FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI
DAYA SAING IKAN OLAHAN INDONESIA
KE NEGARA TUJUAN EKSPOR UTAMA
CAHYANING ROSY ADHIBA
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Faktor-faktor yang Memengaruhi Daya Saing Ikan Olahan Indonesia ke Negara Tujuan Eskpor Utama adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2016
Cahyaning Rosy Adhiba
ABSTRAK
CAHYANING ROSY ADHIBA. Faktor-faktor yang Memengaruhi Daya Saing Ikan Olahan Indonesia ke Negara Tujuan Ekspor Utama. Dibimbing oleh IDQAN FAHMI.
Udang, kepiting dan tuna olahan Indonesia merupakan produk potensial yang menempati urutan enam besar ekspor tertinggi dunia. Namun, ekspor udang, kepiting dan tuna olahan masih lebih rendah daripada ikan beku dan segar. Tujuan penelitian ini menganalisis posisi daya saing udang olahan (2005-2011), kepiting dan tuna olahan (2005-2012) menggunakan metode Revealed Comparative Advantage (RCA) dan Export Dynamic Product (EPD), serta menganalisis faktor
yang memengaruhinya menggunakan panel data statis. Hasil RCA, ikan olahan memiliki rata-rata RCA > 1 kecuali udang dan kepiting olahan di Jepang. Hasil EPD, ikan olahan yang berdaya saing baik (Rising Star) yaitu udang olahan di
semua negara tujuan ekspor, kepiting olahan di USA, Kanada, Australia, dan tuna olahan di Saudi Arabia dan UK. Faktor positif yang memengaruhi daya saing udang olahan yaitu produksi udang, volume dan harga ekspor, kepiting olahan yaitu nilai tukar, volume dan harga ekspor, tuna olahan yaitu volume dan harga ekspor. Faktor yang berpengaruh negatif terhadap daya saing udang olahan yaitu GDP Indonesia dan nilai tukar, kepiting dan tuna olahan yaitu GDP Indonesia. Kata Kunci: Udang, kepiting, tuna, ikan olahan, RCA, EPD, Panel Data Statis
ABSTRACT
CAHYANING ROSY ADHIBA. Factors Affecting The Competitiveness of Indonesian Processed Fish to the Largest Export Destination Countries. Supervised by IDQAN FAHMI
Indonesian processes shrimps, crab, and tuna is one of potential product that included in the big six exporter in the world. Nevertheless, export of processed shrimps, crab, and tuna is lower than fresh and frozen fish. The purposes of this research are to analyze the position of competitiveness of processed shrimps (2005-2011), processed crab and tuna (2005-2012) by using the Revealed Comparative Advantage (RCA) and Export Product Dynamics (EPD), and also to analyze the factors affecting it by using static panel data. The result of RCA, the processed fish has average of RCA >1, except for processed shrimp and processed crab. The EPD result, processed fish that has a good competitiveness (Rising Star) are processed shrimp, in all export destination country, processed crab in USA, Canada, Australia, and processed tuna fish in Saudi Arabia and UK. The positives factors which affect the competitiveness of processed shrimp are shrimp production, export volume, and export price, processed crab are exchange rate, export volume, and export price, processed tuna are export volume and export price. The negatives factors which affect the competitiveness of processed shrimp are Indonesia’s GDP and exchange rate, for processed crab and processed tuna is Indonesia’s GDP.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI
DAYA SAING IKAN OLAHAN INDONESIA
KE NEGARA TUJUAN EKSPOR UTAMA
CAHYANING ROSY ADHIBA
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PRAKATA
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepasa Allah subhanahu
wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2015 ini ialah perdagangan dengan judul Faktor-faktor yang Memengaruhi Ekspor Ikan Olahan Indonesia ke Negara Tujuan Ekspor Utama. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak mungkin terselesaikan tanpa doa, dukungan, bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak selama penyusunan skripsi. Pada kesempatan ini penulis dengan segala kerendahan hati mengucapkan terima kasih kepada:
1. Allah subhanahu wa ta’ala atas segala nikmat dan karunia-Nya yang telah memberikan kelancaran dan kemudahan kepada penulis dalam menyusun skripsi.
2. Bapak Dr. Ir. Idqan Fahmi, M.Ec selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu dan memberikan saran dan bimbingan dalam penyusunan skripsi.
3. Ibu Dr. Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si selaku dosen penguji utama dan Ibu Ranti wiliasih, M.Si selaku dosen komisi pendidikan yang telah memberikan kritik dan saran demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini.
4. Ayahanda Purwanto dan ibunda Tri Herlina selaku orang tua yang senantiasa mendoakan, memberikan nasihat, semangat, motivasi dan dukungan kepada penulis untuk tetap yakin dan semangat dalam penyusunan skripsi ini.
5.
Seluruh dosen, staf, dan seluruh civitas akademik Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB atas segala bantuan, dukungan, dan ilmu-ilmu yang diberikan selama penulis menyelesaikan pendidikan di Institut Pertanian Bogor.6. Teman-teman satu bimbingan, Nur Ariyani, Ira Miranti Nurani, Siti Khamila Dewi, Sri Subakti, dan Dhia Adiati atas kerjasama, motivasi dan doa selama proses penyelesaian skripsi.
7. Sahabat-sahabat penulis (Khairunnisa, Claudia, Sami, Lita, Widya, Ayu Anindhia, Putu Gayatri, Pristi, Maya, Rabbani, dan Masayu) serta teman-teman ESP 48 atas kebersamaan, semangat, motivasi, doa, dan momen-momen selama menjalankan studi.
8. Kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan kepada penulis yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2016
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 5
Tujuan Penelitian 7
Manfaat Penelitian 8
Ruang Lingkup Penelitian 8
TINJAUAN PUSTAKA 9
Teori Perdagangan Internasional 9
Konsep Daya Saing 10
Faktor-faktor yang Memengaruhi Daya Saing Ikan Olahan Indonesia 10
Penelitian Terdahulu 11
Kerangka Pemikiran 13
Hipotesis Penelitian 14
METODE PENELITIAN 15
Jenis dan Sumber Data 15
Metode Analisis dan Pengolahan Data 16
Estimasi Model Penelitian 20
Definisi Operasional 20
HASIL DAN PEMBAHASAN 21
Posisi Daya Saing Komparatif dan Kompetitif Ikan Olahan Indonesia ke
Negara Tujuan Ekspor Utama 21
Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Daya Saing Ikan Olahan Indonesia
ke Negara Tujuan Ekspor Utama 31
Analisis Strategi Dalam Upaya Peningkatan Daya Saing Ikan Olahan
Indonesia 36
SIMPULAN DAN SARAN 37
Simpulan 37
Saran 38
DAFTAR PUSTAKA 38
LAMPIRAN 39
DAFTAR TABEL
1 Produk Domestik Bruto atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut
Lapangan Usaha, 2010-2014 (Trilyun Rupiah) 1
2 Volume Produksi Perikanan Dunia (Ribu Ton) 2
3 Volume dan Nilai Ekspor Hasil Perikanan Menurut Komoditas Utama,
2010-2014 3
4 Produksi Udang, Kepiting dan Tuna Indonesia Tahun 2005-2012 (Ribu
Ton) 5
5 Rata- Rata Volume dan Nilai Ekspor Komoditi Ikan dalam Bentuk Ikan
Segar, Beku dan Olahan 2012-2014 6
6 Konsumsi Ikan Per Kapita Masyarakat Indonesia Tahun 2008-2012 6 7 Volume Impor Ikan Olahan Indonesia Tahun 2008-2012 7 8 Kode HS dan Deskripsi Komoditas Udang, Tuna dan Kepiting Olahan 9
9 Jenis dan Sumber Data 15
10 Nilai dan Rata-rata RCA Udang Olahan Indonesia ke Negara Tujuan
Utama Tahun 2005-2011 21
11 Hasil Estimasi EPD Udang Olahan Indonesia ke Negara Tujuan Utama
Tahun 2005-2011 23
12 Rata-rata Nilai dan Volume Ekspor Kepiting Beku, Segar dan Olahan
Tahun 2005-2012 24
13 Nilai dan Rata-rata RCA Kepiting Olahan Indonesia ke Negara Tujuan
Utama Tahun 2005-2012 24
14 Nilai RCA Kepiting Olahan Indonesia dan Negara Pesaing ke Jepang
Tahun 2005-2012 25
15 Hasil Estimasi EPD Kepiting Olahan Indonesia ke Negara Tujuan
Utama13 Tahun 2005-2013 26
16 Nilai dan Rata-rata RCA Tuna Olahan Indonesia ke Negara Tujuan
Utama Tahun 2005-2013 28
17 Hasil Estimasi EPD Tuna Olahan Indonesia ke Negara Tujuan Utama
Tahun 2005-2013 29
18 Hasil Estimasi Panel Data Statis Faktor-faktor yang Memengaruhi Daya Saing Ikan Olahan Indonesia dengan Pendekatan Fixed Effect Model 30
DAFTAR GAMBAR
1 Volume Ekspor Hasil Perikanan Indonesia ke Pasar Dunia Tahun
2010-2014 3
2 Rata-rata Volume Ekspor Ikan Olahan Terbesar Indonesia ke Dunia
Tahun 2005-2013 4
3 Kerangka Pemikiran 14
4 Kuadran Posisi Pasar Export Product Dynamics (EPD) 17
5 Volume Ekspor Udang Olahan Indonesia ke Jepang Tahun 2005-2011 22 6 Nilai Ekspor Udang Olahan Indonesia dan Negara Pesaing ke Jepang
Tahun 2005-2011 23
7 Harga Ekspor Kepiting Olahan Indonesia dan Negara Pesaing ke
8 Harga Ekspor Kepiting Olahan Indonesia dan Negara Pesaing China ke
Jepang Tahun 2005-2012 26
9 Nilai Ekspor Tuna Olahan Indonesia dan Negara Pesaing Thailand ke
Jepang Tahun 2005-2012 29
10 Volume Ekspor Tuna Olahan Indonesia dan Negara Pesaing ke Jepang
Tahun 2005-2012 30
DAFTAR LAMPIRAN
1 Variabel-variabel dalam Model Daya Saing Udang Olahan Indonesia
Tahun 2005-2011 39
2 Variabel-variabel dalam Model Daya Saing Kepiting Olahan Indonesia
Tahun 2005-2012 40
3 Variabel-variabel dalam Model Daya Saing Tuna Olahan Indonesia
Tahun 2005-2012 41
4 Hasil Analisis Daya Saing Udang Olahan Indonesia Menggunakan
Metode RCA Tahun 2005-2012 42
5 Hasil Analisis Daya Saing Kepiting Olahan Indonesia Menggunakan
Metode RCA Tahun 2005-2012 43
6 Hasil Analisis Daya Saing Tuna Olahan Indonesia Menggunakan
Metode RCA Tahun 2005-2012 44
7 Hasil Estimasi Model FEM (Fixed Effect Model) Data Panel pada
Udang Olahan 45
8 Hasil Uji Chow pada Udang Olahan 46
9 Hubungan Antar Variabel pada Udang Olahan 46
10 Hasil Uji Normalitas pada Udang Olahan 47
11 Hasil Estimasi Model FEM (Fixed Effect Model) Data Panel pada
Kepiting Olahan 47
12 Hasil Uji Chow pada Kepiting Olahan 48
13 Hubungan Antar Variabel pada Kepiting Olahan 48
14 Hasil Uji Normalitas pada Kepiting Olahan 48
15 Hasil Estimasi Model FEM (Fixed Effect Model) Data Panel pada Tuna
Olahan 48
16 Hasil Uji Chow pada Tuna Olahan 49
17 Hubungan Antar Variabel pada Tuna Olahan 49
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara maritim dengan luas lautan mencapai 5,8 juta km2 yang terdiri dari 2,8 juta km2 perairan Laut Nusantara, 0,3 km2 Laut Teritorial dan 2,7 juta km2 Zona Ekonomi Eksklusif, serta luas daratan Indonesia mencapai 1,91 juta km2. Sebagai negara yang didaulat sebagai negara kepulauan terbesar di
dunia, Indonesia memiliki potensi dan peluang besar di sektor kelautan dan perikanan dengan berbagai kekayaan dan keanekaragaman laut yang melimpah. Salah satu kekayaan laut Indonesia yaitu sumber daya perikanan berupa perikanan darat dan laut, serta perikanan non konsumsi seperti ikan hias, dapat menjadi salah satu kekuatan perekonomian di Indonesia. Potensi kelautan dan perikanan Indonesia mampu menjadikan Indonesia sebagai produsen dan eksportir utama produk perikanan dunia. Letak geografis Indonesia yang stategis menjadi salah satu keuntungan bagi Indonesia, karena memberikan keunggulan kompetitif terhadap sektor perikanan dan kelautan dalam kegiatan perdagangan. Kegiatan perdagangan sektor perikanan memberikan tambahan devisa negara yang cukup besar. Kontribusi sektor perikanan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Produk Domestik Bruto atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, 2010-2014 (trilyun rupiah)
Lapangan Usaha Tahun
2010 2011 2012 2013* 2014** 1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan
Perikanan 304 315 328 339 350 a. Tanaman Bahan Makanan 151 154 158 161 164 b. Tanaman Perkebunan 47 49 52 54 57 c. Peternakan & Hasil-hasilnya 38 40 41 43 45
d. Kehutanan 17 17 17 17 17
e. Perikanan 50 54 57 61 65
2. Pertambangan dan Penggalian 187 190 193 195 195 3. Industri Pengolahan 597 633 670 707 741 4. Listrik, Gas, dan Air Bersih 18 18 20 21 22 5. Bangunan 150 159 170 182 194 6. Perdagangan, Hotel & Restoran 400 437 473 501 524 7. Pengangkutan dan Komunikasi 217 241 265 291 318 8. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 221 236 253 272 288 9. Jasa-jasa 217 232 244 258 273 Produk Domestik Bruto 2 314 2 464 2 618 2 769 2 909
Catatan:
* Angka Sementara ** Angka Sangat Sementara
2
Berdasarkan Tabel 1, subsektor perikanan memberikan kontribusi cukup besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, menempati urutan kedua setelah subsektor tanaman bahan pangan pada sektor pertanian. Sumbangan subsektor perikanan terhadap PDB dari tahun ke tahun pun terus mengalami peningkatan yang cukup signifikan dengan persentase kenaikan rata-rata sebesar 6,81%. Persentase kenaikan rata-rata subsektor perikanan merupakan yang tertinggi bila dibandingkan dengan subsektor tanaman bahan pangan 2,01%, subsektor perkebunan 4,97%, subsektor peternakan 4,72% dan subsektor kehutanan 0,32%. Hal tersebut menunjukkan bahwa subsektor perikanan memiliki peluang besar dalam meningkatkan PDB Indonesia.
Potensi besar yang dimiliki Indonesia dalam sektor kelautan dan perikanan ditunjukkan dengan tingginya PDB subsektor perikanan Indonesia. Tingginya PDB Indonesia salah satunya didukung oleh tingginya volume produksi perikanan Indonesia. Luasnya perairan laut Indonesia menjadi faktor alam yang sangat mendukung tingginya produksi perikanan Indonesia, baik perikanan tangkap laut maupun perikanan budidaya.
Berdasarkan Tabel 2, Indonesia merupakan negara produsen perikanan tangkap dan budidaya terbesar kedua di dunia setelah China. Volume produksi yang selalu meningkat terutama pada perikanan budidaya menunjukkan bahwa Indonesia berpeluang menjadi negara produsen perikanan terbesar di dunia. Hal tersebut karena Indonesia memiliki potensi lahan perikanan budidaya yang sangat besar untuk dikembangkan lagi.
Tabel 2 Volume Produksi Perikanan Dunia (ribu ton)
Perikanan Tangkap Negara 2009 2010 2011 2012 China 14 919 15 414 15 768 16 167
Indonesia 5 099 5 374 5 701 5 813
USA 4 222 4 425 5 153 5 128 Perikanan Budidaya Negara 2009 2010 2011 2012 China 45 279 47 829 50 173 53 942
Indonesia 4 712 6 277 7 937 9 599
India 3 798 3 790 4 577 4 213 Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan 2015
Catatan: * Angka sementara hingga bulan September 2014
Sumber: Kelautan dan Perikanan dalam Angka 2014, Kementerian Kelautan dan Perikanan
Gambar 1 Volume Ekspor Hasil Perikanan Indonesia ke Pasar Dunia Tahun 2010-2014
Permintaan produk ikan Indonesia dari pasar dunia yang terus meningkat, menjadi peluang untuk meningkatkan volume ekspor, serta mendorong pertumbuhan industri perikanan dalam negeri. Ekspor perikanan Indonesia sebagian besar masih didominasi oleh komoditas udang dan tuna. Namun, seiring meningkatnya kebutuhan pangan dan permintaan ikan, beberapa komoditas lainnya mulai menunjukkan peningkatan ekspor dan menyumbangkan devisa yang cukup tinggi terhadap PDB yaitu rumput laut, kepiting dan mutiara. Hal ini dapat dilihat dari tingginya volume dan nilai ekspor hasil perikanan Indonesia. Volume dan nilai ekspor hasil perikanan dapat dilihat dalam Tabel 3.
Tabel 3 Volume dan Nilai Ekspor Hasil Perikanan Menurut Komoditas Utama
*) Angka Sementara Hingga Bulan September 2014
Sumber: Kelautan dan Perikanan dalam Angka 2014, Kementerian Kelautan dan Perikanan
0
2010 2011 2012 2013 2014 *
4
Udang, tuna dan kepiting adalah jenis ikan yang memiliki volume dan nilai ekspor tertinggi diantara ikan lainnya. Tahun 2010-2013, total volume ekspor terbesar adalah tuna sebesar 674.4 ribu ton, sedangkan total nilai ekspor terbesar adalah udang sebesar US$ 5 354 ribu. Tahun 2013, kenaikan terbesar volume ekspor yaitu komoditi kepiting sebesar 21,1% dari tahun sebelumnya, sedangkan kenaikan terbesar nilai ekspor yaitu komoditi udang sebesar 29,1% dari tahun sebelumnya.
Berdasarkan data Kemendag (2015), ikan olahan termasuk ke dalam makanan olahan yang merupakan 10 komoditas potensial ekspor Indonesia, sehingga perlu diperhatikan dan ditingkatkan ekspornya agar dapat menjadi komoditas unggulan ekspor Indonesia. Gambar 2 menunjukkan rata-rata volume ekspor ikan olahan terbesar Indonesia ke Dunia tahun 2005-2013. Gambar tersebut menunjukkan bahwa udang, kepiting dan tuna olahan merupakan komoditas subsektor makanan olahan yang memberi kontribusi besar terhadap ekspor Indonesia. Kontribusi ekspor ketiga komoditas tersebut juga termasuk empat besar diantara subsektor makanan olahan lainnya. Tuna olahan adalah komoditas yang memiliki rata-rata volume ekspor terbesar sebesar 58.1 juta kg, kemudian udang olahan sebesar 30.0 juta kg, sarden olahan sebesar 12.0 juta kg, dan kepiting olahan sebesar 7.3 juta kg. Kepiting olahan merupakan komoditas perikanan yang mulai diperhitungan sejak beberapa tahun terakhir karena memiliki nilai dan volume ekspor yang meningkat signifikan tiap tahunnya.
Sumber: UN Comtrade 2015 (diolah)
Gambar 2 Rata-rata Volume Ekspor Ikan Olahan Terbesar Indonesia ke Dunia Tahun 2005-2013
Udang, kepiting dan tuna olahan sebagian besar diekspor ke negara USA, Jepang, Thailand, Kanada, UK, Hongkong, Australia, Saudi Arabia dan Jordania. Negara-negara tersebut berpotensi untuk meningkatkan ekspor ikan olahan Indonesia agar Indonesia mampu menjadi eksportir utama terbesar di dunia.
Era industrialisasi seperti saat ini, industrialisasi sangat dibutuhkan bagi sektor perikanan yang sangat potensial. Indonesia sebagai negara pengekspor komoditi perikanan ke 9 di dunia, masih kalah dengan negara pesaingnya seperti Thailand dan China. Padahal negara tersebut memiliki wilayah perairan yang lebih kecil dibandingkan wilayah perairan Indonesia. Hal tersebut karena negara-negara pengekspor tertinggi perikanan memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif yang tinggi. Dalam Kebijakan Pembangunan Industri Nasional, industri pengolahan
58.1
hasil laut ditetapkan pengembangannya melalui pendekatan klaster dalam membangun daya saing berkelanjutan. Dukungan kebijakan pemerintah sangat diperlukan untuk mendukung pengembangan industri pengolahan ikan guna meningkatkan daya saing dan ekspor ikan, sehingga dapat meningkatkan devisa negara.
Perumusan Masalah
Indonesia sebagai negara produsen perikanan terbesar kedua dunia, memiliki peluang yang sangat besar untuk meningkatkan volume ekspor ke pasar global. Hal tersebut karena Indonesia memiliki persediaan ikan laut yang berlimpah dan merupakan negara paling produktif dalam akuakultur (budidaya) (Kemendag). Kondisi perikanan tangkap yang peningkatan produksinya sudah optimal, produksi perikanan budidaya menjadi andalan karena produksinya yang lebih besar dari perikanan tangkap (FAO 2013). Namun sayangnya, Indonesia masih menjadi eksportir perikanan ke sembilan di dunia, cukup jauh apabila dibandingkan produksi perikanan yang tinggi. Seharusnya Indonesia bisa menjadi eksportir perikanan tertinggi.
Produksi udang, kepiting dan tuna yang stabil dan cenderung meningkat tiap tahunnya dalam Tabel 4 merupakan potensi besar dalam meningkatkan ekspor ikan olahan. Rata-rata pertumbuhan produksi ikan udang, kepiting dan tuna selama tahun 2005-2012 cukup besar yaitu udang sebesar 5%, kepiting sebesar 11.4%, dan tuna sebesar 6.4%. Faktor produksi tersebut diharapkan mampu meningkatkan kemampuan bersaing dengan negara pesaing Indonesia dalam menguasai pasar ekspor ikan olahan dunia.
Tabel 4 Produksi Udang, Kepiting dan Tuna Indonesia Tahun 2005-2012 (ribu ton)
Komoditas Tahun
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Udang 505 569 633 661 591 626 679 699 Kepiting 42 55 62 73 71 83 89 87 Tuna 745 765 892 912 945 911 1 028 1 136 Sumber: Kelautan dan Perikanan dalam Angka 2014, Kementerian Kelautan dan Perikanan
Keselarasan antara produksi dan ekspor ikan olahan sayangnya belum cukup untuk menjadikan Indonesia sebagai eksportir perikanan terbesar di dunia. Hal tersebut karena ekspor ikan olahan yang masih rendah dibandingkan ikan segar dan beku. Menurut Soenoto (2014), rendahnya ekspor perikanan Indonesia dikarenakan produk yang dihasilkan dari sektor perikanan masih memiliki nilai tambah yang rendah.
6
kepiting dan tuna olahan masih lebih rendah dari total ekspor komoditas udang, kepiting dan tuna, yaitu masih dibawah 50%.
Tabel 5 Rata-rata Volume dan Nilai Ekspor Komoditi Ikan dalam Bentuk Ikan Segar, Beku dan Olahan 2012-2014
Satuan Sumber: Badan Pusat Statistik 2015 (diolah)
Ditengah rendahnya volume ekspor udang, kepiting dan tuna olahan, nilai ekspor komoditas tersebut lebih tinggi dibandingkan ikan segar dan beku. Hal tersebut berarti bahwa ikan olahan Indonesia memiliki potensi untuk meningkatkan nilai tambah dan ekspor ikan olahan. Namun, kontribusi produk industri pengolahan khususnya pengalengan ikan nasional sangat kecil yaitu 4% (Departemen Perindustrian, 2009). Disamping rendahnya volume ekspor ikan olahan, ternyata volume impor hasil perikanan Indonesia juga masih cukup tinggi. Tingginya produksi dan ekspor perikanan Indonesia, tidak diimbangi dengan pola konsumsi perikanan masyarakat Indonesia. Dalam kurun waktu tahun 2001-2006 indeks konsumsi ikan masyarakat Indonesia hanya mencapai 24.86 kg dengan pertumbuhan sebesar 1.9 %. Meskipun dalam tiap tahunnya mengalami peningkatan namun konsumsi ikan per kapita masyarakat Indonesia masih di bawah standar FAO (30.0 kg/tahun). Berdasarkan Tabel 6, konsumsi ikan per kapita masyarakat Indonesia tahun 2008 hingga tahun 2012 mulai mengalami peningkatan. Sejak tahun 2010 hingga tahun 2012 konsumsi ikan per kapita masyarakat Indonesia telah memenuhi standar FAO yaitu diatas 30.0 kg/tahun.
Tabel 6 Konsumsi Ikan Per Kapita Masyarakat Indonesia Tahun 2008-2012
(Kg/Kap/Th)
Konsumsi Ikan 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Per Kapita 28.00 29.08 30.48 32.25 33.89 35.21
Sumber: Statistika Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan 2012
Dalam kurun waktu 2008-2013 menunjukkan bahwa persentase kenaikan rata-rata konsumsi ikan masyarakat Indonesia sebesar 4.9%. persentase kenaikan rata-rata konsumi ikan tersebut cukup besar, pada tahun 2012 capaian konsumsi ikan melebihi target sebesar 33.14% (Ditjen P2HP). Peningkatan konsumsi ikan per kapita masyarakat Indonesia dapat memengaruhi ekspor ikan olahan Indonesia terutama udang, kepiting dan tuna. Semakin meningkat konsumsi ikan masyarakat Indonesia, menunjukkan semakin banyaknya permintaan ikan masyarakat Indonesia, sehingga persediaan produksi dan hasil perikanan harus ditingkatkan agar tidak mengganggu proses ekspor ikan olahan Indonesia ke negara tujuan ekspor utama Indonesia.
udang olahan, peningkatan impor tertinggi terjadi pada tahun 2009 dan 2011 dengan besaran 138 ribu kg dan 157.8 ribu kg. pada komoditas kepiting olahan peningkatan terbesar terjadi pada tahun 2011 sebesar 301 ribu kg, dan pada tuna olahan peningkatan impor terbesar terjadi pada tahun 2012. Hal tersebut menunjukkan bahwa Indonesia belum mampu mengatasi impor ikan olahan yang tinggi dan berfluktuasi. Selain itu, industri pengolahan ikan masih tergantung pada impor bahan baku kaleng, minyak kedelai, bahan kemasan dan lainnya. Kebutuhan bahan baku kemasan berupa kaleng selama ini antara 60-70% masih diimpor, selebihnya dipenuhi dari produksi dalam negeri (Kementerian Perindustrian 2009). Industri pengolahan ikan sangat potensial untuk dikembangkan, namun sayangnya kinerja industri pengolahan ikan masih belum optimal karena masih tingginya ketergantungan terhadap bahan baku pengolahan. Permintaan ikan olahan yang tinggi dari negara tujuan ekspor utama ikan olahan merupakan peluang besar bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspor dan memperluas pasar ekspor.
Tabel 7 Volume Impor Ikan Olahan Indonesia Tahun 2008-2012 (ribu kg)
Komoditas Tahun
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Udang Olahan 36.5 23.3 14.4 67.7 138 87.7 157.8
Kepiting Olahan 229.8 87.3 122.5 253 252.8 200.7 301.3 218 Tuna Olahan 278.8 151.1 118.4 236.2 308.7 448.5 276.3 566.7
Sumber: UN Comtrade 2015
Indonesia perlu melakukan perbaikan mutu dan kualitas produk perikanan khususnya perikanan olahan agar memiliki nilai jual yang lebih tinggi. Indonesia juga perlu meningkatkan daya saing secara kompetitif dan komparatif, dan strategi-strategi kebijakan untuk meningkatkan mutu, kualitas, dan daya saing agar dapat meningkatkan ekspor dan memperluas pasar ekspor perikanan Indonesia terutama ikan olahan. Uraian di atas, menunjukkan bahwa rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana posisi daya saing komparatif dan kompetitif ikan olahan Indonesia ke negara tujuan ekspor utama?
2. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi daya saing ikan olahan Indonesia ke negara tujuan ekspor utama?
3. Strategi apa yang dapat mendukung dalam upaya meningkatkan daya saing ikan olahan Indonesia?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah disampaikan pada bagian sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengukur posisi daya saing komparatif dan kompetitif ikan olahan Indonesia ke negara tujuan ekspor utama.
8
3. Merumuskan strategi dalam upaya meningkatkan daya saing ikan olahan Indonesia.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini secara umum yaitu dapat memberikan informasi mengenai daya saing ekspor ikan olahan Indonesia di negara tujuan ekspor serta menganalisis faktor yang memengaruhi ekspor ikan olahan dan kemudian dapat merumuskan strategi untuk meningkatkan ekspor ikan olahan di pasar Internasional. Secara khusus penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut: 1. Bagi pelaku usaha industri ikan olahan, penelitian ini diharapkan sebagai informasi tambahan untuk meningkatkan kinerja dan produktivitas perusahaan serta rujukan dalam menentukan kebijakan perusahaan.
2. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi dan pertimbangan dalam merumuskan strategi kebijakan dalam meningkatkan daya saing ikan olahan di pasar Internasional.
3. Bagi penelitian lanjutan, penelitian ini diharapkan sebagai bahan referensi dan informasi penelitian selanjutnya yang terkait.
4. Bagi penulis, penelitian ini sebagai sarana meningkatkan pengetahuan dan mengaplikasikan ilmu maupun teori yang telah diperoleh.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini difokuskan pada analisis posisi daya saing komparatif dan kompetitif ikan olahan serta analisis faktor yang memengaruhi daya saing ikan olahan Indonesia di negara tujuan ekspor utama. Penelitian ini menggunakan metode Revealed Competitive Advantages (RCA) dan
Tabel 8 Kode HS dan Deskripsi Komoditas Udang, Tuna dan Kepiting Olahan
Komoditas Kode HS 10
Digit Deskripsi Komoditas
Udang olahan 1605211000 Pasta udang kecil biasa tidak dalam kemasan kedap udara 1605219010 Pasta udang lainnya tidak dalam kemasan kedap udara 1605219020 Udang kecil dan udang biasa diberi tepung
1605219090 Pasta lainnya dari udang 1605291000 Pasta udang lainnya
1605299020 Udang lainnya diberi tepung
1605299090 Pasta udang lainnya dari udang kecil dan udang biasa lainnya Kepiting Olahan 1605101000 Kepiting dalam kemasan kedap udara
1605109000 Lainnya
Tuna Olahan 1604141100 Tuna dalam kemasan kedap udara 1604141900 Lain-lain
1604149000 Tuna, skipjack dan bonito liannya dalam kemasan kedap udara Sumber: Statistika Ekspor Hasil Perikanan Menurut Komoditi, Provinsi dan Pelabuhan Asal Ekspor, BPS 2012
Periode analisis daya saing ikan olahan Indonesia berbeda antara tuna, kepiting dan udang olahan. Komoditas tuna olahan dan kepiting olahan dianalisis dari tahun 2005 sampai 2012, sedangkan komoditas udang olahan dianalisis dari tahun 2005 sampai 2011. Perbedaan periode analisis tersebut karena menyesuaikan ketersediaan data ekspor Indonesia ke negara-negara tujuan ekspor utama. Negara-negara tujuan ekspor utama ikan olahan Indonesia yang dianalisis dalam penelitian ini juga berbeda berdasarkan besaran ekspor ke negara tersebut dan ketersediaan data. Pada komoditas tuna olahan, negara tujuan yang dianalisis adalah USA, Jepang, Saudi Arabia, UK dan Jordania. Komoditas kepiting olahan, negara tujuan yang dianalisis adalah USA, Jepang, Kanada, Hongkong dan Australia. Kemudian untuk komoditas udang olahan, negara tujuan yang dianalisis yaitu USA, Jepang, Thailand, UK, dan Australia.
TINJAUAN PUSTAKA
Teori Perdagangan Internasional
10
Setiap negara yang melakukan perdagangan internasional akan memiliki peluang untuk memperoleh keuntungan dengan memanfaatkan sumberdaya negara domestik (ekspor) dan memanfaatkan sumberdaya negara lain. Keuntungan yang dapat diperoleh suatu negara dalam melakukan perdagangan internasional adalah keuntungan pertukaran komoditi dan keuntungan spesialisasi. Perdagangan yang terjadi antara dua negara akan menyebabkan negara tersebut melakukan hambatan baik untuk melindungi produsen maupun konsumen dalam negerinya. Tiap negara bebas melakukan hambatan dalam perdagangan terhadap negara lain.
Konsep Daya Saing
Setiap negara memiliki daya saing yang berbeda, dan merupakan salah satu kriteria penentuan untuk mencapai peningkatan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Dya saing diidentikkan dengan produktivitas dimana tingkat output yang dihasilkan untuk tiap unit input yang digunakan (Porter 1990). Pendekatan yang seringkali digunakan dalam mengukur daya saing suatu komoditi dilihat dari dua indicator yaitu keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Konsep keunggulan komparatif digunakan untuk menjelaskan spesialisasi negara dalam memproduksi suatu barang dan jasa.
Keunggulan komparatif menurut David Ricardo, 1817, menjelaskan bahwa perdagangan yang menguntungkan dapat terjadi pada setiap negara termasuk negara yang memiliki kerugian secara absolut. Suatu negara akan mengekspor bila memiliki spesialisasi tertentu dan akan melakukan impor terhadap komoditi yang tidak memiliki keunggulan. Keunggulan kompetitif adalah keunggulan yang dimiliki suatu negara untuk bersaing di pasar internasional (Hady 2001). Keunggulan kompetitif merupakan kemampuan suatu negara memformulasikan strategi dalam mencapai keuntungan. Kemampuan dayasaing suatu negara ditentukan oleh berbagai inovasi yang dilakukan negara tersebut. Serta keberhasilan daya saing suatu negara tercapai jika produk atau komoditi yang dihasilkan mampu meningkatkan nilai tambah yang tinggi.
Faktor-faktor yang Memengaruhi Daya Saing Ikan Olahan Indonesia
Growth Domestic Product (GDP) per Kapita
Nilai Tukar Riil
Nilai tukar dibedakan menjadi dua yaitu nilai tukar nominal dan nilai tukar riil. Nilai tukar nominal merupakan harga relatif dari mata uang dua negara, sedangkan nilai tukar riil adalah harga relatif dari barang-barang di antara dua negara. Secara matematis, nilai tukar riil dapat dirumuskan sebagai berikut:
Nilai Tukar Riil = nilai tukar nominal x Harga barang domestik ∶ Harga barang luar negeri
Volume Produksi
Menurut Wirawan dan Indrajaya (2012) kenaikan volume ekspor suatu komoditi tidak lepas dari peningkatan jumlah produksi komoditi itu sendiri. Penelitian keduanya juga menunjukkan bahwa jumlah produksi berpengaruh positif dan signifikan terhadap perkembangan volume ekspor. Pada saat jumlah produksi suatu komoditi meningkat maka volume ekspor komoditi tersebut juga akan meningkat. Meningkatkan volume produksi menunjukkan bahwa daya saing suatu negara yang meningkat.
Harga Ekspor
Harga suatu barang ekspor dan impor adalah variabel penting dalam merencanakan suatu perdagangan internasional. Harga ditentukan dengan kekuatan permintaan dan penawaran (Waluya 2003). Perbedaan relatif harga atas komoditi antar dua negara mencerminkan keunggulan komparatif. Negara yang memiliki harga relatif lebih rendah dapat dikatakan memiliki keunggulan komparatif (Salvatore 1997).
Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu mengenai tuna telah dilakukan oleh Bondar (2007) tentang faktor yang memengaruhi permintaan ekspor tuna segar Indonesia, Rastikarany (2008) tentang pengaruh kebijakan tarif dan non tarif Uni Eropa terhadap ekspor tuna Indonesia, Cahya (2010) tentang daya saing tuna Indonesia di pasar internasional. Penelitian Bonar (2007) tentang faktor yang memengaruhi permintaan ekspor tuna segar Indonesia dengan analisis regresi data panel untuk menganalisis faktor yang memengaruhi ekspor tuna dan metode destriptif untuk melihat perkembangan ekspor tuna segar Indonesia. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa variabel GDP per kapita negara tujuan dan volume ekspor signifikan berpengaruh pada taraf nyata 5%, sedangkan harga ekspor, harga domestik dan populasi negara tujuan tidak berpengaruh terhadap volume ekspor tuna segar Indonesia.
12
metode analisis isi dan analisis regresi serta melihat peramalan kedepan. Model yang digunakan dalam analisis regresi yaitu model linear, semilog dan doublelog. Hasil analisis menunjukkan bahwa kebijakan tarif signifikan memengaruhi ekspor tuna Indonesia dan kebijakan non tarif tidak berpengaruh terhadap pengurangan volume ekspor tuna Indonesia. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Cahya (2010) mengenai daya saing tuna (segar, beku, olahan) Indonesia di pasar internasional tahun 2002-2007 menggunakan metode Herfindahl Index (HI),
Concertation Ratio (CR), Revealed Comparative Advantage (RCA), Teori Berlian Porter, dan Analisis SWOT.
Hasil dari HI dan CR4 ikan tuna berada pada pasar monopolistik yang cenderung oligopoli. Indeks RCA tuna segar selalu lebih besar dari satu, tuna beku memiliki indeks RCA dibawah satu, dan indeks RCA tuna olahan berfluktuasi antara 0.85-1.10, hanya tuna beku yang tidak memiliki keunggulan komparatif. Hasil analisis Teori Berlian Porter oleh Cahya (2010) menunjukkan bahwa ikan tuna Indonesia belum memiliki keunggulan kompetitif karena sumber daya faktor (alam, manusia, iptek, modal dan infrastruktur) masih mengalami banyak masalah, sedangkan analisis SWOT menghasilkan strategi untuk meningkatkan daya saing tuna melalui peningkatan produksi, perluasan pasar, peningkatan mutu dan kualitas, kerjasama dengan pihak asing, perbaikan sarana dan prasarana serta perbaikan kondisi perekonomian Indonesia.
Penelitian lainnya mengenai tuna telah dilakukan oleh Lestari (2012) mengenai analisis dan strategi peningkatan daya saing tuna olahan Indonesia di pasar internasional. Metode yang digunakan yaitu RCA dan analisis Matriks Profil Kompetitif untuk menganalisis faktor yang menentukan daya saing. Hasil RCA menunjukkan indeks RCA tuna segar berkisar 4.56-8.18, tuna beku sebesar 0.49-1.43, dan tuna olahan sebesar 1.25-2.68, artinya tuna segar dan olahan memiliki keunggulan komparatif yang baik, hanya saja tuna olahan masih lebih rendah disbanding negara pesaing.Faktor yang berpengaruh terhadap daya saing tuna yaitu mutu ikan tuna, hambatan tarif dan non tariff, serta pengembangan market intelligence.
Penelitian terdahulu mengenai udang telah dilakukan oleh Swaranindita (2005) tentang daya saing udang nasional di pasar internasional menggunakan metode Herfindahl Index (HI) dan Concentration Ratio (CR) untuk menganalisis struktur pasar, Revealed Competitive Advantage (RCA) untuk mengukur keunggulan komparatif komoditas, Teori Berlian Porter untuk mengukur keunggulan kompetitif komoditas udang, dan melakukan peramalan untuk ekspor udang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasar udang adalah monopolistik dan oligopoli, hasil RCA menunjukkan bahwa udang Indonesia memiliki daya saing yang kuat di pasar internasional. Efani dkk juga melakukan penelitian mengenai analisis penawaran udang Indonesia di pasar internasional untuk mengidentifikasi faktor yang memengaruhi produksi udang, perilaku penawaran ekspor udang Indonesia, serta kebijakan meningkatkan ekspor udang. Penelitian tersebut menggunakan metode Two Stage Least Square (2SLS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi udang sangat dipengaruhi oleh produksi udang tahun sebelumnya dan investasi di bidang perikanan, kemudian harga udang domestik dipengaruhi oleh harga udang domestik tahun sebelumnya.
internasional menggunakan metode Revealed Competitive Advantage (RCA),
Ordinary Least Square (OLS) dan Teori Berlian Porter. Hasil RCA menunjukkan udang memiliki daya saing yang kuat, sedangkan hasil Teori Berlian Porter menunjukkan bahwa faktor input (alam, manusia, modal dan infrastruktur) memiliki potensi yang unggul, tetapi penguasaan iptek masih lemah. Rumusan strategi peningkatan daya saing yang diperoleh adalah peningkatan kualitas ekspor dan teknologi, pendirian balai penelitian, peningkatan produksi budidaya udang, eningkatan standarisasi ekspor udang serta diversifikasi pasar tujuan ekspor udang. Penelitian terdahulu mengenai kepiting telah dilakukan oleh Meistika (2009) tentang faktor yang memengaruhi permintaan ekspor kepiting Indonesia di pasar internasional mengunakan grafity model. Hasil penelitian menunjukkan faktor yang memengaruhi ekspor kepiting Indonesia ke negara tujuan yaitu GDP per kapita negara tujuan, jarak ekonomi, harga kepiting Indonesia dan nilai tukar negara tujuan terhadap Indonesia.
Penelitian lain mengenai daya saing telah dilakukan oleh Rajagukguk (2009) mengenai daya saing rumput laut Indonesia di pasar internasional, Kusumastanto (2007) mengenai kebijakan dan strategi peningkatan daya saing produk perikanan nasional. Rajagukguk (2009) mengenai daya saing rumput laut Indonesia di pasar internasional, melakukan analisis menggunakan regresi panel data. Hasil penelitian menunjukkan variabel yang berpengaruh nyata terhadap pangsa pasar yaitu volume ekspor, nilai tukar, dan GDP per kapita negara tujuan. Harga ekspor dan produksi rumput laut tidak berpengaruh nyata. Kusumastanto (2007) mengenai kebijakan dan strategi peningkatan daya saing produk perikanan nasional menggunakan analisis RCA, dengan hasil penelitian udang memiliki daya saing yang kuat meskipun sempat mengalami penurunan.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang sudah ada yaitu menganalisis mengenai daya saing produk perikanan. Namun, perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya terletak pada komoditi yang dianalisis. Pada penelitian ini komoditi yang dianalisis udang olahan, tuna olahan, dan kepiting olahan. Metode yang digunakan yaitu RCA, EPD dan regresi panel data dimana metode EPD tidak digunakan oleh penelitian sebelumnya. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini sebagian besar menggunakan variabel dalam penelitian sebelumnya yang diharapkan signifikan memengaruhi daya saing ikan olahan Indonesia. Penelitian ini diharapkan dapat mengukur posisi daya saing ikan olahan di pasar internasional serta dapat merumuskan strategi dalam upaya peningkatan daya saing ikan olahan Indonesia untuk mendukung peningkatan ekspor.
Kerangka Pemikiran
14
dalam meningkatkan daya saing di pasar internasional. Ditengah kondisi perdagangan bebas, persaingan negara-negara dalam meningkatkan keunggulan kompetitif maupun komparatif sangat tinggi. Indonesia sebagai negara pengekspor komoditi perikanan ke 9 di dunia, masih kalah dengan negara pesaingnya seperti Thailand dan China. Padahal negara tersebut memiliki wilayah perairan yang lebih kecil dibandingkan wilayah perairan Indonesia.
Negara-negara tujuan ekspor utama Indonesia yaitu USA, Jepang dan Uni Eropa merupakan negara yang memiliki permintaan terhadap ikan yang tinggi, terutama udang, kepiting dan tuna. Indonesia belum memaksimalkan industri pengolahan ikan karena masih mengandalkan impor yang tinggi terhadap bahan baku pengolahan ikan. Sehingga Indonesia harus meningkatkan mutu dan kualitas serta nilai tambah komoditas ikan olahan agar dapat terus mengekspor komoditi ikan olahan ke pasar internasional. Pada penelitian ini akan dilakukan analisis terhadap daya saing dan faktor yang memengaruhi daya saing ikan olahan Indonesia ke negara negara tujuan dengan metode RCA, EPD dan analisis panel data statis. Diharapkan dari penelitian ini mampu meningkatkan daya saing dan menentukan strategi untuk meningkatkan daya saing ikan olahan Indonesia. Berikut kerangka pemikiran dalam penelitian ini:
Gambar 3 Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan permasalahan dan alur kerangka pemikiran, maka hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1. Volume ekspor ikan olahan berpengaruh positif terhadap daya saing ikan olahan Indonesia. Volume ekspor yang meningkat menunjukkan penawaran yang meningkat terhadap ikan olahan, sehingga daya saing ikan olahan akan meningkat.
Indonesia produsen perikanan terbesar kedua dan eksportir perikanan terbesar ke 9 di dunia
Udang, kepiting dan tuna olahan sebagai komoditas potensial dengan nilai ekspor tinggi
Faktor yang memengaruhi daya saing ikan olahan Indonesia Posisi daya saing ikan olahan
RCA EPD
Srategi dalam upaya meningkatkan daya saing ikan olahan Indonesia
2. Produksi ikan berpengaruh positif terhadap daya saing ikan olahan Indonesia. Meningkatnya produksi ikan akan meningkatkan produksi ikan olahan, sehingga penawaran ikan olahan akan meningkat, kemudian akan meningkatkan daya saing ikan olahan.
3. Nilai tukar riil Indonesia terhadap negara tujuan ekspor berpengaruh negatif terhadap daya saing ikan olahan Indonesia. Nilai tukar riil rupiah terhadap negara tujuan yang meningkat artinya rupiah terdepresiasi dan harga ekspor ikan olahan menjadi murah, sehingga penawaran ikan olahan akan menurun. Hal ini akan menurukan daya saing ikan olahan.
4. GDP per kapita Indonesia berpengaruh negatif terhadap daya saing ikan olahan Indonesia. GDP per kapita Indonesia yang meningkat berbanding lurus dengan meningkatnya tingkat konsumsi masyarakat Indonesia. Meningkatnya GDP per kapita Indonesia akan meningkatkan konsumsi masyarakat Indonesia terhadap ikan olahan, sehingga penawaran ikan olahan yang diekspor akan menurun. Kondisi tersebut menyebabkan turunnya daya saing ikan olahan.
5. Harga ekspor Indonesia berpengaruh positif terhadap daya saing ikan olahan Indonesia. Peningkatan harga ekspor akan meningkatkan penawaran ikan olahan untuk diekspor, sehingga daya saing ikan olahan akan meningkat.
METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Pada penelitian ini, untuk menganalisis posisi daya saing komparatif dan kompetitif digunakan metode analisis Revealed Comparative Advantage (RCA) dan Export Product Dynamics (EPD) yang diolah menggunakan aplikasi Microsoft Excel2013. Analisis faktor yang memengaruhi daya saing ikan olahan digunakan metode analisis panel data statis yang diolah menggunakan aplikasi Eviews 6.
Periode dalam penelitian ini untuk menganalisis ikan tuna dan kepiting olahan yaitu tahun 2005 sampai 2012, sedangkan untuk ikan udang olahan yaitu tahun 2005-2011. Total negara tujuan yang digunakan dalam penelitian ini masing-masing berjumlah lima negara. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari berbagai sumber yang relevan. Berikut jenis dan sumber data dependen dan independen yang digunakan dalam penelitian ini:
Tabel 9 Jenis dan Sumber Data
Jenis Data Sumber
Volume Eskpor Ikan Olahan UN Comtrade Nilai Ekspor Ikan Olahan UN Comtrade GDP Per Kapita Riil Indonesia worldbank.org
Harga Ekspor Ikan Olahan UN Comtrade
Produksi Ikan Kementerian Kelautan dan Perikanan Nilai Tukar Riil Indonesia terhadap Negara Tujuan
Ekspor
16
Metode Analisis dan Pengolahan Data
Pada penelitian digunakan metode analisis Revealed Comparative Advantage
(RCA) untuk menganalisis daya saing komoditi ekspor ikan olahan yang merupakan keunggulan komparatif. Analisis posisi daya saing komoditas ekspor ikan olahan digunakan metode Export Product Dynamics (EPD) yang merupakan keunggulan kompetitif. Metode analisis terakhir yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode analisis panel data statis untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi daya saing ikan olahan Indonesia ke negara tujuan ekspor.
Revealed Comparative Advantage (RCA)
Revealed Comparative Advantage (RCA) merupakan metode analisis yang diperkenalkan oleh Balassa pada tahun 1965. Metode ini merupakan metode kuantitatif yang digunakan untuk menunjukkan daya saing komoditas suatu negara berdasarkan keunggulan komparatif dipasar internasional dan negara tujuan ekspor komoditi tersebut. Metode ini menunjukkan perbandingan pangsa pasar ekspor sektor tertentu suatu negara dalam pangsa pasar sektor tertentu tersebut di pasar internasional dan negara tujuan. Pada penelitian ini, penulis menggunakan metode RCA untuk menganalisis posisi daya saing ekspor ikan olahan secara komparatif. Adapun rumus RCA yang digunakan secara matematis berdasarkan rumus yang ditemukan oleh Balassa adalah sebagai berikut:
RCA =Wi/WtXi/Xt
dimana:
RCA : Nilai daya saing ekspor ikan olahan Indonesia ke negara tujuan (US$) Xi : Nilai ekspor ikan olahan Indonesia ke negara tujuan (US$)
Xt : Nilai total ekspor Indonesia ke negara tujuan (US$)
Wi : Nilai ekspor ikan olahan Dunia ke negara tujuan (US$)
Wt : Nilai total ekspor Dunia ke negara tujuan (US$)
Hasil perhitungan dengan metode RCA menjelaskan dua penafsiran. Pertama, jika nilai RCA>1 dapat diartikan negara Indonesia memiliki keunggulan komparatif dalam persaingan eksor ikan olahan di pasar internasional maupun negara tujuan. Hal tersebut menunjukkan bahwa Indonesia memiliki daya saing yang kuat di pasar internasional. Nilai RCA<1 menunjukkan bahwa Indonesia tidak memiliki keunggulan komparatif yang menunjukkan bahwa Indonesia memiliki daya saing yang rendah atau tidak memiliki daya saing di pasar internasional maupun negara tujuan terhadap komoditas ikan olahan.
Export Product Dynamics (EPD)
sejauh mana keunggulan kompetitif suatu komoditi dan menganalisis posisi pasar produk atau komoditi suatu negara ke negara tujuan. Dengan metode EPD, dapat diketahui apakah komoditi suatu negara ke negara tujuan kontinu (dinamis) atau tidak. Berdasarkan penelitian Esterhuizen (2006), terdapat matriks posisi pasar berdasarkan Export Product Dynamics (EPD) yang dapat dilihat pada gambar
berikut: Y
Sumbu x : tingkat pertumbuhan pangsa pasar ekspor (%) Sumbu y : tingkat pertumbuhan pangsa pasar produk (%)
Gambar 4 Kuadran Posisi Pasar Export Product Dynamics (EPD)
Gambar 4 menunjukkan bahwa matriks posisi daya saing Export Product Dynamics (EPD) terdiri dari Rising Star, Falling Star, Retreat dan Last Opportunity. Rising Star merupakan posisi tertinggi dan dapat dikatakan sebagai posisi pasar paling ideal. Faliing Star merupakan posisi pasar yang tidak diharapkan, karena posisi ini terjadi peningkatan pangsa pasar meskipun tidak terjadi pada produk atau komoditas yang kontinu (dinamis) di pasar global. Retreat
merupakan kondisi yang menunjukkan bahwa produk atau komoditi suatu negara sudah tidak diinginkan lagi oleh pangsa pasar. Posisi terakhir dalam matriks yaitu posisi Lost Opportunity, merupakan kondisi pasar yang paling tidak diharapkan karena pada posisi ini terjadi penurunan pangsa pasar pada produk, sehingga membuat negara kehilangan kesempatan pangsa atau jangkauan ekspor untuk produk atau komoditi yang dihasilkan dalam pasar internasional. Secara matematis pangsa pasar ekspor suatu negara dan pangsa pasar suatu komoditi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Sumbu x: Pertumbuhan pangsa pasar ekspor Indonesia (%):
sumbu x ∶ ∑ ii t x % − ∑t ii t − x %
t=1 / T
t t=1
Sumbu y: Pertumbuhan pangsa ikan olahan Indonesia (%):
sumbu y ∶ ∑ tt t x % − ∑t tt t − x %
t=1 / T
t
t=1
dimana:
Xi : Nilai ekspor ikan olahan Indonesia ke negara tujuan (US$)
Wi : Nilai ekspor ikan olahan Dunia ke negara tujuan (US$)
Xt : Nilai total ekspor Indonesia ke negara tujuan (US$)
18
Analisis Panel Data Statis
Analisis panel data statis yaitu analisis kuantitatif yang digunakan untuk menjawab tujuan penelitian faktor-faktor yang memengaruhi daya saing ikan olahan Indonesia. Analisis panel data statis dilakukan melalui regresi panel data yang menggabungkan data cross section dengan data time series. Menurut Gujarati (2004), metode data panel adalah metode yang dapat digunakan untuk melakukan analisis empiric yang tidak mungkin dilakukan jika hanya menggunakan data cross section maupun hanya menggunakan data time series.
Metode panel data dapat memberikan keuntungan dibandingkan hanya dengan menggunakan data time series atau cross section saja (Baltagi 2005), yaitu: 1) Data panel dapat mengendalikan heterogenitas individu. Metode ini dalam mengestimasi dapat secara eksplisit memasukkan unsur heterogenitas individu. 2) Dapat memberikan informasi yang lebih banyak, mengurangi kolinerietas
diantara variabel, memperbesar derajat bebas dan lebih efisien. 3) Dapat lebih baik untuk studi dynamic of adjustment.
4) Dapat diandalkan untuk mengidentifikasi dan mengukur efek yang tidak dapat dideteksi dalam model time series atau cross section saja.
5) Dapat digunakan untuk membangun dan menguji model yag lebih kompleks dibandingkan data cross section atau time series.
6) Bias hasil agregasi atas individu atau perusahaan mungkin dikurangi atau dihapuskan.
Estimasi parameter model menggunakan data panel dilakukan dengan tiga metode, yaitu pooled least square, fixed effect, dan random effect.
1. Metode Pooled Least Square (PLS)
Metode ini regresi dengan data cross section dan data time series pada umumnya. Akan tetapi, pada data panel, sebelum membuat regresi harus dilakukan penggabungan data cross section dan data time series. Kemudian data akan digunakan mengestimasi model dengan metode OLS. Kesulitan terbesar dalam pemodelan ini adalah asumsi intersep dan slope dari persamaan regresi yang dianggap konstan, sehingga tidak dapat merepresentasikan keragaman antar individu dalam panel data dengan baik.
2. Metode Efek Tetap (Fixed Effect)
Pendekatan dengan cara ini memasukkan dummy variabel untuk dapat merepresentasikan perbedaan intersep. Model ini dapat memperbaiki kelemahan yang ada pada metode PLS. dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu tanpa pembobotan (Least Square Dummy Variabel/LSDV) atau dengan pembobotan (General Least Square/GLS). Metode ini mampu menangkap keragaman individu dengan sangat baik dibandingkan dengan alternatif pemodelan panel statis lain. 3. Metode Efek Random (Random Effect)
a. Uji Chow
Uji Chow atau Uji-F digunakan untuk memilih model PLS atau Fixed Effext Model (LSDV). Hipotesis dalam pengujian ini adalah sebagai berikut:
H0: PLS
H1: LSDV
Jika pada PLS, p-value lebih kecil dari alpha 5% atau 10%, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H0 sehingga model LSDV yang terpilih, dan
sebaliknya. b. Uji Hausman
Uji Hausman digunakan untuk memilih model LSDV atau Random Effect Model (REM). Pengujian ini dilakukan dengan hipotesis berikut:
H0: REM
H1: LSDV
Jika pada REM, p-value lebih kecil dari alpha 5% atau 10% maka cukup bukti untuk melakukan penolakan H0 sehingga model LSDV yang dipilih, begitu
pula sebaliknya. c. Uji LM
Uji ini dilakukan jika Uji Chow cukup bukti untuk tolak H0 dan Uji Hausman
belum cukup bukti untuk tolak H0, begitu juga sebaliknua, sehingga harus diadakan
Uji LM untuk memilih model REM atau PLS dengan hipotesis sebagai berikut: H0: PLS
H1: REM
Jika LM lebih besar dari chi-square maka sudah cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H0, sehingga model REM yang dipilih, begitu pula sebaliknya.
Uji Asumsi
Uji asumsi dilakukan untuk mengetahui pemenuhan syarat sebuah model yang akan digunakan serta untuk menentukan bahwa model yang dihasilkan adalah baik. Uji asumsi dilakukan sebagai berikut:
a. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengidentifikasi error term. Hal ini dilihat dari nilai probability yang dihasilkan, apabila lebih dari nilai alpha 5% maka data sudah dapat dikatakan menyebar normal.
b. Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas digunakan untuk mengidentifikasi nilai varian dari peubah bebas yang tidak konstan. Hal ini dilihat dari nilai sum squared resid weighted < sum squared resid unweighted, berarti bahwa model terbebas dari masalah heteroskedastisitas.
c. Uji Multikolinearitas
Data yang dikatakan mengandung multikolinearitas apabila R-squared (R2) tinggi tetapi variabel banyak yang tidak signifikan, tanda tidak sesuai hipotesis yang diharapkan. Dapat dikatakan tidak mengandung multikolinearitas apabila nilai korelasi parsial antar peubah masih lebih kecil dari R-squared (R2)
d. Uji Autokorelasi
20
Estimasi Model Penelitian
Pada penelitian ini, model data panel menggunakan analisis panel data statis menggunakan variabel GDP per kapita Indonesia, volume ekspor ikan olahan, nilai tukar riil Indonesia terhadap negara tujuan ekspor, harga ekspor ikan olahan Indonesia dan produksi ikan. Estimasi model ditransformasikan ke dalam bentuk ln (logaritma natural) agar model memenuhi uji asumsi klasik dan menghindari model dari bias. Sehingga estimasi model yang ditransformasikan adalah sebagai berikut:
LnRCAit= β0 + β1 LnGDPKIit + β2 LnVEit+ β3 LnPRODit+ β4 LnHEit + β5 LnERit
+ εit
dimana:
RCAit : Nilai daya saing ikan olahan Indonesia
VEit : Volume ekspor ikan olahan Indonesia ke negara tujuan (Kg)
GDPKIit : GDP per kapita Indonesia (US$)
HEit : Harga ekspor ikan olahan Indonesia ke negara tujuan (US$)
PRODit : Volume produksi ikan Indonesia (Ton)
ERIit : Nilai tukar riil Indonesia terhadap negara tujuan ekspor (RP/LCU)
εijt : Random error
β0 : Konstanta
βn : Parameter yang diduga (n= 1, 2, …..)
Definisi Operasional
1. Daya saing (RCA) udang olahan, kepiting olahan dan tuna olahan menjadi variabel tak bebas yang merupakan hasil dari nilai ekspor udang olahan, kepiting olahan dan tuna olahan terhadap total ekspor Indonesia ke pasar dunia yang selanjutnya dibandingkan dengan nilai ekspor udang olahan, kepiting olahan dan tuna olahan dunia terhadap total ekspor duni.
2. Volume ekspor (VE) ikan olahan merupakan jumlah ekspor udang olahan, kepiting olahan dan tuna olahan Indonesia ke negara tujuan ekspor yang dinyatakan dalam satuan kilogram (Kg).
3. Gross Domestic Product (GDP) per kapita Indonesia merupakan jumlah pendapatan rata-rata masyarakat Indonesia pada periode tahun tertentu dan dinyatakan dalam satuan US$.
4. Harga Ekspor (HE) udang olahan, kepiting olahan dan tuna olahan merupakan hasil bagi antara total nilai ekspor (Nit) dengan total volume ekspor (Qit) udang
olahan, kepiting olahan dan tuna olahan Indonesia ke negara tujuan ekspor pada periode yang sama. Variabel ini menggambarkan harga udang olahan, kepiting olahan dan tuna olahan Indonesia yang diterima oleh konsumen pada harga dunia di tingkat tertentu dan dinyatakan dalam satuan US$.
5. Produksi (PROD) merupakan jumlah total produksi domestik udang olahan, kepoting olahan dan tuna olahan Indonesia yang dinyatakan dalam satuan ton. 6. Nilai tukar riil Indonesia terhadap negara tujuan ekspor merupakan nilai tukar
dikali dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) negara importir dibagi IHK Indonesia. Dinyatakan dalam satuan Rp/LCU.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Posisi Daya Saing Komparatif dan Kompetitif Ikan Olahan Indonesia ke Negara Tujuan Ekspor Utama
Udang Olahan
Udang olahan merupakan komoditas ikan olahan yang memiliki volume ekspor tertinggi kedua setelah tuna olahan dengan rata-rata volume ekspor tahun 2005-2013 sebesar 30 juta kg (UN Comtrade 2015). Potensi yang besar jelas dimiliki oleh salah satu komoditas subsektor makanan olahan untuk menjadi komoditas udang olahan unggulan di negara tujuan ekspor meliputi USA, Jepang, Thailand, UK, dan Australia. Analisis terhadap posisi daya saing komparatif udang olahan Indonesia di negara tujuan ekspor menjadi perlu dilakukan, dengan menggunakan metode Revealed Comparative Advantage (RCA).
Berdasarkan hasil perhitungan RCA pada Tabel 10, secara keseluruhan udang olahan memiliki daya saing kuat, terlihat dari nilai RCA yang lebih besar dari satu. Terutama di negara USA, Thailand dan UK, nilai RCA udang olahan selalu lebih besar dari satu, meskipun nilai RCA cenderung berfluktuasi tetapi rata-rata RCA udang olahan di negara tersebut tinggi sebesar 18.5, 11.3 dan 11.6. Hal tersebut menunjukkan bahwa udang olahan Indonesia berdaya saing kuat di negara USA, Thailand dan UK. Pada negara Jepang dan Australia pada tahun 2005 hingga tahun 2008 nilai RCA udang olahan ke negara tersebut kurang dari satu, yang berarti bahwa udang olahan berdaya saing lemah pada tahun tersebut di negara tersebut.
Tabel 10 Nilai dan Rata-rata RCA Udang Olahan Indonesia ke Negara Tujuan Utama Tahun 2005-2011
Negara Tujuan
RCA Udang Olahan Rata-rata RCA 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
22
Rendahnya daya saing udang olahan terjadi karena ekspor udang olahan Indonesia ke kedua negara tersebut rendah. Tetapi daya saing udang olahan di Jepang dan Australia mulai menguat mulai tahun 2008 karena mulai tahun tersebut ekspor udang olahan Indonesia ke negara tersebut meningkat (Gambar 5). Meskipun terjadi perbaikan kinerja daya saing udang olahan Indonesia di Jepang dan Australia, sayangnya di negara Jepang daya saing udang olahan masih lemah, ditunjukkan dengan rata-rata RCA yang kurang dari satu yaitu sebesar 0.9.
Sumber: UN Comtrade 2015
Gambar 5 Volume Ekspor Udang Olahan Indonesia ke Jepang Tahun 2005-2011
Peningkatan ekspor udang olahan Indonesia yang stabil yang diharapkan meningkatkan daya saing udang olahan Indonesia ke Jepang ternyata tidak membuat rata-rata daya saing udang olahan menjadi kuat. Lemahnya daya saing udang olahan Indonesia ke Jepang disebabkan oleh adanya negara pesaing yang memiliki keunggulan daya saing komparatif lebih besar dibandingkan Indonesia. Pesaing utama Indonesia yaitu Thailand, Vietnam, dan China dengan rata-rata RCA masing-masing sebesar 17, 16.4, dan 1.6.
Thailand adalah negara pesaing terberat Indonesia di pasar Jepang. Gambar 6 menunjukkan nilai ekspor udang olahan Thailand ke Jepang jauh lebih besar dibandingkan Indonesia. Meskipun pada tahun 2005-2007 nilai ekspor Thailand rendah, mulai tahun 2008 terjadi peningkatan cukup besar tiap tahunnya. Pada tahun 2011, nilai ekspor tertinggi yang dicapai Thailand yaitu sebesar 427 juta US$, sedangkan Indonesia hanya mampu mencapai 60 juta US$. Selain nilai ekspor Thailand yang jauh lebih tinggi daripada Indonesia, rata-rata harga ekspor udang olahan Thailand ke Jepang tahun 2005-2011 lebih rendah dibandingkan Indonesia. Harga ekspor udang olahan Thailand dan Indonesia ke Jepang berturut-turut yaitu sebesar 8.2 US$/Kg dan 8.4 US$/Kg. Kondisi tersebut mengindikasi bahwa ekspor udang olahan Thailand sebagai negara pesaing utama Indonesia lebih digemari oleh pasar Jepang.
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Sumber: UN Comtrade 2015
Gambar 6 Nilai Ekspor Udang Olahan Indonesia dan Negara Pesaing ke Jepang Tahun 2005-2011
Namun, meskipun daya saing udang olahan Indonesia ke Jepang yang lemah, Indonesia masih memiliki kesempatan untuk meningkatkan daya saing komparatifnya dengan nilai dan volume ekspor yang secara kontinu meningkat. Kondisi tersebut didukung dengan keunggulan kompetitif yang dimiliki Indonesia. Berdasarkan hasil estimasi EPD pada Tabel 11, daya saing udang olahan Indonesia ke Jepang berada pada posisi Rising Star yang artinya Indonesia memiliki keunggulan kompetitif yang baik dengan rata-rata pertumbuhan pangsa pasar ekspor sebesar 53.4%, tertinggi kedua setelah Australia.
Tabel 11 Hasil Estimasi EPD Udang Olahan Indonesia ke Negara Tujuan Utama Tahun 2005-2011
Negara Tujuan Rata-rata Pertumbuhan Pangsa Pasar Ekspor (%)
Sumber: UN Comtrade 2015 (diolah)
Pada Tabel 11, hasil estimasi EPD menunjukkan bahwa secara keseluruhan posisi pangsa pasar udang olahan berada pada posisi rising star. Artinya udang olahan Indonesia mampu bersaing dengan sangat baik dalam memenuhi permintaan pasar dunia, sehingga udang olahan memiliki keunggulan kompetitif yang tinggi di pasar global. Keunggulan kompetitif udang olahan Indonesia terbaik yaitu ke pasar Australia dengan rata-rata pertumbuhan pangsa pasar ekspor tertinggi yaitu sebesar 189.2% dan rata-rata pertumbuhan pangsa pasar produk sebesar 4.3%.
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
24
Kepiting Olahan
Kepiting merupakan komoditi perikanan yang diperhitungkan dalam meningkatkan ekspor perikanan Indonesia karena memiliki nilai ekspor yang tinggi. Diantara jenis kepiting olahan, beku dan segar, rata-rata nilai ekspor kepiting olahan Indonesia tahun 2005-2012 adalah yang tertinggi. Pada Tabel 12, rata-rata volume ekspor kepiting olahan sebesar 10.3 juta kg terbesar kedua setelah kepiting segar. Namun rata-rata nilai ekspor kepiting olahan Indonesia jauh lebih besar daripada kepiting segar yaitu sebesar 199.7 juta US$, sedangkan rata-rata nilai ekspor kepiting segar hanya sebesar 76.0 juta US$. Sehingga penting untuk mengetahui posisi daya saing kepiting olahan Indonesia secara komparatif dan kompetitif menggunakan metode RCA dan EPD.
Tabel 12 Rata-rata Nilai dan Volume Ekspor Kepiting Beku, Segar dan Olahan Tahun 2005-2012
Satuan Kepiting Beku Kepiting Segar Kepiting Olahan Volume (juta kg) 3.3 12.3 10.3 Nilai (juta US$) 38.7 76.0 199.7 Sumber: UN Comtrade 2015
Pada Tabel 13, secara keseluruhan RCA kepiting olahan Indonesia memiliki nilai yang tinggi. Hal tersebut berarti bahwa kepiting olahan Indonesia memiliki daya saing komparatif yang tinggi di negara tujuan ekspor, yaitu di negara USA, Kanada, Hongkong, dan Australia. Terutama di negara Kanada dan Hongkong, kepiting olahan memiliki rata-rata RCA tertinggi sebesar 44.84 dan 21.68. Namun, di negara Jepang, nilai RCA kepiting olahan Indonesia pada tahun 2005-2010 kurang dari satu, artinya daya saing kepiting olahan Indonesia lemah pada tahun tersebut. Rata-rata nilai RCA kepiting olahan Indonesia di negara Jepang juga rendah yaitu sebesar 0.78, sehingga secara keseluruhan daya saing kepiting olahan Indonesia di negara Jepang lemah.
Tabel 13 Nilai dan Rata-rata RCA Kepiting Olahan Indonesia ke Negara Tujuan Utama Tahun 2005-2012
Negara Tujuan
RCA Rata-rata
RCA 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
USA 7.48 10.71 17.11 15.43 17.01 17.49 21.33 26.66 16.65 Jepang 0.05 0.03 0.62 0.97 0.77 0.71 1.05 2.01 0.78 Kanada 19.95 7.15 36.00 43.17 35.24 16.80 90.20 110.25 44.84 Hongkong 18.07 19.40 41.86 71.34 14.90 6.00 0.70 1.20 21.68 Australia 4.65 1.30 8.93 3.26 1.68 1.68 8.00 7.73 4.65 Sumber: UN Comtrade 2015 (diolah)
Tabel 14 Nilai RCA Kepiting Olahan Indonesia dan Negara Pesaing ke Jepang Tahun 2005-2012
Eksportir Nilai RCA Rata-Rata RCA 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Indonesia 0.05 0.03 0.62 0.97 0.77 0.71 1.05 2.01 0.78 Rep. Korea 3.02 3.19 3.01 3.77 3.63 4.09 3.66 3.82 3.52 Sumber: UN Comtrade 2015 (diolah)
Salah satu faktor yang menyebabkan kepiting olahan Indonesia kalah bersaing dengan Rep. Korea adalah harga ekspor. Pada Gambar 7 terlihat jelas perbedaan harga ekspor kepiting olahan Indonesia dengan Rep. Korea ke Jepang selama tahun 2005-2012. Harga ekspor kepiting olahan Indonesia yang lebih murah tidak menjamin daya saingnya di Jepang lebih baik. Meskipun harga eskpor kepiting olahan Rep. Korea ke Jepang lebih mahal, namun cenderung lebih stabil daripada Indonesia.
Sumber: UN Comtrade 2015 (diolah)
Gambar 7 Harga Ekspor Kepiting Olahan Indonesia dan Negara Pesaing ke Jepang Tahun 2005-2012
Semakin stabil harga ekspor kepiting olahan Rep. Korea, mengindikasi bahwa ekspor kepiting olahan Rep. Korea memiliki daya saing yang lebih stabil daripada kepiting olahan Indonesia di Jepang. Harga ekspor yang stabil juga membuat konsumen di negara Jepang lebih memilih untuk melakukan impor kepiting olahan dari negara Rep. Korea daripada Indonesia. Meskipun harga ekspor kepiting olahan Rep. Korea lebih mahal, tetapi harga ekspornya lebih stabil daripada Indonesia. Harga ekspor Indonesia sangat berfluktuasi dan cenderung meningkat tiap tahunnya, terutama pada tahun 2012 harga ekspor kepiting olahan Indonesi menjadi lebih mahal daripada Rep. Korea yaitu sebesar 12.4 US$. Selain berdaya saing lemah secara komparatif, kepiting olahan Indonesia juga berdaya saing lemah secara kompetitif di negara Jepang. Sehingga perlu perhatian khusus dari pemerintah dan pihak-pihak terkait untuk meningkatkan lagi daya saing kepiting
4.0
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
26
olahan Indonesia di Jepang agar mampu berdaya saing dengan negara pesaing yang memiliki daya saing kuat.
Hasil estimasi daya saing kepiting olahan Indonesia secara kompetitif menggunakan metode EDP menunjukkan posisi pangsa pasar yang berbeda-beda pada Tabel 15. Negara yang berada pada posisi daya saing Rising Star yaitu USA, Kanada dan Australia, artinya kepiting olahan Indonesia berdaya saing kompetitif yang baik dan mampu bersaing dalam memenuhi permintaan pasar dunia. Namun, di negara Jepang, kepiting olahan Indonesia berada pada posisi Falling Star, sedangkan di negara Hongkong berada pada posisi Lost Opportunity.
Tabel 15 Hasil Estimasi EPD Kepiting Olahan Indonesia ke Negara Tujuan Utama Tahun 2005-2012
Negara Tujuan Rata-rata Pertumbuhan Pangsa Pasar Ekspor (%)
Rata-rata Pertumbuhan
Pangsa Pasar Produk (%) EPD
USA 23.5 1.9 Rising Star
Jepang 292.0 -0.1 Falling Star
Kanada 111.7 2.9 Rising Star
Hongkong -2.4 0.6 Lost Opportunity
Australia 118.3 1.1 Rising Star
Sumber: UN Comtrade 2015 (diolah)
Kondisi Falling Star kepiting olahan Indonesia di negara Jepang berarti bahwa meskipun rata-rata pertumbuhan pangsa pasar ekspor tinggi sebesar 292.0%, tetapi terjadi penurunan permintaan kepiting olahan dari pasar Jepang sebesar 0.1%. Penurunan tersebut terjadi karena terdapat negara pesaing Indonesia yaitu China yang memiliki daya saing kompetitif lebih baik daripada Indonesia. Hasil EPD kepiting olahan China ke Jepang menunjukkan secara berturut-turut rata-rata pertumbuhan pangsa pasar ekspor dan produknya sebesar 2.12% dan 0.94%, yang artinya posisi daya saing kepitimg olahan China ke Jepang berada pada posisi
Rising Star.