• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Migrasi ke Provinsi DKI Jakarta Sebagai Bagian dari Investasi Sumber Daya Manusia (SDM)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Migrasi ke Provinsi DKI Jakarta Sebagai Bagian dari Investasi Sumber Daya Manusia (SDM)"

Copied!
191
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pertumbuhan ekonomi di wilayah perkotaan dan pedesaan yang tidak seimbang menimbulkan berbagai dampak positif dan negatif yang seharusnya mendapat perhatian serius dari pemerintah dan berbagai pihak, terutama dikaitkan dengan isu kemiskinan dan pemerataan. Salah satu isu yang sering disoroti adalah tingginya arus migrasi terutama desa ke kota yang semakin meningkat intensitasnya (Sunario, 1999). Dalam mencapai tujuan di bidang ekonomi secara efisien mengharuskan adanya alokasi sumberdaya secara optimal, baik sumberdaya modal (seperti gedung, uang, mesin), sumberdaya manusia dan sumberdaya alam.

Migrasi adalah salah satu bentuk realokasi sumberdaya modal manusia. Seperti halnya sumberdaya modal, sumberdaya manusia cenderung memilih ke daerah yang memberikan imbalan relatif lebih tinggi. Penawaran akan suatu keahlian di suatu wilayah relatif tinggi terhadap permintaan yang ada, sehingga balas jasa untuk pemilik keahlian itu menjadi rendah. Dengan mutu yang sama, orang tersebut dapat memperoleh balas jasa yang lebih tinggi apabila ia pindah ke daerah lain yang permintaan akan jasanya relatif lebih tinggi dibandingkan dengan penawaran yang ada di daerah asalnya (Artika, 2003).

(2)

lainnya, sebagai bagian dari proses modernisasi, merupakan komponen yang dapat memotivasi sehingga memperbesar arus perpindahan itu baik untuk tujuan menetap, sementara, atau mungkin perpindahan sirkuler (Artika, 2003). Selain itu menurut Hauser et al (1985) arus penduduk dari desa ke kota sebagian besar akibat daya tarik upah yang lebih tinggi berkat daya produksi yang lebih tinggi di kota. Penggunaan teknologi pada abad XX untuk pembangunan ekonomi ternyata melahirkan tata industri yang bersifat padat modal bukan yang bersifat padat karya, sehingga kebijakan ini cenderung mendorong buruh petani ke perkotaan. Di bidang industri ternyata mengalami keterbatasan penyerapan tenaga kerja. Dengan demikian, mungkin saja arus penduduk dari desa ke kota tetap berjalan terus dan semakin cepat, sementara kesempatan kerja di kota tetap terbatas sehingga akan menimbulkan permasalahan.

Menurut Todaro dan Smith (2004), kebijakan yang dijalankan pada dekade yang lalu, yang lebih mengutamakan modernisasi industri, kecanggihan teknologi, dan pertumbuhan metropolis, jelas telah menciptakan ketimpangan geografis dalam penyebaran kesempatan atau peluang-peluang ekonomi, sekaligus menjadi penyebab utama perpindahan secara besar-besaran penduduk desa ke kota yang terus menerus. Kebijakan pemerintah sering kali bias kota, yaitu dengan lebih mementingkan investasi industri dan mengabaikan sektor pertanian. Pemerintah mementingkan investasi industri untuk bidang sarana umum yang dibangun di kota dengan alasan kota adalah pusat kegiatan ekonomi (Manning dan Effendi, 1985).

(3)

bekerja di sektor non pertanian. Hal ini membuat adanya keterkaitan masyarakat desa pergi ke kota untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dan penghasilan yang lebih tinggi yang tidak diperoleh selama mereka tinggal di desa (Suharso, 1994). Migrasi umumnya dilakukan untuk memperbaiki taraf hidup secara ekonomi. Salah satu daya tarik kota yaitu banyaknya peluang kerja di luar sektor pertanian. Adanya migrasi desa kota berakibat pada pergeseran mata pencaharian penduduk dari sektor pertanian ke sektor non pertanian di kota (Erwindo et al, 1992)

Menurut Manning dan Effendi (1985), migrasi desa-kota merupakan suatu faktor utama yang mendorong pesatnya pertumbuhan kota di negara berkembang. Namun dalam hal ini migrasi yang terlalu cepat dan tidak teratur menyebabkan penduduk desa yang berbondong-bondong mencari pekerjaan di kota mengalami kekecewaan karena besarnya jumlah mereka yang mencari pekerjaan itu sendiri. Hal ini akan membuat persaingan di antara mereka ditambah dengan persaingan dari penduduk kota. Para migran yang berasal dari desa rata-rata umumnya memiliki tingkat pendidikan yang rendah dan keterampilan yang dimiliki juga terbatas. Tapi adanya persaingan di dunia kerja mengharuskan mereka untuk memiliki kemampuan yang lebih dari orang lain.

(4)

menyebabkan masyarakat desa cenderung pindah ke kota. Berbagai masalah mulai timbul akibat semakin tingginya tingkat kepadatan penduduk di Jakarta. Salah satu masalah fisik yang dihadapi adalah adanya rumah liar dan pemukiman-pemukiman kumuh yang hadir di Jakarta.

Bagi pelaku mobilitas penduduk, kota besar seperti Jakarta merupakan daerah tujuan utama bagi mereka. Pada tahun 1990 hingga 2000 migran masuk DKI Jakarta mengalami peningkatan sebesar 380.875 jiwa atau naik sebesar 12,13 persen. Namun pada tahun 2005 migran masuk DKI Jakarta turun sebesar 448.313 jiwa atau sekitar 14,5 persen. Selain karena turunnya angka fertilitas, migrasi keluar DKI Jakarta (utamanya ke kota-kota sekitarnya) diperkirakan menjadi faktor utama penurunan tingkat migrasi ini dan terlihat dalam jumlah migran keluar Jakarta meningkat sebesar 198.066 jiwa dari tahun 2000 ke 2005 atau sebesar 10,7 persen (BPS, 2010).

(5)

Tabel 1.1. Migran Masuk dan Keluar DKI Jakarta Menurut Tempat Lahir (Lifetime Migrans), 1990, 2000, dan 2005 dalam jiwa

Tempat Lahir/ Tempat Tinggal sekarang

1990 2000 2005

Migran Masuk Migran Keluar Migran Masuk Migran Keluar Migran Masuk Migran Keluar Sumatra utara

200.135 14.096 230.137 19.640 174.847 20.456 Sumatra

Barat

154.485 15.107 152.966 16.485 141.249 24.354

Riau 22.237 11.992 24.179 22.329 26.968 17.006

Sumatra Selatan

93.088 16.752 65.565 11.955 56.174 19.502

Lampung 24.184 16.954 52.293 17.582 55.818 15.439 Prop. Lain

di Sumatra

34.855 11.798 80.274 13.967 39.096 7.537

Jawa Barat 859.938 794.987 924.020 1.515.672 743.558 1.680.538 Jawa

Tengah

1.139.985 67.492 1.277.549 85.250 1.274.304 99.986

DIY 90.339 19.342 126.889 25.692 124.229 30.863

Jawa Timur 301.476 34.710 355.270 46.852 302.093 56.339

Bali 9.027 3.535 10.007 8.487 4.779 6.487

Nusa Tenggara

21.248 3.422 26.378 4.639 15.200 9.026

Kalimantan 88.722 17.343 85.368 22.993 87.672 22.517 Sulawesi 80.031 16.604 86.804 18.812 14.816 18.766 Maluku+

Irja

19.926 7.036 22.852 6.309 11.435 5.914

Jumlah 3.139.676 1.051.170 3.520.551 1.836.664 3.072.238 2.034.730 Sumber: BPS (1992, 2001, 2006)

(6)

Tabel 1.2. Distribusi Kepadatan Penduduk Menurut Provinsi, 2000, 2005 dan 2010 (per km2)

Provinsi Kepadatan Penduduk (per km2)

2000 2005 2010

Aceh 68 78 77

Sumatra utara 160 169 178

Sumatra Barat 101 106 115

Riau 45 52 64

Sumatra Selatan 68 73 81

Lampung 194 201 219

DKI Jakarta 12.592 13.344 14.440

Jawa Barat 1.010 1.126 1.216

Jawa Tengah 952 982 987

DIY 996 1.049 1.102

Jawa Timur 727 757 784

Bali 545 601 673

Nusa Tenggara Barat 199 208 242

Nusa Tenggara Timur 81 90 96

Kalimantan Barat 27 28 30

Kalimantan Tengah 12 12 14

Kalimantan Selatan 69 75 94

Kalimantan Timur 11 12 17

Sulawesi Utara 131 139 164

Gorontalo 68 75 92

Sulawesi Tengah 35 36 43

Sulawesi Selatan 153 85 172

Sulawesi Tenggara 48 51 59

Maluku 25 27 33

Papua 5 7 9

Sumber: BPS, 2010

1.2. Perumusan Masalah

(7)

penduduk dan tenaga kerja antar daerah di Indonesia ini akan memengaruhi laju pembangunan di masing-masing daerah.

Di sisi lain, keterlambatan dan ketidakmerataan pembangunan ekonomi di daerah luar Jakarta mengakibatkan masyarakat daerah bermigrasi ke Jakarta untuk mencari pendapatan yang lebih tinggi. Akibatnya terjadi kepadatan penduduk dan pengangguran yang tinggi di Jakarta. Dampak kepadatan dan pengangguran ini menimbulkan berbagai masalah, baik masalah sosial maupun masalah ekonomi, diantaranya kriminalitas meningkat, pemukiman kumuh timbul dimana-mana, kemacetan tinggi, menurunnya tingkat pelayanan dan prasarana perkotaan, yang pada akhirnya mengurangi tingkat kesejahteraan penduduk Jakarta.

Besarnya jumlah penduduk yang melakukan migrasi ke Jakarta tidak terlepas dari kelemahan pembangunan di daerah luar Jakarta. Hal ini terlihat dari rendahnya tingkat upah di daerah dibandingkan dengan tingkat upah di Jakarta. Pertumbuhan jumlah migrasi ke Jakarta setiap tahun yang relatif besar di dorong oleh keinginan untuk memperbaiki kesejahteraan hidup di Jakarta sementara jumlah lapangan kerja tak mampu lagi menyerap lapangan kerja.

(8)

sebesar 3.072.238 jiwa. Padahal pertumbuhan penduduknya yang murni sangat rendah yaitu 0,17 persen per tahun, dilihat dari kepadatan penduduk Jakarta menempati posisi tertinggi yaitu 13.344 orang per kilometer persegi pada tahun 2005 (BPS, 2010)

Pada tahun 2010 jumlah penduduk DKI Jakarta murni sebesar 9.588.200 jiwa, meningkat dari tahun 2005 yang mencapai 728.200 jiwa. Adapun mengenai laju pertumbuhan penduduk masih relatif rendah yaitu sebesar 1,39 persen per tahun. Dilihat dari kepadatan penduduk Jakarta pada tahun 2010, sebesar 14.440 orang per kilometer persegi yang tetap menempati posisi tertinggi dalam tingkat kepadatan penduduk (BPS, 2010). Di sisi tingkat UMR daerah DKI Jakarta memiliki peringkat paling tinggi dibandingkan provinsi lainnya di Indonesia yaitu sebesar Rp 1.118.009. Sedangkan jumlah seluruh Pendapatan Regional Domestik Bruto sebesar 862.158.910 rupiah pada tahun 2010 (BPS, 2010).

Berdasarkan uraian di atas, maka ada permasalahan yang menarik untuk dikaji lebih lanjut, yaitu faktor-faktor ekonomi dan non ekonomi apakah yang mendorong penduduk untuk melakukan migrasi ke DKI Jakarta.

1.3. Tujuan Penelitian

(9)

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna baik bagi penulis maupun pihak-pihak lain yang berkepentingan. Manfaat yang diharapkan tersebut antara lain adalah:

1. Bagi pemerintah atau instansi pengambil keputusan terkait diharapkan dapat memberikan masukan dan bahan pertimbangan baik dalam perencanaan maupun dalam pengambilan keputusan terkait dengan efisiensi penyebaran penduduk dan tenaga kerja ke DKI Jakarta.

2. Bagi pembaca diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan masukan dalam penelitian-penelitian selanjutnya.

(10)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini akan dijelaskan beberapa pustaka yang dijadikan dasar teori dalam penelitian ini. Adapun pustaka tersebut adalah teori migrasi, penyebab migrasi, migrasi sebagai investasi sumber daya manusia, panel data, beberapa penelitian terdahulu yang menjadi referensi dalam penyusunan penelitian. Bagian terakhir dalam bab ini akan dijelaskan kerangka pemikiran yang mendasari penelitian.

2.1. Teori Migrasi

Migrasi adalah suatu gerak penduduk secara geografis, spasial atau teritorial antara unit-unit geografis yang melibatkan perubahan tempat tinggal yaitu dari tempat asal ke tujuan (Rusli, 1994). Sedangkan menurut Lee (1966) mengatakan bahwa yang disebut migrasi haruslah melibatkan faktor terjadinya perubahan tempat tinggal yang permanen dengan tidak usah memperhatikan jarak yang ditempuh dalam proses perpindahan tersebut. Dalam menelaah migrasi ada dua dimensi penting yang perlu ditinjau, yaitu dimensi waktu dan dimensi daerah. Ukuran yang pasti untuk dimensi waktu tidak ada, karena sulit menetapkan berapa lama seorang pindah tempat tinggal agar dapat dianggap sebagai seorang migran, tetapi biasanya digunakan definisi yang digunakan dalam sensus penduduk (Munir, 1981).

(11)

penduduk horizontal atau geografis meliputi semua gerakan penduduk yang melintas batas wilayah tertentu dalam periode waktu tertentu.

Secara umum ada dua jenis migrasi yaitu migrasi internal dan migrasi internasional. Migrasi internal hanya terjadi diantara unit-unit geografis dalam suatu negara misalnya antar provinsi, kota atau kesatuan administrasi lainnya. Sedangkan migrasi internasional yaitu perpindahan penduduk dari suatu negara ke negara lain (Rusli, 1994).

Menurut Munir (1981) ada beberapa jenis migrasi yang perlu diketahui yaitu:

1. Migrasi masuk yaitu masuknya penduduk kesuatu daerah tempat tujuan. 2. Migrasi keluar yaitu perpindahan penduduk keluar dari suatu daerah asal. 3. Migrasi netto adalah selisih antara jumlah migrasi masuk dan migrasi

keluar. Apabila migrasi yang masuk lebih besar daripada migrasi keluar maka disebut migrasi netto positif, sedangkan jika migrasi keluar lebih besar daripada migrasi masuk disebut migrasi netto negatif.

4. Migrasi total.

5. Migrasi semasa hidup. 6. Migrasi parsial. 7. Arus migrasi.

(12)

perkawinan dan jenis pekerjaan. Dengan adanya sifat selektif dalam proses migrasi maka timbullah ciri-ciri atau sifat-sifat karakteristik dari mereka yang turut serta dalam proses migrasi tersebut.

Alatas dan Edy (1992) secara umum menyebutkan beberapa jenis migran, yaitu migran semasa hidup, migran kembali, migran total dan migran risen. Migran semasa hidup (life time migran) adalah orang-orang yang pada saat pencacahan tidak bertempat tinggal di tempat kelahirannya, sedangkan migran kembali adalah orang yang kembali ke tempat kelahirannya setelah sebelumnya pernah berpindah ke tempat lain. Migran total adalah orang yang pernah bertempat tinggal di tempat lain (selain tempat kelahirannya), jadi dalam migrasi total mencakup pengertian migran semasa hidup dan migran kembali, secara spesifik jumlah migran total dikurangi migran kembali merupakan migran semasa hidup.

Migran risen adalah orang-orang yang akhir-akhir ini melakukan perpindahan. Dilihat dalam satu tahun atau lima tahun terakhir, maka migran risen adalah mereka yang pada saat pencacahan tinggal ditempat yang berbeda dengan tempat tinggal lima tahun sebelumnya.

2.2. Penyebab Migrasi

(13)

hidup tentu saja tidak dilupakan kemungkinan usaha perbaikan lingkungan hidupnya dan pembaharuan. Kedua, mereka pindah tempat atau migrasi. Ketiga, mereka melakukan peralihan antara keduanya, yaitu tetap tinggal di tempat lama tetapi mencari pekerjaan baru secara berkala dan terus menerus atau commutery (Hugo, 1981).

Menurut Hardjosudarmo (1965) terjadinya migrasi disebabkan oleh tiga faktor yaitu:

1. Faktor pendorong (push factor) yang ada pada daerah asal, yakni adanya pertambahan penduduk yang mengakibatkan timbulnya tekanan penduduk, adanya kekeringan sumber alam, adanya fluktuasi iklim, dan ketidaksesuaian diri dengan lingkungan.

2. Faktor penarik (pull factor) yang ada pada daerah tujuan, yakni adanya sumber alam serta sumber mata pencaharian baru, adanya pendapatan-pendapatan baru, dan iklim yang sangat baik.

3. Faktor lainnya (other factor), yakni adanya perubahan-perubahan teknologi, seperti munculnya mekanisasi pertanian yang bias menyebabkan berkurangnya permintaan tenaga kerja untuk pertanian. Hal ini memaksa buruh tani untuk pindah ke tempat atau pekerjaan lain. Selain itu juga karena adanya perubahan pasar, faktor agama, politik dan faktor pribadi.

(14)

memperoleh kehidupan yang lebih baik. Sedangkan daya dorong pada umumnya berupa suatu set peubah yang menyebabkan individu itu merasa sulit memperbaiki taraf hidupnya di tempat asal. Sebagai contoh, pemilikan aset yang rendah, kesempatan kerja yang sempit, produktivitas kerja di tempat asal yang rendah, dan lain-lain. Perbedaan tingkat gerak penduduk di desa-desa berkaitan dengan ketimpangan sosial dan regional.

Rhoda (1980) dalam Anitawati dan Chairil (1986) menyatakan bahwa faktor-faktor pendorong dan penarik mempunyai hubungan yang sangat erat, dimana orang yang terdorong untuk bermigrasi juga tertarik oleh harapan untuk menemukan sesuatu yang lebih baik di tempat tujuan. Perolehan lowongan pekerjaan bagi migran di daerah tujuan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor individu seperti tenaga kerja, pendidikan, keterampilan/keahlian non pertanian dan umur, serta faktor informasi. Informasi pekerjaan dapat bersumber antara lain dari teman dan saudara.

Munir (1981) mengelompokkan faktor-faktor yang menyebabkan seseorang melakukan migrasi ke dalam dua kelompok, yaitu faktor pendorong dan faktor penarik. Faktor pendorong misalnya:

1. Makin berkurangnya sumber-sumber alam, menurunnya permintaan atas barang-barang tertentu yang bahan bakunya masih sulit diperoleh seperti hasil tambang, kayu dan bahan dari hasil pertanian.

2. Menyempitnya lapangan kerja di daerah asal (misalnya pedesaan) akibat masuknya teknologi yang menggunakan mesin-mesin (capital intensive). 3. Adanya tekanan-tekanan atau diskriminasi politik, agama, dan suku di

(15)

4. Tidak cocok lagi dengan adat, budaya dan kepercayaan di tempat asal. 5. Alasan pekerjaan atau perkawinan yang menyebabkan tidak bisa

mengembangkan karir pribadi.

6. Bencana alam baik banjir, kebakaran, gempa bumi, musim kemarau panjang atau adanya wabah penyakit.

Sementara faktor-faktor penarik antara lain:

1. Adanya rasa superior di tempat yang baru atau kesempatan untuk memasuki lapangan kerja.

2. Kesempatan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. 3. Kesempatan mendapatkan pendapatan yang lebih tinggi.

4. Keadaan lingkungan dan keadaan hidup yang menyenangkan, misalnya iklim, perumahan, sekolah dan fasilitas-fasilitas kemasyarakatan lainnya. 5. Tarikan dari orang yang diharapkan sebagai tempat berlindung.

(16)

Menurut Todaro (2004) karakteristik yang penting dari para migran pada dasarnya dibagi dalam tiga kategori umum, yaitu demografis, pendidikan dan ekonomi.

1. Karakteristik demografis. Para migran di kota negara-negara berkembang umumnya terdiri dari pemuda yang berumur antara 15 sampai 24 tahun. 2. Karakteristik pendidikan. Tampaknya ada asosiasi yang jelas antara

tingkat pendidikan dengan kecenderungan untuk bermigrasi, yaitu mereka yang berpendidikan lebih tinggi, lebih banyak melakukan migrasi daripada yang berpendidikan rendah.

3. Karakteristik ekonomi. Presentase yang paling besar dari para migran adalah mereka yang miskin, tidak punya sawah atau tanah, orang yang tidak punya keterampilan dan sudah tidak ada kesempatan lagi untuk bekerja di tempat asal.

Greenwood (1975) mengemukakan beberapa variabel/faktor yang menentukan seseorang untuk bermigrasi, yaitu:

1. Jarak dan biaya langsung perpindahan. Migrasi akan menurun dengan semakin jauhnya jarak, karena jarak dapat berfungsi sebagai pencerminan dari biaya transportasi dan biaya perjalanan.

2. Pendapatan. Migran potensial akan memilih lokasi dimana nilai nyata dari manfaat bersih yang diharapkan adalah terbesar, artinya seseorang akan melakukan migrasi bila pendapatan bersih di daerah tujuan lebih besar daripada di daerah asal.

(17)

menentukan daerah tujuan. Umumnya orang akan cenderung menuju tempat dimana ia telah mengetahui informasi mengenai daerah tersebut dari pada daerah yang mereka tidak ketahui atau hanya sedikit informasi yang tersedia.

4. Karakteristik migran dan keputusan bermigrasi. Karakteristik yang menentukan dalam keputusan melakukan migrasi adalah umur dan tingkat pendidikan. Peluang melakukan migrasi pada angkatan kerja menurun seiring dengan meningkatnya umur. Semakin tinggi pendidikan akan memperbesar peluang seseorang untuk melakukan migrasi, sebab dengan semakin tinggi pendidikan, maka informasi yang berkaitan dengan ketenagakerjaan dan peluang untuk mendapatkan pekerjaan juga besar. Migrasi dari pedesaan ke perkotaan mencerminkan adanya ketidakseimbangan antara pedesaan dan perkotaan. Kebutuhan hidup yang terus meningkat menuntut setiap orang terutama para kepala keluarga untuk mencari penghasilan yang lebih besar. Jika di daerah tempat tinggal dianggap tidak dapat menyediakan lapangan pekerjaan yang mempunyai penghasilan yang layak maka mereka akan lebih memilih untuk bermigrasi. Pilihan ini merupakan pilihan terbaik mereka, meskipun belum pasti apakah mereka akan mendapatkan pekerjaan atau tidak di tempat tujuan.

Mantra (1994) mengemukakan beberapa faktor yang memengaruhi arah dan arus migrasi penduduk di Indonesia, diantaranya adalah:

1. Pasang surutnya pembangunan di provinsi tujuan. 2. Tersedianya pasaran kerja.

(18)

4. Merupakan daerah penerimaan transmigrasi.

Wilayah perkotaan dengan proses pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan fasilitas yang lengkap mendorong setiap orang terutama pengangguran untuk mengadu nasib. Arus masuk migrasi akan semakin banyak dalam waktu yang relatif cepat. Migrasi masuk ke kota (termasuk kota Jakarta) sangat erat kaitannya dengan kebijakan pembangunan yang bersifat bias kota (urban bias). Pembangunan di DKI Jakarta yang memiliki peran dan fungsi sebagai pusat kegiatan ekonomi, telah menarik penduduk desa untuk datang ke kota ini dalam upaya mendapatkan kesempatan kerja atau usaha, lebih-lebih ketika lapangan pekerjaan di desa sangat terbatas. Fenomena ini sejalan dengan teori Todaro (2004) yang menjelaskan terjadinya perpindahan penduduk disebabkan oleh tingginya upah atau pendapatan yang dapat diperoleh di daerah tujuan. Kesenjangan upah atau pendapatan yang besar antara desa dan kota mendorong penduduk desa untuk datang ke kota.

2.3. Migrasi Sebagai Investasi Sumber Daya Manusia

Investasi dapat dilakukan bukan saja dalam bentuk fisik yang sudah biasa dikenal, akan tetapi yang dinilai pada saat ini adalah investasi di bidang sumberdaya manusia. Investasi di bidang sumberdaya manusia dinamakan human capital, salah satunya dapat dilakukan dalam bentuk migrasi atau perpindahan

penduduk (Simanjuntak, 1985).

(19)

seharusnya dapat diterima di tempat asal. Misalkan setiap tahun seseorang seharusnya menerima upah di tempat asal dan akan menerima upah di tempat tujuan. Besarnya arus pendapatan yang seharusnya diterima selama hidupnya di tempat asal merupakan penghasilan yang dikorbankan untuk memperoleh arus pendapatan yang jumlahnya lebih besar di tempat tujuan. Dalam hal ini besarnya arus pendapatan yang diterima selama hidupnya di tempat asal merupakan biaya tidak langsung atau opportunity cost untuk memperoleh pendapatan yang jumlahnya lebih besar di tempat tujuan. Kecuali biaya tidak langsung untuk perpindahan seperti itu, orang mengeluarkan juga biaya yang langsung dalam bentuk ongkos pengangkutan, biaya memindahkan barang-barang rumah tangga, tambahan biaya perumahan dan lain-lain. Baik biaya langsung maupun biaya tidak langsung tersebut dipandang sebagai investasi yang melekat pada diri migran. Imbalannya adalah arus pendapatan di tempat tujuan.

(20)

2.4. Panel Data

Panel data adalah bentuk data yang merupakan gabungan dari data time series dan cross section. Dalam teori ekonometrika, bentuk panel data dapat mengatasi masalah pengestimasian yang kurang baik akibat sedikitnya jumlah observasi jika hanya dengan menggunakan data time series atau cross section saja. Adapun beberapa keuntungan dalam menggunakan panel data (Baltagi, 2005) adalah:

a. Panel data mampu mengontrol heterogenitas individu.

b. Panel data memberikan informasi data yang lebih banyak, lebih bervariasi, mengurangi kolinearitas antar variabel, meningkatkan degree of freedom, dan lebih efisien.

c. Jika menggunakan data cross section, walaupun terlihat stabil namun sebenarnya dalam data tersebut tersimpan banyak perubahan, seperti data pengangguran, perpindahan pekerjaan, atau perubahan kebijakan pemerintah. Dengan menggunakan panel data maka penyesuaian- penyesuaian yang dinamis tersebut dapat dengan lebih mudah dipelajari. d. Mampu mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak

dapat diperoleh dari data cross section murni atau data time series murni. e. Dapat menguji dan membangun model perilaku yang lebih kompleks.

(21)

2.4.1. Pooled Least Square

Dalam metode ini data panel yang mengkombinasikan semua data cross section dan time series akan digabungkan menjadi pooled data. Dengan menggunakan metode ini tentunya akan menghasilkan pendugaan regresi yang lebih akurat jika dibandingkan dengan regresi biasa, karena dalam panel berarti menggabungkan data cross section dan time series bersama-sama sehingga memiiki jumlah observasi data yang lebih banyak. Kelemahan dalam metode ini adalah tidak terlihatnya perbedaan baik antar individu karena data yang digabungkan secara keseluruhan. Metode ini diduga dengan menggunakan Ordinary Least Square, yaitu :

Yit = α + β Xit + εit ……… (2.1)

dimana:

Yit = variabel terikat di waktu t untuk unit cross section i

α = intersep yang konstan antar individu cross section i

Xit = variabel bebas di waktu t untuk unit cross section i

β = parameter untuk variabel bebas

εit = komponen error gabungan di waktu t untuk unit cross section i

2.4.2. Efek Tetap (Fixed Effect)

(22)

memasukkan variabel dummy disebut dengan metode Fixed Effect atau Least Square Dummy Variable.

Metode fixed effect akan menghasilkan intersep yang berbeda-beda antar unit cross section. Kelemahan pada metode ini adalah semakin berkurangnya degree of freedom akibat adanya penambahan variabel dummy pada persamaan, dan tentunya akan memengaruhi keefisienan parameter yang diduga. Pendugaan metode ini dinyatakan dalam persamaan (2.2).

Yit = αi + βj xjit + εit ………..(2.2) dimana:

Yit = variabel terikat di waktu t untuk unit cross section i

αi = intersep yang akan berbeda antar individu cross section i

xjit = variabel bebas j di waktu t untuk unit cross section i

βj = parameter untuk variabel ke j

εit = komponen error di waktu t untuk unit cross section i

2.4.3. Efek Acak (Random Effect)

Pada metode efek acak (random effect) karakteristik antar individu terlihat pada komponen error yang ada pada model. Hal ini tidak akan mengurangi derajat bebas (degree of freedom) akibat penambahan variabel, sehingga efisiensi dalam pendugaan parameter juga tidak berkurang. Bentuk model efek acak ini adalah:

Yit = αi+ β Xit+ it ………..(2.3)

(23)

dimana:

uit ~ N(0, u2) = komponen cross section error, vit ~ N(0, v2) = komponen time series error, wit ~ N(0, w2) = komponen combination error,

kita juga mengasumsikan bahwa error secara individual juga tidak saling berkorelasi begitu juga dengan error kombinasinya.

2.5. Penelitian Terdahulu

Berbagai studi tentang migrasi menunjukkan bahwa banyak faktor yang dapat memengaruhi terjadinya migrasi, baik itu yang bersifat motivasi ekonomi maupun non ekonomi. Analisis serta kajian terhadap fenomena migrasi telah dilakukan baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Berikut ini akan dipaparkan beberapa penelitian terdahulu dengan berbagai pendekatan yang secara khusus menganalisis terjadinya migrasi.

Hasil penelitian Levy dan Walter (1974) di Venezuela menunjukkan bahwa:

1. Jarak mempunyai pengaruh yang nyata terhadap migrasi, baik migran yang tidak berpendidikan maupun migran yang berpendidikan dasar dan lanjutan, dimana semakin jauh jarak yang ditempuh migran akan mengurangi jumlah migrasi ke Venezuela. Pengaruh jarak ini semakin kecil dengan semakin tinggi pendidikan migran.

(24)

yang berpendidikan lebih respon terhadap perubahan upah baik di daerah asal maupun di daerah tujuan dari pada migran yang tidak berpendidikan.

3. Tingkat pengangguran di daerah asal mempunyai hubungan positif dengan jumlah migrasi, sedangkan tingkat pengangguran di daerah tujuan (Venezuela) mempunyai hubungan yang negatif dengan jumlah migrasi.

4. Jumlah penduduk total baik untuk daerah asal maupun daerah tujuan mempunyai hubungan yang positif dengan jumlah migrasi di Venezuela. Berdasarkan tingkat pendidikan terlihat bahwa jumlah penduduk total di daerah asal pengaruhnya semakin kecil dengan semakin tinggi pendidikan dan untuk jumlah penduduk total di daerah tujuan pengaruhnya semakin besar dengan semakin tinggi pendidikan migran.

5. Presentase jumlah penduduk yang tinggal di kota (urban) untuk daerah asal mempunyai hubungan negatif dengan jumlah migrasi dan untuk daerah tujuan mempunyai hubungan yang positif. Hal ini terjadi untuk migran yang tidak sekolah maupun yang berpendidikan dasar dan lanjutan.

Mantra (1987) dalam analisisnya mengenai migrasi penduduk di Indonesia berdasarkan hasil survei penduduk antar sensus memperoleh beberapa karakteristik para migran, diantaranya adalah:

(25)

2. Kebanyakan dari migran bekerja di sektor informal. Sekitar 45 persen sebagai buruh, hampir seperempatnya berusaha sendiri, sekitar 15 persen bekerja sebagai buruh tetap.

3. Pendidikan migran relatif lebih tinggi dari pendidikan non-migran. Namun demikian migran yang telah berusia lanjut (50 tahun ke atas) tingkat pendidikannya rendah. Migran yang berumur muda (20-49 tahun) beberapa sudah ada yang tamat Sekolah Menengah Tingkat Atas, bahkan ada yang telah tamat dari perguruan tinggi. Migran yang menuju ke kota tingkat pendidikannya lebih tinggi daripada migran yang menuju ke desa. Solimano (2002) melakukan penelitian di Argentina mengungkapkan bahwa migrasi penduduk ke Amerika Serikat dan Eropa atau Negara yang lebih maju dengan pendekatan ekonomi dan politik. Model yang digunakan adalah dengan pendekatan Ordinary Least Square (OLS):

NMt = a + bX1t + cX2(t-1) + dX3t + eX4t + random termt………..(2.1) Dimana:

NM = net migrasi penduduk dari negara pengirim ke negara penerima

X1 = menunjukkan rasio GDP real perkapita negara penerima terhadap GDP real perkapita negara pengirim

X2 = lag net migrasi

X3 = indeks ekonomi negara penerima migran

X4 = indeks rezim pemerintahan apakah autoritarian atau demokrasi.

(26)

hubungan yang positif dan signifikan antara selisih pendapatan nasional negara penerima dengan negara pengirim migran.

Romdiati dan Noveria (2004) dalam Artika (2003) melakukan analisis mobilitas penduduk antar daerah dalam rangka pengendalian migrasi masuk ke DKI Jakarta. Dalam penelitian ini diungkapkan bahwa Jakarta sebagai kota metropolitan yang menjadi pusat dari berbagai kegiatan pembangunan. Jakarta menjadi tujuan utama migrasi penduduk dari berbagai daerah dalam jumlah yang besar. Mereka datang ke kota ini untuk memperoleh manfaat dari semua kesempatan yang tersedia, terutama kesempatan ekonomi. Masih terbukanya peluang untuk melakukan usaha ekonomi, khususnya di sektor informal diketahui sebagai penyebab utama perpindahan penduduk dari berbagai daerah, termasuk mereka yang berketerampilan rendah menuju Jakarta. Arus migrasi menuju kota Jakarta tampak semakin diwarnai oleh pola mobilitas non-permanen dengan ciri-ciri kurang terampil, bekerja di sektor informal dan tinggal di pemukiman kumuh. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu, bahwa penelitian ini menganalisis faktor-faktor ekonomi seperti PDRB dan UMR serta faktor demografi seperti jumlah penduduk tiap provinsi serta tingkat kepadatan penduduk per kilo meter persegi dimana akan melihat sejauh mana semua variabel ini memengaruhi tingkat migrasi ke Jakarta.

2.6. Kerangka Pemikiran

(27)

dibedakan ke dalam dua kelompok, yaitu faktor-faktor pendorong (push factors) dan faktor-faktor penarik (pull factors).

Teori Human Capital dan Model Harris Todaro lebih memfokuskan perhatiannya pada hubungan ekonomi dan migrasi. Menurut teori Human Capital bahwa seseorang akan melakukan migrasi apabila pendapatan yang diperoleh ditempat tujuan lebih besar daripada pendapatan di daerah asal yang ditambah dengan biaya langsung migrasi (Simanjuntak, 1985). Todaro (2004) mengatakan bahwa keputusan untuk bermigrasi tidak hanya ditentukan oleh berapa pendapatan yang diterima seandainya melakukan migrasi, tetapi juga memperhitungkan berapa besar peluang untuk mendapatkan pekerjaan, ini erat kaitannya dengan kesempatan kerja yang terdapat di suatu tempat.

(28)

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Penelitian

2.7. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah diuraikan sebelumnya, faktor-faktor yang memengaruhi migrasi secara umum ada dua faktor-faktor yang signifikan berpengaruh terhadap tingkat migrasi penduduk, yaitu faktor ekonomi dan faktor non ekonomi. Hal yang menjadi hipotesis dari penelitian ini yaitu:

1. Tingkat upah di daerah asal memiliki hubungan negatif terhadap tingkat migrasi yang masuk ke DKI Jakarta.

Penduduk luar Jakarta

MIGRASI

JAKARTA

Faktor Pendorong - PDRB provinsi

asal - UMR provinsi

asal - Jumlah penduduk

provinsi asal

Faktor Penarik

- PDRB provinsi tujuan - UMR provinsi

tujuan - Jumlah penduduk

provinsi tujuan Jumlah angkatan kerja

Jumlah Penduduk

(29)

2. Tingkat Produk Domestik Regional Bruto perkapita tiap provinsi di luar Jakarta memiliki hubungan yang negatif terhadap jumlah migrasi ke Jakarta.

(30)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini dilakukan dengan ruang lingkup nasional, yang dilihat adalah migrasi antar provinsi di Indonesia dengan daerah tujuan DKI Jakarta, sedangkan provinsi lain sebagai daerah asal. Dipilih DKI Jakarta sebagai daerah tujuan, karena provinsi ini memiliki tingkat migrasi masuk semasa hidup dan tingkat migrasi risen tinggi, sementara tingkat migrasi keluarnya rendah (Tabel 1.1).

Metode dalam penelitian ini menggunakan data panel dikarenakan dalam penelitian ini terdapat data time series dan cross section. Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data publikasi atau data sekunder berupa data time series lima tahunan (1990, 1995, 2000, 2005, dan 2010) dan data cross section yang terdiri dari data migrasi masuk ke DKI Jakarta, data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tiap provinsi berdasarkan harga berlaku, data Upah Minimun Regional (UMR) tiap provinsi dan data jumlah penduduk tiap provinsi. Proses pengumpulan data dilakukan melalui penelusuran data ke Badan Pusat Statistik (BPS) pusat, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, media internet, surat kabar, dan literatur-literatur yang berkaitan.

(31)

adalah UMR nominal, yaitu nilai UMR pada tahun bersangkutan. Hal ini dapat menunjukkan bahwa penduduk yang melakukan migrasi ke Jakarta hanya melihat besarnya nilai nominal upah yang akan mereka dapatkan pada tahun tersebut atau hanya melihat nilai upah relatif Jakarta terhadap provinsi selain Jakarta, tanpa memerhitungkan nilai riil upah tersebut. Selain itu, pengambilan data jumlah penduduk tiap provinsi juga dilakukan dalam penelitian ini untuk melihat perbandingan dan ketimpangan akan hal kependudukan tiap provinsi yang ada di Indonesia.

3.2. Teknik Pengolahan Data

Dalam penelitian ini, data diolah dengan menggunakan program software Eviews 6. Adapun tahap-tahap pengolahan data adalah: pertama, data PDRB berdasarkan harga berlaku tiap provinsi dibagi dengan PDRB berdasarkan harga berlaku DKI Jakarta. Kedua, data UMR tiap provinsi di Indonesia dibagi dengan UMR DKI Jakarta. Ketiga data jumlah penduduk tiap provinsi dibagi dengan jumlah penduduk DKI Jakarta. Ini dimaksudkan karena DKI Jakarta merupakan provinsi utama tujuan migrasi penduduk dari seluruh provinsi di Indonesia. Walaupun dari provinsi DKI Jakarta sendiri ada penduduk yang bermigrasi ke tiap provinsi di Indonesia, namun jumlah penduduk yang masuk DKI Jakarta lebih besar dari pada jumlah penduduk yang pindah ke luar Jakarta. Bentuk fungsi persamaannya adalah sebagai berikut.

LnMGR = UMR , PDRB , JML

UMR.JKT PDRB.JKT JML.JKT

(32)

dimana:

MGR : jumlah migrasi penduduk dari berbagai provinsi ke Jakarta (jiwa), UMR : tingkat UMR tiap provinsi selain Jakarta (rupiah),

UMR.JKT : tingkat UMR DKI Jakarta (rupiah),

PDRB : PDRB tiap provinsi selain Jakarta (rupiah), PDRB.JKT : PDRB DKI Jakarta (rupiah),

JML : jumlah penduduk tiap provinsi selain Jakarta (jiwa), JML.JKT : jumlah penduduk DKI Jakarta (jiwa),

RUMR : rasio tingkat upah minimum regional tiap provinsi terhadap upah minimum regional Jakarta (persen),

RPDRB : rasio tingkat PDRB tiap provinsi terhadap PDRB Jakarta (persen), RJML : rasio jumlah penduduk tiap provinsi terhadap jumlah penduduk

Jakarta (persen).

3.3. Perumusan Model

Pada penelitian ini digunakan metode panel data dengan fixed effect. Hal ini karena dengan fixed effect dapat diperoleh hasil intercept yang berbeda-beda antar unit cross section. Salah satu langkah dalam penelitian ini adalah menentukan model umum yang digunakan dengan menggunakan analisis fungsi regresi. Penggunaan fungsi regresi ditujukan untuk menangkap berbagai kemungkinan migrasi dan variabel-variabel yang diestimasi. Bentuk model umum yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(33)

dimana:

LnMGRit = jumlah migrasi penduduk ke DKI Jakarta (persen),

RUMRit = rasio tingkat upah minimum regional tiap provinsi terhadap upah minimum regional Jakarta (persen),

RPDRBit = rasio tingkat PDRB tiap provinsi terhadap PDRB Jakarta (persen),

RJMLit = rasio jumlah penduduk tiap provinsi terhadap jumlah penduduk Jakarta (persen),

αi = intersep model yang berubah-ubah tiap provinsi, β1 = slope variabel UMR,

β2 = slope variabel PDRB, β3 = slope variabel JML,

i = provinsi ke-i, t = pada tahun ke-t,

= error/simpangan.

3.4. Definisi Operasional

Untuk memahami secara jelas variabel-variabel yang dituliskan dalam persamaan (3.2), maka definisi operasional variabel-variabel tersebut adalah: 1. Migrasi adalah seseorang atau penduduk suatu provinsi pindah melintas

(34)

adalah jumlah migrasi masuk yang telah dikurangi migrasi keluar dibagi dengan jumlah penduduk daerah tujuan.

2. Upah Minimum Regional (UMR) adalah upah yang ditetapkan oleh pemerintah melalui keputusan menteri yang dinilai dan diukur dari kebutuhan hidup minimum.

3. Rasio Upah Minimum Regional (RUMR) adalah rasio tingkat upah minimum regional tiap provinsi terhadap upah minimum regional Jakarta. 4. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) didefinisikan sebagai jumlah

nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah, atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di suatu wilayah.

5. Rasio Produk Domestik Regional Bruto (RPDRB) adalah rasio tingkat PDRB tiap provinsi terhadap PDRB Jakarta.

6. Jumlah penduduk menggambarkan tingkat kepadatan penduduk tiap provinsi yang ada di Indonesia.

3.5. Uji Hipotesis

(35)

3.5.1. Uji-F

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independen di dalam model secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen yang digunakan. Perumusan hipotesis pada Uji-F adalah :

H0: β1= β2= β3= βk = 0

H1 : Minimal ada satu nilai β yang tidak sama dengan nol

Kriteria ujinya adalah jika Fhitung > Ftabel,α,(k-1)(n-k) maka tolak H0, dimana k adalah jumah variabel (dengan intercept) dan jumlah observasi yang dilambangkan dengan huruf n. Selain itu, jika probabilitas (p-value) < taraf nyata maka sudah cukup bukti untuk menolak H0. Jika tolak H0 berarti secara bersama-sama variabel bebas dalam model berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas pada taraf nyata α persen, demikian pula sebaliknya.

3.5.2. Uji-t

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independen secara individu (masing-masing) berpengaruh signifikan atau tidak terhadap variabel independen. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut,

H0 : βk = 0

H1 : βk ≠ 0

(36)

H0. Jika tolak H0 berarti variabel bebas dalam model berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas pada taraf nyata α persen, demikian pula sebaliknya.

3.5.3. Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi yang dilambangkan dengan R2 adalah suatu angka yang mengukur keragaman pada variabel dependen yang dapat diterangkan oleh variasi pada model regresi. Nilai ini berkisar antara nol sampai satu (0<R2<1), dengan nilai yang semakin mendekati satu menunjukkan model yang terbentuk mampu menjelaskan keragaman dari variabel dependen, demikian pula sebaliknya. Rumus dari koefisien determinasi dinyatakan dalam persamaan (3.3).

R2 = 1 - ……….(3.3)

Jika nilai R2 ini mendekati satu maka model akan semakin baik. Misalkan saja nilai R2 sebesar 0,98 maka sebesar 98 persen keragaman variabel tak bebas (Y) dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebas yang digunakan di dalam model.

3.6. Uji Asumsi

(37)

mendasar yang perlu diuji dalam membuat persamaan adalah heteroskedastisitas, multikolinearitas, dan autokorelasi.

3.6.1. Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas adalah salah satu penyimpanan pada asumsi klasik statistika. Heteroskedastisitas terjadi jika ragam sisaan tidak konstan, hal ini dilambangkan dengan Var (μi2) = i2. Masalah ini sering terjadi jika ada penggunaan data cross section dalam estimasi model, namun masalah ini juga dapat terjadi dalam data time series. Pada umumnya heteroskedastisistas diperoleh pada data kerat lintang (cross section). Jika pada model dijumpai heteroskedastisitas, maka model menjadi tidak efisien meskipun tidak bias dan konsisten. Dengan kata lain, jika regresi tetap dilakukan meskipun ada masalah heteroskedastisitas maka hasil regresi akan terjadi “misleading” (Gujarati, 1995).

Untuk mendeteksi adanya pelanggaran asumsi heteroskedastisistas, digunakan uji-White Heteroskedasticity yang diperoleh dalam program Eviews 6. Dalam pengolahan data panel dalam Eviews 6 yang menggunakan metode General Least Square (Cross Section Weights) maka untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas adalah dengan membandingkan Sum Square Resid pada Weighted Statistics dengan Sum Square Resid pada Unweighted Statistics. Jika Sum Square Resid pada Weighted Statistics < Sum Square Resid pada Unweighted

(38)

3.6.2. Uji Multikolinearitas

Multikolinearitas merupakan suatu penyimpangan asumsi akibat adanya keterkaitan atau hubungan linier antar variabel bebas penyusun model. Indikasi adanya multikolinearitas dapat dilihat jika dalam model yang dihasilkan terbukti signifikan secara keseluruhan (uji-F) dan memiliki nilai R-Squared yang tinggi namun banyak variabel yang tidak signifikan (uji-t). salah satu cara mengatasi masalah ini adalah dengan menggabungkan data cross section dengan data time series (Juanda, 2009).

3.6.3. Uji Autokorelasi

Menurut Widarjono dalam Guntur (2010), autokorelasi berarti adanya korelasi antara anggota obsevasi satu dengan observasi yang berlainan waktu. Autokorelasi bisa didefinsikan korelasi yang terjadi antar observasi dalam satu peubah atau korelasi antar error masa yang lalu dengan error masa sekarang. Uji autokorelasi yang dilakukan tergantung pada jenis data dan sifat model yang digunakan. Autokorelasi dapat mempengaruhi efisiensi dari estimatornya.

Ada beberapa metode untuk uji autokorelasi antara lain metode Breusch- Godfrey dan metode Durbin-Watson (DW). Uji korelasi Durbin-Watson relatif mudah dilakukan karena informasi nilai statistik hitungnya selalu diinformasikan setiap program komputer termasuk dalam Eviews versi 6.

(39)
[image:39.595.108.516.111.636.2]

Sumber: Widarjono dalam Guntur (2010)

Gambar 3.1. Statistik Durbin-Watson

Selain itu Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi juga dapat melihat pada Eviews6 Guide. Dijelaskan bahwa jika nilai DW tersebut sudah lebih dai 1,5 dan mendekati 2 maka dapat dikatakan tidak ada autokorelasi. Berikut adalah Tabel 3.2. yang memperlihatkan distribusi nilai DW dimana nilai tersebut telah disusun oleh Durbin Watson untuk derajat keyakinan 95 persen dan 99 persen.

Tabel 3.1. Selang Nilai Statistik Durbin-Watson serta Keputusannya

Nilai Durbin-Watson Kesimpulan

DW < 1,10 Ada autokorelasi

1,10 < DW < 1,54 Tanpa kesimpulan 1,55 < DW < 2,46 Tidak ada autokorelasi 2,46 < DW < 2,90 Tanpa kesimpulan

DW > 2,91 Ada autokorelsi

Sumber : Firdaus, 2004

3.6.4. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk memeriksa apakah error term menyebar normal atau tidak. Hipotesis yang digunakan adalah,

H0 : error term menyebar normal H1 : error term tidak menyebar normal

0 dL dU 2 4- dU 4- dL 4

Autokorelasi positif

Ragu-ragu Tidak ada autokorelasi

[image:39.595.114.517.112.245.2]
(40)
(41)

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA

4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan

Provinsi Jakarta adalah ibu kota Negara Indonesia dan merupakan salah satu Provinsi di Pulau Jawa. Secara geografis, Provinsi DKI Jakarta terletak antara 6o 12’ Lintang Selatan dan 106o 48’ Bujur Timur dengan batas wilayah Provinsi DKI Jakarta bagian selatan adalah Kota Depok, bagian timur adalah Provinsi Jawa Barat, bagian barat adalah Provinsi Banten dan bagian utara adalah Laut Jawa. Luas wilayah DKI Jakarta menurut SK Gubernur Nomor 171 tahun 2007 adalah sebesar 662,33 km2 untuk daratan dan 6.977,5 km2 untuk lautantermasuk wilayah daratan Kepulauan Seribu yang tersebar di teluk Jakarta. Sedangkan secara administratif, wilayah administratif Provinsi DKI Jakarta terbagi menjadi lima wilayah kota administratif dan satu kabupaten administratif yaitu Kota administratif Jakarta Selatan, Kota administratif Jakarta Timur, Kota administratif Jakarta Pusat, Kota administratif Jakarta Barat, Kota administratif Jakarta Utara dan Kabupaten administratif Kepulauan Seribu. Daerah dengan wilayah terluas adalah Kota Jakarta Timur dengan luas wilayah 188,03 km2. Sedangkan daerah dengan luas tersempit adalah Kabupaten Kepulauan Seribu sebesar 8,7 km2 (BPS, Jakarta dalam angka 2010).

(42)

tahun 2005 dan 14.440 km2 untuk tahun 2010 (BPS, Statistik Indonesia 2010). Dari data yang telah ditunjukkan, Provinsi DKI Jakarta setiap tahunnya mengalami kepadatan penduduk. Berdasarkan data BPS Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2010 pada Tabel 4.1, dapat dilihat bahwa penduduk di DKI Jakarta umumnya memadati wilayah Jakarta Pusat, Jakarta Barat dan Jakarta Selatan dengan kepadatan penduduk secara berurutan adalah 18.745 km2, 17.147 km2 dan 15.287 km2.

Tabel 4.1. Luas Wilayah, Penduduk dan Kepadatan Penduduk Menurut Kabupaten/Kota administratif 2009

No Kabupaten/Kota Luas

(km2)

Penduduk (orang)

Kepadatan Penduduk (km2)

1 Jakarta Selatan 141,27 2.159.638 15.287

2 Jakarta Timur 188,03 2.448.653 13.023

3 Jakarta Pusat 48,13 902.216 18.745

4 Jakarta Barat 129,54 2.221.243 17.147

5 Jakarta Utara 146,66 1471663 10.035

6 Kepulauan Seribu 8,7 19.587 2.251

Jumlah 662,33 9.223.000 13.925

Sumber: BPS, 2010

4.2. Kondisi Perekonomian

Tujuan dari pembangunan Provinsi DKI Jakarta yang terkait dengan visi DKI Jakarta adalah terwujudnya Jakarta sebagai ibukota Negara Republik Indonesia yang manusiawi, efisien dan berdaya saing global, dihuni oleh masyarakat yang partisipatif, berakhlak, sejahtera, dan berbudaya, dalam lingkungan kehidupan yang aman dan berkelanjutan (BPS, 2010).

Adapun pemahaman terhadap visi tersebut adalah sebagai berikut:

(43)

efisien, sehingga representatif dipandang dari kepentingan nasional dan internasional.

2. Jakarta hendaknya dihuni warga kota yang sejahtera, berakhlak, berbudaya dan berdisiplin tinggi, produktif serta memiliki kecintaan dan komitmen untuk berpartisipasi dalam membangun kotanya.

3. Jakarta hendaknya memilih penataan kota dan lingkungan yang baik dan manusiawi, agar dapat lebih menjamin dinamika kehidupan berkelanjutan. Sedangkan untuk mencapai visi tersebut maka dilakukan misi sebagai berikut (BPS, 2010):

1. Meningkatkan pembangunan sarana dan prasarana kota yang efisien, efektif, kompetitif dan terjangkau.

2. Mewujudkan pembangunan yang adil, ramah lingkungan dan berbasis partisipasi masyarakat.

3. Menegakkan supremasi hukum, meningkatkan keamanan, ketentraman dan ketertiban kota.

4. Meningkatkan kualitas kehidupan dan kerukunan warga kota. 5. Melaksanakan pengelolaan tata pemerintahan kota yang baik.

(44)

Tabel 4.2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Berlaku Provinsi DKI Jakarta Tahun 2000-2010

Tahun PDRB

Atas Dasar Harga Berlaku (Juta Rupiah)

2000 227.924.124

2001 263.720.107

2002 299.991.943

2003 334.364.795

2004 375.562.000

2005 433.860.000

2006 501.772.000

2007 566.449.400

2008 677.044.700

2009 757.696.600

2010 862.158.900

Sumber: BPS, 2010

PDRB atas dasar harga berlaku Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2010 adalah sebesar Rp 862,16 triliun, sedangkan pada tahun 2009 sebesar Rp 757,70 triliun, atau terjadi peningkatan sebesar Rp 104,46 triliun. Peranan tiga sektor utama yakni sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, serta sektor industri pengolahan terhadap total perekonomian DKI Jakarta pada tahun 2010 sekitar 64,16 persen. Dalam tahun 2010, berdasarkan PDRB atas dasar harga berlaku, sektor ekonomi yang menghasilkan nilai tambah bruto produk barang dan jasa terbesar adalah sektor keuangan, real estat, dan jasa perusahaan sebesar Rp. 239,16 triliun, kemudian diikuti oleh sektor perdagangan-hotel-restoran sebesar Rp. 178,40 triliun, dan sektor industri pengolahan sebesar Rp 135,64 triliun. Sebutan Jakarta sebagai Kota Jasa (Service City) tercermin dari struktur perekonomian Jakarta yang diukur dengan PDRB

(45)
[image:45.595.108.509.180.439.2]

bersih) dan hanya sebesar 0,53 persen dari sektor primer (pertanian dan pertambangan). (Tabel 4.3).

Tabel 4.3. PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku Provinsi DKI Jakarta Tahun 2009-2010

Lapangan Usaha Nilai

(Miliar Rupiah)

Struktur (Persen)

2009 2010 2009 2010

Pertanian 762,98 857,21 0,10 0,10

Pertambangan dan Penggalian 3.155,76 3.704,28 0,42 0,43 Industri Pengolahan 118.163,19 135.643,23 15,60 15,73 Listrik, Gas dan Air Bersih 8.294,31 9.012,26 1,09 1,05

Konstruksi 86.646,98 98.424,99 11,44 11,42

Perdagangan, Hotel dan Restoran

156.084,32 178.395,88 20,60 20,69 Pengangkutan dan Komunikasi 74.970,89 87.703,27 9,89 10,17 Keuangan, Real Estat dan Jasa

Perusahaan

213.437,91 239.164,22 28,17 27,74

Jasa-jasa 96.180,24 109.253,58 12,69 12,67

PDRB 757.696,59 862.158,91 100,00 100,00

PDRB Tanpa Migas 754.540,83 858.454,63 99,58 99,57

Sumber: BPS, 2010

4.3. Ketenagakerjaan

(46)

Menurut Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, pada bulan Februari 2011, jumlah angkatan kerja tercatat 5,01 juta orang, naik sebesar 263,46 ribu orang dibanding keadaan Februari 2010. Peningkatan jumlah angkatan kerja terjadi pada angkatan kerja laki-laki sebanyak 235,55 ribu dan perempuan sebanyak 27,91 ribu. Jumlah penduduk yang bekerja meningkat dari 4,21 juta orang pada Februari 2010 menjadi 4,47 juta orang pada Februari 2011, atau terjadi peningkatan sebesar 258,22 ribu orang. Selama satu tahun ini, peningkatan jumlah penduduk yang bekerja didominasi oleh laki-laki. Peningkatan penduduk laki-laki yang bekerja sebesar 230,38 ribu orang, sementara itu penduduk perempuan yang bekerja mengalami peningkatan sebesar 27,84 ribu orang (Tabel 4.4).

(47)

Sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk bekerja dan penganggur tersebut, tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) mengalami peningkatan sebesar 1,10 persen yaitu dari 66,84 persen pada Februari 2010 menjadi 67,94 persen pada Februari 2011. TPAK laki-laki sedikit mengalami penurunan dari 83,20 pada Februari 2010 persen menjadi 83,15 persen pada Februari 2011, sedangkan TPAK perempuan mengalami peningkatan dari 51,50 persen menjadi 52,44 persen (Tabel 4.4).

Tabel 4.4. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan Utama Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010-2011

Sumber: BPS, 2010

Distribusi penduduk yang bekerja menurut lapangan usaha, dibedakan menurut tiga sektor utama yaitu sektor primer, sekunder dan tersier. Sektor primer merupakan gabungan sektor pertanian dan pertambangan, sektor sekunder merupakan agregat sektor industri pengolahan, sektor konstruksi, serta sektor listrik, gas dan air. Sektor tersier merupakan gabungan sektor perdagangan, hotel dan restoran; sektor angkutan dan komunikasi; sektor keuangan dan jasa perusahaan; serta sektor jasa kemasyarakatan (BPS, 2010).

Kegiatan Utama

Februari 2010 Februari 2011

Laki- Laki

Perem- puan

Jumlah Laki-laki Perem- Puan

Jumlah

Angkatan Kerja 2.859.910 1.886.460 4.746.370 3.095.460 1.914.370 5.009.830

a.Bekerja 2.565.730 1.643.170 4.208.900 2.796.110 1.671.010 4.467.120

b.Pengangguran 294.180 243.290 537.470 299.350 243.360 542.710

Bukan Angkatan Kerja

577.630 1.776.750 2.354.380 627.470 1.736.110 2.363.580

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK %)

83,20 51,50 66,84 83,15 52,44 67,94

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT%)

(48)

Tabel 4.5. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja menurut Sektor Utama Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010-2011

Sektor Utama Februari 2010

Februari 2011

Selisih Tahun 2011-2010

Primer 41.330 101.720 60.390

Sekunder 783.790 829.170 45.380

Tersier 3.383.780 3.536.240 152.460

jumlah 4.208.900 4.467.120 258.220

Sumber: BPS, 2010

Tabel 4.5. memperlihatkan struktur penduduk yang bekerja menurut tiga sektor utama. Pada sektor primer terjadi peningkatan penduduk yang bekerja sebesar 60.390 orang, sektor sekunder sebesar 45.380 orang. Peningkatan terbesar terjadi pada sektor tersier, yaitu sebanyak 152.460 orang, dari 3.383.780 orang (Februari 2010) menjadi 3.536.240 orang (Februari 2011). Peningkatan yang cukup signifikan pada sektor tersebut sebagian besar merupakan kontribusi dari sektor transportasi, pergudangan dan komunikasi, sektor perdagangan, rumah makan dan restoran, serta sektor keuangan, real estate dan usaha persewaan.

(49)

Tabel 4.6. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010-2011

Pendidikan Tertinggi

yang Ditamatkan

Februari 2010 Februari 2011

Laki-laki Perempuan Jumlah Laki-laki Perempuan Jumlah

SD Ke Bawah

532.660 496.180 1.028.840 471.400 403.430 874.830

SLTP 447.770 283.200 730.970 414.310 346.560 760.870

SLTA 1.168.700 532.550 1.701.250 1.396.820 540.600 1.937.420

Pendidikan Tinggi

416.600 331.240 747.840 513.580 380.420 894.000

Jumlah 2.565.730 1.643.170 4.208.900 2.796.110 1.671.010 4.467.120

Sumber: BPS, 2010

Secara sederhana, pendekatan kegiatan formal dan informal dari penduduk yang bekerja dapat diidentifikasi berdasarkan status pekerjaan utama. Dari enam kategori status pekerjaan utama, pendekatan pekerja formal mencakup kategori berusaha dengan dibantu buruh tetap dan kategori buruh/karyawan, sisanya termasuk pekerja informal. Berdasarkan identifikasi ini, pada bulan Februari 2011 terdapat sebesar 3.056.310 orang penduduk (68,42%) bekerja pada kegiatan formal, dan 1.410.820 ribu orang (31,58%) bekerja pada kegiatan informal.

[image:49.595.111.515.138.309.2]
(50)
[image:50.595.110.513.177.397.2]

sebesar 302,94 ribu orang, dan pekerja keluarga atau pekerja tidak dibayar sebesar 76,10 ribu orang.

Tabel 4.7. Penduduk usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010-2011

Status Pekerjaan

Utama

Februari 2010 Februari 2011

Laki- laki

Perem-puan

Jumlah Laki- Laki Perem-puan Jumlah Berusaha Sendiri

604.350 325.100 929.450 538.020 229.970 767.990

Berusaha dibantu buruh tidak tetap

136.030 92.630 228.660 139.360 98.060 237.420

Berusaha dibantu buruh tetap

164.790 35.520 200.310 141.750 52.180 193.930

Buruh/ Keryawan

1.544.880 1.014.560 2.559.440 1.784.190 1.078.190 2.862.380

Pekerja bebas 72.380 41.560 113.940 102.930 49.290 152.220 Pekerja tidak

dibayar

43.300 133.800 177.100 89.870 163.330 253.200

Jumlah 2.565.730 1.643.170 4.208.900 2.796.120 1.671.020 4.467.140

Sumber: BPS, 2010

4.4. Kebijakan DKI Jakarta Terkait dengan Ketenagakerjaan

(51)

Selain itu, tingkat Upah Minimum Regional yang tinggi di Jakarta juga mendorong migrasi penduduk ke Jakarta. Meningkatnya upah dari tahun ke tahun hingga saat ini membuat Jakarta menjadi kota tujuan untuk bermigrasi. Hal ini menyebabkan pemuda usia produktif dari berbagai daerah di Indonesia berbondong-bondong datang ke Jakarta untuk mengadu nasib dengan mencari kerja atau ingin mencari pendapatan yang lebih tinggi.

(52)

Apabila kita melihat jumlah migrasi yang masuk ke Jakarta dari tahun 1990 hingga 1995 cenderung meningkat, namun mulai tahun 2000 hingga tahun 2005 jumlahnya semakin menurun (Lampiran 5). Hal ini disebabkan para migran lebih memilih tempat tinggal di wilayah sekitar Jakarta, seperti Depok, Bogor, Tangerang dan Bekasi (bodetabek). Karena harga lahan disana lebih murah dibandingkan Jakarta, selain itu didukung dengan sarana transportasi yang murah dan mudah, sehingga banyak masyarakat yang melakukan commuting. Sebenarnya, keadaan seperti ini akan memberikan dampak yang baik bagi Jakarta dan wilayah penyangga Jakarta (bodetabek). Jakarta akan berkurang beban jumlah penduduknya dan wilayah penyangga Jakarta semakin berkembang dan maju. Namun, meski beberapa tahun belakangan ini jumlah migrasi ke Jakarta mengalami penurunan, kepadatan penduduk tiap tahunnya justru semakin meningkat (Lampiran 4). Apabila melihat dari kepadatan penduduk per kilo meter persegi, Provinsi DKI Jakarta tetap berada peringkat paling atas untuk kategori provinsi dengan tingkat kepadatan penduduk tinggi yaitu mencapai 14.440 km2 pada tahun 2010. Pentingnya pembangunan di daerah luar Jakarta juga diharapkan dapat membuat tingkat kepadatan penduduk Jakarta dapat teratasi. Migran melakukan migrasi karena tidak adanya lapangan pekerjaan di daerah asal migran, oleh karena itu perlu adanya investasi untuk daerah sehingga dapat menyediakan lapangan pekerjaan baru.

(53)
(54)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan dibahas hasil dari estimasi faktor-faktor yang memengaruhi migrasi ke Provinsi DKI Jakarta sebagai bagian dari investasi sumber daya manusia. Adapun variabel yang diteliti pada tingkat migrasi ke Jakarta ini adalah besarnya upah minimum regional (UMR), Produk Domestik Regional Bruto tiap provinsi dan dari segi demografi adalah jumlah penduduk dari seluruh provinsi di Indonesia.

5.1. Hasil Estimasi Model

Dalam penelitian ini, estimasi terhadap fungsi migrasi dilakukan dengan menggunakan program software Eviews 6 dan metode panel data dengan Model Efek Tetap (Fixed Effect Model). Pemilihan model efek tetap ini dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan untuk melihat heterogenitas tiap individu dari contoh penelitian. Dengan model efek tetap kita akan membiarkan intersep bervariasi antar individu (provinsi), dan perbedaan nilai konstanta ini diasumsikan sebagai perbedaan antar unit individu.

(55)
[image:55.595.111.515.168.331.2]

yang didapatkan menunjukkan bahwa model Fixed Effect yang memberikan hasil terbaik.

Tabel 5.1. Hasil Estimasi Model Migrasi dengan Model Fixed Effect

Variabel Koefisien Std. Error t-statistik Prob.

Konstanta 10.40660 0.176344 59.01291 0.0000

RUMR -0.004804 0.001672 -2.872544 0.0054

RPDRB -0.002262 0.000547 -4.136255 0.0001

RJML 0.002244 0.001895 1.184644 0.2402

Weighted Statistics

R-square 0.991075 Residual Sum Squared 45.89406

Prob (F-stat) 0.000000 Durbin Watson (stat) 2.044366

Unweighted Statistics

R-square 0.813832 Residual Sum Squared 57.71042

Durbin Watson (stat) 1.812534 Sumber: Lampiran 12

Berdasarkan Tabel 5.1. didapat uji-F yang signifikan pada taraf nyata 5 persen (0,05), karena nilai probabilitas Fstat sama dengan 0,000 yang lebih kecil dari taraf nyata 0,05. Hal ini berarti minimal ada satu peubah bebas yang berpengaruh nyata dalam model. Kemudian nilai koefisien determinasi (R-squared) yang diperoleh sebesar 99,1075 persen yang menunjukkan tingkat

(56)

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

-1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0

Series: Standardized Residuals Sample 2000 2003

Observations 96

Mean -1.39e-17 Median -0.000436 Maximum 1.273742 Minimum -1.702585 Std. Dev. 0.695051 Skewness -0.100463 Kurtosis 2.063378

Jarque-Bera 3.670531 Probability 0.159571

[image:56.595.92.523.16.842.2]

sumber: Lampiran 16

[image:56.595.108.524.74.493.2]

Gambar 5.1. Hasil Uji Normalitas dalm Model Migrasi (Fixed Effect-GLS)

Tabel 5.2. Hasil Uji Normalitas Model Migrasi ke Jakarta

Model Jarque-Bera Probability

Migrasi ke Jakarta 3,670531 0,159571

Hasil uji normalitas diperlihatkan dalam Tabel 5.2. Berdasarkan Tabel 5.2. tersebut didapatkan hasil bahwa probabilitas Jaque Bera lebih besar daripada taraf nyata yang digunakan (0,159571 > 0,05). Berdasarkan hal tersebut maka sudah cukup bukti untuk menerima H0 yang artinya residual dalam model sudah menyebar normal.

(57)

Weighted Statistics lebih kecil dari sum square Resid unweighted Statistics. Kondisi tersebut memberikan indikasi bahwa dalam estimasi model terjadi heteroskedastisitas.

Namun dalam Gujarati (2003) dijelaskan bahwa salah satu cara untuk mengatasi masalah ini adalah dengan memberi perlakuan cross section weight dan white-heteroskedastisity-consistent covariance untuk mengantisipasi data yang tidak homoskedastisitas. Karena dalam mengestimasi model telah menggunakan metode GLS (generalized least square) dengan white heteroscedastisity sebagai pembobot maka masalah heteroskedastisitas sudah dapat teratasi. Selain itu, estimasi GLS dengan menggunakan white-heteroscedasticity pada Eviews 6 juga didapat dengan memilih View- Actual, Fitted, Residual- Standardized Residual Graph.

-2.4 -2.0 -1.6 -1.2 -0.8 -0.4 0.0 0.4 0.8 1.2 1.6

10 20 30 40 50 60 70 80 90

Standardized Residuals

[image:57.595.100.486.108.795.2]

Sumber: Lampiran 17

(58)

Berdasarkan Gambar 5.2, terlihat bahwa ragam dan rataan sudah konstan. Hal ini mengidentifikasikan bahwa model sudah homoskedastisitas.

Uji asumsi ekonometrika selanjutnya adalah uji autokorelasi. Dari tabel Durbin-Watson (DW) dengan jumlah observarsi (n) = 24, dan jumlah variabel independent tertentu tidak termasuk konstanta (k) = 3, dengan α = 5% di dapat

dl = 1,60 , du = 1,73. Hasil output pada Tabel 5.1, didapat nilai DW sebesar 2,044. Dengan demikian, nilai DW berada diantara du dan 4-du. Dengan mengacu pada Gambar 3.1, maka autokorelasi pada model yang diperoleh berada pada daerah tidak ada autokorelasi. Sama halnya apabila melihat dari Tabel 3.1. Adanya penggunaan data time series diduga dapat menimbulkan pelanggaran asumsi yaitu autokorelasi. Ada atau tidaknya autokorelasi pada model dapat dilihat pada nilai Durbin Watsonstat. Hasil pengolahan data terlihat bahwa nilai Durbin Watsonstat (weighted) adalah sebesar 2,0443. Oleh karena nilai Durbin Watsonstat tersebut berkisar antara 1,55-2,46 maka model yang diestimasi dapat dikatakan terbebas dari autokorelasi.

(59)

5.2. Interpretasi Model

Selain uji statistik, untuk menyatakan bahwa model regresi yang dihasilkan adalah baik harus dilakukan uji secara ekonomi. Untuk melihat kesesuaian hasil regresi dengan kriteria ekonomi dilakukan dengan melihat kecocokan tanda dan nilai koefisien penduga dengan teori ekonomi atau nalar.

Berdasarkan hasil analisis yang ditunjukkan dengan nilai t-statistik (uji-t) di atas, dari tiga variabel yang digunakan ada satu variabel yang tidak signifikan dalam taraf nyata 5 persen (0,05). Variabel tersebut adalah jumlah penduduk tiap provinsi selain Jakarta yang bermigrasi ke Jakarta (JML). Variabel ini tidak signifikan namun tanda koefisien sesuai dengan hipotesis yaitu positif. Hal ini dapat terjadi karena penduduk dari provinsi selain Jakarta yang ingin melakukan migrasi karena daerah asalnya padat, memilih daerah lain selain Jakarta yang dari segi jumlah atau kepadatan penduduknya lebih sedikit. Jika migran hanya melihat dari segi jumlah kepadatan penduduk tanpa melihat faktor lain, keputusan untuk bermigrasi ke Jakarta sangat sedikit namun ia tetap bermigrasi dikarenakan jumlah penduduk daerah asal migran semakin meningkat dan ia akan mencari daerah dengan jumlah penduduk yang jarang.

(60)

provinsi yang dianalisis akan menurun sebesar 0,004 persen. Tanda negatif pada koefisien menunjukkan hubungan yang negatif antara migrasi masuk ke Jakarta terhadap rasio UMR provinsi luar Jakarta terhadap UMR Jakarta. Hal ini sesuai dengan hipotesis bahwa semakin besar tingkat UMR provinsi selain Jakarta maka jumlah migrasi ke Jakarta akan semakin menurun, karena daerah tersebut memberikan jaminan ekonomi yang lebih baik dari pada daerah yang UMRnya lebih rendah.

Hasil estimasi ini sesuai dengan hipotesis bahwa tingkat UMR tiap provinsi selain Jakarta memiliki hubungan negatif terhadap jumlah migrasi ke Jakarta. Todaro dan Smith (2004) mengemukakan dalam teorinya bahwa penyebab migrasi adalah untuk mendapatkan pendapatan yang lebih tinggi. Semakin tinggi UMR di Jakarta maka jumlah migrasi ke Jakarta juga akan semakin besar. Migran memilih pindah ke Jakarta karena melihat upah yang ia akan terima lebih besar dibandingkan dengan upah di daerah asal. Migran akan mengorbankan besarnya pendapatan yang seharusnya ia terima di daerah asal untuk mendapatkan pendapatan baru yang ia akan terima di daerah tujuan (Jakarta). Dalam hal ini, pengorbanan migran untuk meninggalkan daerah asal serta pendapatan-pendapatan yang seharusnya ia terima dan menuju Jakarta adalah bagian dari investasi sumber daya manusia.

(61)

sebesar 5,69 persen, 4,59 persen dan 4,04 persen. Provinsi di Pulau Jawa memiliki kontribusi di peringkat atas terhadap migrasi ke DKI Jakarta. Hal ini diduga karena ketimpangan upah terlihat begitu tinggi padahal dalam jarak yang relatif dek

Gambar

Tabel 1.1.
Tabel 1.2.
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Penelitian
Tabel 3.2. yang memperlihatkan distribusi nilai DW dimana nilai tersebut telah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Keputusan Menteri Pertahanan Nomor: KEP/205/II/2020 tanggal 14 Februari 2020 tentang Penyelenggaraan Ujian Dinas Tingkat I dan Ujian Penyesuaian Kenaikan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan respon yang terjadi pada material pelat kapal berbahan sandwich dengan mengidentifikasi kerusakan

PadapertemuanjalanJemur Andayani denganjalan Jenderal Ahmad Yani, arus lalu lintas yang berasal dari selatanjalan Jenderal Ahmad Yani terhambat oleh adanya

Hal inilah yang perlu mendapat sorotan, bagaimana aplikasi makna syatrah terhadap penentuan arah kiblat di kalangan masyarakat, yang tentunya memaknai lafadz syatrah

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis tentang ”Perilaku Konsumtif: Literasi Keuangan dan Gaya Hidup Ibu Rumah Tangga” baik yang bekerja maupun yang tidak bekerja,

Kesimpulannya bahwa motivasi kerja adalah sikap yang tumbuh dari seseorang baik dari dalam maupun dari luar yang mendorong untuk melakukan tindakan dengan menggunakan

Dengan cara membangkitkan kesadararan tersebut maka mereka bersedia menanam tanaman yang tumbuh di lahan rawa, bersedia membuat sekat kanal agar gambut tetap basah dan

Sehingga baik metode, output maupun indeks validitasnya, dapat dibandingkan dengan kasus lain yang berbeda, untuk menguji apakah memang kriteria- kriteria tersebut lebih baik jika