• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

PANGKAL BATANG

Bibit tidak sehat

lingkungan Tumbuh jamur

Teknis

Okulasi tidak sempurna

Batang bawah terluka akibat cangkul/babat

Pupuk kompos basah dan mengenai batang saat pemupukan

42

sehingga penanganan sejak dini harus dilakukan yaitu dimulai dengan menanam bibit yang sehat. Perbanyakan dengan cara vegetatif (okulasi) harus dilakukan dengan benar dan sumber bibit serta mata tempel yang digunakan berasal dari indukan yang bersertifikat untuk menjamin kualitas. Diharapkan para petani harus lebih teliti dalam membeli dan memilih bibit yang akan dibelinya.

Penyakit lainnya yang menjadi masalah bagi petani jeruk adalah busuk akar dan pangkal batang. Penyakit ini belum diketahu dengan pasti, namun dari pengamatan di laboratorium, jamur Fusarium solani paling sering terisolasi dari tanaman yang terserang. Penyakit ini sering muncul pada bekas okulasi bibit atau bekas potongan batang bawah di pembibitan. Kondisi lingkungan sangat berpengaruh agar penyakit ini tidak menyebar luas. Lahan yang semak dengan gulma ditambah dengan curah hujan yang tinggi mengakibatkan udara disekitar pangkal batang menjadi lembab sehingga meningkatkan risiko serangan penyakit yang disebabkan oleh jamur. Menghindari hal-hal yang dapat mengakibatkan kerusakan atau luka pada pangkal batang serta proses pemupukan yang harus tepat pada sasarannya.

Sumber Risiko Teknis dan Input Produksi

Beberapa input produksi usahatani jeruk siam adalah bibit, pupuk dan pestisida. Dari hasil analisi FMEA diperoleh risiko yang menjadi prioritas penangan di Kabupaten Karo khusus untuk kategori input dan teknis produksi diantaranya penggunaan pestisida campuran dengan RPN 40.00, ketidakseragaman kualitas buah yang dipanen dengan nilai RPN 31.64, kualitas bibit jeruk dengan RPN 29.05, penggunaan pestisida tidak sesuai dosis dengan RPN 29.25 dan penggunaan pupuk tidak sesuai dosis dengan nilai RPN 23.20. Semua nilai RPN pada kategori risiko ini berada diatas nilai kritis RPN sehingga masuk dalam prioritas penangan yang harus dikendalikan. Berikut diagram fish bone risiko penyakit pada jeruk di Kabupaten Karo dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10 Risiko teknis dan input produksi jeruk yang menjadi prioritas penangan di Kabupaten Karo

43 Dari Gambar 10 terlihat bahwa teridentifikasinya beberapa input produksi jeruk siam dan kegiatan teknis berpotensi menjadi penyebab kegagalan produksi. Input produksi bibit yang digunakan adalah hasil dari okulasi dimana prosesnya harus dilakukan dengan baik agar diperoleh bibit yang pertumbuhannnya baik. Okulasi yang tidak sempurna akan mempengaruhi pertumbuhan jeruk dan tanaman akan mudah terserang penyakit yang bisa mengakibatkan kematian tanaman jeruk. Pemilihan bibit merupakan kunci sukses pembangunan kebun jeruk. Menurut Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (2003) memberikan rekomendasi dalam memilih bibit haruslah diperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1. Memilih kultivar yang sesuai dengan agroklimat

2. Bibit yang diperbanyak secara vegetatif harus diketahui asal usulnya dari pohon induk yang baik.

3. Bibit harus sehat dan seragam dalam hal ukuran, kesehatan dan genetis. 4. Bibit harus bebas dari penyakit

5. Bibit harus berlabel atau bersertifikat untuk menjamin kebenaran kualitas. Input produksi lainnya yang teridentifikasi adanya risiko adalah penggunaan pupuk. Penggunaan pupuk bisa menjadi kegagalan suatu produksi jeruk terutama penggunaan pupuk kompos sebagai pupuk dasar dari suatu tanaman. Pupuk kompos yang tidak kering sempurna atau masih dalam keadaan lembab akan menimbulkan masalah baru bagi petani. Pupuk kompos yang basah dapat menjadi inang tumbuhnya jamur sehingga menjadi sumber masalah yaitu munculnya penyakit yang dapat menyerang batang jeruk. Selain itu proses pemupukan yang tidak tepat sasaran juga bisa menimbulkan kerugian bagi tanamn jeruk, misalnya pupuk yang ditebarkan mengenai batang tanaman akan menyebabkan tanaman semakin mudah dan cepat terserang penyakit. Diharapkan petani-petani jeruk harus lebih teliti dan memahami proses pemupukan ini.

Teridentifikasinya penggunaan pestisida yang berlebihan atau campuran bisa berpotensi menjadi penyebab kegagalan produksi. Dari hasil wawancara dengan beberapa petani, penggunaan pestisida kimiawi cenderung menjadi pilihan utama dalam pengendalian hama dan penyakit. Metode ini dianggap ampuh bagi petani sebagai tindakan pencegahan. Permasalahan yang timbul adalah penggunaan dosis yang berlebihan. Menurut Sembel (2010) menyatakan penggunaan pestisida berlebihan maka musuh-musuh alami akan mati sehingga terjadi peningkatan populasi hama tanpa terkendali dan mengakibatkan terjadinya kerusakan tanaman yang lebih besar. Pernyataan yang sama juga disampaikan oleh Kristanti dan Sitepu (2013) bahwa pemberantasan hama dan penyakit jeruk di Kabupaten Karo sering kali dilakukan oleh petani dengan penggunaan pestisida yang takaran ataupun aturan pakainya tidak sesuai. Hal ini menyebabkan hama dan penyakit lebih resisten akan pestisida, dan hasil pertanian tidak lagi memenuhi standar kesehatan karena mengandung pestisida berbahaya.

Permasalahan produksi juga teridentifikasi dari segi teknis yaitu ketidakseragaman kualitas buah yang disebabkan oleh kerangka tanaman tidak ideal, pertumbuhan tidak seragam, dan tingginya pertumbuhan gulma. Bentuk tanaman yang ideal akan mempengaruhi kelangsungan hidup tanaman dan kualitas buah yang dihasilkan. Kegiatan perawatan salah satu kegiatan yang tidak boleh dikesampingkan oleh petani jeruk. Pemeliharaan yang tidak berkala akan menimbulkan gangguan produksi tanaman jeruk seperti pemangkasan tunas air,

44

pembersihan gulma, serta pemberian unsur-unsur hara tanaman. Kegiatan ini harus terjadwal di petani agar tidak menjadi permasalah yang serius kedepannya.

Pengaruh lingkungan lainnya yang tidak dapat diprediksi oleh petani untuk saat ini adalah terjadinya erupsi gunung sinabung. Fenomena alam ini menjadi permasalah baru bagi petani-petani di Kabupaten Karo terutama bagi petani yang lokasi lahannya berada di sekitar gunung berapi sinabung. Peristiwa alam ini masih dalam kategori ketidakpastian karena kejadiannya belum dapat diukur peluang kejadiannya. Berikut informasi kerugian yang ditimbulkan akibat erupsi gunung sinabung khusus pada komoditas jeruk siam di Kabupaten Karo dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18 Kondisi kerugian akibat erupsi gunung sinabung pada komoditas jeruk siam dari indikator luas pertanaman di Kabupaten Karo pada tahun 2013-2014.

Kondisi Kerusakan Luas Pertanaman (ha) Jeruk Siam

Puso 1 177.38

Rusak Berat 167.34

Rusak Ringan 6 140.10

Total 7 484.82

Sumber : Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Karo 2015 (diolah)

Dari Tabel 18 dapat dilihat bahwa kerusakan luas pertanaman dibagi menjadi tiga kategori yaitu tanaman puso (tanaman yang rusak ≥ 85 persen) dengan luas lahan 1 177.38 ha, tanaman yang mengalami rusak berat (tingkat kerusakan ≥ 50-85 persen) dengan luasan lahan 167.34 ha, dan tanaman yang mengalami rusak ringan (tingkat kerusakan ≤ 25 persen) dengan luasan lahan 6 140.1 ha. Berdasarkan data dari Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Karo (2015) luas tanaman jeruk siam di Kabupaten yaitu 13 005.70 ha. Jika dibandingkan dengan total kerusakan akibat erupsi gunung sinabung maka lebih dari 50 persen luas tanaman jeruk di Kabupaten Karo terkena dampaknya. Hal ini mengakibatkan kerugian finansial yang cukup besar bagi pendapatan daerah maupun petani jeruk khususnya. Berikut data kerugian jeruk siam akibat erupsi gunung sinabung dilihat dari indikator keuangan di Kabupaten Karo dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19 Data kerugian jeruk siam akibat erupsi gunung sinabung dilihat dari indikator keuangan di Kabupaten Karo pada tahun 2013-2014.

Kondisi Kerusakan Jumlah Kerugian (Rp) (000) Jeruk Siam

Puso 397 365 750

Rusak Berat 28 238 625

Rusak Ringan 621 685 125

Total 1 047 289 500

Sumber : Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Karo 2015 (diolah)

Dari Tabel 19 dapat dilihat bahwa kerugian total jeruk siam akibat erupsi gunung sinabung sangat besar yaitu mencapai angka Rp 1 047 289 500 000. Hal ini mengakibatkan kerugian yang besar terutama bagi petani jeruk yang lahanya mengalami kerusakan yang berat. Kondisi bencana alam ini sampai pertengahan

45 tahun 2015 belum stabil, sehingga petani-petani jeruk belum mampu menghasilkan produksinya secara maksimal.

Sumber Lingkungan Bisnis

Selain sumber risiko dari lingkungan alam, sumber risiko lingkungan bisnis juga teridentifikasi menjadi permasalahan dalam proses produksi jeruk siam di Kabupaten Karo. Keterbatasan modal menjadi permasalahan bagi para petani jeruk. Selain itu tingginya harga input produksi di pasaran menjadi hambatan bagi petani untuk memperoleh hasil yang maksimal dalam proses budidaya jeruk siam. Berikut diagram fish bone sumber risiko keuangan pada budidaya jeruk siam di Kabupaten Karo dapat dilihat pada Gambar 11 .

Dari Gambar 11 dapat dilihat bahwa sumber risiko lingkungan bisnis manjadi salah satu risiko prioritas yang di hadapai oleh petani jeruk. Sumber risiko keuangan yang teridentifikasi yaitu material, dan kondisi pasar. Risiko yang menjadi kendala adalah ketersediaan modal para petani jeruk siam. Dari hasil wawancara dengan pihak petani mereka lebih mengandalkan modal sendiri. Jika mereka mengalami kekurangan modal, para petani cenderung memanfaatkan pendapatan dari usahatani sampingan yang mereka usahakan di sela-sela tanaman jeruk. Faktor kondisi pasar juga memeberikan pengaruh yang cukup besar seperti kebijakan pemerintah tentang impor buah-buahan. Hal ini menyebabkan terjadinya persaingan dalam pemasaran terutama dalam penentuan harga. Berikut perkembangan harga jeruk siam di Kabupaten Karo tahun 2014 dapat dilihat pada Ganbar 12.

Gambar 11 Sumber risiko lingkungan bisnis yang dihadapai dalam budidaya jeruk siam di Kabupaten Karo

Risiko Lingkungan Bisnis Material Keterbatasan modal Modal sendiri Persaingan harga buah impor Permintaan tinggi

Pola Panen (panen raya dan paceklik)

Kondisi Pasar

Fluktuasi harga input produksi Masuknya jeruk impor

Kebijakan pemerintah

Fluktuasi harga jual jeruk

46

Sumber : Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Karo 2015 (diolah)

Gambar 12 Perkembangan harga jeruk siam di Kabupaten Karo tahun 2014 Dari Gambar 12 dapat dilihat bahwa perkembangan harga jeruk di Kabupaten Karo pada tahun 2014 terlihat fluktuatif. Harga tertinggi buah jeruk terjadi pada bulan April yaitu Rp 14 875, sedangkan harga terendah terjadi pada bulan Agustus yaitu Rp 4 300. Fluktuasi harga ini terjadi karena dalam proses panen jeruk di Kabupaten Karo ada dua yaitu panen raya dan paceklik atau buah trek dalam setahun. Penen raya dalam waktu setahun terjadi dua kali yaitu pada bulan Januari hingga Februari dan bulan Juni hingga Oktober sisanya terjadi buah trek. Berdasarkan wawancara dengan pihak penyuluhan bahwa panen raya yang kedua harga jeruk sering mencapai harga terendah. Hal ini terjadi karena selain masuknya buah impor jeruk, faktor lainnya adalah panen juga terjadi pada buah- buahan lainnya seperti rambutan, duku, mangga, dan lainnya sehingga banyak pilihan konsumen. Selain itu petani juga harus memiliki kekuatan tawar-menawar dalam proses pemasaran sehingga harga yang diterima petani tidak terlalu rendah. Pemerintah daerah harus mengedukasi petani untuk membuat dan bergabung kedalam organisasi petani atau kelompok tani sehingga petani memiliki daya tawar yang kuat dan mudah dalam memperoleh informasi-informasi pasar serta teknologi terbaru yang mendukung kegiatan bisnis petani.

Tindakan Pengendalian Risiko

Berdasarkan pengelolaan data FMEA diperoleh sumber-sumber risiko produksi jeruk siam di Kabupaten Karo. Upaya pencegahan risiko produksi dalam penelitian ini difokuskan pada risiko yang berada diatas nilai risiko kritis. Diketahui bahwa risiko produksi yang menjadi perioritas penanganan sebanyak 12 risiko (Gambar 8). Berikut alternatif tindakan usulan untuk pengendalian dan penangan risiko kritis yang teridentifikasi dapat dilihat pada Tabel 20.

Rp6.194 Rp5.725 Rp11.420 Rp14.875 Rp11.292 Rp9.360 Rp5.750 Rp4.300 Rp5.088 Rp7.198 Rp9.500 Rp8.150 Rp- Rp2.000 Rp4.000 Rp6.000 Rp8.000 Rp10.000 Rp12.000 Rp14.000 Rp16.000

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nop Des

Perkembangan Harga Jeruk Siam di Kabupaten Karo 2014

47 Tabel 20 Tindakan usulan untuk pengendalian dan penangan risiko kritis yang

teridentifikasi pada jeruk siam di Kabupaten Karo

No. Daftar Risiko Usulan Tindakan

Risiko Hama dan Penyakit 1 Lalat Buah

Petani memasang perangkap lalat buah dan melakukan sanitasi lahan, pihak penyuluhan memberikan edukasi tentang lalat buah

2 Busuk Pangkal Batang

Petani menggunakan pupuk kompos yang kering sempurna, menjaga kelembaban tanah dan pihak penyuluhan memberikan edukasi tentang penyakit tanaman

3 CVPD

Pembelian bibit yang unggul dan memiliki sertifikat resmi dan okulasi harus sempurna

Risiko Input dan Teknis Produksi

1 Penggunaan pestisida campuran/oplosan

Petani menggunakan pestisida organik dan pemerintah memberikan penyuluhan teknis

2 Kualitas bibit jeruk Pembelian bibit yang unggul dan memiliki sertifikat resmi

3 Penggunaan pestisida tidak sesuai dosis

Memberikan penyuluhan teori dan teknis pemakaian pestisida

4

Ketidakseragaman kualitas buah yang dipanen (warna, rasa, ukuran)

Perawatan tanaman harus rutin terutama pemangakasan tunas air dan buah dan penyuluh menyampaikan SOP jeruk 5 Penggunaan pupuk tidak tepat

dosis

Memberikan penyuluhan teori dan teknis pemakaian pupuk

Risiko Lingkungan Bisnis 1 Terbatasnya modal petani

Memanfaatkan tenaga kerja dalam keluarga dan pemanfaatan tanaman sela untuk memperoleh penghasilan tambahan 2 Fluktuasi harga jual jeruk di

pasaran

Petani harus aktif dalam mencari informasi dengan bergabung dengan kelompok tani 3 Tingginya harga input

produksi

Petani menggunakan input produksi yang organik dan pemerintah memberikan bantuan teknologi pertanian melalui gapoktan

4 Masuknya produk impor jeruk di pasaran

Petani harus gabung ke dalam organisasi kelompok tani untuk memperkuat nilai jual jeruk siam

Dari Tabel 20 diatas bahwa upaya pengendalian risiko produksi dapat dilakukan dengan pemilihan bibit unggul, pemeliharaan lahan dan tanaman penggunaan, penggunaan pestisida organik, dan penyuluhan tentang SPO jeruk siam. Pemeliharaan tanaman khususnya pemangkasan tanaman harus dilakukan agar diperoleh bentuk tanaman yang ideal. Hal ini perlu dilakukan petani agar

48

dapat memperpanjang umur tanaman jeruk. Beberapa usulan pencegahan yang diprogramkan oleh BP4K Kabupaten Karo yang disebut dengan program 4M juga harus dilaksanakan. Program tersebut diantaranya yaitu:

1. Melakukan sanitasi lahan dengan memungut buah yang terserang hama kemudian dimusnahkan dengan memasukkan buah yang dipungut kedalam karung plastik yang kedap udara dan dibungkus selama 1 minggu agar larva lalat buah mati. Selain itu harus rutin melakukan pengolahan tanah , hal ini dilakukan agar pupa lalat buah yang ada di dalam tanah terangkat kepermukaan dan terkena sinar matahari sehingga mati kekeringan.

2. Memasang perangkap lalat buah. Beberapa perangkap lalat buah yang digunakan petani dapat dilihat pada Gambar 13.

Berdasarkan Gambar 13, perangkap (tanda panah merah) yang digunakan oleh petani jeruk di Kabupaten Karo mengandung senyawa atraktan lalat buah yaitu metil eugenol (ME) yang dapat menarik lalat jantan. Dengan terperangkapnya lalat jantan maka akan menurunkan tingkat perkawinan lalat buah sehingga menurunkan populasi lalat buah. Perangkap dipasang sebanyak 16-20 buah/ha dan atraktan disuntikkan setiap dua minggu sekali. Perangkap dapat juga dibubuhi insektisida agar lalat yang terperangkap segera mati. 3. Menggunakan pupuk organik hasil fermentasi. Hal ini dilakukan untuk

memperbaiki unsur tanah dan memberikan unsur hara bagi tanaman untuk tumbuh lebih maksimal. Penggunaan pupuk ini juga harus diperhatikan lebih teliti dan kondisi pupuk yang digunakan harus sudah kering sempurna. Jika masih lembab akan menimbulkan penyakit yaitu busuk pangkal batang.

4. Membersihkan gulma di sekitar tanaman untuk menjaga keadaan tanah tidak terlalu lembab dan mempermudah proses pemupukan.

Beberapa risiko juga dilakukan strategi mitigasi yaitu risiko bencana alam, fluktuasi harga, serta masuknya produk impor. Bergabung dalam kelompok tani akan memberikan hal yang positif agar petani jeruk mudah memperoleh informasi pasar dan memiliki kekuatan dalam menentukan harga jual produk jeruk. Strategi ini lebih ditekankan pada kebijakan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah setempat. Pemberian penyuluhan tentang teknis budidaya yang tepat dan penyampaian informasi harga maupaun teknologi pertanian dengan cepat akan mengurangi permasalahan dalam risiko SDM petani. Bagi para petani jeruk diharapkan mengikuti teknis budidaya jeruk dengan tepat sesuai panduan yang dikeluarkan Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Karo.

Gambar 13 Contoh perangkap lalat buah yang digunakan petani jeruk di Kabupaten Karo

Dokumen terkait