DAFTAR LAMPIRAN
B. Luas Daerah Jelajah
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1.1.1 Panjang dan Bentuk Lintasan Pergerakan
Menurut (Ahearn et al. 2001) pola lintasan pergerakan harimau dicirikan melalui jarak dan arah pergerakannya. Dengan menggunakan data dari hari-hari observasi lengkap, diketahui bahwa rata-rata jarak pergerakan harian yang ditempuh oleh harimau sumatera translokasi berkisar antara 2,80 hingga 4,00 km. Rata-rata jarak pergerakan dari seluruh harimau adalah 3,52 km (Tabel 7). Jarak pergerakan harian betina dan jantan secara signifikan berbeda (U = 44473; P= 0,000). Harimau betina menempuh rata-rata jarak harian lebih panjang dibandingkan dengan jantan.
Rata-rata jarak tempuh harimau jantan JD-1 adalah 3,51 km/hari (kisaran 0,06-13,92 km/hari), sedangkan harimau jantan JD-3 dan JD-5 memiliki rata-rata jarak pergerakan masing-masing 2,80 km (kisaran 0,05- 8,00 km/hari untuk JD-3) dan 3,32 km/hari (kisaran 0,14-18,99 km/hari untuk JD-5). Satu-satunya harimau betina BD-1 yang juga menggunakan data satu lokasi setiap 0,5 jam memiliki rata-rata jarak tempuh 4,00 km/hari (kisaran 0,20-11,33 km/hari). Hasil penelitian Smith (1993) di TN Chitwan, Nepal,
66
menyatakan sebaliknya dimana harimau jantan mampu menjelajah tiga kali lebih jauh daripada harimau betina. Selain untuk pencarian hewan mangsa, panjangnya penjelajahan harimau jantan lebih dikarenakan untuk menjaga wilayah teritori serta pencarian betina pasangan kawin. Sunquist (2010) berpendapat bahwa luasnya daerah jelajah jantan lebih disebabkan untuk penguasaan betina daripada penguasaan sumber pakan. Menurut observasi Valen (2011) harimau jantan akan memberikan tanda dengan cara menyemprotkan urin serta sekresi dari kelenjar anal lebih sering pada wilayah jelajahnya ketika datang masa-masa estrus harimau betina. Harimau jantan mengunjungi betina tiga sampai lima kali per bulan di dalam daerah jelajahnya dan akan bergerak lebih lambat bila sedang bersama atau mencari pasangan betina untuk kawin (Ahearn et al. 2001).
Tabel 7. Rata-rata jarak pergerakan harian dan jarak tempuh maksimum hari-mau sumatera translokasi.
Harimau Lokasi N hari
observasi
Rata-rata jarak tempuh (km) Jarak tempuh
maks/hari (km)
hari + SD siang + SD malam + SD
JD-1 TNBBS 223 3,51 + 3,01 1,74 + 1,96 1,77 + 2,06 13,92 JD-3 TNGL 68 2,80 + 2,19 1,43 + 1,22 1,37 + 1,22 8,00 JD-5 TNKS 236 3,32 + 2,25 1,54 + 1,56 1,78 + 1,45 18,99 BD-1 EUM 208 4,00 + 2,41 2,27 + 1,74 1,74 + 1,26 11,33 Jantan 527 3,33 + 2,60 1,61 + 1,70 1,72 + 1,72 18,99 Betina 208 4,00 + 2,41 2,27 + 1,74 1,74 + 1,26 11,33 Rata-rata 735 3,52 + 2,56 1,80 + 1,74 1,73 + 1,60 18,99
Adanya perbedaan jarak jelajah harian pada setiap individu harimau translokasi di Sumatera ini sangat dimungkinkan akibat perbedaan tipe habitat utama dan kondisi topografi di masing-masing areal pelepas-liarannya. Lokasi pelepas-liaran harimau jantan JD-1 dan JD-2 di TNBBS serta JD-5 di TNKS, didominasi oleh belukar/hutan sekunder muda dan hutan dataran rendah dengan topografi umumnya datar. Lokasi translokasi jantan JD-3 di TNGL didominasi oleh hutan pegunungan rendah dan dataran rendah dengan tingkat kelerengan umumnya curam hingga sangat curam. Lokasi Ulu Masen (tempat BD-1 dilepas-liarkan) didominasi oleh hutan pegunungan rendah dan
67
belukar/sekunder muda dengan kelerengan datar-landai hingga curam. Konsekuensi dari perbedaan ketinggian tempat, medan dan tipe habitat adalah terjadinya perbedaan dalam keragaman dan kelimpahan hewan mangsa. Menurut Griffiths (1994), keanekaragaman dan kelimpahan hewan mangsa harimau di hutan dataran rendah dengan ketinggian 100-600 meter dpl lebih tinggi dibandingkan dengan di hutan pegunungan rendah dengan ketinggian 900-1.700 meter dpl. Dengan demikian, harimau BD-1 di Ulu Masen membutuhkan usaha yang lebih besar dengan melakukan perjalanan yang lebih panjang untuk mendapatkan hewan mangsanya. Data hasil observasi juga menunjukkan bahwa KHUM (tempat BD-1 ditranslokasikan), memiliki kelimpahan relatif hewan mangsa utama (rusa, kijang dan babi hutan) yang paling rendah dibandingkan dengan lokasi pelepas-liaran harimau lainnya (Lampiran 1). Menurut Sunquist (2010) sebagian besar waktu harimau di alam dihabiskan untuk mencari pakan dan umumnya mereka menjelajah areal yang luas untuk memenuhi kebutuhan pakannya. Pendapat lain (Nowak 1991) menyatakan bahwa di Rusia timur jauh, dimana hewan mangsa tersebar secara luas, harimau siberia melakukan pergerakan hingga 60 km per hari.
Selain itu, mengingat BD-1 adalah harimau betina, panjangnya perjalanan harian yang ditempuhnya mungkin juga ada kaitannya dengan upaya menemukan jantan siap kawin karena masa estrus harimau betina terjadi pada setiap tiga sampai sembilan minggu sekali (Nowak 1991, Ahearn
et al. 2001). Lamanya masa estrus adalah tiga sampai enam hari pada setiap periode (Nowak 1991). Pada masa estrusnya harimau betina sering mengeluarkan suara auman untuk menarik harimau jantan (Sunquist 1981). Jackson (1996) menemukan bukti bahwa pada musim kawin, macan salju betina melakukan pergerakan satu setengah kali lebih panjang daripada biasanya.
Barlow et al. (2011) melakukan studi menggunakan kalung GPS memperoleh rata-rata jarak tempuh harimau betina di hutan bakau Sundarbans, Bangladesh adalah sekitar 2,9 km/hari dengan jarak pergerakan
68
maksimum 10,8 km. Adanya perbedaan jarak tempuh antara harimau betina di dua lokasi yang sangat berjauhan ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan tipe habitat, dimana Sundarbans merupakan kawasan hutan bakau yang didominasi lahan basah, sementara KHUM merupakan kawasan yang didominasi oleh hutan pegunungan, yang secara alamiah memiliki kelimpahan hewan mangsa lebih rendah dibandingkan kawasan dataran rendah (Sunquist et al. 1999). Menurut Sunquist (2010) panjang atau pendeknya jarak tempuh harimau ada hubungannya dengan kelimpahan hewan mangsa, dimana di kawasan yang kelimpahan hewan mangsanya tinggi harimau tidak melakukan pencarian mangsa secara aktif. Namun, jarak pergerakan harimau sangat bervariasi tergantung lokasi dan habitat.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa secara umum bentuk lintasan pergerakan semua harimau translokasi dilakukan secara zig-zag ketika melakukan eksplorasi di dalam daerah jelajahnya. Hal ini kemungkinan ada kaitannya dengan pemilihan jalan lintasan dalam pergerakannya. Sunquist (2010) berpendapat bahwa harimau sering ditemukan menggunakan jalan- jalan bekas logging, jalan setapak dan alur-alur sungai di dalam hutan, dalam melakukan pergerakan di antara lokasi perburuan hewan mangsa. Hasil pengamatan pada saat observasi lapangan, juga menunjukkan bahwa jejak- jekak harimau sangat sering ditemukan di jalan setapak yang biasa digunakan manusia di dalam hutan.
Data pergerakan juga menunjukkan bahwa kadang-kadang sesekali harimau translokasi terlihat melakukan perjalanan panjang membentuk garis lurus, yang langsung menuju ke suatu tempat. Pergerakan seperti ini sepertinya berhubungan dengan perilaku kawin terutama pada harimau jantan, kemungkinan harimau akan langsung bergerak menuju daerah jelajah betina ketika mendapat tanda dari harimau betina yang siap kawin. Ahearn et al.
(2001) berpendapat bahwa harimau jantan akan melakukan perjalanan langsung menuju sasaran ketika mencari hewan mangsa dan pasangan kawin, dan biasanya bergerak lebih lambat ketika berada pada daerah jelajah betina.
69
Harimau juga akan tinggal selama beberapa hari pada lokasi yang sama setelah mendapatkan hewan mangsa.
Selain itu, harimau-harimau translokasi juga melakukan pergerakan memutar kembali mengunjungi tempat-tempat yang sebelumnya didatangi, setelah menjelajah selama beberapa hari atau beberapa minggu. Menurut Sunquist (2010), dalam pencarian hewan mangsanya harimau jarang sekali melakukan pengembaraan, tetapi pergerakan mereka sangat terarah. Harimau juga dapat mengingat dengan baik areal-areal tempat berburu hewan mangsa di dalam daerah jelajahnya, dan mereka juga hafal akan jalur-jalur yang terbaik di antara dua lokasi berburu mangsanya tersebut.
Pergerakan harimau-harimau translokasi selalu diarahkan menuju batas- batas dua tipe habitat yang berbeda dan ke tepi-tepi hutan antara hutan dataran rendah dan vegetasi belukar/hutan sekunder muda. Pola pergerakan ini sepertinya erat kaitannya dengan kebiasaan hewan mangsa harimau yang selalu mencari makan di tepi-tepi atau batas hutan dengan vegetasi belukar. Karanth & Sunquist (1992) menyatakan bahwa mosaik lansekap yang terdiri atas hamparan hutan dan padang rumput, merupakan habitat yang sangat mendukung kehidupan hewan ungulata. Dalam penjelajahannya, terdapat kecenderungan bahwa harimau bergerak mengikuti kontur topografi dan punggungan bukit pada areal perbukitan dan pegunungan. Harimau umumnya menghindari daerah yang sangat terjal, dan akan memilih punggung bukit yang terendah apabila ingin melintasinya. Bentuk serta pola lintasan harimau translokasi setiap bulan disajikan pada Lampiran 2, 3, 4, 5 dan 6.