turun temurun, selain itu juga telah teruji memberikan sumbangsihnya terhadap

kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) (Rahayu 2006).

2.3 Pelayanan Kesehatan

Masyarakat tetap memerlukan pengobatan tradisional. Dalam suatu sistem

pelayanan terdapat folk sector dan popular sector (kalangan tradisi) seperti tabib,

dukun, penjual jamu gendong, akupunktur dan sebagainya yang menggunakan

cara dan metode pengobatan di luar standarisasi profesional sektor atau paradigma

kedokteran (Deryanti 2010). Menurut Siswanto (2000) hendaknya terdapat

kemitraan antara folk sector dengan profesional sektor untuk mencapai tujuan

normatif sistem pelayanan kesehatan.

Kelompok-kelompok masyarakat memiliki bentuk perawatan kesehatan

yang berbeda-beda (Kalangie 1994 diacu dalam Suciati 2004). Perilaku kesehatan

seseorang pun berbeda-beda dipengaruhi oleh pengetahuan, kepercayaan, nilai

dan norma dalam lingkup sosialnya, berkenaan pula dengan etiologi, terapi dan

spesies penyakit yang dideritanya.

Departemen Kesehatan (1995) membagi pengobatan tradisional menjadi 4

kelompok yaitu:

a. Pengobatan tradisional yang menggunakan ramuan obat tradisional, seperti

shinse, tabib, battra ramuan, dan jamu gendong.

b. Pengobatan tradisional yang menggunakan keterampilan, seperti akupunturis,

battra patah tulang, battra pijat urut, dan sebagainya.

c. Pengobatan tradisional berdasarkan agama dan kebatinan, seperti kyai.

d. Pengobatan tradisional bersifat magis, seperti paranormal, dukun anti teluh,

dan sebagainya.

Saat ini pengobatan tradisional adalah pelengkap dalam menangani masalah

kesehatan.

2.4 Tumbuhan Obat Keluarga (TOGA)

Tumbuhan Obat Keluarga (TOGA) adalah tumbuhan obat yang ada di

lingkungan tempat tinggal masyarakat yang dimanfaatkan sebagai obat untuk

(21)

6

(2003) TOGA ialah Tanaman Obat Keluarga, dahulu disebut sebagai “Apotik

Hidup”, dalam pekarangan atau halaman rumah ditanam beberapa tanaman obat yang digunakan secara empirik oleh masyarakat untuk mengatasi penyakit atau

keluhan-keluhan yang dideritanya. Beberapa tanaman obat telah dibuktikan efek

farmakologinya pada hewan coba dan beberapa tanaman telah dilakukan uji klinik

tahap awal.

Dalam kondisi tertentu TOGA dapat pula dibuat dengan memanfaatkan pot,

atau benda-benda lain yang dapat dan cocok untuk menumbuhkan tumbuhan yang

berkhasiat obat. Spesies-spesies TOGA yang ditanam harus memiliki kriteria atau

pernyataan sebagai berikut (Deryanti 2010):

a. Tumbuhan tersebut sudah terdapat di daerah pemukiman yang bersangkutan.

b. Tumbuhan mudah dikembangbiakan, tidak perlu cara penanaman khusus dan

tidak memerlukan cara pemeliharaan yang rumit.

c. Dapat dipergunakan untuk keperluan lain, misalnya untuk sumber makanan,

bumbu dapur, kayu bakar, bahan kerajinan tangan dan sebagainya.

d. Dapat diolah menjadi simplisia dengan cara sederhana.

e. Tumbuhan sudah terancam kepunahannya.

2.5 Pekarangan

Pekarangan adalah taman rumah tradisional yang besifat pribadi yang

merupakan sistem terintegrasi dengan hubungan yang erat antara manusia,

tanaman dan hewan (Arifin et al 2009). Pekarangan juga merupakan ruang

terbuka yang sering dimanfaatkan untuk acara kekerabatan dan kegiatan sosial.

Pekarangan mempunyai fungsi yaitu agroforestri, konservasi sumberdaya alam

yang bersifat genetika, tanah dan air, produksi pertanian, serta hubungan sosial

budaya di area pedesaan. Karakteristik dan struktur pekarangan sangat

dipengaruhi oleh lingkungan fisik, sosial, ekonomi, budaya masyarakat setempat,

sifat ekologis tanaman dan jenis hewan.

Salah satu manfaat pekarangan pedesaan adalah sebagai apotik hidup atau

apotik hijau. Tumbuhan yang ditanam adalah tumbuhan obat yang dimanfaatkan

(22)

7

memberdayakan sistem pekarangan sebagai sumberdaya sudah lama menjadi

bagian integrasi dalam usaha tani terpadu masyarakat pedesaan (Wahab 1998).

Fungsi lahan pekarangan yang paling dirasakan manfaatnya adalah

produksi, baik secara subsisten maupun komersial (Karyono 1985 diacu dalam

Bahro 1991). Kedua fungsi tersebut sukar dipisahkan karena berfungsi subsisten

tetapi pada saat lain akan berfungsi komersial. Fungsi komersial ditunjukkan oleh

produksi yang berlebih, atau sengaja dijual untuk dapat membeli komoditi pangan

yang lebih banyak walaupun kualitasnya lebih rendah.

2.6 Masyarakat Desa

Masyarakat adalah sekelompok orang yang hidup bersama dan

menghasilkan kebudayaan (Soekanto 1982). Struktur masyarakat terdiri dari

beberapa unsur yaitu manusia yang hidup bersama, berkumpul dalam waktu yang

cukup lama sehingga terjadi sistem komunikasi dan timbul peraturan yang

mengatur hubungan manusia dengan kelompok tersebut sadar bahwa mereka

merupakan suatu kesatuan dan satu sistem hidup bersama sehingga menimbulkan

kebudayaan (Soekanto 1982).

Masyarakat digolongkan menjadi dua yaitu masyarakat desa dan masyarakat

kota. Masyarakat desa adalah kelompok khusus dari orang-orang yang tinggal

dalam wilayah tertentu, memiliki kebudayaan dan gaya hidup yang sama, sudah

sebagai suatu kesatuan dan dapat bertindak secara kolektif dalam usaha mereka

mencapai tujuan (Soekanto 1982). Sistem kehidupan masyarakat desa biasanya

berkelompok, atas dasar sistem berkeluarga.

Masyarakat desa di Indonesia dapat dipandang sebagai suatu bentuk

masyarakat yang ekonomis terbelakang dan yang harus dikembangkan dengan

berbagai cara (Sajogyo & Sajogyo P 2005). Ciri-ciri kehidupan masyarakat desa

itu salah satunya yaitu selalu menerapkan sistem tolong menolong,

aktivitas-aktivitas tolong menolong itu hidup dalam berbagai macam bentuk masyarakat

desa di Indonesia. Disamping adat istiadat tolong menolong antara warga desa

dalam berbagai macam lapangan aktivitas-aktivitas sosial, baik yang berdasarkan

(23)

8

berdasarkan efisiensi dan sifat praktis, ada pula aktivitas-aktivitas bekerjasama

yang lain yang secara populer biasanya juga disebut gotong royong

Dasar-dasar dari aktivitas tolong menolong dan gotong royong sebagai suatu

gejala sosial dalam masyarakat desa pertanian telah beberapa kali dianalisa oleh

ahli-ahli ilmu sosial. Selain tolong menolong dan gotong royong, musyawarah

pun merupakan salah satu gejala sosial yang ada pada masyarakat pedesaan,

artinya yaitu bahwa keputusan-keputusan yang diambil dalam rapat tidak

berdasarkan suatu mayoritas yang menganut suatu pendirian tertentu melainkan

seluruh rapat seolah-olah menjadi suatu badan (Sajogyo & Sajogyo P 2005).

Kehidupan masyarakat tradisional adalah kehidupan yang harmoni dengan

alam sekitar, sedangkan masyarakat modern dibentuk oleh jalan pikiran yang

menyatakan bahwa manusia mempunyai hak untuk memanipulasi dan mengubah

alam meskipun dewasa ini masyarakat modern telah meningkat kepeduliannya

(24)

9 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2011 sampai dengan Agustus

2011 yang berlokasi di Kampung Babakan-Cengal Desa Karacak Kecamatan

Leuwiliang, Kabupaten Bogor.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kamera, kuisioner, alat tulis,

dan tally sheet. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu tumbuhan yang ada di

sekitar lingkungan Kampung Babakan-Cengal, serta dokumen atau laporan yang

telah dilakukan oleh semua instansi yang terkait dengan penelitian ini.

3.3 Jenis Data yang Dikumpulkan

Jenis data yang dikumpulkan adalah spesies tumbuhan obat, habitus, bagian

yang digunakan, khasiat, tipologi habitat, status budidaya, frekuensi perjumpaan,

dan karakteristik responden. Sedangkan data umum berupa kondisi umum lokasi

dan masyarakat.Jenis data yang dikumpulkan dapat disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Jenis dan metode pengumpulan data

No Jenis data Aspek yang dikaji Sumber Data Metode

1. Kondisi umum

3. Kondisi demografi penduduk,

sosial-Buku monografi Desa Cikaracak

Studi pustaka

2 Potensi tumbuhan obat keluarga (TOGA) di Kampung Babakan-Cengal

(25)

10

Tabel 1 Jenis dan metode pengumpulan data (lanjutan)

No Jenis data Aspek yang dikaji Sumber Data Metode

3 Pengetahuan dan pemanfaatan tumbuhan obat keluarga (TOGA) oleh masyarakat

1. Karakteristik

masyarakat/responden 2. Spesies tumbuhan obat

yang dikenali dan dimanfaatkan

3. Pengetahuan kegunaan spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan. 4. Spesies tumbuhan

yang dibudidayakan di lahan milik.

5. Bentuk pemanfaatan tumbuhan obat.

6. Sumber tumbuhan obat yang dikonsumsi oleh masyarakat (hasil budidaya, dari hutan, beli).

7. Penyakit yang pernah dan sering diderita 8. Cara pengobatan

(herbal, beli di warung, meramu sendiri)

9. Menu makanan sehari-hari

Masyarakat /responden

Wawancara dan

pengamatan lapang

3.4 Metode Penelitian 3.4.1 Tahapan penelitian

Tahapan penelitian Potensi Tumbuhan Obat Keluarga (TOGA) dilakukan

secara bertahap, yaitu sebagai berikut:

Tahap I : Mengumpulkan data dan informasi melalui studi literatur, laporan

penyakit masyarakat, internet, dokumen-dokumen yang ada di

puskesmas, kantor desa dan kecamatan.

Tahap II : Survei lapangan dengan melakukan wawancara dengan masyarakat

di Kampung Babakan-Cengal, Desa Karacak.

Tahap III : Survei potensi tumbuhan obat yang ada di Kampung

Babakan-Cengal, Desa Karacak.

(26)

11 3.4.2 Metode pengumpulan data

3.4.2.1 Studi pustaka

Studi pustaka dilakukan pada saat sebelum berangkat ke lokasi penelitian

dan setelah pulang dari lokasi penelitian. Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui

dan mendapatkan informasi dasar mengenai kondisi umum mencakup fisik, biotik

kependudukan dan budaya masyarakat Kampung Babakan-Cengal Desa Karacak

Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Pengumpulan data dilakukan dengan

merekapitulasi data-data terbaru dari seluruh sumber literatur yang ada. Data-data

tersebut juga dijadikan acuan atau panduan untuk melengkapi data hasil

pengamatan di lapangan. Selain itu juga dilakukan permintaan izin pada setiap

instansi yang terkait dengan penelitian ini.

3.4.2.2 Survei potensi tumbuhan obat keluarga (TOGA)

Survei potensi tumbuhan obat keluarga (TOGA) dilakukan di halaman

rumah-rumah warga dan daerah sekitarnya seperti sawah, kebun, sekitar sungai

yang ada di Kampung Babakan-Cengal. Pengamatan potensi dilakukan dengan

cara mengidentifikasi TOGA secara sensus, kemudian memisahkannya untuk

setiap Rukun Tetangga (RT), sehingga akan terlihat tempat mana yang memiliki

potensi TOGA yang terbanyak.

3.4.2.3 Wawancara

Wawancara dilakukan secara semi terstruktur dengan menggunakan

kuesioner. Adapun maksud dari semi terstruktur ini adalah kuesioner disajikan

dalam bentuk pertanyaan tertutup dan pertanyaan terbuka. Pemilihan responden

diperoleh dengan menggunakan teknik snowball dengan jumlah responden

dibatasi sampai 30 orang. Responden pertama yang dipilih adalah key person atau

tokoh kunci di kampung tersebut, penentuan responden berikutnya berdasarkan

informasi responden sebelumnya.

3.4.2.4 Identifikasi spesies tumbuhan obat keluarga (TOGA)

Identifikasi dilakukan untuk mengetahui nama ilmiah spesies tumbuhan

obat hasil pengamatan lapang. Identifikasi dilakukan di Laboratorium Konservasi

Tumbuhan, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Buku

yang digunakan untuk mengidentifikasi tumbuhan obat yaitu Heyne jilid I-IV

(27)

12 3.4.3 Analisis data

3.4.3.1 Karakteristik masyarakat

Data umum karakteristik masyarakat disusun dan dikelompokkan kedalam

lima karakteristik umum yaitu: (1) umur, (2) pendidikan, (3) jenis kelamin, (4)

mata pencaharian, dan (5) pendapatan.

3.4.3.2 Potensi tumbuhan obat keluarga (TOGA)

Data potensi TOGA hasil identifikasi disusun dan dikelompokkan

berdasarkan (1) spesies dan famili, (2) tipologi hábitat, (3) frekuensi perjumpaan,

(4) klasifikasi berdasarkan kelompok penyakit, (5) klasifikasi berdasarkan bagian

yang digunakan, (6) klasifikasi berdasarkan habitus (perawakan). Data penyakit

masyarakat diperlukan untuk mengetahui potensi tumbuhan obat yang akan

dikembangkan. Data penyakit didapat dari hasil wawancara dengan responden.

3.4.3.3 Persentase tumbuhan obat berdasarkan tipe habitat

Tipe habitat dari tumbuhan yang dimanfaatkan meliputi pekarangan rumah,

kebun, pinggir jalan, sawah, saluran irigasi (selokan), lahan kering, sungai, dan

lain-lain. Untuk menghitung presentase tumbuhan obat berdasarkan habitat

digunakan rumus sebagai berikut:

� �� ℎ �

= � � ℎ � � � �ℎ �

ℎ � � � ℎ �� ℎ � × 100%

3.4.3.4 Persentase tumbuhan obat berdasarkan bagian yang digunakan Pemanfaatan bagian tumbuhan baik itu daun, batang, kulit, buah, bunga, dan

akar juga dihitung persentasenya. Persentase bagian yang dimanfaatkan dihitung

untuk mengetahui berapa besarnya suatu bagian tumbuhan dimanfaatkan terhadap

seluruh bagian tumbuhan yang dimanfaatkan. Untuk menghitungnya digunakan

rumus:

� �� = �� � � ��

(28)

13

3.4.3.5 Persentase tumbuhan obat berdasarkan habitus

Habitus dari tumbuhan yang dimanfaatkan meliputi pohon, semak, perdu

liana dan herba. Persentase habitus merupakan telaah tentang besarnya suatu jenis

habitus digunakan terhadap seluruh habitus yang ada. Untuk menghitungnya

digunakan rumus sebagai berikut:

� ℎ � = � � ℎ �

ℎ � � × 100%

3.4.3.6 Persentase tumbuhan obat berdasarkan status budidaya

Klasifikasi tumbuhan obat berdasarkan status budidayanya dibagi menjadi

dua kelompok yaitu tumbuhan obat yang dibudidaya masyarakat dan tumbuhan

obat yang tidak dibudidaya masyarakat atau liar. Untuk menghitung presentase

tumbuhan obat berdasarkan status budidaya digunakan rumus sebagai berikut:

� � � = � � � �

ℎ � � × 100%

3.4.3.7 Analisis pemanfaatan TOGA oleh masyarakat

Data hasil wawancara dengan masyarakat tentang tumbuhan obat keluarga

diolah dan dikelompokkan ke dalam: (1) karakteristik masyarakat, (2) jenis

penyakit yang pernah diderita oleh masyarakat, (3) spesies tumbuhan obat yang

diketahui dan dimanfaatkan untuk mengobati penyakit, (4) bagian tumbuhan yang

(29)

14 BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Letak dan Luas Kawasan

Desa Karacak adalah salah satu desa di wilayah Kecamatan Leuwiliang,

Kabupaten Bogor. Desa Karacak memiliki luasan sekitar 710,023 ha dan masih

didominasi dengan lahan pertanian baik lahan sawah maupun kering (ladang atau

kebun). Desa Karacak terdiri dari 10 RW (Rukun Warga) dan 43 RT (Rukun

Tetangga).

Jarak Desa Karacak ke Pusat Kota Bogor (Terminal Bus Baranangsiang)

relatif jauh yaitu sekitar 42 km. Desa Karacak berbatasan langsung dengan:

Sebelah Utara : Desa Barengkok

Sebelah Timur : Desa Situ Udik

Sebelah Selatan : Desa Karyasari

Sebelah Barat : Desa Cibeber I

Gambar 1 Denah lokasi penelitian.

(30)

15 4.2 Topografi, Iklim dan Tanah

Topografi Desa Karacak berupa areal persawahan dan tanah darat yang

terletak pada ketinggian 5000 mdpl. Suhu udara rata-rata di Desa Karacak sekitar

370C dengan curah hujan 4683 mm pertahun. Lahan dan tanah di Desa Karacak

dimanfaatkan atau digunakan untuk berbagai keperluan diantaranya untuk

pemukiman, pertanian, perikanan (kolam/empang), bangunan umum, jalan,

lapangan, makam, dan lain-lain (Tabel 2).

Tabel 2 Pemanfaatan lahan/penggunaan lahan di Desa Karacak

No Pemanfaatan Lahan Luas (ha)

1. Pemukiman 36,236

2. Pertanian - Sawah - Ladang/Tegal - Perkebunan

210,714 139,510 270,510

3. Perikanan (Kolam/empang) 31,053

4. Bangunan umum, jalan, lapangan, makam, dan lain-lain 22,0

Jumlah 710,023

Sumber : Desa Karacak (2010)

4.3 Kondisi Demografi, Sosial dan Ekonomi

Kondisi demografi, sosial, ekonomi meliputi jumlah penduduk, mata

pencaharian, tingkat pendidikan dan agama. Jumlah penduduk Desa Karacak

berdasarkan monografi Desa Karacak tahun 2010 yaitu sebanyak 10.862 jiwa

dengan Kepala Keluarga (KK) sebanyak 2855 KK.

Mata pencaharian masyarakat Desa Karacak cukup beragam, diantaranya

petani, buruh tani, pegawai swasta, PNS, pedagang selebihnya montir dan

pengraji. Sebagian besar masyarakat Desa Karacak bermata pencaharian sebagai

petani, yaitu sebanyak 55,9% (Tabel 3).

Tabel 3 Mata pencaharian masyarakat Desa Karacak

No Mata Pencaharian Persentase (%)

1. Petani 55,9

2. Buruh Tani 33,5

3. Pegawai Swasta 0,12

4. PNS 4,8

5. Pedagang 2,8

6. Pengrajin 0,18

7. Peternak 0,24

8. Pembantu Rumah Tangga 2,1

9. Dukun 0,24

10. Pengacara 0,12

Jumlah 100

(31)

16

Sedangkan untuk tingkat pendidikan masyarakat Desa Karacak ada yang

hanya lulusan SD, SMP, SMA, dan adapula yang mencapai perguruan tinggi.

Sebagian besar dari masyarakat Desa Karacak hanya tamatan SMA yaitu

sebanyak 41,8%, namun dari 41,8% masyarakat yang bersekolah ditingkatan

SMA hanya 17,7% masyarakat yang berhasil lulus SMA sedangkan sisanya

sebanyak 24,1% masyarakat tidak lulus SMA (Tabel 4).

Tabel 4 Tingkat pendidikan masyarakat Desa Karacak

No Tingkat Pendidikan Presentase (%)

1. SD

- Lulus - Tidak Lulus

22,1 4,7

2. SMP

- Lulus - Tidak Lulus

17,0 12,3

3. SMA

- Lulus - Tidak Lulus

17,7 24,1

4. Perguruan Tinggi 2,1

Jumlah 100

Sumber : Desa Karacak (2010)

4.4 Sarana dan Prasarana Kesehatan

Dalam upaya pelayanan kesehatan pada masyarakat, ketersediaan sarana

kesehatan sangatlah perlu. Ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan sangat

mempengaruhi aspek pelayanan kesehatan. Sarana yang tersedia di Kampung

Babakan-Cengal diantaranya dokter umum, dukun bersalin terlatih, dukun

pengobatan alternatif dan dokter praktek, sedangkan prasarana yang tersedia

diantaranya puskesmas pembantu dan posyandu (Tabel 5).

Tabel 5 Sarana dan pasarana kesehatan di Desa Karacak

No Sarana Jumlah

1. Dokter Umum 1

2. Dukun Bersalin Terlatih 4

3. Dukun Pengobatan Alternatif 6

4. Dokter Praktek 1

Prasarana

1. Puskesmas Pembantu 1

2. Posyandu 10

(32)

17 BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Responden 5.1.1 Umur responden

Wawancara dilakukan terhadap 30 orang di Kampung Babakan-Cengal

Desa Karacak Bogor. Karakteristik masyarakat yang menjadi responden

wawancara terdiri dari laki-laki dan perempuan yang dikelompokan berdasarkan

kelas umur sebagaimana tersaji pada Tabel 6.

Tabel 6 Karakteristik kelas umur responden

No Kelompok umur (tahun) Jumlah responden Persentase (%)

1. 16-25 2 6,7

2. 26-35 8 26,7

3. 36-45 9 30

4. 46-55 3 10

5. 56-65 6 20

6. > 66 2 6,7

Jumlah 30 100

Dari Tabel 6 dapat diketahui bahwa jumlah responden terbanyak secara

keseluruhan memiliki kelompok umur antara 36-45 tahun, yaitu sebanyak 9

responden (30%). Hal ini menunjukan bahwa kelompok umur responden masih

termasuk dalam usia produktif (usia kerja). Semakin tua usia semakin menurun

produktifitasnya.

5.1.2 Tingkat pendidikan responden

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan tingkat pendidikan responden

adalah pendidikan terakhir yang pernah atau telah ditempuh oleh masyarakat

Kampung Babakan-Cengal Desa Karacak Bogor yang menjadi responden.

Sebagian besar masyarakat yang menjadi responden di Kampung Babakan-Cengal

Desa Karacak Bogor hanya tamatan sekolah dasar (SD), namun ada pula sebagian

(33)

18

Gambar 2 Tingkat pendidikan responden.

Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa responden dengan latar belakang

pendidikan tamatan SD memiliki jumlah terbanyak, yaitu sebesar 22 responden

(73,33%). Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam menunjang

kualitas manusia. Menurut Alikodra (1985) diacu dalam Rosmiati (2010) latar

belakang pendidikan yang rendah dari masyarakat merupakan salah satu faktor

penting terjadinya interaksi dalam masyarakat sekitar dengan sumberdaya yang

terdapat di alam, karena latar belakang pendidikan berpengaruh terhadap pola

pikir dan pola hidup seseorang. Hal ini akan berpengaruh pula pada pandangan

dan pengetahuan responden mengenai tumbuhan obat dan kesehatan keluarga.

5.1.3 Mata pencaharian responden

Mata pencaharian masyarakat Kampung Babakan-Cengal Desa Karacak

Bogor yang menjadi responden terdiri dari petani, wiraswasta yang merupakan

gabungan dari pedagang, buruh, dan pengrajin, dukun/tabib serta ada pula

beberapa responden tidak bekerja yang kebanyakan ibu rumah tangga (Tabel 7).

Tabel 7 Mata pencaharian responden

No Mata pencaharian Jumlah responden Persentase (%)

1. Petani 12 40

2. Wiraswasta 6 20

3. Ibu rumah tangga 10 33,33

4. Dukun/tabib 2 6,67

Jumlah 30 100

Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa sebagian besar responden

bermata pencaharian sebagai seorang petani, yaitu sebesar 12 orang responden

(40%). Hal ini dikarenakan bagi sebagian besar masyarakat Kampung Babakan-SD

73% SLTP

17% SMA/SMK

10%

(34)

19

Cengal Desa Karacak Bogor bertani merupakan kebutuhan hidup. Dari 30

responden tersebut, dua diantaranya juga berprofesi sebagai dukun/tabib yang

dipercaya oleh masyarakat Kampung Babakan-Cengal memiliki kemampuan

untuk mengobati orang sakit.

5.1.4 Pendapatan responden

Pendapatan responden merupakan rata-rata pendapatan keseluruhan dari

mata pencahariannya selama sebulan. Pendapatan seluruh responden berkisar

antara Rp.500.000,00 sampai Rp.2.500.000,00 (Tabel 8).

Tabel 8 Pendapatan total responden

No Pendapatan responden (Rp/Bulan) Jumlah

responden Persentase (%)

1. 500.000-1.000.000 19 63,33

2. 1.000.001-1.500.000 6 20

3. 1.500.001-2.000.000 3 10

4. 2.000.001-2.500.000 2 6,67

Jumlah 30 100

Pada Tabel 8 terlihat bahwa rata-rata pendapatan responden Kampung

BabakanCengal, Desa Karacak Bogor yaitu berkisar Rp.500.000,00

-Rp.1.000.000,00. Pendapatan tersebut sebagian besar didapat oleh masyarakat

Kampung Babakan-Cengal Desa Karacak dari hasil bertaninya. Selain

mengandalkan hasil panen dari sawah, masyarakat pun sebagian besar

mengandalkan hasil panen dari tanaman yang memiliki nilai jual tinggi seperti

kapulaga.

5.2 Keanekaragaman Tumbuhan Obat Kampung Babakan-Cengal, Desa Karacak

Berdasarkan pengamatan lapang ditemukan 88 spesies tumbuhan obat dari

41 famili yang tersebar di Kampung Babakan-Cengal Desa Karacak. Tumbuhan

obat tersebut ditemukan di setiap Rukun Tetangga (RT) yaitu RT 01, RT 02 dan

RT 03. Jumlah seluruh spesies RT 01 yaitu sebanyak 53 spesies, RT 02 yaitu

sebanyak 74 spesies, dan RT 03 yaitu sebanyak 54 spesies. Dari setiap RT

terdapat spesies tumbuhan yang sama dengan RT lainnya, untuk lebih jelas dapat

(35)

20

Gambar 3 Jumlah tumbuhan obat di setiap RT.

Rukun Tetangga (RT) yang memiliki jumlah spesies terbanyak yaitu RT

02, hal ini dikarenakan masih banyaknya kebun di RT 02 dan masih banyaknya

masyarakat RT 02 yang membudidaya dan memelihara tumbuhan obat di

pekarangan rumahnya. Daftar potensi tumbuhan obat yang terdapat di Kampung

Babakan-Cengal Desa Karacak Bogor secara rinci disajikan pada Lampiran 3.

5.2.1 Keanekaragaman tumbuhan obat berdasarkan famili

Berdasarkan kelompok familinya, spesies tumbuhan obat keluarga yang ada

di Kampung Babakan-Cengal Desa Karacak dikelompokan ke dalam 41 famili.

Dari semua spesies tumbuhan obat di Kampung Babakan-Cengal, spesies yang

paling mendominasi adalah spesies dari famili Zingiberaceae sebanyak 9 spesies

(10,23%), kemudian Asteraceae dan Solanaceae sebanyak 6 spesies (6,82%)

(Gambar 4). Hal tersebut menunjukan bahwa famili Zingiberaceae, Asteraceae,

dan Solanaceae memiliki keanekaragaman spesies tertinggi dibandingkan dengan

famili lainnya.

RT 01 4 spesies

RT 03 7 spesies RT 02

23 spesies

7 spesies 3 spesies

(36)

21

Gambar 4 Jumlah 10 famili tumbuhan obat terbanyak di Kampung Babakan-Cengal.

Banyaknya spesies dari famili Zingiberaceae seperti jahe (Zingiber

officinale), kunyit (Curcuma domestica), kencur (Kaempferia galanga), kapulaga

((Amomum cardamomum), lempuyang wangi (Zingiber aromaticum), temulawak

(Curcuma xanthorrhiza), pacing (Costus speciosus), dan temukunci

(Boesenbergia pandurata) selain dapat dimanfaatkan sebagai tumbuhan obat tapi

juga dapat dimanfaatkan sebagai bumbu dapur dan rempah-rempah, selain itu

spesies ini juga paling mudah dibudidayakan karena tidak memerlukan perawatan

dan pemeliharaan khusus, cara pengolahannya pun secara umum sudah diketahui

masyarakat. Sehingga masyarakat banyak menanam tumbuhan dari famili

Zingiberaceae di kebun maupun pekarangan rumah mereka. Contoh tumbuhan

dari famili Zingiberaceae yang ditanam masyarakat di pekarangan maupun kebun

disajikan pada Gambar 5.

9 6

6 5 5 4 3 3 2 2

0 2 4 6 8 10

(37)

22

(A) (B)

Gambar 5 Tumbuhan obat anggota Zingiberaceae: A) Kapulaga (Amomum cardamomum) B) Buah kapulaga.

Selain itu famili Asteraceae juga banyak ditemukan di kampung

Babakan-Cengal, famili Asteraceae banyak tersebar di pinggir jalan, kebun, maupun sawah.

Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Pudjowati (2006) bahwa famili Asteraceae

merupakan spesies tumbuhan yang mudah untuk dipelihara dan tersebar di

berbagai daerah, serta tumbuh liar di halaman, kebun dan tepi jalan.

5.2.2 Keanekaragaman tumbuhan obat berdasarkan habitus

Berdasarkan habitusnya, tumbuhan obat keluarga yang ditemukan di

Kampung Babakan-Cengal Desa Karacak terdiri atas 5 macam habitus, yaitu

pohon, perdu, herba, semak, dan liana (Gambar 6).

Gambar 6 Jumlah spesies tumbuhan obat keluarga berdasarkan habitus.

Gambar 6 menunjukan bahwa jumlah habitus tumbuhan yang mendominasi

adalah herba, yaitu sebanyak 36 spesies (40,91%), kemudian perdu sebanyak 18

spesies (20.45%), pohon sebanyak 16 spesies (18,18%), semak sebanyak 17

spesies (19,32%), dan liana sebanyak 1 spesies (1,14%). Banyaknya habitus herba

di Kampung Babakan-Cengal Desa Karacak dikarenakan herba merupakan

tumbuhan yang sering dijumpai dan banyak terdapat di lingkungan masyarakat, 16

18

36 17

1

0 10 20 30 40

Pohon Perdu Herba Semak Liana

Jumlah spesies

Ha

b

it

(38)

23

pada umumnya tumbuhan berhabitus herba juga merupakan tumbuhan hasil

budidaya, selain itu penanaman dan perawatannya pun tidak sulit. Selain herba,

tumbuhan berhabitus perdu juga banyak dijumpai di Kampung Babakan-Cengal,

hal ini dikarenakan kondisi lingkungan masyarakat sekitar yang mendukung,

dimana hampir di setiap pekarangan atau kebun banyak ditanami perdu yang

dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.

Adanya keanekaragaman bentuk hidup tumbuhan di Kampung Babakan-Cengal

menunjukan kealamian dan mendukung kelestarian plasma nutfah sumberdaya

yang terkandung didalamnya.

5.2.3 Keanekaragaman tumbuhan obat keluarga berdasarkan bagian yang digunakan

Bagian dari tumbuhan mempunyai peranan masing-masing dalam

menyembuhkan penyakit, ada spesies tertentu yang seluruh bagiannya dapat

digunakan, namun ada juga yang hanya bagian tertentu yang dapat

menyembuhkan. Bagian tumbuhan obat di Kampung Babakan-Cengal Desa

Karacak yang digunakan untuk pengobatan terdiri atas 15 macam bagian, yaitu

daun, akar, buah, kulit batang, batang, biji, seluruh bagian tumbuhan (herba),

bunga, tunas, kulit buah, bonggol, umbi, rimpang dan tangkai (Gambar 7).

(39)

24

Penggunaan bagian tumbuhan obat keluarga untuk setiap spesies tumbuhan

tidak sama, ada yang hanya menggunakan bagian tertentu saja seperti daun,

batang, rimpang dan lain lain tapi adapula yang menggunakan seluruh bagian

tumbuhan (herba), hal ini dikarenakan kandungan zat-zat pada tiap bagian

tumbuhan berbeda sehingga manfaatnya pun berbeda. Pada Gambar 7 dapat

dilihat bahwa daun merupakan bagian tumbuhan yang paling banyak

dimanfaatkan oleh masyarakat, yaitu sebanyak 52 spesies (30,77%). Menurut

Zuhud dan Haryanto (1994) pemanfaatan daun, buah, cabang, dan ranting sebagai

bahan mentah dalam pengobatan tradisional tidak menimbulkan gangguan yang

serius terhadap kehidupan tumbuhan, tetapi bila akar, kulit kayu atau seluruh

bagian yang digunakan maka hal tersebut sudah merupakan ancaman bagi

keberadaan spesies tersebut. Menurut Fakhrozi (2009) daun memiliki regenerasi

yang tinggi untuk kembali bertunas dan tidak memberi pengaruh yang besar

terhadap pertumbuhan suatu tumbuhan meskipun daun merupakan tempat

fotosintesis.

Selain daun, bagian tumbuhan yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat

yaitu akar sebanyak 26 spesies ( 15,38%). Pemanfaatan bagian tumbuhan secara

terus menerus terutama pada bagian akar dan batang akan berdampak terhadap

keberadaan spesies tumbuhan tersebut, karena akar dan batang merupakan bagian

yang paling penting bagi tumbuhan untuk bertahan hidup. Untuk menjaga

kelestarian suatu spesies tumbuhan obat maka pemanfaatan tumbuhan obat

tersebut harus diimbangi dengan adanya upaya budidaya atau perbanyakan

tumbuhan-tumbuhan obat tersebut.

5.2.4 Keanekaragaman tumbuhan obat berdasarkan tipe habitat

Berdasarkan tipologi habitat potensi tumbuhan obat di Kampung

Babakan-Cengal Desa Karacak dikelompokan ke dalam 5 tipologi habitat yaitu pekarangan,

kebun, pinggir jalan, pinggir sungai dan sawah. Sebagaimana tersaji pada Gambar

(40)

25

Gambar 8 Keanekaragaman tumbuhan obat berdasarkan tipe habitat.

Berdasarkan pengelompokan tipologi habitat, tumbuhan obat keluarga

paling banyak dijumpai di pekarangan, yaitu sebanyak 50 spesies (43,1%).

Sedangkan kebun hanya ditemukan 33 spesies (28,45%), pinggir jalan sebanyak

19 spesies (16,38%), pinggir sungai sebanyak 8 spesies (6,9%), dan sawah

sebanyak 6 spesies (5,17%). Spesies tumbuhan obat yang terdapat di pekarangan

dan juga kebun sebagian besar merupakan spesies yang sering dimanfaatkan

masyarakat. Banyaknya tumbuhan obat yang dijumpai di pekarangan rumah

maupun di kebun milik masyarakat menunjukan bahwa masih adanya minat

masyarakat untuk membudidayakan tumbuhan obat keluarga. Beberapa contoh

tumbuhan obat yang terdapat di pekarangan diantaranya alpukat (Persea

gratissima), bratawali (Tinospora crispa), Cengkeh (Syzygium aromaticum), daun

sendok (Plantago major), jambu biji (Psidium guajava), jeruk nipis (Citrus

aurantifolia), kumis kucing (Orthosiphon stamineus), kacapiring (Gardenia

augusta), lidah buaya (Aloe vera), mangkokan (Nothopanax scutellarium),

mahkota dewa (Phaleria macrocarpa), pacar air (Impatiens balsamina).

5.2.5 Keanekaragaman tumbuhan obat berdasarkan kelompok penyakit Potensi tumbuhan obat keluarga di Kampung Babakan-Cengal dibagi ke

dalam 13 kelompok penyakit dan macam penyakitnya didasarkan Nawaningrum

(2004). Kelompok penyakit yang paling banyak dapat diobati oleh tumbuhan obat

keluarga di Kampung Babakan-Cengal adalah penyakit saluran pencernaan,

sebanyak 64 spesies. Spesies tumbuhan yang dapat menyembuhkan penyakit

saluran pencernaan banyak ditemukan karena beberapa masyarakat banyak

menanam spesies tumbuhan tersebut baik dipekarangan maupun dikebun untuk 50

33 19

8 6

0 10 20 30 40 50 60

(41)

26

mengobati penyakit dideritanya. Banyaknya tumbuhan obat yang dapat

menyembuhkan penyakit saluran pencernaan itu sesuai dengan penyakit yang

banyak diderita oleh masyarakat Kampung Babakan-Cengal, yaitu penyakit

gangguan pencernaan. Salah satu penyakit pencernaan yang banyak diderita

masyarakat adalah maag. Penyakit maag banyak diderita masyarakat kampung

Babakan-Cengal karena kurang teraturnya pola makan masyarakat. Spesies lain

yang banyak ditemukan di Kampung Babakan-Cengal yaitu spesies tumbuhan

yang dapat menyembuhkan penyakit saluran pembuangan sebanyak 50 spesies.

Klasifikasi kelompok penyakit terbanyak yang bisa diobati berdasarkan jumlah

spesies tumbuhan obat terbanyak disajikan dalam Gambar 9 dan secara rinci

disajikan pada Lampiran 6.

Gambar 9 Kelompok penyakit dan jumlah spesies tumbuhan obat yang digunakan di Kampung Babakan-Cengal.

Salah satu spesies yang dapat meyembuhkan penyakit saluran pencernaan

disajikan pada Gambar 10 sedangkan contoh spesies yang dapat menyembuhkan

penyakit saluran pembuangan disajikan pada Gambar 11.

64 50

42 38 27

34 41 37 25 20

21 17 6

48

0 10 20 30 40 50 60 70 Penyakit saluran pencernaan

Penyakit saluran pembuangan Penyakit kulit Penyakit saluran pernapasan Penyakit mulut Penyakit jantung dan pembuluh/peredaran …

Penyakit kepala, demam, dan influenza Penyakit tulang, otot, sendi dan saraf Penyakit khusus wanita Perawatan kehamilan dan persalinan Pengobatan luka, gigitan ular Penyakit ginjal, hati Penyakit mata Penyakit lainnya

(42)

27

Gambar 10 Daun kentut Gambar 11 Kumis kucing (Paederia scandens). (Orthosiphon stamineus).

Pada umumnya setiap spesies tumbuhan obat mempunyai kegunaan untuk

menyembuhkan lebih dari satu macam penyakit atau kelompok penyakit, namun

ada juga beberapa spesies yang berkhasiat hanya untuk satu macam penyakit atau

kelompok penyakit. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan

tumbuhan untuk digunakan sebagai obat, yaitu bagian tumbuhan, cara pemanenan,

cara pengolahan, dan aturan pemakaian (dosis) (Arafah 2005). Bagian dari

tumbuhan mempunyai peranan masing-masing dalam menyembuhkan penyakit,

ada spesies yang seluruh bagiannya dapat digunakan untuk menyembuhkan suatu

penyakit, namun adapula yang hanya bagian tertentu yang dapat menyembuhkan

penyakit. Cara pengolahan yang tepat berpengaruh terhadap keefektifan

penggunaan tumbuhan mengobati penyakit. Cara pemanenan perlu diperhatikan

agar mendapatkan bagian yang bermanfaat dalam keadaan baik atau tidak rusak.

Beberapa spesies yang mempunyai banyak kegunaan untuk obat diantaranya

alpukat (Persea gratissima), bawang putih (Allium sativum), daun kentut

(Paederia scandens), kencur (Kaemferia galanga), keladi tikus (Typhonium

divaricatum), lidah mertua (Sansivieria trifasciata), meniran (Phylanthus

urinaria), pulutan (Urena lobata), pepaya (Carica papaya), pisang (Musa

paradisiaca), pegagan (Centella asiatica), sembung (Blumea balsamifera), sirih

(Piper betle), sengugu (Clerodendron serrature), selasih (Ocimum basilicum),

takokak (Solanum torvum) dan temulawak (Curcuma xanthorrhiza).

Spesies-spesies tumbuhan obat tersebut potensial sebagai bahan obat karena selain banyak

(43)

28

dapat digunakan untuk menyembuhkan suatu penyakit. Contoh spesies tumbuhan

yang banyak berkhasiat untuk obat disajikan pada Gambar 12.

Gambar 12 Pulutan (Urena lobata).

Pulutan (Urena lobata) merupakan tumbuhan liar dari family Marvaceae

yang mempunyai khasiat sebagai obat. Pulutan (Urena lobata) ini merupakan

salah satu tumbuhan obat yang memiliki banyak khasiat diantaranya akar

digunakan untuk menyembuhkan penyakit Panas, influenza, radang tonsil,

malaria, rematik, keputihan, kencing keruh, disentri, diare, gangguan pencernaan,

bengkak, muntah darah, kesukaran melahirkan, gondok, bisul, luka berdarah,

tulang patah (frakture), payudara bengka dan gigitan ular sedangkan batangnya

digunakan untuk menyembuhkan penyakit bisul, luka berdarah, gigitan ular dan

bengkak (Hariana 2007). Menurut Hariana (2010) pulutan (Urena lobata)

mengandung bahan kimia seperti zat lendir pada batang dan 13-14% lemak pada

biji. Tumbuhan ini mempunyai rasa manis, tawar dan bersifat sejuk. Bagian yang

sering digunakan adalah akar dan seluruh bagian tumbuhan (herba).

5.2.6 Frekuensi perjumpaan spesies tumbuhan obat

Potensi tumbuhan obat di Kampung Babakan-Cengal Desa Karacak

berdasarkan frekuensi perjumpaan disajikan pada Tabel 9 dan secara rinci

(44)

29

Tabel 9 Frekuensi perjumpaan spesies tumbuhan obat keluarga

No Klasifikasi Nama Tumbuhan Obat ��������� Persentase (%)

1. Jarang (1 RT) Bratawali, bawang putih,cengkeh, daun dewa, dadap, daun sendok, daun kentut, jawer kotok, jambu biji, jarak pagar, jamblang, jotang, keji beling,

34 38,64

2. Sering (2-3 RT) Alpukat, alang-alang,

beluntas, bandotan, belimbing manis, bawang merah, cabai rawit, ciplukan, cabai merah, harendong, jahe, jeruk nipis, kumis kucing,

54 61,36

Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa dari 88 spesies tumbuhan obat ada

sebanyak 54 spesies (61,36%) yang sering ditemukan, spesies tersebut ditemukan

di 2-3 RT yang terdapat di Kampung Babakan-Cengal, sedangkan sisanya

sebanyak 34 spesies (38,64%) merupakan spesies yang jarang ditemukan,

spesies-spesies tumbuhan obat tersebut hanya ditemukan di 1 RT saja. Spesies-spesies-spesies

yang sering ditemukan sebagian besar merupakan spesies tumbuhan yang sering

digunakan oleh masyarakat baik sebagai obat maupun bumbu dapur.

5.3 Pengetahuan dan Pemanfaatan Tumbuhan Obat oleh Masyarakat Pengetahuan masyarakat Kampung Babakan-Cengal terhadap tumbuhan

obat masih tinggi, hal ini terlihat dari masih banyaknya masyarakat Kampung

Babakan-Cengal yang masih menggunakan tumbuhan obat yang ada di sekitarnya

untuk mengobati penyakit yang dideritanya. Pengetahuan masyarakat Kampung

Babakan-Cengal mengenai tumbuhan obat diperoleh secara turun menurun.

Dalam penggunaan tumbuhan obat masyarakat Kampung Babakan-Cengal yang

menjadi reponden sebanyak 60% menyatakan bahwa tumbuhan obat berkhasiat

manjur dalam menyembuhkan suatu penyakit. Pandangan masyarakat terhadap

tumbuhan obat keluarga pun positif hampir keseluruhan responden yang

diwawancara berpendapat bahwa penggunaan tumbuhan obat lebih manjur dan

tidak menimbulkan efek samping yang besar, aman dikonsumsi, murah dan

mudah diperoleh, lebih praktis karna tidak perlu beli hanya tinggal mengambil di

sekitar lingkungan rumahnya, dan sangat berguna untuk penanggulangan dini

(45)

30

tubuh manusia relatif lebih gampang menerima obat dari bahan tumbuh-tumbuhan

dibandingkan dengan obat kimiawi (Muhlisah 1999). Namun tidak semua

masyarakat yang menjadi responden menggunakan tumbuhan obat keluarga

sebagai pengobatan dan pemeliharaan kesehatan, ada 40% masyarakat yang

menjadi responden menyatakan bahwa penggunaan tumbuhan obat kurang manjur

untuk menyembuhkan penyakit karena efek dan khasiat tumbuhan obat belum

dirasakan, sehingga beberapa masyarakat tersebut lebih memilih menggunakan

obat-obatan modern dengan alasan lebih cepat efek dan khasiatnya dirasakan,

lebih praktis, tidak repot harus meramu seperti obat tradisonal, dan sudah jelas

dosisnya. Tindakan berobat yang dilakukan oleh masyarakat Kampung

Babakan-Cengal yang menjadi responden disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10 Tindakan masyarakat Kampung Babakan-Cengal ketika sakit

No Tindakan pengobatan Jumlah responden Persentase (%)

1. Membuat obat sendiri secara tradisional dari

tumbuhan obat di sekitar (meramu sendiri) 18 60

2. Membeli obat warung 9 30

3. Berobat ke puskesmas/klinik/dokter 3 10

Jumlah 30 100

Sebanyak 60% masyarakat yang menjadi responden masih membuat obat

sendiri secara tradisional dari tumbuhan obat yang ada di sekitar lingkungan

rumah mereka seperti pekarangan, kebun, pinggir jalan, dan pinggir sungai untuk

menyembuhkan penyakit yang mereka derita. Masyarakat dengan usia berkisar

antara 60-70 tahun paling sering menggunakan tumbuhan obat untuk mengobati

penyakit yang dideritanya, mereka lebih percaya bahwa dengan menggunakan

tumbuhan obat penyakit yang mereka derita bisa cepat sembuh dan tidak ada efek

sampingnya. Beberapa responden juga menyatakan bahwa pemeliharan dan

pengobatan alami menggunakan tumbuhan obat sudah biasa dilakukan untuk

menyembuhkan penyakit-penyakit yang tergolong ringan seperti pusing,

pegal-pegal, maag, batuk, sakit gigi dan penyakit ringan lainnya. Untuk penyakit yang

tergolong berat biasanya masyarakat menggunakan tumbuhan obat untuk

pengobatan awal sebelum pergi ke puskesmas atau dokter. Disamping

penggunaan obat tradisional sebanyak 30% masyarakat Kampung

Babakan-Cengal yang menjadi responden masih menggunakan obat warung dalam

Gambar

Tabel 1  Jenis dan metode pengumpulan data
Tabel 1 Jenis dan metode pengumpulan data (lanjutan)
Gambar 1 Denah lokasi penelitian.
Tabel 7 Mata pencaharian responden
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian geofisika ini dilakukan dengan metode geomagnetik yang bertujuan untuk mengetahui pola anomali medan magnet di Situs Candi Losari sehingga dapat memberikan

Dari hasil pengamatan yang dilakukan pada Sub Bagian Umum dan Kepegawaian Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Klaten, dapat diketahui bahwa penerimaan dan pencatatan

4.2 Mempraktikkan gerak dasar mengayun dan menekuk lutut dalam aktivitas ritmik sederhana beregu tanpa atau.. dengan iringan musik, serta nilai percaya diri, disiplin dan kerja

Non – Verbal Verbal Oral Tulisan Membaca Ujaran Gesti Isyarat Mimik Alamiah Baku Sistem Komunikasi Campuran Pendekatan Pembelajaran Verbal Non-Verbal Metode Formal Metode

Jual beli merupakan aktifitas yang dijalani manusia sejak zaman Rasulullah SAW hingga sampai saat ini, Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, khususnya di

Mulai dari ketinggian 1500 m – 2500 m parsel tersebut akan mengalami proses adiabatic jenuh dengan penurunan temperatur sebesar 0,65 0 C/100 m, jadi suhu parsel pada puncak

Sistem informasi reservasi kos yang diusulkan ini dapat membantu dalam pengelolaan kos pada Kos Wisma Cirebon menjadi sarana pihak Kos Wisma Cirebon dalam

steyaertanum yang diisolasi dari badan buah tanaman akasia yang terinfeksi penyakit busuk akar.. Pengujian patogenesitas telah dikonfirmasi dengan