• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.4. Panel Data

Panel data adalah bentuk data yang merupakan gabungan dari data time series dan cross section. Dalam teori ekonometrika, bentuk panel data dapat mengatasi masalah pengestimasian yang kurang baik akibat sedikitnya jumlah observasi jika hanya dengan menggunakan data time series atau cross section saja. Adapun beberapa keuntungan dalam menggunakan panel data (Baltagi, 2005) adalah:

a. Panel data mampu mengontrol heterogenitas individu.

b. Panel data memberikan informasi data yang lebih banyak, lebih bervariasi, mengurangi kolinearitas antar variabel, meningkatkan degree of freedom, dan lebih efisien.

c. Jika menggunakan data cross section, walaupun terlihat stabil namun sebenarnya dalam data tersebut tersimpan banyak perubahan, seperti data pengangguran, perpindahan pekerjaan, atau perubahan kebijakan pemerintah. Dengan menggunakan panel data maka penyesuaian- penyesuaian yang dinamis tersebut dapat dengan lebih mudah dipelajari. d. Mampu mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak

dapat diperoleh dari data cross section murni atau data time series murni. e. Dapat menguji dan membangun model perilaku yang lebih kompleks.

Dalam pengolahan data panel dikenal tiga macam metode, yaitu metode pooled least square, metode efek tetap (fixed effect), dan metode efek acak (random effect). Ketiga metode ini dapat diterapkan dengan pembobotan (cross section weights) atau tanpa pembobotan (no weighting).

2.4.1. Pooled Least Square

Dalam metode ini data panel yang mengkombinasikan semua data cross section dan time series akan digabungkan menjadi pooled data. Dengan menggunakan metode ini tentunya akan menghasilkan pendugaan regresi yang lebih akurat jika dibandingkan dengan regresi biasa, karena dalam panel berarti menggabungkan data cross section dan time series bersama-sama sehingga memiiki jumlah observasi data yang lebih banyak. Kelemahan dalam metode ini adalah tidak terlihatnya perbedaan baik antar individu karena data yang digabungkan secara keseluruhan. Metode ini diduga dengan menggunakan Ordinary Least Square, yaitu :

Yit = α + β Xit + εit ……… (2.1) dimana:

Yit = variabel terikat di waktu t untuk unit cross section i α = intersep yang konstan antar individu cross section i Xit = variabel bebas di waktu t untuk unit cross section i β = parameter untuk variabel bebas

εit = komponen error gabungan di waktu t untuk unit cross section i

2.4.2. Efek Tetap (Fixed Effect)

Metode pooled least square memiliki kekurangan, yaitu tidak terlihatnya perbedaan baik antar individu, sehingga asumsi intersep dan slope dari persamaan regresi yang dianggap konstan. Sedangkan untuk generalisasi secara umum, dapat dilakukan dengan memasukkan variabel dummy untuk menghasilkan nilai parameter yang berbeda-beda pada setiap unit cross section. Metode dengan

memasukkan variabel dummy disebut dengan metode Fixed Effect atau Least Square Dummy Variable.

Metode fixed effect akan menghasilkan intersep yang berbeda-beda antar unit cross section. Kelemahan pada metode ini adalah semakin berkurangnya degree of freedom akibat adanya penambahan variabel dummy pada persamaan, dan tentunya akan memengaruhi keefisienan parameter yang diduga. Pendugaan metode ini dinyatakan dalam persamaan (2.2).

Yit = αi + βj xjit + εit ………..(2.2) dimana:

Yit = variabel terikat di waktu t untuk unit cross section i

αi = intersep yang akan berbeda antar individu cross section i xjit = variabel bebas j di waktu t untuk unit cross section i

βj = parameter untuk variabel ke j

εit = komponen error di waktu t untuk unit cross section i

2.4.3. Efek Acak (Random Effect)

Pada metode efek acak (random effect) karakteristik antar individu terlihat pada komponen error yang ada pada model. Hal ini tidak akan mengurangi derajat bebas (degree of freedom) akibat penambahan variabel, sehingga efisiensi dalam pendugaan parameter juga tidak berkurang. Bentuk model efek acak ini adalah:

Yit = αi+ β Xit+ it ………..(2.3)

dimana:

uit ~ N(0, u2) = komponen cross section error, vit ~ N(0, v2) = komponen time series error, wit ~ N(0, w2) = komponen combination error,

kita juga mengasumsikan bahwa error secara individual juga tidak saling berkorelasi begitu juga dengan error kombinasinya.

2.5. Penelitian Terdahulu

Berbagai studi tentang migrasi menunjukkan bahwa banyak faktor yang dapat memengaruhi terjadinya migrasi, baik itu yang bersifat motivasi ekonomi maupun non ekonomi. Analisis serta kajian terhadap fenomena migrasi telah dilakukan baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Berikut ini akan dipaparkan beberapa penelitian terdahulu dengan berbagai pendekatan yang secara khusus menganalisis terjadinya migrasi.

Hasil penelitian Levy dan Walter (1974) di Venezuela menunjukkan bahwa:

1. Jarak mempunyai pengaruh yang nyata terhadap migrasi, baik migran yang tidak berpendidikan maupun migran yang berpendidikan dasar dan lanjutan, dimana semakin jauh jarak yang ditempuh migran akan mengurangi jumlah migrasi ke Venezuela. Pengaruh jarak ini semakin kecil dengan semakin tinggi pendidikan migran.

2. Jumlah migrasi akan menurun dengan meningkatnya upah di daerah asal dan jumlah migran akan meningkat dengan meningkatnya upah di daerah tujuan (Venezuela). Berdasarkan tingkat pendidikan terlihat bahwa migran

yang berpendidikan lebih respon terhadap perubahan upah baik di daerah asal maupun di daerah tujuan dari pada migran yang tidak berpendidikan.

3. Tingkat pengangguran di daerah asal mempunyai hubungan positif dengan jumlah migrasi, sedangkan tingkat pengangguran di daerah tujuan (Venezuela) mempunyai hubungan yang negatif dengan jumlah migrasi.

4. Jumlah penduduk total baik untuk daerah asal maupun daerah tujuan mempunyai hubungan yang positif dengan jumlah migrasi di Venezuela. Berdasarkan tingkat pendidikan terlihat bahwa jumlah penduduk total di daerah asal pengaruhnya semakin kecil dengan semakin tinggi pendidikan dan untuk jumlah penduduk total di daerah tujuan pengaruhnya semakin besar dengan semakin tinggi pendidikan migran.

5. Presentase jumlah penduduk yang tinggal di kota (urban) untuk daerah asal mempunyai hubungan negatif dengan jumlah migrasi dan untuk daerah tujuan mempunyai hubungan yang positif. Hal ini terjadi untuk migran yang tidak sekolah maupun yang berpendidikan dasar dan lanjutan.

Mantra (1987) dalam analisisnya mengenai migrasi penduduk di Indonesia berdasarkan hasil survei penduduk antar sensus memperoleh beberapa karakteristik para migran, diantaranya adalah:

1. Umur migran terkonsentrasi pada kelompok umur 25-44 tahun, dimana kelompok ini merupakan kelompok umur produktif. Pada kelompok umur 15-19 tahun persentase migran perempuan lebih besar dari persentase migran laki-laki, pada umur-umur ini migran perempuan pada umumnya belum kawin.

2. Kebanyakan dari migran bekerja di sektor informal. Sekitar 45 persen sebagai buruh, hampir seperempatnya berusaha sendiri, sekitar 15 persen bekerja sebagai buruh tetap.

3. Pendidikan migran relatif lebih tinggi dari pendidikan non-migran. Namun demikian migran yang telah berusia lanjut (50 tahun ke atas) tingkat pendidikannya rendah. Migran yang berumur muda (20-49 tahun) beberapa sudah ada yang tamat Sekolah Menengah Tingkat Atas, bahkan ada yang telah tamat dari perguruan tinggi. Migran yang menuju ke kota tingkat pendidikannya lebih tinggi daripada migran yang menuju ke desa. Solimano (2002) melakukan penelitian di Argentina mengungkapkan bahwa migrasi penduduk ke Amerika Serikat dan Eropa atau Negara yang lebih maju dengan pendekatan ekonomi dan politik. Model yang digunakan adalah dengan pendekatan Ordinary Least Square (OLS):

NMt = a + bX1t + cX2(t-1) + dX3t + eX4t + random termt………..(2.1) Dimana:

NM = net migrasi penduduk dari negara pengirim ke negara penerima

X1 = menunjukkan rasio GDP real perkapita negara penerima terhadap GDP real perkapita negara pengirim

X2 = lag net migrasi

X3 = indeks ekonomi negara penerima migran

X4 = indeks rezim pemerintahan apakah autoritarian atau demokrasi.

Pendekatan ekonomi dengan melihat tingkat rasio pendapatan nasional negara asal dengan negara tujuan. Sedangkan aspek politik dengan memasukkan rezim pemerintahan di negara asal yaitu Argentina. Hasilnya diketahui bahwa

hubungan yang positif dan signifikan antara selisih pendapatan nasional negara penerima dengan negara pengirim migran.

Romdiati dan Noveria (2004) dalam Artika (2003) melakukan analisis mobilitas penduduk antar daerah dalam rangka pengendalian migrasi masuk ke DKI Jakarta. Dalam penelitian ini diungkapkan bahwa Jakarta sebagai kota metropolitan yang menjadi pusat dari berbagai kegiatan pembangunan. Jakarta menjadi tujuan utama migrasi penduduk dari berbagai daerah dalam jumlah yang besar. Mereka datang ke kota ini untuk memperoleh manfaat dari semua kesempatan yang tersedia, terutama kesempatan ekonomi. Masih terbukanya peluang untuk melakukan usaha ekonomi, khususnya di sektor informal diketahui sebagai penyebab utama perpindahan penduduk dari berbagai daerah, termasuk mereka yang berketerampilan rendah menuju Jakarta. Arus migrasi menuju kota Jakarta tampak semakin diwarnai oleh pola mobilitas non-permanen dengan ciri- ciri kurang terampil, bekerja di sektor informal dan tinggal di pemukiman kumuh. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu, bahwa penelitian ini menganalisis faktor-faktor ekonomi seperti PDRB dan UMR serta faktor demografi seperti jumlah penduduk tiap provinsi serta tingkat kepadatan penduduk per kilo meter persegi dimana akan melihat sejauh mana semua variabel ini memengaruhi tingkat migrasi ke Jakarta.

2.6. Kerangka Pemikiran

Dilihat dari latar belakang dan permasalahan yang ada, banyak faktor yang memengaruhi keputusan seseorang untuk bermigrasi, pada garis besarnya dapat

dibedakan ke dalam dua kelompok, yaitu faktor-faktor pendorong (push factors) dan faktor-faktor penarik (pull factors).

Teori Human Capital dan Model Harris Todaro lebih memfokuskan perhatiannya pada hubungan ekonomi dan migrasi. Menurut teori Human Capital bahwa seseorang akan melakukan migrasi apabila pendapatan yang diperoleh ditempat tujuan lebih besar daripada pendapatan di daerah asal yang ditambah dengan biaya langsung migrasi (Simanjuntak, 1985). Todaro (2004) mengatakan bahwa keputusan untuk bermigrasi tidak hanya ditentukan oleh berapa pendapatan yang diterima seandainya melakukan migrasi, tetapi juga memperhitungkan berapa besar peluang untuk mendapatkan pekerjaan, ini erat kaitannya dengan kesempatan kerja yang terdapat di suatu tempat.

Semakin banyaknya masyarakat yang bermigrasi ke Jakarta mengakibatkan jumlah penduduk semakin meningkat, sehingga menimbulkan berbagai masalah diantaranya masalah sosial, ekonomi dan kependudukan juga ada kaitannya dengan jumlah angkatan kerja. Keputusan migran untuk bermigrasi adalah untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik sebagai bagian dari investasi sumber daya manusia.

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Penelitian

2.7. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah diuraikan sebelumnya, faktor- faktor yang memengaruhi migrasi secara umum ada dua faktor yang signifikan berpengaruh terhadap tingkat migrasi penduduk, yaitu faktor ekonomi dan faktor non ekonomi. Hal yang menjadi hipotesis dari penelitian ini yaitu:

1. Tingkat upah di daerah asal memiliki hubungan negatif terhadap tingkat migrasi yang masuk ke DKI Jakarta.

Penduduk luar Jakarta MIGRASI JAKARTA Faktor Pendorong - PDRB provinsi asal - UMR provinsi asal - Jumlah penduduk provinsi asal Faktor Penarik - PDRB provinsi tujuan - UMR provinsi tujuan - Jumlah penduduk

provinsi tujuan Jumlah angkatan kerja

Jumlah Penduduk

INVESTASI SUMBER DAYA MANUSIA

2. Tingkat Produk Domestik Regional Bruto perkapita tiap provinsi di luar Jakarta memiliki hubungan yang negatif terhadap jumlah migrasi ke Jakarta.

3. Tingkat jumlah penduduk tiap provinsi di luar Jakarta memiliki hubungan yang positif terhadap jumlah migrasi ke Jakarta.

III. METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini dilakukan dengan ruang lingkup nasional, yang dilihat adalah migrasi antar provinsi di Indonesia dengan daerah tujuan DKI Jakarta, sedangkan provinsi lain sebagai daerah asal. Dipilih DKI Jakarta sebagai daerah tujuan, karena provinsi ini memiliki tingkat migrasi masuk semasa hidup dan tingkat migrasi risen tinggi, sementara tingkat migrasi keluarnya rendah (Tabel 1.1).

Metode dalam penelitian ini menggunakan data panel dikarenakan dalam penelitian ini terdapat data time series dan cross section. Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data publikasi atau data sekunder berupa data time series lima tahunan (1990, 1995, 2000, 2005, dan 2010) dan data cross section yang terdiri dari data migrasi masuk ke DKI Jakarta, data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tiap provinsi berdasarkan harga berlaku, data Upah Minimun Regional (UMR) tiap provinsi dan data jumlah penduduk tiap provinsi. Proses pengumpulan data dilakukan melalui penelusuran data ke Badan Pusat Statistik (BPS) pusat, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, media internet, surat kabar, dan literatur-literatur yang berkaitan.

Adapun pengambilan data PDRB yang digunakan dalam penelitian ini adalah PDRB berdasarkan harga berlaku. Hal ini dimaksudkan untuk melihat perbandingan kesejahteraan antara daerah provinsi selain Jakarta terhadap Jakarta pada tahun yang bersangkutan. Setiap provinsi memiliki PDRB yang berbeda- beda sesuai dengan kondisi perekonomiannya. Selain itu UMR yang digunakan

adalah UMR nominal, yaitu nilai UMR pada tahun bersangkutan. Hal ini dapat menunjukkan bahwa penduduk yang melakukan migrasi ke Jakarta hanya melihat besarnya nilai nominal upah yang akan mereka dapatkan pada tahun tersebut atau hanya melihat nilai upah relatif Jakarta terhadap provinsi selain Jakarta, tanpa memerhitungkan nilai riil upah tersebut. Selain itu, pengambilan data jumlah penduduk tiap provinsi juga dilakukan dalam penelitian ini untuk melihat perbandingan dan ketimpangan akan hal kependudukan tiap provinsi yang ada di Indonesia.

3.2. Teknik Pengolahan Data

Dalam penelitian ini, data diolah dengan menggunakan program software Eviews 6. Adapun tahap-tahap pengolahan data adalah: pertama, data PDRB berdasarkan harga berlaku tiap provinsi dibagi dengan PDRB berdasarkan harga berlaku DKI Jakarta. Kedua, data UMR tiap provinsi di Indonesia dibagi dengan UMR DKI Jakarta. Ketiga data jumlah penduduk tiap provinsi dibagi dengan jumlah penduduk DKI Jakarta. Ini dimaksudkan karena DKI Jakarta merupakan provinsi utama tujuan migrasi penduduk dari seluruh provinsi di Indonesia. Walaupun dari provinsi DKI Jakarta sendiri ada penduduk yang bermigrasi ke tiap provinsi di Indonesia, namun jumlah penduduk yang masuk DKI Jakarta lebih besar dari pada jumlah penduduk yang pindah ke luar Jakarta. Bentuk fungsi persamaannya adalah sebagai berikut.

LnMGR = UMR , PDRB , JML

UMR.JKT PDRB.JKT JML.JKT

dimana:

MGR : jumlah migrasi penduduk dari berbagai provinsi ke Jakarta (jiwa), UMR : tingkat UMR tiap provinsi selain Jakarta (rupiah),

UMR.JKT : tingkat UMR DKI Jakarta (rupiah),

PDRB : PDRB tiap provinsi selain Jakarta (rupiah), PDRB.JKT : PDRB DKI Jakarta (rupiah),

JML : jumlah penduduk tiap provinsi selain Jakarta (jiwa), JML.JKT : jumlah penduduk DKI Jakarta (jiwa),

RUMR : rasio tingkat upah minimum regional tiap provinsi terhadap upah minimum regional Jakarta (persen),

RPDRB : rasio tingkat PDRB tiap provinsi terhadap PDRB Jakarta (persen), RJML : rasio jumlah penduduk tiap provinsi terhadap jumlah penduduk

Jakarta (persen).

3.3. Perumusan Model

Pada penelitian ini digunakan metode panel data dengan fixed effect. Hal ini karena dengan fixed effect dapat diperoleh hasil intercept yang berbeda-beda antar unit cross section. Salah satu langkah dalam penelitian ini adalah menentukan model umum yang digunakan dengan menggunakan analisis fungsi regresi. Penggunaan fungsi regresi ditujukan untuk menangkap berbagai kemungkinan migrasi dan variabel-variabel yang diestimasi. Bentuk model umum yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

dimana:

LnMGRit = jumlah migrasi penduduk ke DKI Jakarta (persen),

RUMRit = rasio tingkat upah minimum regional tiap provinsi terhadap upah minimum regional Jakarta (persen),

RPDRBit = rasio tingkat PDRB tiap provinsi terhadap PDRB Jakarta (persen),

RJMLit = rasio jumlah penduduk tiap provinsi terhadap jumlah penduduk Jakarta (persen),

αi = intersep model yang berubah-ubah tiap provinsi, β1 = slope variabel UMR,

β2 = slope variabel PDRB, β3 = slope variabel JML, i = provinsi ke-i, t = pada tahun ke-t,

= error/simpangan.

3.4. Definisi Operasional

Untuk memahami secara jelas variabel-variabel yang dituliskan dalam persamaan (3.2), maka definisi operasional variabel-variabel tersebut adalah: 1. Migrasi adalah seseorang atau penduduk suatu provinsi pindah melintas

batas wilayah provinsi dan lamanya bertempat tinggal di provinsi tujuan paling sedikit enam bulan sebelum pencacahan dilakukan, definisi ini sama dengan yang dipakai oleh sensus penduduk. Tingkat migrasi netto

adalah jumlah migrasi masuk yang telah dikurangi migrasi keluar dibagi dengan jumlah penduduk daerah tujuan.

2. Upah Minimum Regional (UMR) adalah upah yang ditetapkan oleh pemerintah melalui keputusan menteri yang dinilai dan diukur dari kebutuhan hidup minimum.

3. Rasio Upah Minimum Regional (RUMR) adalah rasio tingkat upah minimum regional tiap provinsi terhadap upah minimum regional Jakarta. 4. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) didefinisikan sebagai jumlah

nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah, atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di suatu wilayah.

5. Rasio Produk Domestik Regional Bruto (RPDRB) adalah rasio tingkat PDRB tiap provinsi terhadap PDRB Jakarta.

6. Jumlah penduduk menggambarkan tingkat kepadatan penduduk tiap provinsi yang ada di Indonesia.

3.5. Uji Hipotesis

Uji hipotesis berguna untuk memeriksa atau menguji apakah variabel- variabel yang digunakan dalam model regresi signifikan atau tidak. Maksud dari signifikan ini adalah suatu nilai dari parameter regresi yang secara statistik tidak sama dengan nol. Ada dua jenis uji hipotesis yang dapat dilakukan terhadap variabel regresi. Uji tersebut adalah Uji-F dan Uji-t.

3.5.1. Uji-F

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independen di dalam model secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen yang digunakan. Perumusan hipotesis pada Uji-F adalah :

H0: β1= β2= β3= βk = 0

H1 : Minimal ada satu nilai β yang tidak sama dengan nol

Kriteria ujinya adalah jika Fhitung > Ftabel,α,(k-1)(n-k) maka tolak H0, dimana k adalah jumah variabel (dengan intercept) dan jumlah observasi yang dilambangkan dengan huruf n. Selain itu, jika probabilitas (p-value) < taraf nyata maka sudah cukup bukti untuk menolak H0. Jika tolak H0 berarti secara bersama-sama variabel bebas dalam model berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas pada taraf nyata α persen, demikian pula sebaliknya.

3.5.2. Uji-t

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independen secara individu (masing-masing) berpengaruh signifikan atau tidak terhadap variabel independen. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut,

H0 : βk = 0 H1 : βk ≠ 0

Kriteria uji yang digunakan adalah jika |thitung| > tα/2,(n-k) maka tolak H0, dimana jumlah observasi dilambangkan dengan huruf n, dan huruf k melambangkan jumlah variabel (termasuk intercept). Selain itu, jika probabilitas (p-value) lebih kecil dari taraf nyata maka dapat digunakan juga untuk menolak

H0. Jika tolak H0 berarti variabel bebas dalam model berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas pada taraf nyata α persen, demikian pula sebaliknya.

3.5.3. Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi yang dilambangkan dengan R2 adalah suatu angka yang mengukur keragaman pada variabel dependen yang dapat diterangkan oleh variasi pada model regresi. Nilai ini berkisar antara nol sampai satu (0<R2<1), dengan nilai yang semakin mendekati satu menunjukkan model yang terbentuk mampu menjelaskan keragaman dari variabel dependen, demikian pula sebaliknya. Rumus dari koefisien determinasi dinyatakan dalam persamaan (3.3).

R2 = 1 - ……….(3.3)

Jika nilai R2 ini mendekati satu maka model akan semakin baik. Misalkan saja nilai R2 sebesar 0,98 maka sebesar 98 persen keragaman variabel tak bebas (Y) dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebas yang digunakan di dalam model.

3.6. Uji Asumsi

Sebagai uapaya untuk menghasilkan model yang efisien, tak bias, dan konsisten, maka perlu dilakukan pendeteksian terhadap pelanggaran/gangguan asumsi dasar ekonometrika yang berupa gangguan antar waktu (time-related disturbance), gangguan antar daerah atau antar provinsi (cross sectional disturbance), dan gangguan akibat keduanya (Gujarati, 1995). Beberapa asumsi

mendasar yang perlu diuji dalam membuat persamaan adalah heteroskedastisitas, multikolinearitas, dan autokorelasi.

3.6.1. Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas adalah salah satu penyimpanan pada asumsi klasik statistika. Heteroskedastisitas terjadi jika ragam sisaan tidak konstan, hal ini dilambangkan dengan Var (μi2) = i2. Masalah ini sering terjadi jika ada penggunaan data cross section dalam estimasi model, namun masalah ini juga dapat terjadi dalam data time series. Pada umumnya heteroskedastisistas diperoleh pada data kerat lintang (cross section). Jika pada model dijumpai heteroskedastisitas, maka model menjadi tidak efisien meskipun tidak bias dan konsisten. Dengan kata lain, jika regresi tetap dilakukan meskipun ada masalah heteroskedastisitas maka hasil regresi akan terjadi “misleading” (Gujarati, 1995).

Untuk mendeteksi adanya pelanggaran asumsi heteroskedastisistas, digunakan uji-White Heteroskedasticity yang diperoleh dalam program Eviews 6. Dalam pengolahan data panel dalam Eviews 6 yang menggunakan metode General Least Square (Cross Section Weights) maka untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas adalah dengan membandingkan Sum Square Resid pada Weighted Statistics dengan Sum Square Resid pada Unweighted Statistics. Jika Sum Square Resid pada Weighted Statistics < Sum Square Resid pada Unweighted Statistics, maka terjadi heteroskedastisitas. Untuk men-treatmen pelanggaran tersebut, bisa mengestimasi GLS dengan White Heteroskedasticity.

3.6.2. Uji Multikolinearitas

Multikolinearitas merupakan suatu penyimpangan asumsi akibat adanya keterkaitan atau hubungan linier antar variabel bebas penyusun model. Indikasi adanya multikolinearitas dapat dilihat jika dalam model yang dihasilkan terbukti signifikan secara keseluruhan (uji-F) dan memiliki nilai R-Squared yang tinggi namun banyak variabel yang tidak signifikan (uji-t). salah satu cara mengatasi masalah ini adalah dengan menggabungkan data cross section dengan data time series (Juanda, 2009).

3.6.3. Uji Autokorelasi

Menurut Widarjono dalam Guntur (2010), autokorelasi berarti adanya korelasi antara anggota obsevasi satu dengan observasi yang berlainan waktu. Autokorelasi bisa didefinsikan korelasi yang terjadi antar observasi dalam satu peubah atau korelasi antar error masa yang lalu dengan error masa sekarang. Uji autokorelasi yang dilakukan tergantung pada jenis data dan sifat model yang digunakan. Autokorelasi dapat mempengaruhi efisiensi dari estimatornya.

Ada beberapa metode untuk uji autokorelasi antara lain metode Breusch- Godfrey dan metode Durbin-Watson (DW). Uji korelasi Durbin-Watson relatif

Dokumen terkait