• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dalam bab ini mengurai tentang gambaran umum MTsN Karanggede Boyolali yang meliputi :

A. Gambaran umum MTsN Karanggede Boyolali visi dan misi tujuan MTsN Karanggede Boyolali profil sekolah.

B. Paparan data dan temuan penelitian

C. Implementasi pendekatan kontekstual dalam pembelajaran fiqih kurikulum KTSP di sekolah MTsN Karanggede Boyolali yang terdiri dari : penyusun rencana pendekatan kontekstual dalam pembelajaran fiqih kurikulum KTSP pelaksanaan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran fiqih kurikulum KTSP evaluasi pelaksanaan pendekatan

kontekstual dalam pembelajaran fiqih kurikulum

KTSP.faktor pendukung dalam implementasi pendekatan kontekstual dalam pembelajaran fiqih kurikulum KTSP di sekolah MTsN Karanggede Boyolali Faktor penghambat dan solusi dalam implementasi pendekatan kontekstual dalam Implementasi pendekatan kontektual dalam pembelajaran fiqih kurikulum KTSP di sekolah MTsN Karanggede Boyolali.

Bab IV : Pembahasan

Pada bab ini akan mengurai tentang implementasi pendekatan kontekstual dalam pembelajaran fiqih kurikulum KTSP di sekolah MTsN Karanggede Boyolali yang terdiri dari: penyusun rencana pendekatan kontekstual dalam pembelajaran fiqih kurikulum KTSP, pelaksanaan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran fiqih kurikum KTSP, Evaluasi pelaksanaan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran fiqih kurikulum KTSP. Faktor pendukung dalam implementasi pendekatan kontekstual dalam pembelajaran fiqih kurikulum KTSP di sekolah MTsN Karanggede Boyolali. Faktor penghambat dan solusi dalam impelementasi pendekatan kontekstual dalam pembelajaran fiqih kurikulum KTSP di sekolah MTsN Karanggede Boyolali.

Bab V : Penutup

Bab ini merupakan Bab terakhir yang terdiri dari : kesimpulan, saran, dan kata penutup.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pendekatan kontekstual

1. Pengertianpendekatankontekstual

Menurut Sanjaya yang dikutip Sa‟ud (2008 : 162) Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah suatu

pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses

keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkan dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkanya dalam kehidupan mereka.

Menurut Suprijono Agus (2009 : 80) pembelajaran kontekstual merupakan prosedur penelitian yang bertujuan membantu peserta didik memahami makna bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkanya dengan konteks kehidupan mereka sendiri

dalam lingkungan sosial dan budaya masyarakat. Menurut Sardirman (2007 : 222) pendekatan kontekstual (Contextual

Teaching and Learning) merupakan konsep pembelajaran yang membantu guru untuk mengaitkan antara materi ajar dengan situasi dunia nyata siswa, yang dapat mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dipelajari dengan penerapanya dalam

Menurut Nanang Hanafiyah (2009 : 67) Contextual Teaching and Learning merupakan suatu proses pembelajaran holistik untuk membelajarkan peserta didik dalam memahami bahan ajar secara bermakna (meaning full) yang dikaitkan dengen konteks kehidupan nyata, baik berkaitan dengan lingkungan pribadi, agama, sosial, ekonomi maupun kultural.

Dari berbagai devinisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching Learning) merupakan konsep pembelajaran yang membantu guru atau pengajar mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.

2. Konsep Dasar Strategi Pembelajaran kontekstual

Sedangkan menurut Wina Sanjaya (2006 : 225) Contextual Teaching Learning (CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkanya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkanya dalam kehidupan mereka. dari konsep tersebut,

Pertama, CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar diorentasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses belajar dalam konteks CTL tidak mengharapkan agar siswa hanya menerima pelajaran, akan tetapi proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran.

Kedua CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan bermakna secara fungsional, akan tetapi materi dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak mudah dilupakan.

Ketiga CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan, artinya CTL bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. dalam model pembelajaran kontekstual, siswa mendorong untuk beraktivitas mempelajari materi pelajaran sesuai topik yang akan dipelajarinya. belajar dalam konteks CTL bukan sekedar mendengarkan dan mencatat, tetapi belajar adalah proses berpengalaman secara langsung. melalui proses berpengalaman itu diharapkan perkembangan siswa terjadi secara utuh, yang tidak hanya berkembang dalam aspek koqnitif saja, tetapi juga aspek afektif dan

juga psikomotor. Belajar melalui CTL diharapkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang dipelajari.

Sehubungan dengan hal itu, terdapat lima karakteristik penting dalam proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL.(Wina Sanjaya,2006: 256).

1. Dalam CTL pembelajaran merupakan proses pengaktifan

pengetahuan yang sudah ada (activing knowledge) artinya apa yang dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari, dengan demikian pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain.

2. Pembelajaran kontekstual adalah belajar dalam rangka

memperoleh dan menambah pengetahuan baru, yang diperoleh dengan cara deduktif, artinya pembelajaran dimulai dengan cara mempelajari secara keseluruhan, kemudian memperhatikan detailnya.

3. Pemahaman pengetahuan, artinya pengetahuan yang diperoleh bukan hanya dihafalkan tapi dipahami dan diyakini, misalnya dengan cara meminta tanggapan dari orang tentang pengetahuan yang diperoleh dan berdasarkan tanggapan tersebut baru pengetahuan itu dikembangkan.

diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan perilaku siswa.

5. Melakukan refleksi terhadap strategi pengembangan

pengetahuan. hal ini dilakukan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan dan penyempurnaan strategi.

3. Faktor–Faktor yang dipertimbangkan dalam pembelajaran kontekstual

Menurut Nanang Nanafiyah (2009 : 72-73) Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam metode Contextual Teaching and Learning adalah:

a. Merencanakan pembelajaran sesuai dengan perkembangan mental (Developmentally Appropiate) peserta didik.

b. Membentuk kelompok belajar yang saling bergantungan

(Interdependent learning group).

c. Mempertimbangkan keberagaman peserta didik (Diversity of students).

d. Menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri (Self regulated learning) dengan cara tiga karakteristik umumnya,yaitu kesadaran berpikir,penggunaan strategi, dan motivasi berkelanjutan.

f. Menggunakan teknik bertanya (Qustioning) dalam rangka meningkatkan peserta didik dalam pemecahan masalah dan keterampilan berpikir tingkat tinggi.

g. Mengembangkan pemikiran bahwa peserta didik akan belajar lebih bermakna jika diberi kesempatan untuk belajar menemukan,dan menkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru (Contructivism).

h. Memfasilitasi kegiatan penemuan (Iqury) supaya peserta didik memperoleh pengetahuan dan keterampilan melalui penemuannya sendiri.

i. Mengembangkan rasa ingin tahu (Curiusity) di kalangan peserta didik melalui pengajuan pertanyaan (Questioning).

j. Menciptakan masyarakat belajar (Learning community) dengan membangun kerjasama di antara peserta didik.

k. Memodelkan (Modeling) sesuatu agar peserta didik dapat beridentifikasi dan berimitasi dalam rangka memperoleh pengetahuan dan keterampilan baru.

l. Mengarahkan peserta didik untuk merefleksikan tentang apa yang sudah dipelajari.

4. Langkah-Langkah Pembelajarankontekstual

Menurut Sa‟ud (2008 :173-174) Tahapan model pembelajaran kontekstual meliputi empat Tahapan,yaitu: invitasi, eksplorasi, penjelasan dan solusi, dan pengambilan tindakan.

Tahapan invitasi, siswa didorong agar mengemukakan pengetahuan awalnya tentang konsep yang dibahas, bila guru perlu memancing dengan memberikan pertanyaan problematik tentang fenomena kehidupan sehari-hari melaui kaitan konsep-konsep yang dibahas tadi dengan pendapat yang mereka miliki. siswa diberi

kesempatan untuk mengkomunikasikan mengikuti sertakan

pemahamannya tentang konsep tersebut.

Tahapan eksplorasi, siswa diberi kesempatan untuk menyelidiki dan menemukan konsep melalui pengumpulan, pengorganisasian penginterpretasian data dalam sebuah kegiatan yang telah dirancang guru, secara berkelompok siswa melakukan kegiatan berdiskusi tentang masalah yang ia bahas. Secara keseluruhan, tahap ini akan memenuhi rasa keingitahuan siswa tentang fenomena kehidupan lingkungan sekelilingnya.

Tahap penjelasan dan solusi, saat siswa memberikan penjelasan solusi yang didasarkan pada hasil observasinya ditambah dengan penguatan guru, maka siswa dapat menyampaikan gagasan, membuat model, membuat rangkuman dan ringkasan.

Tahapan pengambilan tindakan, siswa dapat membuat keputusan menggunakan pengetahuan dan keterampilan, berbagai informasi dan gagasan, mengajukan pertanyaan lanjutan, mengajukan saran baik secara individu maupun kelompok yang berhubungan dengan pemecahan masalah.

5. Komponen-komponen pembelajaran Kontekstual

Pembelajaran kontekstual mempunyai tujuh komponen utama pembelajaran, di antara yakni sebagai berikut.

1) Kontruktivisme (Contructivism)

Kontruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur koqnitif siswa berdasarkan pengalaman. Menurut kontruktivisme, pengetahuan itu memang berasal dari luar, akan tetapi dikonstruksi oleh dan dari dalam seseorang. Oleh sebab itu pengetahuan terbentuk oleh dua faktor penting, yaitu objek yang menjadi bahan pengamatan dan kemampuan subjek untuk menginterpretasi objek tersebut kedua faktor itu sama pentingnya. Dengan demikian pengetahuan itu tidak bersifat statis tetapi bersifat dinamis, tergantung individu yang melihat dan mengkonstruksinya.

Ada lima elemen belajar yang konstruktivistik yang harus diperhatikan dalam pembelajaran kontekstual menurut Zahorik

a) Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating konwlege)

b) Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge) dengan cara mempelajari secara keseluruhan dulu, kemudian memperhatikanya detailnya

c) Secara keseluruhan dulu, kemudian memperhatikan

detailnya.

d) Pemahaman pengetahuan (understanding knwledge) yaitu dengan cara menyusun konsep sementara (hipotesis) melakukan sharing kepada orang lain agar dapat tanggapan (validasi) dan atas dasar tanggapan itu, dan konsep direvisi dan dikembangkan.

e) Mempraktekan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge).

f) Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut.

2) Bertanya (Questioning )

Belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan, bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berpikir. Dalam proses pembelajaran dengan model pembelajaran kontekstual, guru tidak menyampaikan informasi begitu saja, akan tetapi

memancing agar siswa dapat menemukan sendiri. karena itu peran bertanya sangat penting, sebab melalui pertanyaan-pertanyaan guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang dipelajarinya.

Bertanya (questioning) adalah suatu strategi yang digunakan secara aktif oleh siswa untuk menganalisis dan mengeksplorasi

gagasan-gagasan. Bertanya merupakan strategi utama

pembelajaran yang berbasis kontekstual. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai keterampilan berfikir siswa. Hal ini merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inkuiri, yaitu menggali informasi, menginformasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan pada aspek yang belum diketahuinya.

Dalam suatu pembelajaran yang produktif kegiatan bertanya akan sangat berguna:

a. Menggali informasi tentang kemampuan siswa dalam penguasaan materi pelajaran

b. Membangkitkan motivasi siswa untuk belajar. c. Merangsang keingintahuan siswa terhadap sesuatu. d. Memfokuskan siswa pada sesuatu yang diinginkan.

3) Menemukan (lnquiry)

Menemukan atau inkuiri artinya proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistimatis. Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri.

Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. dengan

demikian dalam proses perencanaan, guru bukanlah

mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal, akan tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang harus dipahami.Belajar pada dasarnya merupakan proses mental seseorang yang tidak terjadi secara mekanis. Melalui proses mental itulah diharapkan siswa berkembang secara utuh baik intelektual, mental, emosional, maupun pribadinya.

Kata kunci dan strategi inkuiri adalah siswa menemukan sendiri, adapun langkah-langkah kegiatan menemukan sendiri adalah (1) merumuskan masalah dalam mata pelajaran apapun(2) mengamati atau melakukan observasi(3) menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan gambar, laporan, bagan,tabel dan

karya lainnya (4) mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru atau audience lainya. 4) Masyarakat belajar (Learning Community)

Vygotsky (dalam Wina Sanjaya, 2006: 267) seorang psikolog Rusia menyatakan bahwa pengetahuan dan pemahaman anak ditopang banyak oleh komunikasi dengan orang lain. sesuatu permasalahan tidak mungkin dapat dipecahkan sendirian, tetapi membutuhkan bantuan orang lain. Kerja sama saling memberi dan menerima sangat dibutuhkan untuk memecahkan suatu persoalan. Konsep masyarakat belajar (learning

community) dalam model pembelajaran kontekstual

menyarankan agar hasil pembelajaran juga diperoleh melalui kerja sama dengan orang lain. Kerja sama itu dapat dilakukan dalam berbagai bentuk baik dalam kelompok belajar secara formal maupun dalam lingkungan yang terjadi terjadi alamiah. Hasil belajar dapat diperoleh dari hasil sharing dengan orang lain, teman, antar kelompok yang sudah tahu memberitahu pada yang belum tahu, yang pernah memiliki pengetahuan membagi pengalamanya pada orang lain. inilah hakikat dari masyarakat belajar. masyarakat yang saling membagi.

yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Misalnya guru memberikan contoh bagaimana cara mengoperasikan sebuah alat, atau bagaimana cara melafalkan sebuah kalimat asing dan sebagainya. Pemodelan pada dasarnya membasakan gagasan yang dipikirkan, mendemonstrasikan bagaimana guru menginginkan para siswa untuk belajar, dan melakukan apa yang guru inginkan agar siswa

melakukan.Pemodelan dapat terbentuk demonstrasi,

pembelajaran contoh tentang konsep atau aktivitas belajar. 6) Refleksi (Reflection)

Refleksi (Reflection) adalah proses pengedepanan pengalaman yang telah dipelajari yang dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilalui. Refleksi dapat juga diartikan cara berpikir tentang apa yang baru atau berpikir kebelakang tentang apa yang sudah kita lakukan di masa lalu. Refleksi merupakan gambaran terhadap kegiatan atau pengetahuan yang baru saja diterima. Melalui proses refleksi, pengalaman belajar itu akan dimasukkan dalam struktur koqnitif siswa yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari siswa akan memperbaharui pengetahuan yang telah dibentuknya, atau menambah khasanah pengetahuanya. kunci dari itu semua adalah, bagaimana pengetahuan mengendap dibenak siswa. siswa mencatat apa yang sudah dipelajari dan bagaimana merasakan ide-ide baru.

7) Penilaian sebenarnya (Assessment)

Proses pembelajaran konvensional yang sering dilakukan guru pada saat ini, biasanya ditekankan kepada perkembangan aspek intelektual, sehingga alat evaluasi yang digunakan terbatas pada penggunaan tes. dengan tes dapat diketahui seberapa jauh siswa telah menguasai materi pelajaran. dalam model pembelajaran kontekstual, keberhasilan pembelajaran tidak hanya ditentukan oleh perkembangan kemampuan intelektual saja, akan tetapi perkembangan seluruh aspek.oleh sebab itu, penilaian keberhasilan tidak hanya ditentukan oleh aspek hasil belajar seperti hasil tes, akan tetapi juga proses belajar melalui penilaian nyata atau penilaian sebenarnya.

B. Pembelajaran Fiqih 1. Pengertian Fiqih

Fiqih menurut bahasa artinya tahu atau pemahaman sedangkan menurut istilah Fiqih adalah pemahaman tentang hukum syara‟yang berkaitan dengan perbuatan orang-orang mukallaf (baik yang bersifat hukum taklif maupun hukum wadl‟i) yang diambil /digali dari dalil -dalil terperinci baik Al-Qur‟an maupun As-sunnah (Direktorat jenderal pembinaan kelembagaan Agama Islam,1986 :3).

Fiqih menurut fuqaha (ahli fiqih) adalah mengetahui hukum-hukum syara‟ yang menjadi sifat bagi perbuatan para hamba (mukallaf) yaitu: wajib, sunnah, haram, makruh, dan mubah (Ash.Shiddieqy,1999:16).

2. ObyekIlmuFiqih

Obyek pembahasan dalam ilmu fiqih adalah perbuatan mukallaf bila dilihat dari sudud ilmu syara‟ Perbuatan itu dikelompokan menjadi 3 kelompok besar yaitu : ibadah, Muamalah, dan Uqubah.

Bagian Ibadah mencakup segala perbuatan yang berkaitan dengan urusan akhirat, yaitu : shalat, zakat, puasa, haji, dan jihad. Bagian Muamalah mencakup hal-hal yang berhubungan dengan harta, yaitu :jual beli, hukum benda, harta peninggalan, sewa-menyewa, pinjam-meminjam. Sedangkan bagian Uqubah mencakup segala hal persoalan yang menyangkut tindak pidana, seperti : Qishah /pidana setimpal, pencurian, zina, pembunuhan, perampokan, pemberontakan.

Obyek pembahasan fiqih secara cermat dapat diperinci lagi ke dalam delapan bagian Menurut (Ash Shiddieqy,1999 : 24-27).

a. Sekumpulan hukum-hukum yang dinamai ibadah

b. Sekumpulan hukum yang berhubungan dengan kekeluargaan, perorangan dan mawaris (Al Ahwalusy Syakhshiyahh).

c. Sekumpulan hukum mengenai muamalah madaniyah (hukum

yang dibuat untuk mengatur hubungan manusia dalam bidang kekayaan, harta dan tasharruf).

d. Sekumpulan hukum mengenai benda dan ekonomi (muamalah maliyah).

e. Sekumpulan hukum mengenai Uqubah.

f. Sekumpulan hukum yang disebut hukum-hukum peradilan dan pengadilan.

g. Sekumpulan hukum tata negara (Ahkam Dusturiyah). h. Sekumpulan hukum Internasional (Ahkam Dauliyah).

3. PengertianMata pelajaranFiqih

Pelajaran fiqih dalam kurikulum Madrasah Tsanawiyah adalah salah satu bagian dari mata pelajaran pendidikan agama Islam yang diarahkan untuk menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati,dan mengamalkan hukum Islam yang kemudian dijadikan dasar pandangan hidup (way of life) Melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, penggunaan pengalaman dan pembiasaan.(Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam,2004:48)

4. Tujuan dan Fungsi Pelajaran Fiqih

Tujuan dan fungsi pelajaran fiqih di Madrasah disesuaikan dengan kurikulum Madrasah, yaitu :

1. Mengetahui dan memahami pokok-pokok Islam secara terperinci dan menyeluruh, baik berupa dalil naqli maupun dalil aqli pengetahuan dan pemahaman tersebut diharapkan menjadi pedoman hidup dalam kehidupan. Pribadi dan sosial (Direktorat Jenderal Kelembagaan Islam, 2004 :48).

2. Melaksanakan dan mengamalkan ketentuan hukum Islam dengan benar.

b. Fungsi Fiqih

Mata pelajaran Fiqih di Madrasah Tsanawiyah berfungsi untuk : 1. Menanamkan nilai-nilai dan kesadaran peserta didik kepada

Allah SWT.

2. Membiasakan pengalaman terhadap hukum Islam pada peserta didik dengan ikhlas dan perilaku sesuai dengan peraturan yang berlaku di Madrasah dan masyarakat.

3. Meneguhkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT.

4. Memperbaiki kesalahan-kesalahan, kelemahan-kelemahan peserta didik dalam melaksanakan ibadah dan muamalah dalam kehidupan sehari-hari.

5. Membekali peserta didik dalam bidang Fiqih atau hukum Islam untuk melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi.

5. Ruang Lingkup Fiqih

Ruang lingkup fiqih di Madrasah Tsanawiyah meliputi keserasian, keselarasan, dan keseimbangan (Direktorat jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2004 : 49-50) antara lain:

a. Hubungan manusia degan Allah

b. Hubungan manusia dengan sesama manusia

c. Hubungan manusia dengan alam dan lingkungan

Adapun ruang lingkup bahan pelajaran Fiqih di Madrasah Tsanawiyah berfokus pada aspek fiqih ibadah dan muamalah.

a. Fiqih Ibadah meliputi

1. Melakukan Thoharoh / bersuci 2. Melakukan shalat wajib 3. Melakukan adzan dan Iqamah 4. Melakukan Shalat jum‟at

5. Melakukan macam-macam Shalat sunah

6. Melakukan puasa

7. Melakukan zakat

8. Melakukan shodaqoh dan infak

9. Memahami hukum Islam tentang makanan,minuman, dan binatang

b. Fiqih Muamalah meliputi

1. Memahami ketentuan jual beli

2. Memahami ketentuan pinjam-meminjam

3. Memahami ketentuan upah 4. Memahami ketentuan riba

5. Memahami ketentuan barang titipan dan barang temuan

C. Pendekatan kontekstual dalam pembelajaran fiqih

Istilah Pendekatan memiliki strategi maupun metode akan tetapi tiga komponen saling berkaitan. dalam dunia pendidikan strategi dapat diartikan sebagai perencana yang berisi tentang rangkain kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan kemudian metode adalah untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan agar tujuan yang disusun tercapai secara optimal Wina Sanjaya, 2009:126.

Dalam pembelajaran fiqih yang sesuai dengan standar isi Madrasah Tsanawiyah terdapat beberapa pendekatan berkaitan dengan cakupan materi pada setiap aspek dalam suasana pembelajaran meliput:

1. Keimanan yang mendorong peserta didik mengembangkan

pemahaman dan keyakinan tentang adanya Allah sebagai sumber kehidupan

2. Pengalaman mengkondisikan peserta didik untuk mempraktikan dan merasakan hasi-hasil pengalaman isi mata pelajaran fiqih dalam kehidupan sehari-hari

3. Pembiasaan melaksanakan pembelajaran dengan membiasakan melakukan tata cara ibadah, bermasyarakat dan bernegara yang sesuai dengan materi pelajaran fiqih yang dicontohkan oleh para ulama 4. Rasional usaha meningkatakan proses dan hasil pembelajaran fiqih

dengan pendekatan yang memfungsikan rasiao peserta didik, sehingga isi dan nilai-nilai yang ditanamkan mudah dipahami dengan baik 5. Emosional upaya menggugah perasaan peserta didik dalam menghayati

pelaksanaan ibadah sehingga lebih terkesan dalam jiwa peserta didik 6. Fungsional menyajikan materi Fiqih yang memberikan manfaat bagi

peserta didik dalam kehidupan sehari-hari dalam arti luas

7. Keteladanan pendidikan yang menempatkan dan memerankan guru serta komponen madrasah lain sebagai teladan, sebagai cerminan dari individu yang mengamalkan materi fiqih.

Sekiranya pembelajaran Fiqih dengan menggunakan pendekatan kontekstual sangat penting untuk meningkatkan pemahaman mereka dalam memahami hukum Islam, sehingga peserta didik tidak membayangkan materi yang diajarkan akan tetapi materi yang diajarkan tersebut benar-benar terjadi linkungan kehidupan sehari-hari mereka.

Pembelajaran fiqih dengan menggunakan pendekatan kontekstual dalam penerapannya tidak terlepas dari metode yang digunakan dalam menyampaikan materi yaitu sebagai pendukung dari keberhasilan penerapan

1. Metode ceramah

Metode ceramah yaitu disamping menerangkan materi, guru dapat menyelipkan kisah-kisah yang bersumber dari Al-qur‟an dan hadis misalnya materi shalat berjamaah, shalat bagi orang sakit. Metode ini sebenarnya tidak dapat ditinggalkan dalam setiap penyampaian materi, yang dikolaborasikan dengan metode lain.

2. Metode tanya jawab

Metode tanya jawab yaitu penyampaian pesan pengajaran dengan cara mengajukan pertanyaan dan siswa memberikan jawaban, atau sebaliknya siswa diberikan kesempatan bertanya dan guru memberikan jawaban.

3. Metode diskusi

Metode diskusi yaitu suatu cara mempelajari materi pelajaran dengan memperdebatkan masalah yang timbul dan saling mengadu argumentasi. hal ini akan membuat siswa aktif dalam pembelajaran dan berfikir kritis dalam menuangkan ide-ide ketika ada suatu permasalahan dalam metode diskusi ini guru tetap mendampingi secara penuh dalam pembelajaran.

Pembelajaraan Fiqih yang ada di madrasah tersebut dengan pendekatan kontekstual adalah pendukung karena ketiga metode tersebut adalah sebagai metode pembelajaran yang tidak ditinggalkan dalam mensukseskan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual.

BAB III PAPARAN DATA

A. Gambaran Umum MTs N Karanggede Boyolali 1. Sejarah singkat dan lokasi

Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Karanggede pada

Dokumen terkait