• Tidak ada hasil yang ditemukan

Morfometri dan rendemen bulu babi

Jenis bulu babi yang digunakan adalah Diadema setosum (Gambar 2) yang diambil dari Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Diadema setosum diambil pada kedalaman 3 m dari permukaan laut dengan cara menyelam. Pengukuran morfometrik dilakukan terhadap 30 ekor bulu babi. Preparasi awal dilakukan dengan cara memisahkan bagian-bagian bulu babi yakni cangkang, duri, dan gonad. Gonad bulu babi dimasukkan ke dalam freezer sebelum dilakukan analisis sedangkan cangkang dan duri bulu babi dikeringkan terlebih dahulu.

Bobot bulu babi berkisar dari 119-130 g dengan rata-rata 123,02±5,31 g dan diameter bulu babi berkisar dari 6-10 cm dengan rata-rata 7,87±1,27 cm. Berdasarkan pengukuran bobot dan diameter diketahui bahwa pertambahan panjang diameter bulu babi diikuti dengan bertambahnya berat bulu babi. Hasil ini sejalan dengan pendapat Radjab (1998) yang menyatakan bahwa diameter dan berat bulu babi memiliki hubungan allometrik yang berarti pertambahan berat bulu babi lebih cepat dibandingkan dengan diameter bulu babi. Aziz (1993) juga menambahkan bahwa ukuran diameter bulu babi dapat digunakan untuk menentukan umur bulu babi, semakin panjang diameter bulu babi menunjukkan semakin dewasa umur bulu babi.

Gambar 2 Diadema setosum

Persentase masing-masing bagian yakni duri 20%, cangkang 52%, gonad 10% dan bagian lainnya 18% (Gambar 3). Hasil ini menunjukkan bahwa cangkang merupakan bagian dengan persentase rendemen tertinggi dan gonad merupakan bagian dengan persentase rendemen terendah. Rendemen cangkang yang tinggi dikarenakan bulu babi merupakan hewan laut yang sebagian besar tubuhnya dilapisi dengan cangkang dan duri. Cangkang bulu babi (endoskleton) merupakan kerangka yang tersusun dari kalsium karbonat, sedangkan duri bulu babi penyusun utamanya adalah kalsium karbonat dan magnesium (Vimono 2007).

Gambar 3 Persentase rendemen bulu babi ( : cangkang, : duri, : bagian lain, : gonad)

Ekstrak bulu babi

Tujuan proses ekstraksi adalah untuk mendapatkan senyawa aktif dari bagian tertentu suatu bahan (Harborne 1984). Proses ekstraksi pada penelitian pendahuluan ini menggunakan pelarut metanol. Metanol merupakan pelarut dari golongan alkohol yang baik digunakan untuk ekstraksi pendahuluan karena dapat mengekstraksi habis komponen aktif. Ekstraksi dilakukan terhadap 3 bagian berbeda bulu babi yaitu cangkang, duri, dan gonad. Persentase rendemen ekstrak bulu babi ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1 Persentase rendemen ekstrak bulu babi

Tabel 1 menunjukkan bahwa masing-masing bagian bulu babi menghasilkan rendemen yang berbeda-beda. Bagian bulu babi yang menghasilkan rendemen tertinggi adalah gonad sebesar 7,10% dan terendah adalah duri sebesar 0,94%. Perlakuan panas dengan cara mengeringkan sampel di bawah sinar matahari diduga mempengaruhi rendemen ekstrak cangkang dan duri bulu babi yang rendah, karena senyawa aktif memiliki sifat mudah menguap dan mudah terdegradasi karena pengaruh perlakuan panas. Wang dan Weller (2006) menyatakan bahwa komponen bioaktif merupakan komponen yang cepat mengalami kerusakan karena bersifat thermolabile (tidak tahan terhadap panas).

Rendemen gonad bulu babi yang tinggi diduga dipengaruhi oleh banyaknya

kandungan senyawa yang larut dalam pelarut metanol. Menurut Lapornik et al. (2005) pelarut metanol mampu mengekstrak komponen yang

berasal dari golongan alkaloid, fenolik, karotenoid, tanin, gula, asam amino dan glikosida, selain itu pelarut metanol juga memiliki sifat yang kurang polar dibandingkan dengan air, dengan demikian pelarut metanol mampu untuk

10%

18%

20% 52%

No. Bagian Rendemen

(%)

1. Duri 0,94

2. Cangkang 1,64

menghancurkan dinding sel dan menyebabkan komponen-komponen dalam sel hancur dan larut dalam pelarut metanol.

Aktivitas antibakteri bulu babi

Aktivitas antibakteri terhadap bakteri uji ditunjukkan dengan terbentuknya zona hambat. Ekstrak gonad bulu babi menunjukkan zona hambat tertinggi yakni 3 mm terhadap bakteri Escherichia coli dan 2 mm terhadap Staphylococcus aureus, sedangkan ekstrak cangkang dan duri berturut-turut terhadap E. coli 2 mm dan 1,5 mm dan terhadap S. aureus 1 mm, sedangkan pada ekstrak duri tidak terlihat adanya zona hambat. Davis dan Stout (1971) menyatakan bahwa terdapat 3 kategori daerah hambatan zat aktif berdasarkan diameter zona hambatnya yakni untuk kategori lemah diameter zona hambatnya <5 mm, kategori sedang yakni 5–10 mm, dan kategori kuat yakni 10–20 mm, jika dibandingkan dengan hasil yang diperoleh zona hambat ekstrak bulu babi termasuk dalam kategori lemah.

Komposisi kimia gonad bulu babi

Komponen gizi dalam suatu bahan sangat menentukan mutu dari bahan tersebut. Hasil analisis proksimat gonad bulu babi dapat dilihat pada Tabel 2. McAlister dan Moran (2012) menyatakan bulu babi memiliki tiga komponen biokimia yang penting yaitu protein, lemak, dan karbohidrat. Ketiga komponen ini merupakan penyedia energi bagi bulu babi dan penyusun struktur elemen dalam proses pembentukan dan perkembangan telur.

Tabel 2 Komposisi kimia gonad bulu babi

Kadar lemak gonad bulu babi pada penelitian ini yaitu 19,73% lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Zlantanos et al. (2009). Bulu babi jenis D. setosum merupakan salah satu jenis bulu babi dengan larva planktotrofik, yakni larva yang memperoleh nutrisi dari organisme plankton dan detritus (Jablonsky dan Lutz 1983). Hasil yang diperoleh sejalan dengan penelitian yang dilakukan McAlister dan Moran (2012), yaknikadar lemak tertinggi ditunjukkan pada bulu babi Echinometra lucunter yang merupakan bulu babi planktotrofik yakni 30,7%. Faktor yang mempengaruhi kadar lemak dalam gonad bulu babi salah satunya adalah makanan. McAlister dan Moran (2012) menyatakan bahwa terdapat 2 jenis sumber bahan makanan bulu babi yaitu non-planktonik yang bukan berasal dari plankton tapi berasal dari kuning telur induknya dan planktotrofik yang berasal

Parameter Diadema setosum

(%) Paracentrotuslividus (%) * Kadar air Kadar abu Kadar lemak Kadar protein Kadar karbohidrat 64,97 ± 0,08 2,72 ± 0,13 19,73 ± 0,04 12,26 ± 0,34 0,33 ± 0,17 73,4 2,1 3,5 15,1 - (*) Zlatanos et al. (2009)

dari fitoplankton maupun zooplankton. Faktor lain yang juga mempengaruhi tingginya kandungan lemak yaitu ukuran gonad. Menurut Byrne et al. (2008) gonad bulu babi yang berukuran besar secara proporsional mengandung lemak yang lebih banyak. Kandungan lemak yang tinggi cenderung menghasilkan volume gonad yang besar sehingga dapat dimanfaatkan sebagai cadangan energi untuk proses perkembangannya.

Bulu babi diketahui merupakan salah satu hasil perikanan yang memiliki kandungan protein tinggi. Fungsi protein sangat khas yakni membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh makhluk hidup. Fungsi ini tidak dapat digantikan oleh zat gizi yang lain. Kadar protein gonad pada penelitian ini (12,2%), lebih rendah dibandingkan dengan kadar protein gonad bulu babi Paracentrotus lividus (15,1%) (Zlantanos et al. 2009). Menurut Walker et al. (2007) protein dan energi merupakan faktor yang berperan dalam produksi dan pertumbuhan gonad bulu babi. Gonad bulu babi terdiri atas 2 bagian yakni sel germinal (sel-sel reproduksi) dan sel nutrisi (protein lemak dan karbohidrat). Proses pematangan gonad, protein, lemak, dan karbohidrat (glikogen) akan mengalami penurunan, sedangkan kadar air akan mengalami peningkatan karena ketiga zat gizi ini dipakai selama proses pematangan gonad. Gonad yang telah matang atau dewasa memiliki diameter 800 –1.000 m.

Kadar abu merupakan akumulasi dari semua jenis mineral dan komponen anorganik yang ada pada suatu bahan pangan salah satunya adalah bulu babi. Kadar abu bulu babi D. setosum lebih tinggi dari bulu babi P. lividus yakni 2,72%. Kadar abu dari masing-masing spesies berbeda tergantung pada lokasi ketersediaan mineral pada daerah tumbuh bulu babi. Hammer et al. (2006) menyatakan bahwa walaupun diperlukan dalam jumlah sedikit, mineral juga diperlukan untuk proses metabolisme dan pertumbuhan.

Kandungan air gonad bulu babi dalam penelitian lebih rendah yakni 64,9%, tingginya kadar air pada gonad bulu babi dikarenakan air merupakan salah satu komponen utama penyusun bulu babi. Kaneko et al. (2012) menyatakan bahwa kadar air bulu babi D. setosum akan meningkat pada saat proses spawning yakni berkisar antara 70,6-76,4% dan akan mengalami penurunan setelah proses spawning, yang berkisar 63,9-66,5%.

Menurut Darsono (1986) gonad bulu babi berkualitas baik memiliki tekstur kompak dan padat sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan bergizi, namun pada saat telah mencapai fase matang (dewasa) tekstur gonad lebih lunak dan berlendir karena kadar air yang tinggi. Hal ini dapat menyebabkan kualitas dan nilai jual gonad bulu babi menurun.

Ekstrak gonad bulu babi

Senyawa aktif yang berikatan dengan bahan akan ditarik oleh pelarut berdasarkan tingkat kepolaran. Proses ekstraksi pada penelitian utama menggunakan 3 jenis pelarut yakni n-heksana (non polar), etil asetat (semi polar), dan metanol (polar). Hasil ekstraksi gonad bulu babi dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Ekstrak kasar gonad bulu babi (a) ekstrak n-heksana; (b) ekstrak etil asetat; (c) ekstrak metanol

Proses ekstraksi menghasilkan warna ekstrak yang berbeda. Ekstrak n-heksana berwarna coklat keemasan dan agak cair. Ekstrak etil asetat berwarna

coklat kehitaman dan berbentuk pasta. Ekstrak metanol berwarna coklat kekuningan dan berbentuk pasta. Persentase rendemen ekstrak gonad bulu babi masing-masing pelarut sebagai berikut: ekstrak n-heksana 1,72%, ekstrak etil asetat 16,25%, dan ekstrak metanol 4,31%. Menurut Azmir et al. (2013) faktor-faktor yang mempengaruhi proses ekstraksi adalah metode ekstraksi, karakteristik bahan yang diekstrak, dan jenis pelarut. Pemilihan jenis pelarut merupakan faktor yang paling penting karena berhubungan dengan sifat kepolaran komponen yang akan diekstraksi. Berdasarkan kepolarannya, masing-masing pelarut memiliki kemampuan mengekstrak komponen aktif yang berbeda, sehingga tingginya nilai rendemen menunjukkan banyaknya komponen yang diekstrak.

Ekstrak etil asetat gonad bulu babi menunjukkan persentase yang tinggi dibandingkan dengan ekstrak n-heksana dan ekstrak metanol, hal ini diduga karena gonad bulu babi mengandung senyawa-senyawa semi polar yang tinggi sehingga larut dalam pelarut etil asetat. Rahayu (1999) menyatakan bahwa pelarut semi polar mampu melarutkan senyawa-senyawa yang berasal dari golongan alkaloid dan aglikon (alkoholik, fenolik, steroid, flavonoid dan saponin). Pelarut n-heksana merupakan pelarut yang mampu melarutkan senyawa yang bersifat non polar. Hasil ekstraksi menunjukkan bahwa rendemen ekstrak n-heksana sangat rendah, ini menunjukkan bahwa senyawa non polar yang terdapat pada gonad bulu babi sedikit. Hougthon dan Raman (1998) menyatakan bahwa secara umum pelarut non polar mampu melarutkan asam lemak.

Komponen bioaktif ekstrak gonad bulu babi

Komponen aktif gonad bulu babi dianalisis dengan fitokimia berdasarkan Harborne (1984) untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder dari suatu bahan. Pengujian dilakukan terhadap tiga jenis ekstrak gonad bulu babi. Hasil analisis fitokimia dapat dilihat pada Tabel 3.

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa ketiga jenis ekstrak mengandung senyawa aktif dari golongan steroid/triterpenoid dan saponin. Menurut Kristanti et al. (2008) steroid/triterpenoid dan saponin merupakan komponen senyawa aktif yang berasal dari golongan terpenoid. Secara umum senyawa yang berasal dari golongan terpenoid bersifat mudah larut dalam lemak.

Rosyidah et al. (2010) menyatakan bahwa komponen ini lebih mudah menembus dinding sel bakteri dengan cara menghambat sintesis protein sehingga menyebabkan perubahan komponen-komponen penyusun sel bakteri. Keberadaan senyawa ini pada ketiga jenis pelarut mengindikasikan bahwa steroid/triterpenoid mudah larut dalam pelarut organik.

Tabel 3 Hasil analisis komponen bioaktif gonad bulu babi

Saponin (steroid oligoglycosides) bersifat larut dalam air dan etanol, namun tidak larut dalam eter. Senyawa lain selain steroid/triterpenoid, yakni saponin, memiliki peran sebagai antibakteri dengan mekanisme kerjanya mengganggu permeabilitas membran sel bakteri sehingga terjadi bakterilisis pada sel bakteri yang ditandai dengan pecahnya membran sel (Sikkema et al. 1995). Stonik dan Elyakov (1988) menyatakan bahwa saponin terdapat pada tumbuhan terestrial. Saponin secara ekslusif terdapat pada echinodermata. Fungsi biologi saponin pada echinodermata berhubungan dengan sistem pertahanan diri terhadap fungi laut, predator dan parasit. Senyawa ini lebih khusus berperan sebagai antifungi pada echinodermata. Disisi lain senyawa ini juga berperan dalam proses reproduksi untuk jenis lain echinodermata yakni bintang laut dan teripang.

Senyawa fenol-hidrokuinon teridentifikasi pada ekstrak etil asetat. Hasil ini sejalan dengan penelitian Mamelona et al. (2011) yakni senyawa fenol (asetonitril) lebih tinggi pada gonad bulu babi dibandingkan dengan saluran pencernaan. Stonik dan Elyakov (1988) menyatakan bahwa umumnya senyawa kuinon (naptokuinon dan antrakuinon) terdapat pada mikroorganisme dan tumbuhan, sedangkan untuk binatang secara khusus terdapat pada echinodermata. Senyawa ini merupakan ciri khas dari bulu babi dan bintang laut. Pigmen memiliki peran penting bagi bulu babi, khususnya echinochrome A, yang berperan penting dalam aktivitas fisiologi yang mengandung komponen bakterisidal yang berasal dari cairan celomic dari bulu babi.

Flavonoid merupakan salah satu senyawa fenol yang bersifat polar sehingga larut dalam pelarut-pelarut polar seperti metanol, etanol, butanol dan aseton. Menurut Heim et al. (2002) senyawa flavonoid memiliki kelebihan sebagai antioksidan dan pengkhelat. Middleton et al. 2000 juga menambahkan bahwa aktivitas biologi lainnya dari flavonoid adalah sebagai antibakteri, antitrombotik, antiinflamasi, vasodilatasi dan anti kanker dengan mekanisme yang berbeda-beda. Alkaloid merupakan golongan senyawa yang memiliki berat molekul rendah, mengandung nitrogen dan ±20% ditemukan pada tanaman yang berfungsi sebagai pertahanan diri terhadap herbivora dan bakteri patogen. Keberadaan senyawa alkaloid pada ekstrak metanol gonad bulu babi menunjukkan bahwa senyawa ini

Jenis Uji Pelarut

n-heksana Etil asetat Metanol

Alkaloid Flavonoid Fenol-hidrokuinon Steroid/triterpenoid Tanin Saponin - + - + - + - + + + - + + - - + - +

mudah larut dalam pelarut polar, ini sejalan dengan Septiadi et al. (2013) yang menyatakan bahwa alkaloid bersifat basa sehingga sangat mudah larut dalam pelarut metanol dan air. Harborne (1984) menyatakan bahwa secara umum prekursor alkaloid adalah asam-asam amino, walaupun biosintesisnya lebih kompleks.

Toksisitas ekstrak gonad bulu babi

Analisis toksisitas merupakan uji pendahuluan untuk mengamati sifat farmakologi suatu senyawa dari tumbuhan (Carballo et al. 2002) dan penapisan bahan-bahan yang diduga memiliki sifat antitumor atau antikanker sebelum dilanjutkan pada uji in vitro menggunakan sel lestari kanker (Widjhati et al. 2004). Nilai LC50 ekstrak kasar gonad bulu babi dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Nilai LC50 ekstrak gonad bulu babi

Hasil analisis toksisitas BSLT menunjukkan bahwa nilai LC50 tertinggi adalah ekstrak n-heksana dan terendah ekstrak etil asetat. Hasil uji BSLT menunjukkan bahwa ekstrak gonad bulu babi bersifat toksik. Hasil ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Bragadeeswaran et al. (2013), yakni nilai LC50 ekstrak air Temnopleurus toreumaticus sebesar 120 g/mL. Ini menunjukkan bahwa ekstrak air T. toreumaticus lebih toksik dibandingkan dengan ekstrak gonad Diadema setosum. Toksisitas dari suatu senyawa sangat menentukan penggunaannya dalam aplikasi bidang obat-obatan yakni penentuan dosis. Menurut Moshi et al. (2010) terdapat 3 kategori toksisitas bahan berdasarkan nilai LC50 yakni kategori sangat toksik dengan nilai LC50<30 ppm, toksik dengan nilai LC50 30-1000 ppm, dan tidak toksik dengan nilai LC50>1.000 ppm.

Aktivitas antimikroba ekstrak gonad bulu babi

Aktivitas antimikroba ekstrak gonad bulu babi ditunjukkan dengan terbentuknya zona hambat. Pengamatan aktivitas antibakteri dilakukan tiap 2 jam selama 24 jam, sedangkan pengamatan aktivitas antijamur dilakukan tiap 6 jam selama 48 jam. Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak gonad bulu babi disajikan pada Gambar 5.

Berdasarkan hasil uji univariate terhadap ekstrak etil asetat (Lampiran 5a dan 5c) dapat dikatakan bahwa jenis bakteri, konsentrasi ekstrak dan interaksinya mempengaruhi diameter zona hambat pada jam ke-6, sedangkan pada jam ke-8 diameter zona hambat hanya dipengaruhi oleh konsentrasi ekstrak (p<0,05). Hasil uji Duncan (Lampiran 5b dan 5d) menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak yang menunjukkan aktivitas antibakteri terbaik dengan diameter zona hambat tertinggi adalah konsentrasi 2 mg, sedangkan interaksinya menunjukkan konsentrasi ekstrak etil asetat gonad bulu babi 2 mg menunjukkan diameter zona hambat tertinggi terhadap bakteri S. aureus.

Jenis ekstrak Nilai LC50 (ppm)

n-heksana etil asetat metanol 577,531 471,861 563,226

Berdasarkan uji univariate terhadap ekstrak n-heksana (Lampiran 5g) diketahui bahwa jenis bakteri dan konsentrasi ekstrak mempengaruhi diameter zona hambat (p<0,05). Hasil uji Duncan (Lampiran 5h) menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi menunjukkan perbedaan yang signifikan terhadap aktivitas antibakteri.

Uji univariate terhadap ekstrak metanol (Lampiran 5j dan 5k) tidak menunjukkan adanya pengaruh jenis bakteri, konsentrasi ekstrak dan interaksi keduanya terhadap aktivitas antibakteri (diameter zona hambat) (p>0,05).

Keterangan : Huruf a adalah hasil uji lanjut Duncan terhadap perbedaan konsentrasi ekstrak yang menunjukkan beda nyata (p<0,05). Huruf *k menunjukkan hasil uji Duncan terhadap interaksi bakteri uji dengan konsentrasi ekstrak yang menunjukkan beda nyata (p<0,05)

Gambar 5 Aktivitas antibakteri ekstrak gonad bulu babi ( ) 2 mg, ( ) 1 mg, ( ) 0,5 mg (n=3).

Penelitian antibakteri pada bulu babi telah dilakukan oleh beberapa peneliti diantaranya Shamsudin et al. (2010) yang menyatakan bahwa ekstrak etanol bulu babi Diadema savignyi menunjukkan aktivitas antibakteri terbaik dibandingkan dengan pelarut metanol dan buffer fosfat yakni 12 mm terhadap bakteri S. aureus. Uma dan Parvathavarthini (2010) menyatakan bahwa ekstrak n-heksana bulu babi Temnopleurus alexandri menunjukkan aktivitas antibakteri tertinggi pada bakteri Bacillus subtilis dan Pseudomonas aeruginosa dengan diameter zona hambat secara berurutan 16 mm dan 15 mm. Hasil ini menunjukkan bahwa bulu babi memiliki kemampuan sebagai antibakteri terhadap berbagai jenis bakteri.

Menurut Darsana et al. (2012) komponen bioaktif yang berperan dalam menghambat aktivitas bakteri umumnya berasal dari golongan saponin, steroid/triterpenoid, alkaloid, dan flavonoid dengan mekanisme kerjanya yakni merusak membran sel bakteri Pendapat ini sejalan dengan hasil yang diperoleh yakni senyawa aktif yang terdeteksi pada ekstrak etil asetat gonad bulu babi berasal dari golongan senyawa saponin, steroid/triterpenoid, dan flavonoid, yang menunjukkan aktivitas antibakteri tertinggi dibandingkan ekstrak n-heksana dan ekstrak metanol. 4,3 2,7 2 1,3 3,7 2,3 1,3 0,5 1,3 1 1,7 1,3 0,5 0,5 2,3 1,3 0 0.5 1 1.52 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5 6

S. aureus E.coli S. aureus E.coli S. aureus E.coli

Etil asetat Metanol n-heksana

D iam e te r z o n a h am b at (m m ) a*k

Hasil pengamatan selama 24 jam menunjukkan bahwa zona hambat yang terbentuk terlihat pada jam ke 6 sampai dengan jam ke 12 (Gambar 6,7, dan 8). Hal ini mengindikasikan bahwa ekstrak memiliki sifat bakteriostatik (menghambat pertumbuhan) terhadap bakteri uji. Sifat agen antimikroba terdiri atas 2 yakni bakterisidal dan bakteriostatik. Pankey dan Sabath (2004) menyatakan bahwa bakteriostatik adalah agen penghambat pertumbuhan bakteri, sedangkan bakterisidal adalah agen pembunuh bakteri. Sifat ini umumnya dipengaruhi oleh kondisi pertumbuhan bakteri, densitas bakteri, lamanya waktu pengamatan, dan jumlah penurunan bakteri. Perbedaan jenis bakteri juga mempengaruhi efektivitas dari ekstrak yang digunakan.

(A)

(B)

Gambar 6 Aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat gonad bulu babi terhadap bakteri S. aureus (A) dan E. coli (B) ( : konsentrasi 0,5 mg, : konsentrasi 1 mg, : konsentrasi 2 mg) (n=3).

Sifat bakteri baik itu bakteriostatik atau bakterisidal berhubungan dengan pertumbuhan bakteri. Fase pertumbuhan bakteri umumnya dibagi menjadi empat, yakni fase lag, fase log (eksponensial), fase stasioner, dan fase kematian (Al-qiari et al. 2008). Eng et al. (1991) menyatakan bahwa pertumbuhan bakteri E.coli dan S. aureus dimulai pada jam ke 3 sampai jam ke 24. Berdasarkan pengamatan terhadap aktivitas antibakteri tiap 2 jam diketahui bahwa penghambatan ekstrak terhadap bakteri hanya terjadi pada jam ke 6 sampai jam ke 12.

Menurut Madigan et al. (2010) pada fase log, bakteri sangat sensitif terhadap lingkungan seperti pH, nutrien, suhu dan kelembaban, sehingga diameter zona

0 1 2 3 4 5 6 2 4 6 8 10 12 20 24 D iam e te r z o n a h am b at (m m ) Jam ke-0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 2 4 6 8 10 12 20 24 D iam e te r z o n a h am b at (m m ) Jam

ke-hambat yang dihasilkan tidak stabil. Hal lainnya yang juga mempengaruhi adalah rendahnya konsentrasi ekstrak yang digunakan sehingga tidak mampu menghambat pertumbuhan bakteri sampai waktu pengamatan 24 jam. Menurut Nemeth et al. (2014) bahwa suatu agen antibakteri yang bersifat bakteriostatik dapat bersifat bakterisidal saat konsentrasinya ditingkatkan. Ariyanti et al. (2012) menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi bahan antibakteri maka semakin kuat aktivitas antibakterinya.

Gambar 7 Aktivitas antibakteri ekstrak metanol gonad bulu babi terhadap bakteri S. aureus (A) dan E. coli (B) ( : konsentrasi 0,5 mg, : konsentrasi 1 mg, : konsentrasi 2 mg) (n=3). (A) 0 1 2 3 4 5 2 4 6 8 10 12 20 24 D iam e te r z o n a h am b at (m m ) Jam ke-(A) (B) 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 2 4 6 8 10 12 20 24 D iam e te r z o n a h am b at (m m ) Jam ke-0 0.5 1 1.5 2 2 4 6 8 10 12 20 24 D iam e te r z o n a h am b at (m m ) Jam

ke-(B)

Gambar 8 Aktivitas antibakteri ekstrak n-heksana gonad bulu babi terhadap bakteri S. aureus (A) dan E. coli (B) ( : konsentrasi 0,5 mg, : konsentrasi 1 mg, : konsentrasi 2 mg) (n=3).

Hasil pengujian aktivitas antibakteri terhadap Escherichia coli dan Staphylococcus aureus menunjukkan hasil yang berbeda. Ekstrak gonad bulu babi menghambat bakteri S. aureus lebih tinggi dibandingkan bakteri E.coli. Hasil ini menunjukkan bakteri Gram-positif (S. aureus) lebih mudah dihambat oleh ekstrak gonad bulu babi dibandingkan bakteri Gram-negatif (E. coli). Menurut Jawetz et al. (2001) bakteri Gram-positif memiliki struktur dinding sel yang lebih sederhana dibandingkan dengan bakteri Gram-negatif yakni berlapis tunggal dengan kandungan lipid yang rendah (1-4%) sehingga bahan aktif dengan mudah masuk ke dalam sel, sedangkan bakteri Gram-negatif memiliki struktur dinding sel berlapis tiga yang terdiri dari lapisan luar lipoprotein, lapisan tengah lipopolisakarida yang menjadi penghalang masuknya bahan aktif, dan lapisan dalam yakni peptidoglikan yang mengandung lipid tinggi (11-12%).

Kontrol positif yang digunakan dalam penelitian ini adalah kloramfenikol 300 g yang menunjukkan diameter zona hambat tertinggi yakni 30 mm. Menurut Balbi (2004) kloramfenikol mampu menghambat sintesis protein. Cara kerja kloramfenikol terhadap bakteri adalah bakteriostatik, walaupun sebenarnya kloramfenikol ini bersifat bakteriosidal terhadap 3 jenis bakteri yang menyebabkan meningitis pada anak-anak yakni H. influenzae, S. pneumoniae, dan N. meningitidis dan merupakan antibiotik dengan spektrum yang luas terhadap aktivitas bakteri Gram-positif dan Gram-negatif dan bakteri anaerob.

Ketiga ekstrak gonad bulu babi tidak mampu menghambat pertumbuhan C. albicans setelah diamati selama 48 jam. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Bragadeeswaran et al. (2013) yaitu ekstrak PBS, metanol, n-butanol,

dan petroleum eter tidak menunjukkan aktivitas antifungi terhadap fungi C. albicans. Berbeda dengan beberapa hasil penelitian yang dilakukan Septiadi et al. (2013) yakni ekstrak teripang keling (Holothuria atra) memiliki aktivitas antijamur terhadap C. albicans pada konsentrasi 12 mg/disk. Septiadi et al. (2013) juga menyatakan bahwa senyawa yang berkontribusi sebagai antijamur adalah saponin dengan mekanisme menurunkan tegangan permukaan membran sterol dari dinding sel jamur sehingga permeabilitasnya meningkat. Keberadaan saponin terdeteksi secara kualitatif pada ketiga ekstrak gonad bulu

Dokumen terkait