• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Risiko Pada Jeruk Siam (Citrus Nobilis L) Dengan Pendekatan Failur Mode And Effect Analysis (Fmea) Dan Fishbone Diagrams

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Identifikasi Risiko Pada Jeruk Siam (Citrus Nobilis L) Dengan Pendekatan Failur Mode And Effect Analysis (Fmea) Dan Fishbone Diagrams"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI RISIKO PADA JERUK SIAM (

Citrus nobilis

L)

DENGAN PENDEKATAN

FAILUR MODE AND EFFECT

ANALYSIS

(FMEA) DAN

FISHBONE DIAGRAMS

DI KABUPATEN KARO

AGUS TIAWAN

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi Risiko pada Jeruk Siam (Citrus nobilis L) dengan Pendekatan Failur Mode and Effect Analysis (FMEA) dan Fishbone Diagrams di Kabupaten Karo adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsii ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(3)

ABSTRAK

AGUS TIAWAN. Identifikasi Risiko pada Jeruk Siam (Citrus nobilis L) dengan Pendekatan Failur Mode and Effect Analysis (FMEA) dan Fishbone Diagrams di Kabupaten Karo. Dibimbing oleh ANNA FARIYANTI.

Petani di Kabupaten Karo mengalami kendala fluktuasi produktivitas jeruk siam sehingga mengindikasikan adanya suatu risiko. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis tingkat risiko pada jeruk siam, mengidentifikasi sumber-sumber risiko prioritas penanganan dan menganalisis tindakan untuk mengendalikan risiko yang dapat dilakukan petani jeruk siam. Analisis risiko menggunakan metode FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) dan Fishbone Diagrams. Analisis ini dapat membantu dalam pemilihan tindakan alternatif. Hasil penelitian yang diperoleh pada jeruk siam di Kabupaten Karo terdapat 12 risiko yang menjadi prioritas penanganan. Proses identifikasi penyebab risiko prioritas menggunakan diagram sebab-akibat dengan merinci penyebab kegagalan risiko yang meliputi keadaan alam, hama dan penyakit tanaman jeruk, serta lingkungan bisnis. Alternatif strategi yang dapat dilakukan, pertama, petani jeruk seharusnya melakukan sanitasi lahan dan memasang perangkap lalat buah. Kedua, petani perlu menerapkan pupuk organik hasil fermentasi dan melakukan perawatan tanaman. Ketiga petani seharusnya bergabung dengan kelompok tani untuk memperoleh informasi pasar.

Kata kunci : diagram tulang ikan, FMEA, risiko produksi

ABSTRACT

AGUS TIAWAN. Risk Identification of Jeruk Siam (Citrus nobilis L) with Failur Mode and Effect Analysis (FMEA) and Fishbone Diagrams in Karo Regency. Supervised by ANNA FARIYANTI.

Farmers in Karo face productivity fluctuations from commoditie jeruk siam which indicate a risk. The objectives of this research are to analyze the level of risk, to indentificate the source of risk, and to analyze the alternative of risk management handling in jeruk siam. The method used to analyze the level of risk is FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) and Fishbone Diagrams. That tools can find the alternative of strategy. The research results was 12 priority handling risk of jeruk siam in Karo. Identified process in risk priority case using fishbone diagrams (causal) to detailing the cause of the failure risks, include pests and diseases of citrus, input and technical of production, and business environment. The alternative of strategy are, first, farmers should sanitation of land and setting a trap fruit flies. Second, farmers need to implementating organic fertilizers and take care of their plants. Third, farmers should join a farmers group to acquire market information.

(4)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

IDENTIFIKASI RISIKO PADA JERUK SIAM (

Citrus nobilis

L)

DENGAN PENDEKATAN

FAILUR MODE AND EFFECT

ANALYSIS

(FMEA) DAN

FISHBONE DIAGRAMS

DI KABUPATEN KARO

AGUS TIAWAN

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)
(6)

PRAKATA

Puji dan syukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Topik yang dipilih dalam penilitian ini adalah risiko bisnis, dengan judul Identifikasi Risiko pada Jeruk Siam (Citrus nobilis L) dengan Pendekatan Failur Mode and Effect Analysis (FMEA) dan Fishbone Diagrams di Kabupaten Karo. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis risiko prioritas yang dihadapi oleh para petani jeruk di Kabupaten Karo. Selain itu bertujuan untuk menganalisis sumber-sumber risiko yang menjadi prioritas penanganan oleh petani jeruk serta untuk menentukan tindakan usulan yang dapat mengurangi risiko pada budidaya jeruk siam di Kabupaten Karo.

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan masukan dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yakni:

1 Ibu Dr Ir Anna Fariyanti, MSi selaku dosen pembimbing skripsi dan memberi pengarahan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

2 Ibu Dr Ir Ratna Winandi, MS selaku dosen penguji utama dan Bapak Rahmat Yanuar, SP, MSi selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah memberikan kritik dan saran untuk memperbaiki skripsi ini.

3 Ibu Ir Popong Nurhayati MM selaku dosen evaluator proposal penelitian dan memberikan pengarahan kepada penulis untuk mempermudah proses pengumpulan data di lapangan. Serta Agil Setyawan selaku pembahas seminar yang memberikan kritik dan saran untuk menyempurnakan penulisan karya ilmiah ini kepada penulis.

4 Kepada staf Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Karo khususnya di bagian produksi, para staf Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP4K) Kabupaten Karo dan beberapa petani jeruk siam yang memberikan informasi tambahan kepada penulis.

5 Kedua orangtua tercinta, yaitu Bapak Baharman dan Ibu Mariyah serta adik penulis Sri Lestari dan Hendara Sahputra yang telah memberikan motivasi, dukungan moral dan spiritual hingga akhir penulisan skripsi ini. Semoga ini menjadi persembahan yang membanggakan untuk kalian.

Kegiatan penelitian merupakan salah satu kegiatan yang harus dilakukan dalam proses penyelesaian pendidikan pada program studi sarjana di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB. Akhirnya, penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi semua pihak yang berkepentingan pada umumnya.

(7)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 5

Manfaat Penelitian 5

TINJAUAN PUSTAKA 6

Gambaran Umum Jeruk 6

Sumber-Sumber Risiko Produksi Tanaman Hortikultura 6

Metode Analisis Pengukuran Risiko Agribisnis 7

Strategi Pengelolaan Risiko Agribisnis 9

KERANGKA PEMIKIRAN 10

Kerangka Pemikiran Teoritis 10

Kerangka Pemikiran Operasional 14

METODE PENELITIAN 16

Lokasi dan Waktu Penelitian 16

Jenis dan Sumber Data 16

Metode Pengumpulan Data 16

Metode Pengolahan dan Analisis Data 17

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 25

Kondisi Geografis dan Potensi Wilayah 25

Sosial dan Ekonomi Kependudukan Kabupaten Karo 26

Potensi Pertanian dan Komoditas Unggulan 27

Standar Prosedur Operasional (SPO) Jeruk Siam Karo 29

Karakeristik Sumber Daya Manusia 31

HASIL DAN PEMBAHASAN 36

Analisis Tingkat Risiko Jeruk Siam di Kabupaten Karo 36 Identifikasi Sumber-sumber Risiko Prioritas Penanganan Jeruk Siam 38

Tindakan Pengendalian Risiko 46

SIMPULAN DAN SARAN 49

Simpulan 49

Saran 49

DAFTAR PUSTAKA 50

LAMPIRAN 52

(8)

DAFTAR TABEL

1 Perkembangan jeruk siam berdasarkan indikator produksi tertinggi di lima provinsi di Indonesia dari tahun 2010-2014 1 2 Perkembangan komoditas jeruk siam berdasarkan indikator luas

panen, produksi, dan produktivitas di Sumatera Utara dari tahun

20010-2014 1

3 Jumlah rumah tangga pertanian dan jumlah tanaman jeruk siam yang diusahakan menurut kabupaten/kota di Sumatera Utara tahun 2013. 2 4 Perkembangan tanaman jeruk berdasarkan luas tanam, luas panen,

luas serangan hama dan penyakit, dan total produksi jeruk siam di

Kabupaten Karo dari tahun 2011-2014 4

5 Jenis, sumber data, dan metode analisis yang digunakan dalam

penelitian 17

6 Kriteria skala penilaian FMEA untuk tanaman jeruk siam di

Kabupaten Karo. 19

7 Menilai tingkat dampak (severity) kesalahan untuk tanaman jeruk

siam di Kabupaten Karo 19

8 Hasil konversi penentuan probabilitas kegagalan tanaman jeruk siam

di Kabupaten Karo 20

9 Menilai tingkat kemungkinan terjadinya kesalahan untuk tanaman

jeruk siam di Kabupaten Karo. 20

10 Menilai tingkat kemungkinan deteksi dari setiap kesalahan atau dampaknya untuk tanaman jeruk siam di Kabupaten Karo 21 11 Jumlah penduduk yang bekerja menurut lapangan usaha dan jenis

kelamin di Kabupaten Karo tahun 2013 26

12 Data penduduk, rumah tangga dan rumah tangga pertanian di

Kabupaten Karo pada tahun 2013. 26

13 Status pendidikan dan jenis kelamin responden yang berperan dalam pemberian informasi permasalahan jeruk siam di Kabupaten Karo 32 14 Pengalaman bertani jeruk siam oleh petani responden tahun 2015 33 15 Rata-rata penggunaan input produksi jeruk siam untuk lima tahun

setelah penanaman di Kabupaten Karo 34

16 Hasil penilaian skor Occurrence, Severity,dan Detection risiko

produksi jeruk siam di Kabupaten Karo. 37

17 Pengelompokan sumber risiko jeruk siam yang menjadi prioritas

penanganan di Kabupaten Karo 39

18 Kondisi kerugian akibat erupsi gunung sinabung pada komoditas jeruk siam dari indikator luas pertanaman di Kabupaten Karo pada

tahun 2013-2014. 44

19 Data kerugian jeruk siam akibat erupsi gunung sinabung dilihat dari indikator keuangan di Kabupaten Karo pada tahun 2013-2014. 44 20 Tindakan usulan untuk pengendalian dan penangan risiko kritis yang

(9)

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Risiko Produksi Jeruk

Siam 15

2 Kerangka diagram fishbone 23

3 Potensi buah-buahan berdasarkan indikator luas yang dihasilkan (ha)

per komoditas tahun 2013 di Kabupaten Karo 27

4 Perbandingan produksi buah-buahan dengan produksi jeruk siam

(ton) di Kabupaten Karo tahun 2013 28

5 Cabai merah (tanda panah merah) sebagai tanaman sela pada

tanaman jeruk 33

6 a) proses sortasi di gudang, b) proses sortasi di keranjang, c) proses

pengemasan buah jeruk siam 35

7 Risiko hama tanaman jeruk yang menjadi prioritas penanganan oleh

petani di Kabupaten Karo 40

8 Kondisi buah jeruk yang terserang hama lalat buah 40 9 Risiko penyakit tanaman jeruk yang menjadi prioritas penangan di

Kabupaten Karo 41

10 Risiko teknis dan input produksi jeruk yang menjadi prioritas

penangan di Kabupaten Karo 42

11 Sumber risiko lingkungan bisnis yang dihadapai dalam budidaya

jeruk siam di Kabupaten Karo 45

12 Perkembangan harga jeruk siam di Kabupaten Karo tahun 2014 46 13 Contoh perangkap lalat buah yang digunakan petani jeruk di

Kabupaten Karo 48

DAFTAR LAMPIRAN

1 Luas tanam dan luas panen produksi jeruk siam di Kabupaten Karo

dari tahun 2010-2014 53

2 Jumlah produksi jeruk siam di Kabupaten Karo dari tahun

2010-2014 54

3 Data curah hujan di Kabupaten Karo dari tahun 2010-2014 55 4 Penilaian skor occurance dari responden pada risiko produksi jeruk

siam di Kabupaten Karo 2015 56

5 Penilaian skor severity dari responden pada risiko produksi jeruk

siam di Kabupaten Karo 2015 57

6 Penilaian skor detectibility dari responden pada risiko produksi jeruk

siam di Kabupaten Karo 2015 58

7 Diagram pareto risiko jeruk siam di Kabupaten Karo 59 8 Luas serangan hama dan penyakit pada jeruk siam di Kabupaten

(10)
(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia sebagai negara tropis dimana berbagai jenis jeruk banyak dibudidayakan salah satunya adalah jeruk siam. Jeruk siam tersebar di seluruh Indonesia, dengan sentra produksi utama terdapat di provinsi Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Bali, Jawa Timur dan Sulawesi Tenggara. Data jeruk siam berdasarkan indikator produksi tertinggi di lima provinsi di Indonesia dari tahun 2009-2014 disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Perkembangan jeruk siam berdasarkan indikator produksi tertinggi di lima provinsi di Indonesia dari tahun 2010-2014

Lokasi Tahun (Ton)

2010 2011 2012 2013 2014

Sumatera Utara 781 513 573 980 350 354 326 322 500 243 Jawa Timur 267 061 315 133 362 680 514 855 568 774 Kalimantan Barat 145 671 109 335 171 558 154 304 187 015

Bali 96 868 98 743 129 265 140 582 98 524

Sulawesi Tenggara 96 281 36 902 38 242 53 421 37 033 Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) dan Direktorat Jenderal Hortikultura (2015)

Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa produksi komoditas jeruk siam tertinggi berada di provinsi Sumatera Utara dengan produksi tertinggi terjadi pada tahun 2010, tetapi pada tahun 2014 produksi tertinggi terjadi di provinsi Jawa Timur. Produksi jeruk siam di Sumatera Utara terlihat berfluktuasi dan produksi terendah terjadi pada tahun 2013 yaitu sebesar 326 322 ton kemudian mengalami peningkatan pada tahun 2014 tetapi belum maksimal, hal ini disebabkan terjadinya penurunan luas panen jeruk. Data komoditas jeruk siam berdasarkan indikator luas panen, produksi, dan produktivitas di Sumatera Utara dari tahun 2010-2014 disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Perkembangan komoditas jeruk siam berdasarkan indikator luas panen, produksi, dan produktivitas di Sumatera Utara dari tahun 20010-2014

Indikator Satuan Tahun

2010 2011 2012 2013 2014

Luas Panen ha 10 982 8 901 7 913 7 982 7 875

Produksi ton 781 513 573 980 350 354 326 322 500 243 Produktivitas ton/ha/tahun 71.16 64.48 44.28 40.88 63.52 Sumber : Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura (2015)

(12)

2

serangan hama dan penyakit tanaman yang tinggi pada saat itu di Sumatera Utara. Barus (2011) menyatakan bahwa isu mengenai jeruk siam yang paling menonjol terjadi di Sumatera Utara adalah serangan hama lalat buah. Pada akhir tahun 2011 serangan ini semakin parah sehingga menyebabkan petani jeruk mengalami gagal panen mencapai 50 persen lebih terutama petani jeruk yang ada di Kabupaten Karo.

Kabupaten Karo merupakan salah satu wilayah andalan provinsi Sumatera Utara dalam perkembangan sektor pertanian terutama produk hortikultura seperti sayur-mayur, buah-buahan dan tanaman hias. Sektor pertanian di Kabupaten Karo merupakan bagian terpenting dalam perekonomian Kabupaten Karo. Menurut BPS Kabupaten Karo (2014), peranan sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Karo pada tahun 2013 sekitar 60.54 persen untuk harga berlaku. Sektor-sektor yang berpotensi untuk dikembangkan di Kabupaten Karo yaitu sektor pertanian dan industri yang berbasis pertanian. Khusus komoditi buah-buahan yang dibudidayakan cukup luas di Kabupaten Karo salah satunya komoditas jeruk siam. Berikut jumlah rumah tangga (RT) pertanian dan jumlah tanaman jeruk siam yang dibudidayakan menurut kabupaten/kota di Sumatera Utara tahun 2013, dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Jumlah rumah tangga pertanian dan jumlah tanaman jeruk siam yang diusahakan menurut kabupaten/kota di Sumatera Utara tahun 2013.

Lokasi Jumlah RT Pertanian (KK)

Jumlah Tanaman (pohon)

Kab. Nias 75 374

Kab. Mandailing Natal 181 43 872

Kab. Tapanuli 480 62 596

Kab. Toba Samosir 177 18 271

Kab. Asahan 389 56 951

Kab. Simalungun 4 884 1 528 669

Kab. Dairi 2 652 1 062 300

Kab. Karo 14 147 6 014 852

Kab. Deli Serdang 932 230 507

Kab. Langkat 776 318 421

Kab. Humbang Hasundutan 54 20 348

Kab. Pakpak Bharat 887 204 054

Kab. Serdang Bedagai 721 41 738

Kab. Samosir 16 21 369

Kab. Batubara 63 1 020

Kab. Padang Lawas Utara 124 857

Kab. Padang Lawas 25 46 275

KK : Kepala keluarga

(13)

3 luasan hektar (ha) dimana 1 ha setara dengan 400 pohon dengan jarak tanam 5 m x 5 m maka luasan lahan yang diusahakan mencapai 15 037.13 ha. Banyaknya rumah tangga petani melakukan budidaya jeruk siam di Kabupaten Karo didukung oleh iklim yang sesuai dan jenis varietas yang banyak disukai oleh para petani. Menurut Setyobudi (2010) menyatakan bahwa jeruk siam banyak dibudidayakan petani karena memiliki keunggulan yaitu mudah tumbuh, beradaptasi luas, cepat menghasilkan (1.5-2 tahun) dan produktivitasnya tinggi.

Jeruk siam dari Kabupaten Karo merupakan salah satu komoditas unggulan daerah yang akan dikembangkan pemerintah dengan pendekatan program OVOP (One Village One Product). Program pemerintah ini diusulkan untuk meningkatkan nilai tambah produk unggulan daerah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam wadah koperasi. Melalui program ini diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan petani jeruk yang ada di Kabupaten Karo. Hal ini juga didukung oleh Tobing et. al. (2013) yang menyatakan bahwa jeruk siam merupakan komoditas unggulan daerah maupun nasional dan salah satunya di Kabupaten Karo, Sumatera Utara.

Melihat kondisi banyaknya rumah tangga petani di Kabupaten Karo yang melakukan budidaya jeruk siam serta menjadi salah satu produk unggulan daerah, potensi produksi jeruk siam di Kabupaten Karo cukup besar sehingga memerlukan peningkatan baik kuantitas, kualitas maupun kontinuitas sehingga menjadi produk unggulan daerah yang mampu bersaing di pasaran. Salah satu potensi yang harus ditingkatkan yaitu pada sektor kegiatan on farm karena diduga memiliki risiko yang besar. Agribisnis tidak terlepas dari risiko produksi dimana produksi komoditi agribisnis banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor alam yang sulit dikendalikan oleh petani sehingga dapat menimbulkan kerugian (Fahmi 2013).

Indikasi suatu risiko dapat dilihat dari fluktuasi hasil produksi yang diperoleh pada suatu usaha dalam periode tertentu. Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian (2005), keberhasilan pengembangan agribisnis jeruk di proses produksi sangat ditentukan oleh ketersediaan bibit bermutu dan agroinput pada saat dibutuhkan, dan ditunjang oleh industri jasa dan pendukung lainnya seperti industri kemasan, transportasi dan informasi. Berdasarkan uraian tersebut maka perlu adanya analisis risiko pada jeruk siam untuk mempermudah dalam pengambilan keputusan kegiatan produksi atau keputusan tindakan mengurangi risiko yang akan dihadapai sehingga dapat menurunkan tingkat risiko dan menurukan tingkat kerugian akibat adanya risiko.

Perumusan Masalah

(14)

4

Belakangan ini sebagian besar kebun jeruk di Kabupaten Karo diserang berbagai jenis hama dan penyakit sehingga mengakibatkan produksi dari tanaman jeruk tersebut menurun. Serangan hama tersebar di beberapa kecamatan di Tanah Karo, akibat serangan hama ini ribuan ton buah jeruk busuk dan gugur ke tanah, sehingga membuat para petani mengalami kerugian yang cukup besar. Hal ini menjadi perhatian penting oleh pemerintah untuk membantu menjaga sentra produksi jeruk di Sumatera Utara. Informasi tanaman jeruk berdasarkan luas tanam, luas panen, luas serangan hama dan penyakit dan total produksi jeruk siam di Kabupaten Karo dari tahun 2011-2014 disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Perkembangan tanaman jeruk berdasarkan luas tanam, luas panen, luas serangan hama dan penyakit, dan total produksi jeruk siam di Kabupaten Karo dari tahun 2011-2014

Indikator Tanaman Jeruk Siam

Tahun

2011 2012 2013 2014*

Luas tanam jeruk (ha) 14 483.66 16 094.58 14 450.46 13 005.70 Luas panen (ha) 8 454.62 7 450.98 6 710.00 6 567.59 Total produksi (ton) 502 494.00 250 129.00 193 525.80 270 838.12

Produktivitas (ton/ha) 59.43 33.57 28.84 41.24

Luas serangan hama dan

penyakit (ha) 579.70 5 335.70 8 075.20 1 262.10 Persentase Luas tanam

dengan luas serangan hama dan penyakit (%)

4.00 33.15 55.88 9.70

Sumber: Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Karo 2015 (diolah) * : angka sementara

Berdasarkan informasi dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa luas tanam jeruk, luas panen jeruk, dan total produksi secara umum mengalami penurunan ( Lampiran 1 dan Lampiran 2). Penurunan luas tanamn, luas panen dan produksi secara umum disebabkan oleh serangan hama dan penyakit. Hal ini terlihat dari persentase serangan hama dan penyakit semakin meningkat dari tahun 2011 sampai 2013 bahkan mencapai 55.88 persen dari luas tanam jeruk. Pada tahun 2014 serangan mulai menurun tetapi produksi yang dihasilkan masih belum maksimal. Berdasarkan informasi dari hasil wawancara penurunan serangan hama dan penyakit terjadi akibat dari bencana alam yang terjadi di Kabupaten Karo yang merubah lingkungan habitat hama dan penyakit menjadi tidak sesuai lagi untuk berkembang. Secara rinci serangan hama dan penyakit tanaman jeruk siam dapat dilihat pada Lampiran 8. Dari Lampiran 8 terlihat bahwa lalat buah memiliki luas serangan hama tertinggi dibandingkan dengan hama lainnya. Hal ini mengakibatkan produktivitas jeruk siam di Kabupaten Karo dari tahun 2011 hingga 2014 mengalami fluktuasi.

(15)

5 Sebagai komoditi utama dan produk khas dari Karo, peningkatan mutu jeruk perlu mendapat perhatian khusus sehingga mampu bersaing di pasaran. Pinem et al. (2007) juga menyatakan bahwa permasalah jeruk di Karo yang paling mendasar adalah rendahnya mutu buah. Terdapat empat komponen yang menyebabkan rendahnya mutu buah yaitu organisme pengganggu tanaman (OPT), penanganan teknis budidaya yang kurang baik, penangan panen dan pascapanen yang kurang baik, sistem pemasaran yang masih tidak merangsang peningkatan mutu jeruk petani.

Dari permasalahan diatas terlihat beberapa gangguan penerapan sistem agribisnis dalam pengelolaan tanaman jeruk siam di Karo terutama di sektor on farm yang terindikasi adanya risiko produksi yang cukup besar. Menurut Tobing et.al (2015) menyatakan bahwa besarnya kontribusi agribisnis jeruk dalam perekonomian, mengharuskan tersedianya varietas unggul baik mutu maupun produktivitas yang sesuai dengan kebutuhan konsumen untuk menghadapi era pasar bebas. Untuk mencapai keseimbangan perekenomian tersebut, maka produksi jeruk perlu terus ditingkatkan. Berdasarkan perumusan diatas, disimpulkan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah :

1 Bagaimana tingkat risiko yang dihadapi petani dalam usahatani jeruk siam di Kabupaten Karo?

2 Mengidentifikasi sumber-sumber risiko yang menjadi prioritas penanganan dalam memproduksi jeruk siam di Kabupeten Karo?

3 Bagaimana tindakan yang dapat diusulkan dan dapat diterapkan untuk mengendalikan risiko pada jeruk siam di Kabupaten Karo?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk :

1 Menganalisis tingkat risiko pada jeruk siam di Kabupaten Karo.

2 Mengidentifikasi sumber-sumber risiko yang menjadi prioritas penanganan pada jeruk siam di Kabupaten Karo.

3 Menganalisis tindakan usulan untuk mengendalikan risiko pada jeruk siam di Kabupaten Karo.

Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan menjadi informasi bagi pihak-pihak terkait, seperti:

1 Bagi petani jeruk penelitian ini diharapkan berguna sebagai bahan masukan bagi petani dalam mengambil kebijakan pengendalian risiko yang terbaik bagi manajemen risiko produksi.

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Gambaran Umum Jeruk

Jeruk merupakan tanaman tahunan dan memiliki berbagai jenis atau varietas. Jenis jeruk lokal yang dibudidayakan di Indonesia adalah jeruk Keprok (Citrus reticulata/nobilis L.), jeruk Siam (C. microcarpa L. dan C.sinensis. L) yang terdiri atas Siam Pontianak, Siam Garut, Siam Lumajang, dan Siam Medan, jeruk manis (C. auranticum L. dan C.sinensis L.), jeruk sitrun/lemon (C. medica), jeruk besar (C.maxima Herr.) yang terdiri atas jeruk Nambangan-Madium dan Bali. Jeruk untuk bumbu masakan yang terdiri atas jeruk nipis (C. aurantifolia), jeruk Purut (C. hystrix) dan jeruk sambal (C. hystix ABC). Pracaya (2009) menyatakan bahwa penamaan jeruk seringkali disebut dengan nama daerah asalnya seperti jeruk medan karena berasal dari Medan, jeruk manis pacitan karena berasal dari Pacitan, jeruk sunkist karena asalnya dari perusahaan Sunkist Growers dari California dan lain-lain.

Syarat tumbuh jeruk yang baik untuk daerah tropis berada di daerah 20-40

o

LU dan 20-40 oLS dan dapat ditanam pada hingga ketinggian 2 000 m dpl dengan temperature tumbuhnya antara 25-30 oC. Syarat lainnya yaitu sinar matahari yang cukup karena sangat diperlukan untuk memperoleh pertumbuhan jeruk yang maksimal dan dapat meminimalkan serangan hama dan penyakit tanaman. Tanaman jeruk memerlukan banyak air, terutama pada saat berbunga tetapi tidak tahan genangan sehingga drainase air harus baik. Selain itu tanaman jeruk dapat ditanam pada semua jenis tanah dengan pH sekitar 5-6 dan cukup bahan organis (Pracaya 2009).

Buah jeruk manis mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi seperti banyak mengandung vitamin C yang dimanfaatkan sebagai kesehatan, makanan olahan dan sebagainya. Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian (2005) menyatakan bahwa pada tahun mendatang industri yang paling banyak dibutuhkan dan menarik investor adalah industri bibit/agroinput, budidaya, pengemasan, industri sari buah dan derivatnya, dan informasi yang memanfaatkan kemajuan pesat teknologi informasi. Sehingga keberhasilan pengembangan agribisnis jeruk di proses produksi sangat ditentukan oleh ketersediaan bibit yang bermutu serta agroinput pendukung tersedia dengan baik.

Sumber-Sumber Risiko Produksi Tanaman Hortikultura

(17)

7 Hasil penelitian Jamilah dan Nurhayati (2011) menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi produksi wortel dan bawang daun adalah faktor iklim dan cuaca, faktor hama dan penyakit tanaman, tingkat kesuburan lahan, efektifitas penggunaan input, dan keterampilan sumber tenaga kerja yang kurang. Penulis menyatakan faktor-faktor tersebut mempengaruhi fluktuasi produksi wortel dan bawang daun di kawasan Agropolitan Cianjur. Penelitian lain dalam kaitannya dengan analisis risiko produksi oleh Andessa (2014) menyimpulkan bahwa sumber risiko pada usaha budidaya jamur tiram putih diantaranya hama dan penyakit, cuaca dan iklim serta sumberdaya manusia. Tiga sumber risiko produksi tersebut menurut penulis akan mempengaruhi terjadinya kegagalan produksi serta produktivitas jamur tiram putih. Demikian juga dengan hasil penelitian Rachmi (2014) menyimpulkan bahwa sumber risiko produksi pada pembibitan di perusahaan ini adalah risiko kualitas air, sumber risiko kualitas sekam, sumber risiko cuaca yang tidak menentu, dan sumber risiko kualitas mother plant.

Hasil penelitian dari Situmeang (2011) tentang risiko produksi menjelaskan bahwa usahatani cabai merah keriting mengindikasikan adanya risiko produksi khususnya yang dihadapi oleh petani Pondok Menteng, Bogor. Penulis menyatakan bahwa risiko produksi tersebut meliputi hama dan penyakit, kondisi cuaca dan iklim, tenaga kerja dan kondisi tanah. Sedangkan Noormalahayati (2014) menyatakan sumber risiko produksi pada usahatani bayam meliputi iklim dan cuaca, serangan hama dan penyakit, dan kematian bibit. Khusus risiko pada buah-buahan dari penelitian terdahulu yaitu dari Sari (2012) yang menyatakan bahwa risiko pada pembenihan melon mengindikasikan adanya risiko produksi seperti kondisi cuaca dan iklim, hama dan penyakit, kegiatan produksi benih, dan keterampilan tenaga kerja. Sedangkan dari Puspitasari (2011) menyatakan bahwa risiko produksi mentimun pada musim tertentu dipengaruhi oleh risiko musim sebelumnya. Risiko produksi mentimun dipengaruhi oleh penggunaan input produksi, dimana pupuk daun dan buah dapat meningkatkan risiko produksi, sedangkan benih, pupuk kandang, pupuk kimia, tenaga kerja, dan pestisida mengurangi risiko produksi. Semua risiko produksi di beberapa sektor hortikultura yang dipaparkan tersebut akan mempengaruhi hasil produksi sehingga menyebabkan kerugian. Pada penelitian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa sumber risiko produksi yang banyak dihadapi pada usaha tanaman hortikultura adalah serangan hama dan penyakit, cuaca dan iklim, kualitas input produksi, dan keterampilan tenaga kerja atau sumberdaya manusia. Beberapa variabel dari penelitian terdahulu kembali digunakan dalam penelitian ini untuk menjadi acuan mengidentifikasi sumber-sumber risiko jeruk di Kabupaten Karo. Variabel yang digunakan diantaranya keadaan alam, hama dan penyakit tanaman, input produksi, serta sumberdaya manusia.

Metode Analisis Pengukuran Risiko Agribisnis

(18)

8

simpangan baku (standard deviation). Ketiga ukuran tersebut berkaitan satu sama lain, jika nilai ketiga indikator tersebut semakin kecil maka risiko yang dihadapi kecil. Penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan pengukuran risiko produksi adalah mengenai risiko produksi cabai keriting merah oleh Situmeang (2011) menyatakan bahwa pada dasarnya ukuran yang tepat untuk melihat besar risiko pada usahatani cabai merah keriting adalah menggunakan koefisien variasi. Dari hasil pengukuran risiko yang dilakukan penulis diperoleh hasil koefisien variasi sebesar 0.5 yang artinya untuk setiap satu satuan hasil yang diperoleh dari usahatani cabai merah keriting, maka risiko yang dihadapi adalah sebesar 0.5. Dapat juga diartikan untuk setiap satu kilogram cabai merah keriting yang dihasilkan, akan mengalami risiko sebesar 0.5 kg pada saat terjadi risiko produksi. Hasil penelitian Jamilah dan Nurhayati (2011) dengan hasil pengukuran risiko dengan menggunakan metode ukuran coefficient variation berdasarkan return produktivitas, bahwa risiko produksi wortel di kawasan agropolitan Cianjur sebesar 0.26 atau 26 persen. Artinya, untuk setiap satu satuan hasil produksi yang diperoleh petani wortel, maka risiko (kerugian) yang dihadapi adalah sebesar 0.26 satuan atau 26 persen. Sementara itu, risiko produksi yang dihadapi petani bawang daun di kawasan agropolitan Cianjur adalah sebesar 0.29 atau 29 persen. Artinya, untuk setiap satu satuan hasil produksi yang diperoleh petani bawang daun, maka risiko (kerugian) yang dihadapi adalah sebesar 0.29 satuan atau 29 persen.

Berbeda dengan metode penelitian yang dilakukan oleh Andessa (2014) mengenai risiko produksi jamur tiram putih selain melihat dari koefisien variasi yaitu menggunakan metode Z-score. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan penulis menyatakan bahwa probabilitas atau kemungkinan terjadinya risiko pada jamur tiram putih dengan menggunakan metode Z-score, diperoleh nilai probabilitas masing–masing sumber risiko produksi dari yang terbesar sampai yang terkecil yaitu : a) perubahan cuaca b) penyakit dan c) sumberdaya manusia. Sedangkan Noormalahayati (2014) menggunakan alat analisis metode diagram tulang ikan (fish bone diagram ) dan evaluasi risiko dengan metode FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) dalam penelitiannya pada komoditas bayam. Dalam penelitian ini desain yang digunakan adalah desain kualitatif dengan menghasilkan nilai prioritas risiko dan nilai skor risiko. Berdasarkan hasil analisis, penulis menyimpulkan nilai skor risiko tertinggi didominasi dari kegiatan produksi.

Hasil penelitian dari Sari (2012) melakukan analisis dengan pengukuran risiko tunggal dan risiko portofolio. Berdasarkan dengan analisis tunggal risiko yang paling tinggi pada pembenihan melon adalah benih melon varietas MAI 119, sedangkan nilai risiko paling rendah terjadi pada benih melon varietas SUMO. Hasil pengukuran dari risiko portofolio yang dilakukan oleh penulis risiko tertinggi terjadi pada kombinasi varietas MAI 119 dan SUMO, sedangkan nilai risiko yang paling rendah terjadi pada kombinasi LADIKA dan SUMO. Penelitian terdahulu lainnya yang dilakukan oleh Puspitasari (2011) menganalisis risiko timun dilihat dari pada variance error sebelumnya dimana jika semakin tinggi risiko produksi sebelumnya, maka akan semakin tinggi risiko ada musim berikutnya dan dalam penelitian ini penulis juga melakuan analisis pendapatan.

(19)

9 standard deviation, z-score, probabilitas dan VaR. Sedangkan dalam penelitian ini sama dengan penelitian Noormalahayati dimana desain yang akan digunakan adalah desain kualitatif dengan menggunakan metode diagram tulang ikan (fish bone Diagram ) dan evaluasi risiko dengan metode FMEA (Failure Mode and Effect Analysis). Perbedaannya adalah komoditas yang dianalisis yaitu jeruk siam yang merupakan tanaman tahunan.

Strategi Pengelolaan Risiko Agribisnis

Strategi pengelolaan risiko perlu dilakukan untuk menekan dampak yang ditimbulkan risiko. Pengelolaan risiko menurut Fahmi (2013) antara lain 1) memperkecil risiko, 2) mengalihkan risiko, 3) mengontrol risiko dan 4) pendanaan risiko. Untuk menghidari risiko yang timbul dalam kegiatan bisnis yang dilakukan perlu dilakukan alternative-alternatif dalam pengambilan keputusan. Keputusan yang diambil adalah yang dianggap realistis dan tidak akan menimbulkan masalah nantinya. Tindakan seperti ini dianggap sebagai bagian dari strategi bisnis.

Menurut Andessa (2014) dengan analisis risiko produksi pada jamur tiram putih menyatakan bahwa strategi penanganan risiko produksi jamur tiram putih yang digunakan adalah strategi preventif dan mitigasi. Strategi preventif dilakukan untuk mencegah terjadinya sumber risiko. Strategi mitigasi dilakukan untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat sumber risiko. Penelitian lainya yang berhubungan dengan risiko produksi adalah Situmeang (2011) dengan analisis risiko produksi cabai keriting merah menyatakan bahwa strategi penanganan risiko produksi yang dapat dilakukan pada usahatani cabai merah keriting adalah strategi preventif yaitu pencegahan terencana yang dilakukan sebelum berproduksi mulai dari pola tanam, penyemaian dan perawatan.

Menurut Noormalahayati (2014) menyatakan strategi penangan risiko pada bayam hidroponik yang digunakan adalah strategi preventif dan mitigasi. Menurut penuluis strategi preventif yang dapat dilakukan oleh PT Kebun Sayur Segar dalam proses produksi adalah memperbaiki dan memelihara greenhouse untuk memanipulasi cuaca. Sedangkan Strategi mitigasi yang dapat dilakukan yaitu, diversifikasi produk sayuran hidroponik nondaun yang lebih kuat dan tidak rentan rusak saat penanaman. Hasil penelitian dari Sari (2012) menyatakan strategi pengelolaan risiko yang diterapkan oleh CV MGA berdasarkan sumber-sumber risiko yang ada antara lain pengelolaan risiko produksi yang disebabkan kondisi cuaca yang sulit untuk diprediksi, hama dan penyakit, kesalahan pada kegiatan produksi benih, dan tenaga kerja yang kurang terampil dan teliti. Selain itu, pengelolaan risiko juga dilakukan dengan upaya diversifikasi. Sedangkan Puspitasari (2011) menyatakan strategi pengelolaan risiko timun yang harus dilakukan oleh petani adalah harusmengikuti standar oprasional prosedur serta melakukan pelatihan terhadap tenaga kerja yang ada.

(20)

petani. Selanjutnya dilakukan analisis risiko dengan menggunakan grafik pareto. Grafik pareto dibuat untuk menemukan masalah atau penyebab yang merupakan kunci dari penyelesaian masalah. Penggunaan diagram sebab akibat digunakan untuk mengeksplor setiap sumber risiko yang menjadi prioritas penanganan dan menjadi langkah awal untuk memberikan tindakan usulan bagi petani maupun pemerintah dalam mengurangi atau meminimalkan risiko pada jeruk siam.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Konsep Risiko

Risiko dapat diartikan sebagai bentuk keadaan ketidakpastian tentang suatu keadaan yang akan terjadi nantinya (future) dengan keputusan yang diambil berdasarkan pertimbangan pada saat ini. Definisi risiko (risk) menurut Robison dan Barry (1987) adalah peluang terjadinya suatu kejadian (merugikan) yang dapat diukur oleh pengambil keputusan. Pada umumnya peluang terhadap suatu kejadian dapat ditentukan oleh pembuat keputusan berdasarkan pengalaman dalam mengelola suatu usaha. Menurut Harwood et al. (1999) risiko adalah kemungkinan kejadian yang menimbulkan kerugian dimana terdapat berbagai kemungkinan suatu peristiwa seperti kemungkinan menghasilkan pendapatan diatas atau dibawah rata-rata pendapatan yang diharapkan.

Pemahaman mengenai bagaimana risiko dapat diukur merupakan titik awal untuk membantu pelaku bisnis dalam membuat berbgai macam pilihan yang sesuai dengan berbagai strategi untuk situasi yang dihadapi. Pelaku bisnis dan pihak lain sebagai decision maker dalam pengambilan keputuasan sering menggunakan data historis dan informasi sekarang tentang harga, hasil, kondisi cuaca, dan variabel lain untuk memperkirakan risiko masa depan. Salah satu konsep untuk mengukur suatu risiko adalah pendekatan peluang terhadap suatu kejadian yang dapat diukur oleh pengambil keputusan. Pendekatan ini memberikan gambaran bagaimana distribusi kemungkinan dapat digunakan untuk menandai hasil dengan aneka pilihan penuh risiko. Penjelasan ini menunjukkan bahwa dalam analisis risiko terkait dengan periode waktu ke depan.

(21)

11 Jenis-jenis Risiko

Menentukan sumber risiko merupakan hal yang penting karena mempengaruhi cara penanggulangnya. Menurut Harwood et al (1999), terdapat beberapa jenis-jenis risiko yang dapat dihadapi oleh petani, yaitu :

1 Risiko produksi. Sumber risiko yang berasal dari kegiatan produksi diantaranya adalah gagal panen, rendahnya produktivitas, kerusakan barang yang ditimbulkan oleh serangan hama dan penyakit, perbedaan iklim dan cuaca, kesalahan sumberdaya manusia

2 Risiko Pasar atau Harga. Risiko yang ditimbulkan oleh pasar diantaranya adalah barang tidak dapat dijual yang diakibatkan ketidakpastian mutu, permintaan rendah, ketidakpastian harga output, inflasi, daya beli masyarakat, persaingan, dan lain-lain. Sementara itu risiko yang ditimbulkan oleh harga antara lain harga dapat naik akibat dari inflasi.

3 Risiko Kebijakan. Risiko yang ditimbulkan oleh kebijakan-kebijakan antara lain adanya kebijakan-kebijakan tertentu yang keluar dari dalam hal ini sebagai pemegang kekuasaan pemerintah yang dapat menghambat kemajuan suatu usaha. Contohnya adalah kebijakan tarif ekspor.

4 Risiko Finansial. Risiko yang ditimbulkan oleh risiko finansial antara lain adalah adanya piutang tak tertagih, likuiditas yang rendah sehingga perputaran usaha terhambat, perputaran barang rendah, laba yang menurun akibat dari krisis ekonomi dan sebagainya.

Soedjana (2007) menyatakan, faktor risiko di bidang pertanian berasal dari produksi, harga dan pasar, usaha dan finansial, teknologi, kerusakan, sosial dan hukum, serta manusia. Berikut penjelasan risiko-risiko di bidang pertanian yaitu : 1 Risiko produksi terjadi karena akibat dari faktor yang sulit diduga, seperti

cuaca, penyakit, hama, variasi genetik, dan waktu pelaksanaan kegiatan. 2 Risiko harga dan pasar biasanya dikaitkan dengan keragaman dan

ketidaktentuan harga yang diterima petani dan yang harus dibayarkan untuk input produksi. Jenis keragaman harga yang dapat diduga antara lain adalah trend harga, siklus harga, dan variasi harga berdasarkan musim.

3 Risiko usaha dan finansial berkaitan dengan pembiayaan dari usaha yang dijalankan, modal yang dipengaruhinya serta kewajiban kredit.

4 Risiko teknologi berkaitan dengan perubahan yang tejadi setelah pengambilan keputusan dan akibat cepatnya kemajuan teknologi. Adopsi teknologi baru yang terlalu cepat atau terlalu lambat merupakan risiko yang harus dihadapi. 5 Risiko kerusakan merupakan sumber risiko tradisional, misalnya kehilangan

harta karena kebakaran, angin, banjir atau pencurian.

6 Risiko faktor manusia berkaitan dengan perilaku, kesehatan, dan sifat-sifat seseorang yang tidak terduga sehingga dapat mengakibatkan risiko dalam usahatani. Kehilangan pekerja utama pada saat keahliannya diperlukan dapat mempengaruhi tingkat produksi yang akan dicapai.

Pengukuran Risiko

(22)

12

strategi ataupun cara penanggulangnnya. Menganalisis dampak risiko dapat dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif.

Analisis risiko kualitatif memprioritaskan risiko yang telah diidentifikasi untuk pengambilan tindakan selanjutnya. Hal-hal yang diperlukan dalam menganalisis dampak risiko secara kualitatif adalah data risiko yang diambil dari data historis perusahaan atau instansi, rencana manajemen risiko dan daftar risiko. Analisis risiko kuntitatif merupakan proses untuk mengukur dampak secara keseluruhan dengan menggunakan simulasi komputer menghasilkan skenario risiko yang bervariasi. Salah satu analisis kuntitatif yaitu, Value at Risk (VaR), Fault Tree Analysis (FTA) dan FMEA. Perbandingan alat analisis VaR, FTA, dan FMEA yakni:

1 VaR memberikan estimasi kemungkinan atau probabilitas mengenai timbulnya kerugian yang jumlahnya lebih besar daripada angka kerugian yang telah ditentukan. Hal ini merupakan sesuatu yang tidak didapat dari metoda-metoda pengukuran risiko lainnya. VaR memperhatikan perubahan harga asset-aset yang ada dan pengaruhnya terhadap aset-aset yang lain. Hal ini memungkinkan dilakukannya pengukuran terhadap berkurangnya risiko yang diakibatkan oleh diversifikasi kelompok produk atau portfolio.

2 Secara umum FTA digunakan untuk melihat reabilitas dari suatu produk. Metode ini menggunakan probabilitas sehingga dapat menentukan mana risiko yang harus diprioritaskan berdasarkan probabilitas kejadian terbesar. FTA ini dapat melihat risiko yang terjadi akibat kejadian yang simultan, akan tetapi tidak dapat mendeteksi human error, oleh karena itu penggunaan FTA ini tidak terlalu banyak.

3 FMEA merupakan sebuah metodologi yang digunakan untuk menganalisa dan menemukan :

a. Semua kegagalan – kegagalan yang potensial terjadi pada suatu sistem. b. Efek-efek dari kegagalan ini yang terjadi pada sistem dan bagaimana

cara untuk memperbaiki atau meminimalis kegagalan-kegagalan atau efek-efek nya pada sistem (Perbaikan dan minimalis yang dilakukan biasanya berdasarkan pada sebuah ranking dari severity dan probability dari kegagalan).

Keuntungan FMEA adalah produk akhir harus aman. FMEA membantu desainer untuk mengidentifikasikan dan mengeliminasi atau mengendalikan cara kegagalan yang berbahaya, meminimasi dari perkiraan terhadap sistem dan penggunanya. Meningkatnya keakuratan dari perkiraan terhadap peluang dari kegagalan yang akan dikembangkan, khususnya juga data dari peluang realibitas didapat dengan menggunakan FMEA. Realibilitas dari produk akan meningkat dimana waktu untuk melakukan desain akan di kurangi berkaitan dengan melakukan identifikasi dan perbaikan dari masalah-masalah.

Strategi Pengelolaan Risiko

(23)

13 panen, serangan hama penyakit dan mutu produk yang jelek. Selain itu, risiko harga juga menjadi kendala bagi pelaku bisnis dalam menjalankan usahanya seperti tidak laku terjual, atau terjual dengan harga yang rendah akibat ketidakpastian mutu dan harga produk. Risiko-risiko yang muncul tersebut tidak dapat dihilangkan tetapi hanya bisa diperkecil (diminimalisir) saja oleh para pengambil keputusan. Sehingga para pelaku bisnis harus mebuat suatu manajemen risiko dengan baik agar diperoleh strategi yang tepat terhadap masalah yang terjadi.

Menurut Acharya (2006) menyatakan bahwa manajemen risiko dibidang pertanian merupakan pembahasan yang sangat penting yang ruang lingkupnya tidak hanya pada tingkat nasional tetapi ditingkat global juga. Sebelum melangkah lebih jauh, manajemen harus secara jelas melihat kebutuhan perbaikan suatu kualitas. Gaspersz (1997) menyatakan bahwa perbaikan kualitas merupakan suatu kebutuhan yang paling mendasar bagi kelangsungan pelaku bisnis dalam era kompetisi yang semakin ketat. Perbaikan kualitas terus-menerus dapat dilakukan dengan menggunakan model USE PDSA, yaitu:

1 Understand quality improvement needs (memahami kebutuhan perbaikan kualitas)

2 State the quality problem (menyatakan kualiatas yang ada)

3 Evaluate the root cause (mengevaluasi akar penyebab masalah kualitas) 4 Plan the solution (merencanakan penyelesaian masalah kualitas)

5 Do or implement the solution (melaksanakan atau menerapkan rencana solusi terhadap masalah kualitas)

6 Study the solution results (mempelajari hasil-hasil solusi terhadap masalah kualitas)

7 Act to standardize the solution (bertindak untuk menstandardisasikan solusi terhadapa masalah kualitas)

Menurut Gaspersz (1997), beberapa strategi untuk menerapkan perbaikan kualitas terus-menerus dalam suatu kegiatan bisnis adalah:

1 Mulai dengan suatu proyek contoh 2 Analisis variasi dari semua proses 3 Memperhatikan proses, tidak hanya hasil 4 Membuat proses menjadi lebih sederhana

5 Mengusahakan secara konstan melakukan investasi teknologi baru

6 Memandang masalah dan kegagalan sebagai suatu kesempatan untuk perbaikan 7 Melakukan reorganisasi termasuk realokasi sumber daya agar memudahkan

upaya perbaikan terus-menerus.

(24)

14

Kerangka Pemikiran Operasional

Jeruk merupakan komoditas buah yang cukup menguntungkan untuk diusahakan saat ini dan mendatang, dapat mulai dipanen rata-rata pada tahun ke dua dengan nilai keuntungan usahataninya sangat bervariasi berdasarkan lokasi dan jenis jeruk yang diusahakan. Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan pertanian (2005) menyatakan bahwa agribisnis jeruk jika diusahakan dengan sunguh-sungguh mampu meningkatkan kesejahteraan petani bahkan mampu memberikan kontribusi dalam peningkatan pendapatan regional maupun nasional. Buah jeruk dapat tumbuh dan diusahakan petani di dataran rendah hingga dataran tinggi dengan varietas atau spesies komersial yang berbeda, dan dapat dikonsumsi oleh masyarakat berpendapatan rendah hingga yang berpenghasilan tinggi.

Keberhasilan pengembangan agribisnis jeruk di proses produksi sangat ditentukan oleh ketersediaan bibit bermutu dan agroinput pada saat dibutuhkan. Adanya industri jasa dan pendukung lainnya seperti industri kemasan, transportasi dan informasi dapat juga sebagai penunjang keberhasilan pengembangan agribisnis jeruk. Keberhasilan suatu wilayah sentra produksi jeruk ditentukan dengan sistem pengelolaan kebun yang baik serta didukung oleh kualitas bibit yang digunakan dan ketersediaan sarana produksi pendukung lainnya. Salah satu sentra produksi terbesar jeruk adalah Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara. Dari data yang ditampilkan pada Tabel 1 terlihat bahwa produksi jeruk di Sumatera Utara menempati peringkat pertama dari tahun 2010 hingga 2011, tetapi

pada tahun 2012 mengalami penurunan produksi. Hal ini mengindikasikan bahwa

dalam pelaksanaan proses produksinya menghadapi risiko yang cukup besar. Untuk mengetahui tingkat risiko yang dihadapi oleh pelaku usaha/petani, maka dilakukan analisis risiko dengan mengkaji faktor penyebab atau sumber risiko pada jeruk siam. Untuk meminimalkan risiko yang ada, maka dilakukan analisis risiko dengan menggunakan analisis deskriptif yaitu berupa wawancara dan diskusi dengan pihak petani maupun pihak terkait dibidang pertanian daerah Kabupaten Karo. Proses analisis ini menggunakan alat analisis FMEA dan analisis diagram fishbone.

(25)

15

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Risiko Produksi Jeruk Siam Petani di Kabupaten Karo yang Mengusahakan

Jeruk Siam

Fluktuasi Produksi dan Produktivitas

Tindakan untuk Mengurangi Risiko pada

Jeruk Siam

Fish Bone Diagram Sumber Risiko:

1. Keadaan Alam 2. Input Produksi

3. Hama Tanaman Jeruk 4. Penyakit Tanaman Jeruk 5. Sumberdaya Manusia 6. Lingkungan Bisnis 1. FMEA dan

Nilai Kritis 2. Grafik Pareto

(26)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Karo, Sumatera Utara dengan menganalisis risiko produksi yang dihadapi para petani jeruk siam. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja karena Kabupaten Karo merupakan sentra produksi jeruk siam di Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2015 hingga September 2015.

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan pencatatan dan wawancara langsung dengan petani atau informan terpercaya yang mengetahui tentang pertanian di Kabupaten Karo. Hal ini dilakukan untuk mengetahui secara langsung mengenai produksi, risiko yang dihadapi, penyebab risiko yang terjadi dan untuk mengetahui bagaimana proses penangangan risiko yang selama ini telah dilakukan oleh para petani jeruk serta untuk mengetahui peluang terjadinya risiko.

Data sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian ini meliputi jumlah rumah tangga petani jeruk, luas lahan dan produksi jeruk siam, luas lahan dan produksi jeruk siam, serta produksi jeruk siam nasional. Data sekunder lainnya yang dibutuhkan adalah PDRB Kabupaten Karo, sosial dan ekonomi di Kabupaten Karo, rata-rata penggunaan input produksi jeruk di Kabupaten Karo, jenis-jenis hama dan penyakit yang menyerang tanaman jeruk. Data sekunder diperoleh dari Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP4K) Kabupaten Karo, Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Karo, Katalog BPS Karo dalam Angka, perpustakaan dan situs-situs website yang terkait dengan kegiatan penelitian serta literatur yang relevan.

Metode Pengumpulan Data

(27)

17 Pemilihan responden ke pihak petani juga dilakukan dengan sengaja untuk memperoleh informasi tentang jeruk siam di Kabupaten Karo. Penetapan wilayah yang menjadi objek penelitian merupakan wilayah yang memiliki produksi tertinggi yaitu kecamatan Simpang Empat, Tigapanah, dan Barus jahe. Hal ini dipilih dengan sengaja karena kecamatan yang memiliki produksi tertinggi tersebut merupakan sentra produksi jeruk untuk Kabupaten Karo. Untuk mempermudah memperoleh responden petani, dilakukan dengan mengunjungi gapoktan yang ada di daerah penelitian. Kemudian untuk pemilihan petani jeruk yang diwawancarai merupakan rekomendasi dari pihak gapoktan yang dapat mewakili desa dan bersedia memberikan informasi tentang permasalahan jeruk siam. Informasi yang digali dilakukan dengan wawancara secara mendalam dengan para petani dan para ahli di bidang pertanian.

.

Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data primer dan data sekunder yang diperoleh dijadikan sebagai acuan pada penelitian ini. Kedua data ini diolah dan dianalisis melalui beberapa metode analisis yang digunakan. Metode analisis yang digunakan untuk menjawab tujuan penelitian disajikan dalam Tabel 5.

Tabel 5 Jenis, sumber data, dan metode analisis yang digunakan dalam penelitian No Tujuan Penelitian Jenis Data Sumber

Data Metode Analisis 1 Menganalisis seberapa

besar dampak risiko produksi jeruk siam

Kuntitatif Kuesiner FMEA,

Analisis risiko, penentuan nilai kritis risiko 2 Mengidentifikasi sumber

risiko yang menjadi prioritas penanganan Kualitatif Wawancara, kuesioner, diskusi Analisi deskriptif (Fishbone diagram) 3 Menganalisis alternatif

strategi risiko yang diterapkan untuk mengatasi risiko yang dihadapai Kualitatif Wawancara, kuesioner petani, diskusi Analisis deskriptif

(28)

18

Analisis Kuantitatif

Salah satu alat analisis risiko kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah FMEA. Suatu mode kegagalan adalah apa saja yang termasuk dalam kecacatan, kondisi diluar spesifikasi yang ditetapkan, atau perubahan dalam produk yang menyebabkan terganggunya fungsi dari produk (Gaspersz 2012). Dalam FMEA, setiap kemungkinan kegagalan yang terjadi dikuantifikasi untuk dibuat prioritas penanganan. Kuantifikasi penentuan prioritas dilakukan berdasarkan hasil perkalian antara rating frekuensi, tingkat kerusakan dan tingkat deteksi dari risiko. Dalam pengetahuan prioritas risiko, maka kontrol yang dibuat adalah berdasarkan proses yang paling berisiko. Terdapat sepuluh langkah dalam penerapan FMEA, yaitu ;

1 Peninjauan Proses. Penelitian dilakukan dengan pengamatan secara langsung fenomena tentang jeruk siam yang terjadi di Kabupaten Karo, didukung menggunakan data historis (5 tahun terakhir) berupa data sekunder dari dinas pertanian setempat untuk memperkuat informasi fenomena jeruk siam di Kabupaten Karo. Informasi digali dengan melakukan proses wawancara mendalam dengan beberapa petani, mencari artikel baik dari media elektronik untuk mengetahui keadaan perkembangan jeruk beberapa tahun ke belakang. SPO teknis budidaya jeruk siam digunakan untuk mengetahui secara mendasar tentang budidaya jeruk. Beberapa buku panduan teknis budidaya jeruk rekomendasi dari Balai Penelitian Pertanaian Sumatera Utara juga menjadi sumber informasi dalam melakukan penelitian ini.

2 Brainstorming berbagai bentuk kemungkinan kesalahan atau kegagalan proses. Proses brainstorming ini dapat berlangsung lebih dari satu kali untuk memperoleh satu daftar yang komperehensif terhadap segala kemungkinan kesalahan yang dapat terjadi. Hasil brainstorming ini kemudian dikelompokkan menjadi beberapa penyebab kesalahan. Pengelompokkan ini akan mempermudah proses analisis dan untuk mengetahui dampak satu kesalahan yang mungkin menimbulkan kesalahan yang lain. Proses ini dilakukan dengan pihak Bagian Produksi Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Karo dan BP4K Kabupten Karo serta melibatkan beberapa petani terhadap masalah yang mereka keluhkan selama bertani jeruk siam.

(29)

19 Tabel 6 Kriteria skala penilaian FMEA untuk tanaman jeruk siam di Kabupaten

Karo.

Value/Skor 1 2 3 4 5

Frequency of occurance

Hampir tidak pernah (remote)

Sangat jarang terjadi, relatif sedikit (low)

Kadang-kadang terjadi, minor (moderate)

Sering terjadi, major (high)

Sulit Untuk dihindari, akibat berbahaya (very high)

Severity for quality

Tidak berpengaruh, hampir tidak pernah (none)

Sedikit berpengaruh, tidak terlalu kritis (low)

Cukup berpengaru, cukup kritis (moderate)

Sangat berpengaruh kritis (high)

Sangat merugikan, sangat kritis/tinggi (very high)

Probability of detection

Pasti terdeteksi, hampir pasti (very high)

Kemungkinan besar terdeteksi (high)

Mungkin terdeteksi (moderate)

Kemungkinan

kecil terdeteksi (low)

Tidak terdeteksi (none)

Sumber: Gaspersz (2012)

Dari Tabel 6 dapat disimpulkan bahwa penilaian peringkat dari ketiga variabel terbagi menjadi skala 5 denngan 1 nilai terendah dan 5 nilai tertinggi. Penilaian peringkat dari ketiga variabel yang dinilai dilakukan secara konsensus dan berdasarkan rekomendasi dari dinas pertanian maupun penyuluhan Kabupaten Karo.

4 Menilai tingkat dampak (severity) kesalahan. Penilaian terhadap tingkat dampak adalah perkiraan besarnya dampak negatif yang diakibatkan apabila kesalahan terjadi. Berikut penilaian tingkat dampak kesalahan pada produksi jeruk siam (Tabel 7).

Tabel 7 Menilai tingkat dampak (severity) kesalahan untuk tanaman jeruk siam di Kabupaten Karo

Rank Kejadian Kriteria Probabilitas

kegagalan

1 Hampir tidak pernah

Tidak mungkin penyebab ini mengakibatkan kegagalan jeruk siam

60 dalam 6 000 000

2 Sedikit Kegagalan akan jarang terjadi pada tanaman jeruk siam

3 000 dalam 6 000 000

3 Sedang Kegagalan agak mungkin terjadi pada jeruk siam

12 000 dalam 6 000 000

4 Tinggi Kegagalan adalah sangat mungkin terjadi pada tanaman jeruk siam

120 000 dalam 6 000 000

5 Sangat tinggi

Hampir dapat dipastikan bahwa kegagalan akan mungkin terjadi pada tanaman jeruk siam

600 000 dalam 6 000 000

Sumber : Gasperz (2012)

(30)

20

[image:30.595.64.484.94.817.2]

Berikut hasil konversi penentuan probabilitas kegagalan tanaman jeruk siam di Kabupaten Karo dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Hasil konversi penentuan probabilitas kegagalan tanaman jeruk siam di Kabupaten Karo

Kejadian

% Probabilitas kegagalan (Gasperz 2012)

Jumlah tanaman jeruk siam tahun 2013 di

[image:30.595.108.494.144.290.2]

Kabupaten Karo (pohon)*

Probabilitas kegagalan tanaman jeruk siam (pohon)

Hampir tidak

pernah 0.001 6 000 000 60

Sedikit 0.05 6 000 000 3 000

Sedang 0.2 6 000 000 12 000

Tinggi 2 6 000 000 120 000

Sangat tinggi 10 6 000 000 600 000

Sumber: Gaspersz (2012)

Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa data jumlah tanaman jeruk siam yang digunakan sebagai indikator penilaian adalah data tahun 2013, karena data pada tahun tersebut merupakan data dengan angka tetap berdasarakan BPS Sumatera Utara. Angka 6 000 000 pohon merupakan angka pembulatan dari angka yang sebenarnya yaitu 6 014 852 pohon. Pembulatan angka ini dilakukan untuk mempermudah melihat perbandingan indikator penilaian. 5 Menilai tingkat kemungkinan terjadinya (occurance) kesalahan. Sama

dengan langkah keempat, bila tersedia cukup data maka dapat dihitung probabilitas atau frekuensi kemungkinan terjadinya kesalahan tersebut. Bila tidak tersedia maka harus digunakan estimasi yang didasarkan pada pendapat ahli (expert judgement) atau metode lainnya. Berikut penilaian tingkat kemungkinan kesalahan tanaman jeruk siam di Kabupaten Karo (Tabel 9). Tabel 9 Menilai tingkat kemungkinan terjadinya kesalahan untuk tanaman

jeruk siam di Kabupaten Karo.

Rank Akibat Kriteria

1 Tidak ada akibat Kita tidak perlu memikirkan akibat akan dampak yang terjadi

2 Akibat ringan Akibat yang ditimbulkan hanya bersifat ringan

3 Akibat minor Akibat yang ditimbulkan masih berada dalam batas toleransi

4 Akibat major Akibat buruk yang tidak dapat diterima berada diluar batas toleransi (gagal panen)

5 Akibat berbahaya

Akibat yang ditimbulkan adalah sangat berbahaya dan tanaman jeruk tidak layak untuk dibudidayakan

Sumber: Gaspersz (2012)

(31)

21 dari suatu kesalahan. Berikut penilaian kemungkinan deteksi dari risiko produksi jeruk siam (Tabel 10).

Tabel 10 Menilai tingkat kemungkinan deteksi dari setiap kesalahan atau dampaknya untuk tanaman jeruk siam di Kabupaten Karo

Rank Akibat Kriteria Tingkat

Kejadian

1 Hampir pasti

Metode Pencegahan atau deteksi sangat efektif (pasti terdeteksi)

60 dalam 6 000 000

2 Tinggi Kemungkinan bahwa penyebab itu terjadi adalah sangat rendah (mudah terdeteksi).

3 000 dalam 6 000 000

3 Sedang

Metode deteksi masih memungkinkan kadang-kadang penyebab itu terjadi (cukup mudah terdeteksi)

12 000 dalam 6 000 000

4 Rendah

Metode deteksi kurang efektif, karena penyebab masih berulang lagi (sulit terdeteksi)

120 000 dalam 6 000 000

5 Tidak pasti Metode deteksi tidak efektif, penyebab akan selalu terjadi (tidak dapat terdeteksi)

600 000 dalam 6 000 000

Sumber: Gaspersz (2012)

Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa proses penentuan akibat dan tingkat kejadian untuk tanaman jeruk siam di Kabupaten Karo berdasarakan persentase tingkat kejadian menurut Gasperz (2012). Prosesnya sama dengan penentuan probabilitas kegagalan pada Tabel 8.

7 Menghitung tingkat prioritas risiko dari masing-masing kesalahan dan dampaknya. Risk Priority Number (RPN) merupakan perkalian dari :

RPN = (Nilai Dampak) X (Nilai Kemungkinan) X (Nilai Deteksi)

8 Mengurutkan prioritas kesalahan yang memerlukan penanganan lanjut. Setelah dilakukan perhitungan RPN untuk masing-masing potensi kesalahan maka dapat disusun prioritas berdasarkan nilai RPN tersebut. Berdasarkan risiko yang telah terdaftar dan diketahui nilai RPN masing-masing, maka dapat ditentukan risiko kritis. Risiko kritis tersebut yang akan dianalisis lebih lanjut sebagai langkah awal dari tindakan penanganan risiko produksi. Suatu risiko dikategorikan sebagai risiko kritis jika memiliki nilai RPN diatas nilai kritis. Jumlah risiko diperoleh dari hasil brainstorming dengan para responden yang telah ditentukan. Nilai kritis RPN ditentukan dari rata-rata nilai RPN dari seluruh risiko dengan rumus sebagai berikut.

[image:31.595.94.509.104.819.2]
(32)

22

10 Mengkoreksi ulang RPN untuk mengetahui hasil dari tindak lindung yang dilakukan. Segera setelah tindak lindung risiko dilaksanakan, harus dilakukan pengukuran ulang atau perkiraan nilai deteksi, nilai dampak dan nilai kemungkinan timbulnya kesalahan. Setelah itu dilakukan perhitungan nilai tingkat prioritas risiko kesalahan tadi. Hasil tindak lindung tadi harus menghasilkan penurunan nilai RPN yang cukup signifikan ke tingkat yang cukup aman.

Pareto Diagram

Diagran Pareto dibuat untuk menemukan masalah atau penyebab yang merupakan kunci dalam penyelesaian masalah dan perbandingan terhadap keseluruhan. Dengan mengetahui penyebab-penyebab dominan yang seharusnya pertama kali dibatasi, maka bisa menetapkan prioritas perbaikan. Perbaikan atau tindakan koreksi pada faktor penyebab yang dominan ini akan membawa pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan penyelesaian penyebab yang tidak berarti.

1 Kegunaan Diagram Pareto

1 Menunjukkan persoalan utama yang dominan dan perlu segera diatasi pada tanaman jeruk siam.

2 Menyatakan perbandingan masing-masing persoalan yang ada dan komulatif secara keseleruhuan pada tanaman jeruk siam.

3 Menunjukkan tingkat perbaikan setelah tindakan pengendalian dilakukan. 4 Menunjukkan perbandingan masing-masing persoalan sebelum dan

sesudah pengendalian atau penanganan permasalahan pada jeruk siam di Kabupaten Karo.

2 Pembuatan Diagram Pareto

1 Pengelompokan masalah p r o d u k s i j e r u k s i a m yang ada dan dinyatakan dalam angka yang bisa terukur secara kuantitatif.

2 Mengatur masing-masing penyebab atau masalah yang ada sesuai dengan pengelompokan yang dibuat. Pengaturan dilaksanakan berurutan sesuai dengan besarnya nilai kuantitatif masing-masing. Selanjutanya menggambarkan keadaan ini kedalam bentuk grafik kolom. Penyebab nilai kuantitatif terkecil digambarkan paling kanan.

3 Membuat grafik garis secara komulatif (berdasarkan prosentase penyimpangan) diatas grafik kolom ini. Grafik garis dimulai dari penyebab penyimpangan terbesar samapai dengan terkecil dan secara lengkap diagaram pareto sudah bisa digambarkan.

Evaluasi risiko yang berpontensi timbul dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA). Selanjutnya dilakukan analisis risiko dengan menggunakan grafik pareto. Grafik pareto dibuat untuk membantu menemukan masalah atau penyebab yang merupakan kunci dari penyelesaian masalah pada komoditas jeruk siam di Kabupaten Karo.

Analisis Kualitatif

(33)

23 mendeskripsikan strategi para petani jeruk di Kabupaten Karo untuk mengurangi tingkat risiko. Analisis data kualitatif ini menggunakan diagram tulang ikan (fishbone diagram). Diagram fishbone merupakan suatu alat visual untuk mengidentifikasi, mengeksplorasi, dan secara grafik menggambarkan secara detail semua penyebab yang berhubungan dengan suatu permasalahan. Fishbone diagram sering juga disebut sebagai diagram sebab akibat. Diagram tulang ikan dibuat untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang terjadi dari berbagai sumber penyebab risiko dalam usahatani jeruk siam.

Langkah-langkah dalam penyusunan diagram fishbone adalalah sebagai berikut:

1 Membuat kerangka diagram fishbone.

2 Merumuskan masalah utama pada jeruk siam. Merumuskan gap antara kondisi yang ada dengan kondisi yang diinginkan pada jeruk siam dengan pihak responden yang telah ditetapkan yaitu Bagian Produksi Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Karo dan BP4K Kabupten Karo.

3 Mencari faktor-faktor yang berpengaruh atau berakibat pada permasalahan jeruk siam. Langkah ini dilakukan dengan observasi dan wawancara dengan dinas setempat di Kabupaten Karo dan petani-petani jeruk siam di Kabupaten Karo. Mempelajari SPO teknis budidaya rekomendasi dari balai penelitian, SPO teknik pengendalian hama dan penyakit dari dinas pertanian, dan referensi pendukung lainnya.

4 Menemukan penyebab permasalahan jeruk siam untuk masing-masing kelompok penyebab masalah. Langkah ini diperoleh dari hasil wawancara dengan Bagian Produksi Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Karo dan BP4K Kabupten Karo serta panduan dari SPO jeruk siam rekomendasi dari BPTP Sumatera Utara.

5 Setelah masalah dan penyebab masalah diketahui, kemudian gambar secara detail hasil analisis dalam diagram fishbone dengan format seperti Gambar 2.

Sumber : Gasperz (1997)

(34)

24

Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa terdapat 3 indikator utama dalam kerangka diagram fishbone yaitu masalah, kelompok penyebab, dan penyebab. Indikator masalah difokuskan pada tingginya risiko produksi. Indikator penentuan kelompok penyebab yang digunakan berdasarakan proses yang dilalui dalam budidaya tanaman jeruk siam di Kabupaten Karo yaitu teknis, input produksi, lingkungan, dan sumber daya manusia. Indikator penyebab diperoleh dari proses wawancara dengan responden dan pengumpulan informasi dari SPO jeruk siam maupun buku refrensi pendukung yang relevan dengan topik pembahasan.

Defenisi Istilah

1 Risiko merupakan kejadian yang menunjukkan adanya penyimpangan dari hasil yang diharapkan atas suatu asset yang dapat diukur.

2 Produktivitas adalah hasil yang diperoleh (ton) per luas lahan (ha), diukur dalam ton perluas lahan.

3 Severity merupakan perkiraan besarnya dampak negatif yang diakibatkan apabila kesalahan terjadi.

4 Occurance merupakn probabilitas atau frekuensi kemungkinan terjadinya kesalahan.

5 Detectibility merupakan menunjukkan seberapa jauh kita dapat mendeteksi kemungkinan terjadinya kesalahan atau timbulnya dampak dari suatu kesalahan.

6 Diagram fishbone merupakan suatu alat visual untuk mengidentifikasi, mengeksplorasi, dan secara grafik menggambarkan secara detail semua penyebab yang berhubungan dengan suatu permasalahan.

7 Brainstorming merupakan pengumpulan satu daftar yang komperehensif terhadap segala kemungkinan kesalahan yang dapat terjadi.

8 FMEA merupakan sebuah metode evaluasi kemungkinan terjadinya sebuah kegagalan dari sebuah system, desain, proses atau service untuk dibuat langkah penangannya.

9 Risk Priority Number (RPN) merupakan hasil perkalian antara rating severity, detectibility dan rating occurance.

10 Diagran Pareto merupakan diagram atau grafik yang dibuat untuk menemukan masalah atau penyebab yang merupakan kunci dalam penyelesaian masalah dan perbandingan terhadap keseluruhan.

11 Preventif merupakan penghindaran risiko yang dilakukan sedemikian rupa sehingga risiko tidak terjadi.

12 Mitigasi merupakan strategi penanganan risiko yang ditujukan untuk memperkecil dampak yang ditimbulkan dari suatu risiko.

(35)

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Kondisi Geografis dan Potensi Wilayah

Secara geografis letak Kabupaten Karo berada diantara 2o50’-3o19’ LU dan 97o55’-98o38’ BT dengan luas 2 127.25 km2 atau 212.73 ha atau 2.97 persen dari luas provinsi Sumatera Utara. Kabupaten Karo beriklim tropis dan mempunyai dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan pertama mulai bulan Agustus sampai dengan bulan Januari dan musim kedua pada bulan Maret sampai dengan bulan Mei, sedangkan musim kemarau biasanya pada bulan Februari, Juni dan Juli.

Curah hujan rata-rata di Kabupaten Karo dari tahun 2010 sampai tahun 2014 adalah 1 682 mm. Data curah hujan bulanan dan tahunan Kabupaten Karo dapat dilihat pada Lampiran 3. Lampiran 3 memperlihatkan bahwa data total Bulan Basah (BB) adalah 36 dan Bulan Kering adalah 11. Iklim di Kabupaten Karo termasuk dalam kategori iklim B (basah) berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt Ferguson. Suhu udara berkisar antara 16.2 oC sampai dengan 22.9 oC dengan kelembaban udara rata-rata 88.41 persen. Wilayah Kabupaten Karo berada pada ketinggian 280 – 1 420 m di atas permukaan laut. Kabupaten Karo mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut:

1 Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Kabupaten Deli Serdang 2 Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Dairi dan Kabupaten Samosir 3 Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten

Simalungun

4 Sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Nangroe Aceh Darusalam

Potensi wilayah di Kabupaten Karo dibagi menjadi dua pola yaitu pola penggunaan lahan

Gambar

Tabel 3 Jumlah rumah tangga pertanian dan jumlah tanaman jeruk siam yang
Tabel 4 Perkembangan tanaman jeruk berdasarkan luas tanam, luas panen, luas
Grafik Pareto
Tabel 5 Jenis, sumber data, dan metode analisis yang digunakan dalam penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait