• Tidak ada hasil yang ditemukan

Eksplorasi Senyawa Antimikroba Dan Antioksidan Dari Bulu Babi (Diadema Setosum).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Eksplorasi Senyawa Antimikroba Dan Antioksidan Dari Bulu Babi (Diadema Setosum)."

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

EKSPLORASI SENYAWA ANTIMIKROBA DAN

ANTIOKSIDAN DARI BULU BABI (

Diadema setosum

)

FEBRINA OLIVIA AKERINA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Eksplorasi Senyawa Antimikroba dan Antioksidan dari Bulu babi (Diadema setosum)” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2015

(4)
(5)

Antioksidan dari Bulu babi (Diadema setosum). Dibimbing oleh TATI NURHAYATI dan RUDDY SUWANDI.

Bulu babi merupakan biota perairan yang memiliki nilai jual tinggi. Senyawa aktif yang dihasilkan oleh bulu babi memiliki potensi untuk dimanfaatkan sebagai senyawa antimikroba alami. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan mengidentifikasi senyawa aktif ekstrak bulu babi yang berperan sebagai antimikroba dan menganalisis potensi ekstrak bulu babi sebagai antioksidan. Penelitian ini dibagi menjadi 2 bagian yaitu penelitian pendahuluan untuk menentukan bagian bulu babi terbaik yang menunjukkan aktivitas antibakteri tertinggi, dan penelitian utama untuk mengkarakterisasi potensi bagian bulu babi terbaik sebagai antimikroba dan antioksidan.

Aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa ekstrak gonad bulu babi memiliki aktivitas antibakteri tertinggi dengan zona hambat (1,83±0,74) mm terhadap bakteri Escherichia coli dan 1,5±0 mm terhadap bakteri Staphylococcus aureus.

Komposisi gizi gonad bulu babi secara berurutan adalah kadar air (64,97±0,08%); kadar abu (2,72±0,13%); kadar lemak (19,73±0,04%); kadar protein (12,26±0,3%); dan kadar karbohidrat (0,33±0,17%). Komponen bioaktif yang terdeteksi pada ekstrak n-heksana, etil asetat, dan metanol gonad bulu babi berasal dari golongan steroid/triterpenoid dan saponin. Nilai LC50 ekstrak gonad bulu babi dari masing-masing pelarut berturut-turut : ekstrak etil asetat 471,861 ppm, metanol 563,226 ppm, dan ekstrak n-heksana 577,531 ppm. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara interaksi perbedaan jenis bakteri dan konsentrasi ekstrak etil asetat gonad bulu babi terhadap bakteri S. aureus dibandingkan dengan bakteri E.coli. Ekstrak gonad bulu babi tidak memiliki aktivitas antimikroba terhadap Candida albicans. Nilai konsentrasi hambat minimum ekstrak n-heksana dan etil asetat gonad bulu babi adalah 500 ppm terhadap bakteri S. aureus. Fraksinasi dengan KLT menunjukkan keberadaan senyawa steroid/terpenoid setelah disemprot dengan penampak warna anisaldehid-asam sulfat. Fraksi hasil KLT tidak menunjukkan penghambatan terhadap bakteri E. coli dan S. aureus pada analisis bioautografi. Ketiga ekstrak gonad bulu babi tidak menunjukkan adanya aktivitas antioksidan dengan nilai IC50 masing-masing ekstrak adalah n-heksana 3.045,5 ppm, etil asetat 2.826,125 ppm, metanol 1.451,156 ppm.

(6)

SUMMARY

FEBRINA OLIVIA AKERINA. Exploration of Antimicrobial and Antioxidant Compound from Sea Urchin (Diadema setosum). Supervised by TATI NURHAYATI dan RUDDY SUWANDI.

Sea urchin is known as highly valued seafood. Its bioactive compound also has a potential as natural antimicrobial agent. The aims of this research were to isolate and identify the antimicrobial bioactive compounds from sea urchin extract and analyzing the potential of sea urchin’s extract as an antioxidant . This research was divided into two phases, the preliminary research to determine the best part of sea urchin that shown highest antibacterial activity and the main research to characterize antimicrobial and antioxidant activities.

Gonads extract exhibited the high antibacterial activity against Escherichia coli and Staphylococcus aureus at 1.83±0.74 mm and 1.5±0 mm, respectively.

In the main research, proximate composition from gonad of sea urchin were water content (64.97±0.08%); ash (2.72±0.13%); lipid (19.73±0.04%); protein (12.26±0.3%), and (0.33±0.17%). The detected bioactive compounds from the three different solvents of gonads extract were steroid/triterpenoid and saponin. Their lethal toxicity values (LC50) were 471.861 ppm (ethyl acetate), 563.226 ppm (methanolic), and 577.531 ppm (n-hexane). The result of Duncan’s multiple test showed significant differences between interaction of bacteria and consentration of ethyl asetat’s extract against S.aureus than E.coli. Gonadal’s extract has no antimicrobial activity against Candida albicans . The MIC value of n-hexane and ethyl acetate gonadal’s extract were 500 ppm against S. aureus. The TLC result indicated the presence of steroidal/triterpenoid compounds after spraying with anisaldehid-sulphuric acid. The result of bioautography test of the TLC fraction exhibited no inhibiton zone against S. aureus and E. coli. The three gonads extracts have no antioxidant activity against DPPH, their IC50 value were 3045.5 ppm (n-hexane), 2826.125 ppm (ethyl acetate), and 1451.156 ppm (methanolic).

(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)
(9)

EKSPLORASI SENYAWA ANTIMIKROBA DAN

ANTIOKSIDAN DARI BULU BABI (

Diadema setosum

)

FEBRINA OLIVIA AKERINA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Teknologi Hasil Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)
(11)
(12)
(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas hikmat yang telah diberikan sehingga tesis dengan judul “Eksplorasi Senyawa Antimikroba dan Antioksidan dari Bulu Babi (Diadema setosum)” ini berhasil diselesaikan.

Penulisan tesis ini tidak dapat berjalan lancar tanpa bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Dr. Tati Nurhayati, SPi, MSi, selaku ketua komisi pembimbing dan Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, MPhil sebagai anggota komisi pembimbing atas

bimbingan, arahan dan masukan selama penyusunan tesis ini.

2. Dr. Ir. Sri Purwaningsih, MSi, selaku dosen penguji atas kesediaan waktu dan masukkan yang diberikan.

3. Dr. Ir. Wini Trilaksani, MSc selaku ketua Program Studi Teknologi Hasil Perairan.

4. Keluarga besar penulis, Mama, Papa, Yus, Cice, Aliya, dan Ona atas doa, motivasi dan dukungan kepada penulis selama menempuh studi dan menjalankan penelitian.

5. Ibu Ema, Mba Dini, dan Mba Dila dari Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan atas bantuan selama proses penelitian.

6. Teman-teman mahasiswa dan staf Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka untuk bantuan dan dukungan yang diberikan.

7. Teman-teman THP 2012 atas persahabatan, semangat, dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis.

8. Asti, Tia, kaka Neon, dan Eko atas kebersamaan, dukungan, motivasi, dan persahabatan yang telah diberikan kepada penulis.

9. Teman-teman Malibu girls (Kaka Sofi, Ida, Alin, kaka Ona, ade Selfi dan kaka Ella) atas motivasi, doa, dukungan dan kebersamaan yang dibangun selama di Bogor, dan selama penulis melakukan penelitian.

10.Anggota Persekutuan Mahasiswa Maluku atas kebersamaan, dukungan dan nasehat-nasehat yang diberikan.

11.Semua pihak yang telah membantu penulis selama menempuh studi, menjalani penelitian, dan akhirnya bisa menyelesaikan tesis ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini jauh dari kesempurnaan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi civitas akademika IPB secara khusus dan masyarakat Indonesia pada umumnya

Bogor, November 2015

(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xi

1PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

2METODE

Waktu dan Tempat Penelitian 4

Bahan dan Alat 4

Prosedur Penelitian 4

Metode Penelitian 6

Analisis Data 12

3HASIL DAN PEMBAHASAN

Morfometri dan rendemen bulu babi 14

Ekstrak bulu babi 15

Aktivitas antibakteri bulu babi 16

Komposisi kimia gonad bulu babi 16

Ekstrak gonad bulu babi 17

Komponen aktif ekstrak gonad bulu babi 18

Toksisitas ekstrak gonad bulu babi 20

Aktivitas antimikroba ekstrak gonad bulu babi 20

Konsentrasi hambat minimum ekstrak gonad bulu babi 25 Fraksi KLT dan aktivitas ekstrak (bioautografi) 26

Aktivitas antioksidan ekstrak gonad bulu babi 28

4SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan 29

Saran 29

DAFTAR PUSTAKA 30

(15)

DAFTAR TABEL

Persentase rendemen ekstrak bulu babi Komposisi kimia gonad bulu babi

Hasil analisis komponen bioaktif gonad bulu babi Nilai LC50 ekstrak gonad bulu babi

Hasil analisis konsentrasi hambat minimum ekstrak gonad bulu babi Perbandingan eluen terbaik dan nilai Rf ekstrak etil asetat gonad bulu babi

Nilai IC50 ekstrak gonad bulu babi dan vitamin C

15

Ekstrak kasar gonad bulu babi (a) ekstrak n-heksana; (b) ekstrak etil asetat; (c) ekstrak metanol

Aktivitas antibakteri ekstrak gonad bulu babi ( ) 2 mg, ( ) 1 mg, ( ) 0,5 mg.

Aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat gonad bulu babi terhadap bakteri S. aureus (A) dan E. coli (B) ( : konsentrasi 0,5 mg, : konsentrasi 1 mg, : konsentrasi 2 mg)

Aktivitas antibakteri ekstrak metanol gonad bulu babi terhadap bakteri S. aureus (A) dan E. coli (B) ( : konsentrasi 0,5 mg, : konsentrasi 1 mg, : konsentrasi 2 mg)

Aktivitas antibakteri ekstrak n-heksan gonad bulu babi terhadap bakteri S. aureus (A) dan E. coli (B) ( : konsentrasi 0,5 mg, : konsentrasi 1 mg, : konsentrasi 2 mg)

Hasil KLT ekstrak etil asetat gonad bulu babi

Hasil analisis dengan penampak warna anisaldehid-asam sulfat

5

Analisis aktivitas antibakteri bulu babi Analisis proksimat gonad bulu babi Analisis fitokimia ekstrak gonad bulu babi Analisis BSLT ekstrak gonad bulu babi

Hasil pengamatan aktivitas antibakteri ekstrak gonad bulu babi Analisis konsentrasi hambat minimum ekstrak gonad bulu babi Fraksinasi ekstrak etil asetat gonad bulu babi dan bioautografi Analisis aktivitas antioksidan ekstrak gonad bulu babi

(16)
(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bulu babi merupakan salah satu jenis biota perairan yang berasal dari filum echinodermata yang penyebarannya hampir diseluruh zona perairan. Suwignyo et al. (2005) menyatakan bahwa ada 950 spesies bulu babi yang tersebar diseluruh dunia. Penyebaran bulu babi di Perairan Indonesia, Malaysia, Filipina, dan wilayah Australia Utara sekitar 316 jenis, sedangkan di Perairan Indonesia sendiri sekitar 84 jenis yang berasal dari 21 familia dan 48 genus(Aziz 1987).

Diadema setosum merupakan salah satu jenis bulu babi menyebar di seluruh zona terumbu karang antara lain pada zona pasir, zona pertumbuhan alga, zona lamun sampai daerah tubir (Zakaria 2013). Populasi spesies ini lebih banyak ditemukan pada daerah karang yang kondisinya telah rusak dan hidupnya mengelompok dengan tujuan untuk mempertahankan diri dari ancaman musuh. Bulu babi secara umum merupakan hewan nokturnal yang aktif pada malam hari, sepanjang siang mereka bersembunyi di celah-celah karang dan keluar pada malam hari untuk mencari makan. Secara umum bulu babi memakan alga coklat, alga hijau, dan lamun sebagai makanan utamanya sedangkan D. setosum, karena hidupnya di bawah batas surut terendah maka sumber makanannya berasal dari berbagai jenis alga serta partikel organik/detritus (Ratna 2002). Di Indonesia D. setosum merupakan salah satu jenis bulu babi yang dikonsumsi oleh masyarakat karena memiliki komponen gizi tinggi sehingga memberikan efek yang baik bagi kesehatan.

Gonad atau telur bulu babi dimanfaatkan sebagai bahan makanan di seluruh belahan dunia yang dikenal sebagai roe atau uni yang merupakan makanan laut bernilai tinggi dan lezat (Arafa et al. 2012). Menurut Hagen (1996) gonad bulu babi sangat digemari oleh masyarakat jepang dan merupakan penting bagi masyarakat pesisir di Cili. Bagian lain dari bulu babi yang memiliki potensi untuk dimanfaatkan adalah cankang dan duri. Shankarlal et al. (2011) menyatakan bahwa cangkang bulu babi diketahui mengandung berbagai pigmen polihidrosilat naptokuinon dan spinokrom yang memiliki fungsi mirip dengan echinokrom A, yang berpotensi membunuh bakteri (bakterisidal). Bulu babi selain memiliki cangkang yang keras, 95% bagian tubuh bulu babi juga didominasi oleh duri-duri yang sangat rapuh dan beracun. Duri bulu babi digunakan untuk bergerak, mencapit makanan dan melindungi diri, sedangkan untuk jenis-jenis tertentu mengandung racun. Dahl et al. (2010) menyatakan racun yang terdapat pada duri bulu babi berasal dari serotonin, glikosida, steroid, bahan cholinergic, dan brandykinin-like substances. Aprilia et al. (2012) menyatakan duri dan cangkang bulu babi memiliki potensi sebagai antimikroba karena memiliki kandungan senyawa aktif yang bersifat toksik. Menurut Abubakar et al. (2012) toksin yang dihasilkan oleh organisme salah satunya bulu babi dapat dimanfaatkan dalam bidang pengobatan yang berpotensi sebagai antibiotik tipe baru untuk dikembangkan dalam bidang farmasi karena mengandung senyawa aktif.

(18)

lingkungan maupun hewan disekitarnya. Hewan-hewan laut tidak terlindungi dari bakteri-bakteri yang toleran terhadap konsentrasi tinggi, jamur, dan virus, yang mungkin saja bersifat patogen terhadap organisme tersebut, dengan demikian metabolit sekunder ini diproduksi untuk mempertahankan diri. Abubakar et al. (2012) menyatakan bahwa pertahanan suatu organisme tergantung dari efisiensi senyawa antimikroba yang dihasilkan untuk dapat melindungi dirinya terhadap infeksi mikroba tersebut. Beberapa peneliti telah melaporkan bahwa bulu babi memiliki potensi sebagai antimikroba diantaranya adalah Li et al. (2010) yang melaporkan bahwa 43% aktivitas antimikroba berasal dari 83 spesies echinodermata yang tidak teridentifikasi yang diperoleh dari pantai barat Baja California dan Teluk California, 58% dari 36 spesies yang tidak diidentifikasi dari Laut Karibia menunjukkan aktivitas antimikroba. Bryan et al. (1997) menyatakan bahwa di Teluk Meksiko, 80% dari 22 spesies echinodermata menunjukkan aktivitas antimikroba. Penelitian lain yang dilaporkan oleh Haug et al. (2002) menunjukkan bahwa aktivitas antibakteri ditemukan pada bagian tubuh yang berbeda dari green sea urchin menggunakan bakteri uji Vibrio anguillarum serotipe O2 (FT 1801), Escherichia coli (ATCC 15922), Staphylococcus aureus (ATCC 9144) dan Corynebacterium glutamicum (ATCC 13032). Beberapa penelitian yang dilakukan oleh para ahli yang juga dilaporkan oleh Abubakar et al. (2012) menyatakan bahwa berbagai senyawa antimikroba yang berasal dari echinodermata yaitu steroidal glikosida (Andersson et al. 1989), sterol polihidroksilat (Iorizzi et al. 1995), lisozim (Canicatti dan Roch, 1989; Stabili dan Pagliara, 1994), complement-like substance (Leonard et al. 1990), dan antimicrobial peptide (Beauregard et al. 2001). Hasil-hasil penelitian ini menunjukkan bahwa filum echinodermata salah satunya bulu babi memiliki potensi sebagai antimikroba.

Filum echinodermata juga diketahui memiliki potensi sebagai antioksidan alami. Penelitian yang dilakukan Rasyid (2012) menemukan bahwa teripang memiliki potensi sebagai antioksidan dengan nilai IC50 65,08 ppm dan kandungan α-tokoferol 2,75 ppm. Penelitian yang dilakukan Powell et al. (2014) menyatakan bahwa ekstrak cangkang bulu babi Psammechinus miliaris memiliki nilai total fenol 690 μg GAE/g, yang diketahui memiliki hubungan dengan aktivitas antioksidan. Shankarlal et al. (2011) melaporkan juga bahwa cangkang bulu babi Salmacis virgulata menunjukkan aktivitas antioksidan yang lebih baik pada konsentrasi 100 μg/mL dengan persen inhibisi 77,51% dibandingkan asam askorbat dengan persen inhibisi 82,64%. Penelitian-penelitian ini juga menegaskan bahwa bulu babi memiliki potensi sebagai antioksidan alami.

Penelitian mengenai isolasi dan karakterisasi komponen antimikroba dan antioksidan D. setosum di Indonesia belum banyak dilakukan. Penelitian lebih banyak diarahkan pada morfometri, pertumbuhan embrio, uji toksisitas, asam lemak, asam amino, dan logam berat. Potensi bulu babi sebagai antimikroba dan antioksidan perlu dikembangkan karena dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat dalam bidang farmasi.

Perumusan Masalah

(19)

antibiotik yang telah dikenal secara komersil. Secara umum antibiotik lebih banyak diisolasi dari organisme yang berasal dari lingkungan terestrial, namun keberagaman jenis produk alami lingkungan terestrial lebih sedikit dibandingkan dengan lingkungan perairan (lautan). Keberagaman produk alami yang tinggi pada lingkungan perairan laut memungkinkan untuk dimanfaatkan dan dikembangkan sebagai agen terapi. Organisme laut mampu membentuk konstelasi biomolekul untuk bertahan hidup dalam lingkungan, sehingga mereka mampu menghadapi persaingan yang ketat dengan mikroba patogen. Haug et al. (2002) melaporkan bahwa echinodermata merupakan organisme bentik yang terus menerus terpapar oleh bakteri, virus, dan jamur dengan konsentrasi tinggi sehingga mungkin berbahaya bagi organisme tersebut. Daya tahan dari organisme sangat tergantung pada efisiensi mekanisme antimikroba yang dihasilkan untuk melindungi dirinya terhadap infeksi mikroba. Organisme memiliki kemampuan untuk bertahan hidup yang berbeda-beda, bentuk pertahanan organisme laut bulu babi adalah racun yang dikeluarkan lewat durinya. Racun yang dihasilkan merupakan bentuk dari metabolit sekunder yang dihasilkan oleh bulu babi untuk mempertahankan dirinya.

Penelitian mengenai potensi bulu babi sebagai antimikroba maupun antioksidan telah banyak dilakukan terhadap beberapa jenis bulu babi diantaranya Temnopleurus alexandri, Temnopleurus toreoumaticus, Tripneustes gratilla, Diadema savignyi, dan jenis lainnya sedangkan jenis Diadema setosum belum banyak diketahui padahal Diadema setosum merupakan salah satu jenis bulu babi yang penyebarannya melimpah di Perairan Indonesia, jenis ini juga telah dibudidayakan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1 Mengisolasi dan mengidentifikasi senyawa aktif ekstrak bulu babi yang berperan sebagai antimikroba.

2 Menganalisis potensi ekstrak bulu babi sebagai antioksidan.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1 Dapat mengetahui senyawa aktif ekstrak bulu babi yang berperan sebagai antimikroba.

(20)

2

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada Bulan Februari 2014 sampai dengan Juni 2015 di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku, Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, dan Laboratorium Terpadu Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan; Laboratorium Kimia Analitik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam; Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka dan Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bulu babi jenis Diadema setosum dari Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Jakarta. Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi adalah metanol (Merck), etil asetat (Merck), dan n-heksana (Merck). Bahan lain yang digunakan untuk analisis adalah bakteri Escherichia coli (ATCC 8739) dari IPBCC, Staphylococcus aureus (ATCC 6538) dari LIPI Cibinong, nutrient agar (NA), potato dextrose agar (PDA), potato dextrose broth (PDB), nutrient broth (NB), Mueller hinton agar (MHA), Saborous dextrose agar (SDA), akuades, jamur Candida albicans (ATCC 200) dari Departemen Patologi, Universitas Indonesia, larva Artemia salina, plat alumina oxide silica gel 60 F254 (Merck) dan penampak warna anisaldehid-asam sulfat, 1,1-difenil-1-pikrilhidrazill (DPPH), pelarut dimethyl sulfoxide (DMSO), dan asam askorbat.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, orbital shaker (WideShake SHO-1D), vacum rotary evaporator (Eyela OSB-2110), autoklaf (Yamato SM 52), spektrofotometer (UV VIS RS 2500), inkubator (Yamato IS900),

laminar, oven sterilisasi (Yamato SH62), oven pengering (EHRET), vial BSLT, chamber kromatografi lapis tipis (KLT), lampu UV (Ultra-Violet Product), spektrofotometer (Epoch Biotech), microplate (Iwaki), dan alat gelas.

Prosedur Penelitian

Penelitian ini dibagi menjadi 2 tahapan yakni penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pedahuluan terdiri dari ekstraksi bulu babi (duri, cangkang dan gonad) dan pengujian aktivitas antibakteri bulu babi. Bagian bulu babi yang menunjukkan aktivitas antiakteri terbaik selanjutnya digunakan sebagai sampel pada penelitian utama. Penelitian utama meliputi analisis proksimat, ekstraksi, analisis fitokimia, brine shrimp lethality test (BSLT), aktivitas antimikroba, konsentrasi hambat minimum (KHM), fraksinasi dengan KLT dan bioautografi, serta pengujian aktivitas antioksidan. Diagram alir penelitian disajikan pada Gambar 1.

(21)

Gambar 1 Diagram alir penelitian

Penelitian pendahuluan

Penelitian utama

Bulu babi

Preparasi

Cangkang Duri Gonad

Ekstraksi dengan metanol (1:3)

Pengujian aktivitas antibakteri (Moorthy et al. 2007)

Aktivitas antibakteri (Moorthy et al.

Bagian bulu babi terbaik

Analisis proksimat (AOAC 2005)

Ekstraksi bertingkat

Pelarut yang digunakan : n-heksana,

etil asetat dan metanol

Ekstrak n-heksana

Ekstrak Etil asetat

Ekstrak metanol

 Analisis fitokimia ( Harborne 1984)  Analisis BSLT (Meyer et al. 1982)

 Analisis aktivitas antimikroba (Moorthy et al. 2007)  Analisis KHM (Wiegand et al. 2008)

 Fraksinasi dengan KLT (Bhattarai et al. 2008) dan bioautografi (Rahalison et al. 1991)

 Analisis aktivitas antioksidan (Tamakou et al. 2012) Ekstrak

Cangkang

Ekstrak duri

(22)

Metode Penelitian

Penentuan proporsi bagian bulu babi

Sampel yang diperoleh dipreparasi untuk memisahkan bagian-bagian bulu babi yaitu cangkang, duri, dan gonad. Pengukuran rendemen merupakan persentase antara berat bahan yang digunakan dengan berat keseluruhan dari bahan. Pengukuran rendemen bulu babi menggunakan 30 ekor bulu babi dan data yang diperoleh dihitung dengan rumus berikut :

Rendemen (%) = Berat bagian yang digunakan (g)

Berat utuh bulu babi (g) x 100 %

Ekstraksi bulu babi

Ekstraksi bulu babi dilakukan dengan cara maserasi menggunakan pelarut metanol p.a terhadap bagian bulu babi (duri, cangkang dan gonad). Sebanyak 50 g sampel ditimbang dan direndam pelarut dengan perbandingan 1:3, dan dikocok menggunakan shaker dengan kecepatan 180 rpm selama 72 jam. Ekstrak disaring menggunakan kertas saring Whatman no. 1. Hasil ekstraksi dievaporasi menggunakan vacum rotary evaporator pada suhu 40ºC. Ekstrak disimpan pada suhu 4 ºC sebelum dianalisis.

Uji aktivitas antibakteri

Metode uji aktivitas antibakteri pada penelitian pendahuluan menggunakan metode difusi sumur. Parameter yang diuji adalah diameter zona hambat (mm) dari masing-masing ekstrak bulu babi. Langkah yang dilakukan meliputi peremajaan bakteri, kultur bakteri dan pengujian aktivitas antibakteri.

Peremajaan bakteri uji

Sebanyak 1,4 g NA dilarutkan dalam akuades dan dipanaskan hingga larut sempurna. Media dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 5 mL dan disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121ºC bertekanan 1 atm selama 15 menit. Media dimiringkan dan didiamkan hingga memadat. Sebanyak 1 ose bakteri diinokulasikan pada NA dan diinkubasi selama 24 jam pada inkubator dengan suhu 37ºC.

Persiapan kultur bakteri uji

(23)

Pengujian antivitas antibakteri ekstrak bulu babi terhadap bakteri uji (modifikasi Moorthy et al. 2007)

Media MHA yang telah dicampurkan dengan 20 L inokulum bakteri dimasukkan ke dalam cawan petri steril, selanjutnya pada MHA tersebut dibuat sumur dengan kedalaman ±3 mm menggunakan pipet tetes steril. Ekstrak dengan konsentrasi 100, 1.000, 5.000, 10.000 ppm diteteskan pada sumur sebanyak 20 L. Perlakuan kontrol positif menggunakan antibiotik kloramfenikol 300 g/sumur dan kontrol negatif menggunakan pelarut metanol 20 L/sumur. Media diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 24 jam. Aktivitas antibakteri ditandai dengan terbentuknya zona bening di sekitar sumur dan diukur menggunakan penggaris.

Analisis proksimat (AOAC 2005)

Analisis proksimat bertujuan untuk mengetahui nutrisi yang terdapat pada sampel bulu babi. Analisis proksimat meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak dan kadar karbohidrat.

- Analisis kadar air

Analisis kadar air dilakukan untuk mengetahui kandungan atau jumlah air yang terdapat pada suatu bahan. Tahap pertama yang dilakukan pada analisis kadar air adalah mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 105 °C selama 1 jam. Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator (15 menit) dan dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang sampai berat cawan konstan. Cawan yang telah diisi sampel dengan berat 1 gram selanjutnya dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 102-105 °C selama 5-6 jam. Cawan tersebut dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan sampai dingin (30 menit) kemudian ditimbang.

Kadar air dihitung dengan rumus berikut : Kadar air % = B−C

B−A x 100%

Keterangan: A = Berat cawan kosong (gram)

B = Berat cawan dengan sampel (gram)

C = Berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan (gram)

- Analisis kadar abu

(24)

Perhitungan kadar abu ditentukan dengan rumus :

Kadar abu % = C−A

B−A x 100%

Keterangan: A = Berat cawan kosong (gram)

B = Berat cawan abu porselen dengan sampel (gram)

C = Berat cawan abu porselen dengan sampel setelah dikeringkan (gram)

- Analisis kadar lemak

Sebanyak 5 g sampel (A) dimasukkan ke dalam kertas saring dan selongsong lemak, setelah itu masukkan dalam labu lemak yang telah ditimbang beratnya (B) dan disambungkan dengan tabung sokhlet. Selongsong lemak kemudian dimasukkan dalam ruang akstraktor tabung sokhlet dan disiram dengan pelarut lemak. tabung reaksi, lalu dipasang pada alat destilasi sokhlet lalu dipanaskan pada suhu 40 ºC menggunakan pemanas listrik selama 16 jam. Pelarut lemak yang ada di dalam labu lemak didestilasi hingga menguap sempurna. Labu lemak kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105 ºC dan didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan (C).

Perhitungan kadar lemak ditentukan dengan rumus :

Kadar lemak % = C−B

A x 100%

- Analisis kadar protein

Tahapan analisis kadar protein meliputi destruksi, destilasi, dan titrasi. Pengukuran kadar protein dilakukan menggunakan metode Kjeldahl. Sampel ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian dimasukkan ke dalam tabung Kjeldahl 100 mL, selanjutnya ditambahkan 0,25 g selenium dan 25 mL H2SO4 pekat. Sampel didestruksi (pemanasan) hingga larutan berwarna bening.

Larutan hasil destruksi selanjutnya dimasukkan ke dalam alat destilasi dan dibilas dengan akuades, selanjutnya tambahkan 20 mL larutan NaOH 40%. Cairan dalam ujung tabung kondensor ditampung dalam erlenmeyer 10 mL berisi larutan H3BO3 dan 2 tetes indikator (cairan methyl red dan brom creosol green) yang ada di bawah kondensor. Proses destilasi dilakukan sampai diperoleh 10 mL destilat dan berwarna hijau kebiruan.

Titrasi dilakukan menggunakan HCl 0,1 N sampai warna larutan dalam erlenmeyer berubah menjadi merah muda. Volume titran dibaca dan dicatat.

Keterangan: A = Berat sampel (gram)

(25)

Perhitungan kadar protein ditentukan dengan rumus :

N % = mL HCl−mL blanko x 0,1 N HCl x 14,007

mg sampel x 100%

Kadar protein (%) = %N x faktor konversi (6,25) - Analisis kadar karbohidrat

Kadar karbohidrat ditentukan dengan by different yakni 100% dikurangi dengan kadar air, kadar abu, kadar lemak dan kadar protein. Perhitungannya ditentukan dengan rumus :

Kadar karbohidrat = 100% - (% kadar air - % kadar abu - % kadar lemak - % kadar

protein)

Ekstraksi gonad bulu babi

Ekstraksi bulu babi dilakukan dengan cara maserasi. Ekstraksi dilakukan secara bertingkat menggunakan 3 jenis pelarut yang berbeda berdasarkan kepolarannya yakni n-heksana, etil asetat dan metanol. Sebanyak 50 g bahan ditimbang dan direndam pelarut dengan perbandingan 1:3, dan dikocok dengan shaker pada kecepatan 180 rpm selama 72 jam. Ekstrak disaring menggunakan kertas saring Whatman no. 1. Ekstrak yang dihasilkan dievaporasi menggunakan vacum rotary evaporator pada suhu 37-40ºC. Ekstrak disimpan pada suhu 4 ºC sebelum dianalisis.

Analisis fitokimia ekstrak gonad bulu babi (Harborne 1984)

Analisis fitokimia dilakukan untuk mengetahui jenis senyawa metabolit sekunder dalam bulu babi secara kualitatif. Uji meliputi steroid/triterpenoid, flavonoid, saponin, alkaloid, fenol hidrokuinon, dan tanin.

- Uji steroid/triterpenoid

Sebanyak 1 mg ekstrak dari masing-masing pelarut dilarutkan dalam 2 mL kloroform dan dimasukkan dalam tabung reaksi. Sebanyak 10 tetes anhidrida asetat dan 3 tetes asam sulfat ditambahkan ke dalam campuran tersebut. Hasil uji positif apabila terbentuk larutan berwarna merah dan berubah menjadi biru dan hijau.

- Uji flavonoid

(26)

- Uji alkaloid

Sebanyak 1 mg ekstrak dari masing-masing pelarut dilarutkan dalam beberapa tetes asam sulfat 2 N, setelah itu akan diuji dengan beberapa pereaksi alkaloid diantaranya Dragendorff, Meyer dan Wagner. Hasil uji positif jika terbentuk endapan coklat untuk pelarut Wagner, endapan putih kekuningan untuk pelarut Meyer, dan endapan merah sampai jingga untuk pelarut Dragendorff. - Uji saponin

Sebanyak 1 mg sampel dilarutkan dalam air panas dan dikocok maka akan menghasilkan busa. Hasil positif jika pada sampel menghasilkan busa yang stabil selama 30 menit dan tidak hilang jika ditambahkan 1 tetes HCl 2N.

- Uji fenol hidrokuinon

Sebanyak 1 mg sampel dari ketiga jenis ekstrak diekstrak dengan etanol 70% sebanyak 20 mL. Ambil sebanyak 1 mL dari larutan yang dihasilkan kemudian ditambahkan 2 tetes larutan FeCl 5%. Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya larutan berwarna hijau atau hijau biru.

- Uji tanin

Sampel sebanyak 1 g ditambah pereaksi FeCl3 3%. Terbentuknya warna hijau kehitaman menandakan suatu bahan mengandung komponen tanin.

Analisis toksisitas dengan brine shrimp lethality test ekstrak gonad bulu babi (BSLT) (Meyer et al. 1982)

Uji BSLT merupakan uji yang dilakukan untuk memprediksi toksisitas suatu bahan dan dapat digunakan untuk mendeteksi toksin fungal, logam berat, toksin, sianobakteria dan aktivitas pestisida. Metode ini sering digunakan untuk pemeriksaan awal terhadap toksisitas senyawa aktif.

(27)

Analisis aktivitas antimikroba ekstrak gonad bulu babi (Moorthy et al. 2007)

Pengujian aktivitas antibakteri dan antifungi terhadap mikroba uji menggunakan metode difusi sumur. Sumur dengan kedalaman ±3 mm dibuat pada SDA dan MHA yang telah dicampurkan 20 L inokulum mikroba uji menggunakan pipet tetes steril. Ekstrak dengan konsentrasi 0,5 mg, 1 mg, dan 2 mg ditetes ke dalam sumur sebanyak 20 L. Perlakuan kontrol positif menggunakan antibiotik kloramfenikol 300 g/sumur, dan kontrol negatif menggunakan pelarut metanol, etil asetat, dan n-heksana. Media diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 24 jam untuk aktivitas antibakteri dan 48 jam untuk aktivitas antifungi. Aktivitas antimikroba ditandai dengan terbentuknya zona bening disekitar sumur dan diukur menggunakan penggaris.

Konsentrasi hambat minimum ekstrak gonad bulu babi (Wiegand et al. 2008)

Pengujian konsentrasi hambat minimum bertujuan untuk mengetahui konsentrasi minimum ekstrak untuk menghambat aktivitas bakteri uji. Metode yang paling umum digunakan adalah metode tabung pengenceran atau sering disebut metode dilusi cair.

Pengujian dilakukan dengan cara sebanyak 6 tabung reaksi yang berisi 5 mL nutrient broth diberi label secara berurutan dari 101 sampai dengan 106. Tabung reaksi 101 sampai 104 masing-masing ditambahkan 20 L ekstrak dengan konsentrasi secara berurutan 0,7 mg/mL, 0,5 mg/mL, 0,3 mg/mL dan 0,1 mg/mL Suspensi mikroba sebanyak 3 L ditambahkan pada tabung 101 sampai 105. Tabung 105 digunakan sebagai kontrol negatif dan tabung 106 yang berisi NB digunakan sebagai kontrol positif. Tabung diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 18-24 jam dan diamati tiap 2 jam. Pengamatan dilakukan dengan melihat kekeruhan media secara visual. Konsentrasi hambat minimum ditentukan dengan melihat konsentrasi ekstrak yang menunjukkan penghambatan terhadap bakteri uji yang ditandai dengan media pada tabung yang berisi ekstrak masih jernih.

Fraksinasi ekstrak gonad bulu babi dengan KLT (Bhattarai et al. 2008)

(28)

Analisis bioautografi ekstrak gonad bulu babi (Rahalison et al. 1991)

Analisis bioautografi dilakukan untuk melihat fraksi aktif ekstrak gonad bulu babi. Perbandingan eluen terbaik hasil KLT digunakan sebagai eluen terbaik untuk analisis bioautografi. Ekstrak aktif 2 mg ditotolkan pada plat KLT dan dikembangkan dengan perbandingan eluen terbaik. Plat diletakkan dalam cawan petri yang berisi MHA padat dan bakteri uji pada bagian permukaan agar. Noda aktif ditunjukkan dengan adanya zona terang setelah diinkubasi 24 jam.

Analisis aktivitas antioksidan ekstrak gonad bulu babi (Tamakou et al. 2012)

Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan berdasarkan kemampuan sampel untuk mereduksi radikal bebas menggunakan metode DPPH. Sampel dilarutkan menggunakan pelarut DMSO dengan konsentrasi masing-masing ekstrak 10.000 ppm. Larutan ekstrak diencerkan menggunakan pelarut metanol dengan konsentrasi 25, 50, 100, 200, dan 400 ppm. Sebagai pembanding atau kontrol positif digunakan vitamin C yang dilarutkan dalam metanol p.a dengan konsentrasi 1,2; 2,4; 3,6; 4,8; dan 6 ppm. Larutan DPPH konsentrasi 0,1 mM dibuat menggunakan kristal DPPH yang dilarutkan dengan metanol p.a. Pembuatan larutan DPPH dilakukan dalam kondisi yang terlindung dari cahaya matahari. Larutan sampel sebanyak 100 µL dimasukkan ke dalam microplate, lalu ditambahkan larutan DPPH 0,1 mM sebanyak 100 µL. Larutan blanko dibuat dengan cara mencampurkan 100 µL larutan DPPH dan 100 µL metanol ke dalam microplate. Microplate diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 30 menit, serapan yang dihasilkan diukur menggunakan microplate spectrophotometer dengan panjang gelombang 517 nm. Perubahan warna ungu menjadi kuning menunjukkan bahwa terdapat aktivitas antioksidan yang menunjukkan senyawa mampu mendonorkan atom hidrogennya. Aktivitas antioksidan masing-masing sampel dan vitamin C dinyatakan dengan persen inhibisi menggunakan rumus :

% Inhibisi = Absorbansi blanko -Absorbansi sampel

Absorbansi blanko x 100%

Penentuan aktivitas penangkapan radikal bebas menggunakan nilai IC50 (inhibitory concentration 50%), nilai ini menyatakan besarnya konsentrasi ekstrak yang mampu mereduksi radikal sebesar 50%. Nilai IC50 diperoleh dengan persamaan regresi linear (y= a + bx), dengan memplotkan nilai konsentrasi ekstrak maupun vitamin C dan persen inhibisinya pada sumbu x dan y. Semakin kecil nilai IC50 maka senyawa tersebut memiliki keefektifan yang baik sebagai penangkap radikal bebas begitupun sebaliknya.

Analisis Data Rancangan Percobaan (Steel dan Torrie 1991)

(29)

ekstrak dengan 3 taraf yakni 0,5; 1; dan 2 mg, masing-masing diulang 3 kali dengan pengamatan selama 24 jam. Model rancangan yang digunakan adalah :

Yijk = μ+ αi + βj + (αβ)ij + εijk Keterangan:

Yijk

αi

βj

(αβ)ij

εijk

:

: : : : :

Respon pada perlakuan k dengan kombinasi perlakuan taraf ke-i pada A, dan taraf ke-j pada B

Rataan umum

Pengaruh perlakuan ke-i pada A Pengaruh perlakuan ke-j pada B

Pengaruh perlakuan taraf ke-i dari faktor A, dan taraf ke-j dari faktor B Galat percobaan perlakuan k dengan kompbinasi taraf ke-i dan ke-j

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1 H0

H1

2 H0

H1

:

:

:

:

Perbedaan jenis bakteri tidak berpengaruh terhadap nilai diameter zona hambat

Perbedaan jenis bakteri berpengaruh terhadap nilai diameter zona hambat Perbedaan konsentrasi ekstrak tidak berpengaruh terhadap nilai diameter zona hambat

Perbedaan konsentrasi ekstrak berpengaruh terhadap nilai diameter zona hambat

(30)

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

Morfometri dan rendemen bulu babi

Jenis bulu babi yang digunakan adalah Diadema setosum (Gambar 2) yang diambil dari Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Diadema setosum diambil pada kedalaman 3 m dari permukaan laut dengan cara menyelam. Pengukuran morfometrik dilakukan terhadap 30 ekor bulu babi. Preparasi awal dilakukan dengan cara memisahkan bagian-bagian bulu babi yakni cangkang, duri, dan gonad. Gonad bulu babi dimasukkan ke dalam freezer sebelum dilakukan analisis sedangkan cangkang dan duri bulu babi dikeringkan terlebih dahulu.

Bobot bulu babi berkisar dari 119-130 g dengan rata-rata 123,02±5,31 g dan diameter bulu babi berkisar dari 6-10 cm dengan rata-rata 7,87±1,27 cm. Berdasarkan pengukuran bobot dan diameter diketahui bahwa pertambahan panjang diameter bulu babi diikuti dengan bertambahnya berat bulu babi. Hasil ini sejalan dengan pendapat Radjab (1998) yang menyatakan bahwa diameter dan berat bulu babi memiliki hubungan allometrik yang berarti pertambahan berat bulu babi lebih cepat dibandingkan dengan diameter bulu babi. Aziz (1993) juga menambahkan bahwa ukuran diameter bulu babi dapat digunakan untuk menentukan umur bulu babi, semakin panjang diameter bulu babi menunjukkan semakin dewasa umur bulu babi.

Gambar 2 Diadema setosum

(31)

Gambar 3 Persentase rendemen bulu babi ( : cangkang, : duri, : bagian lain, : gonad)

Ekstrak bulu babi

Tujuan proses ekstraksi adalah untuk mendapatkan senyawa aktif dari bagian tertentu suatu bahan (Harborne 1984). Proses ekstraksi pada penelitian pendahuluan ini menggunakan pelarut metanol. Metanol merupakan pelarut dari golongan alkohol yang baik digunakan untuk ekstraksi pendahuluan karena dapat mengekstraksi habis komponen aktif. Ekstraksi dilakukan terhadap 3 bagian berbeda bulu babi yaitu cangkang, duri, dan gonad. Persentase rendemen ekstrak bulu babi ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1 Persentase rendemen ekstrak bulu babi

Tabel 1 menunjukkan bahwa masing-masing bagian bulu babi menghasilkan rendemen yang berbeda-beda. Bagian bulu babi yang menghasilkan rendemen tertinggi adalah gonad sebesar 7,10% dan terendah adalah duri sebesar 0,94%. Perlakuan panas dengan cara mengeringkan sampel di bawah sinar matahari diduga mempengaruhi rendemen ekstrak cangkang dan duri bulu babi yang rendah, karena senyawa aktif memiliki sifat mudah menguap dan mudah terdegradasi karena pengaruh perlakuan panas. Wang dan Weller (2006) menyatakan bahwa komponen bioaktif merupakan komponen yang cepat mengalami kerusakan karena bersifat thermolabile (tidak tahan terhadap panas).

Rendemen gonad bulu babi yang tinggi diduga dipengaruhi oleh banyaknya

kandungan senyawa yang larut dalam pelarut metanol. Menurut Lapornik et al. (2005) pelarut metanol mampu mengekstrak komponen yang

berasal dari golongan alkaloid, fenolik, karotenoid, tanin, gula, asam amino dan glikosida, selain itu pelarut metanol juga memiliki sifat yang kurang polar dibandingkan dengan air, dengan demikian pelarut metanol mampu untuk

10%

18%

20% 52%

No. Bagian Rendemen

(%)

1. Duri 0,94

2. Cangkang 1,64

(32)

menghancurkan dinding sel dan menyebabkan komponen-komponen dalam sel hancur dan larut dalam pelarut metanol.

Aktivitas antibakteri bulu babi

Aktivitas antibakteri terhadap bakteri uji ditunjukkan dengan terbentuknya zona hambat. Ekstrak gonad bulu babi menunjukkan zona hambat tertinggi yakni 3 mm terhadap bakteri Escherichia coli dan 2 mm terhadap Staphylococcus aureus, sedangkan ekstrak cangkang dan duri berturut-turut terhadap E. coli 2 mm dan 1,5 mm dan terhadap S. aureus 1 mm, sedangkan pada ekstrak duri tidak terlihat adanya zona hambat. Davis dan Stout (1971) menyatakan bahwa terdapat 3 kategori daerah hambatan zat aktif berdasarkan diameter zona hambatnya yakni untuk kategori lemah diameter zona hambatnya <5 mm, kategori sedang yakni 5–10 mm, dan kategori kuat yakni 10–20 mm, jika dibandingkan McAlister dan Moran (2012) menyatakan bulu babi memiliki tiga komponen biokimia yang penting yaitu protein, lemak, dan karbohidrat. Ketiga komponen ini merupakan penyedia energi bagi bulu babi dan penyusun struktur elemen dalam proses pembentukan dan perkembangan telur.

Tabel 2 Komposisi kimia gonad bulu babi

Kadar lemak gonad bulu babi pada penelitian ini yaitu 19,73% lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Zlantanos et al. (2009). Bulu babi jenis D. setosum merupakan salah satu jenis bulu babi dengan larva planktotrofik, yakni larva yang memperoleh nutrisi dari organisme plankton dan detritus (Jablonsky dan Lutz 1983). Hasil yang diperoleh sejalan dengan penelitian yang dilakukan McAlister dan Moran (2012), yaknikadar lemak tertinggi ditunjukkan pada bulu babi Echinometra lucunter yang merupakan bulu babi planktotrofik yakni 30,7%. Faktor yang mempengaruhi kadar lemak dalam gonad bulu babi salah satunya adalah makanan. McAlister dan Moran (2012) menyatakan bahwa terdapat 2 jenis sumber bahan makanan bulu babi yaitu non-planktonik yang bukan berasal dari plankton tapi berasal dari kuning telur induknya dan planktotrofik yang berasal

(33)

dari fitoplankton maupun zooplankton. Faktor lain yang juga mempengaruhi tingginya kandungan lemak yaitu ukuran gonad. Menurut Byrne et al. (2008) gonad bulu babi yang berukuran besar secara proporsional mengandung lemak yang lebih banyak. Kandungan lemak yang tinggi cenderung menghasilkan volume gonad yang besar sehingga dapat dimanfaatkan sebagai cadangan energi untuk proses perkembangannya.

Bulu babi diketahui merupakan salah satu hasil perikanan yang memiliki kandungan protein tinggi. Fungsi protein sangat khas yakni membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh makhluk hidup. Fungsi ini tidak dapat digantikan oleh zat gizi yang lain. Kadar protein gonad pada penelitian ini (12,2%), lebih rendah dibandingkan dengan kadar protein gonad bulu babi Paracentrotus lividus (15,1%) (Zlantanos et al. 2009). Menurut Walker et al. (2007) protein dan energi merupakan faktor yang berperan dalam produksi dan pertumbuhan gonad bulu babi. Gonad bulu babi terdiri atas 2 bagian yakni sel germinal (sel-sel reproduksi) dan sel nutrisi (protein lemak dan karbohidrat). Proses pematangan gonad, protein, lemak, dan karbohidrat (glikogen) akan mengalami penurunan, sedangkan kadar air akan mengalami peningkatan karena ketiga zat gizi ini dipakai selama proses pematangan gonad. Gonad yang telah matang atau dewasa memiliki diameter 800 –1.000 m.

Kadar abu merupakan akumulasi dari semua jenis mineral dan komponen anorganik yang ada pada suatu bahan pangan salah satunya adalah bulu babi. Kadar abu bulu babi D. setosum lebih tinggi dari bulu babi P. lividus yakni 2,72%. Kadar abu dari masing-masing spesies berbeda tergantung pada lokasi ketersediaan mineral pada daerah tumbuh bulu babi. Hammer et al. (2006) menyatakan bahwa walaupun diperlukan dalam jumlah sedikit, mineral juga diperlukan untuk proses metabolisme dan pertumbuhan.

Kandungan air gonad bulu babi dalam penelitian lebih rendah yakni 64,9%, tingginya kadar air pada gonad bulu babi dikarenakan air merupakan salah satu komponen utama penyusun bulu babi. Kaneko et al. (2012) menyatakan bahwa kadar air bulu babi D. setosum akan meningkat pada saat proses spawning yakni berkisar antara 70,6-76,4% dan akan mengalami penurunan setelah proses spawning, yang berkisar 63,9-66,5%.

Menurut Darsono (1986) gonad bulu babi berkualitas baik memiliki tekstur kompak dan padat sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan bergizi, namun pada saat telah mencapai fase matang (dewasa) tekstur gonad lebih lunak dan berlendir karena kadar air yang tinggi. Hal ini dapat menyebabkan kualitas dan nilai jual gonad bulu babi menurun.

Ekstrak gonad bulu babi

(34)

Gambar 4 Ekstrak kasar gonad bulu babi (a) ekstrak n-heksana; (b) ekstrak etil asetat; (c) ekstrak metanol

Proses ekstraksi menghasilkan warna ekstrak yang berbeda. Ekstrak n-heksana berwarna coklat keemasan dan agak cair. Ekstrak etil asetat berwarna

coklat kehitaman dan berbentuk pasta. Ekstrak metanol berwarna coklat kekuningan dan berbentuk pasta. Persentase rendemen ekstrak gonad bulu babi masing-masing pelarut sebagai berikut: ekstrak n-heksana 1,72%, ekstrak etil asetat 16,25%, dan ekstrak metanol 4,31%. Menurut Azmir et al. (2013) faktor-faktor yang mempengaruhi proses ekstraksi adalah metode ekstraksi, karakteristik bahan yang diekstrak, dan jenis pelarut. Pemilihan jenis pelarut merupakan faktor yang paling penting karena berhubungan dengan sifat kepolaran komponen yang akan diekstraksi. Berdasarkan kepolarannya, masing-masing pelarut memiliki kemampuan mengekstrak komponen aktif yang berbeda, sehingga tingginya nilai rendemen menunjukkan banyaknya komponen yang diekstrak.

Ekstrak etil asetat gonad bulu babi menunjukkan persentase yang tinggi dibandingkan dengan ekstrak n-heksana dan ekstrak metanol, hal ini diduga karena gonad bulu babi mengandung senyawa-senyawa semi polar yang tinggi sehingga larut dalam pelarut etil asetat. Rahayu (1999) menyatakan bahwa pelarut semi polar mampu melarutkan senyawa-senyawa yang berasal dari golongan alkaloid dan aglikon (alkoholik, fenolik, steroid, flavonoid dan saponin). Pelarut n-heksana merupakan pelarut yang mampu melarutkan senyawa yang bersifat non polar. Hasil ekstraksi menunjukkan bahwa rendemen ekstrak n-heksana sangat rendah, ini menunjukkan bahwa senyawa non polar yang terdapat pada gonad bulu babi sedikit. Hougthon dan Raman (1998) menyatakan bahwa secara umum pelarut non polar mampu melarutkan asam lemak.

Komponen bioaktif ekstrak gonad bulu babi

Komponen aktif gonad bulu babi dianalisis dengan fitokimia berdasarkan Harborne (1984) untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder dari suatu bahan. Pengujian dilakukan terhadap tiga jenis ekstrak gonad bulu babi. Hasil analisis fitokimia dapat dilihat pada Tabel 3.

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa ketiga jenis ekstrak mengandung senyawa aktif dari golongan steroid/triterpenoid dan saponin. Menurut Kristanti et al. (2008) steroid/triterpenoid dan saponin merupakan komponen senyawa aktif yang berasal dari golongan terpenoid. Secara umum senyawa yang berasal dari golongan terpenoid bersifat mudah larut dalam lemak.

(35)

Rosyidah et al. (2010) menyatakan bahwa komponen ini lebih mudah menembus dinding sel bakteri dengan cara menghambat sintesis protein sehingga menyebabkan perubahan komponen-komponen penyusun sel bakteri. Keberadaan senyawa ini pada ketiga jenis pelarut mengindikasikan bahwa steroid/triterpenoid mudah larut dalam pelarut organik.

Tabel 3 Hasil analisis komponen bioaktif gonad bulu babi

Saponin (steroid oligoglycosides) bersifat larut dalam air dan etanol, namun tidak larut dalam eter. Senyawa lain selain steroid/triterpenoid, yakni saponin, memiliki peran sebagai antibakteri dengan mekanisme kerjanya mengganggu permeabilitas membran sel bakteri sehingga terjadi bakterilisis pada sel bakteri yang ditandai dengan pecahnya membran sel (Sikkema et al. 1995). Stonik dan Elyakov (1988) menyatakan bahwa saponin terdapat pada tumbuhan terestrial. Saponin secara ekslusif terdapat pada echinodermata. Fungsi biologi saponin pada echinodermata berhubungan dengan sistem pertahanan diri terhadap fungi laut, predator dan parasit. Senyawa ini lebih khusus berperan sebagai antifungi pada echinodermata. Disisi lain senyawa ini juga berperan dalam proses reproduksi untuk jenis lain echinodermata yakni bintang laut dan teripang.

Senyawa fenol-hidrokuinon teridentifikasi pada ekstrak etil asetat. Hasil ini sejalan dengan penelitian Mamelona et al. (2011) yakni senyawa fenol (asetonitril) lebih tinggi pada gonad bulu babi dibandingkan dengan saluran pencernaan. Stonik dan Elyakov (1988) menyatakan bahwa umumnya senyawa kuinon (naptokuinon dan antrakuinon) terdapat pada mikroorganisme dan tumbuhan, sedangkan untuk binatang secara khusus terdapat pada echinodermata. Senyawa ini merupakan ciri khas dari bulu babi dan bintang laut. Pigmen memiliki peran penting bagi bulu babi, khususnya echinochrome A, yang berperan penting dalam aktivitas fisiologi yang mengandung komponen bakterisidal yang berasal dari cairan celomic dari bulu babi.

Flavonoid merupakan salah satu senyawa fenol yang bersifat polar sehingga larut dalam pelarut-pelarut polar seperti metanol, etanol, butanol dan aseton. Menurut Heim et al. (2002) senyawa flavonoid memiliki kelebihan sebagai antioksidan dan pengkhelat. Middleton et al. 2000 juga menambahkan bahwa aktivitas biologi lainnya dari flavonoid adalah sebagai antibakteri, antitrombotik, antiinflamasi, vasodilatasi dan anti kanker dengan mekanisme yang berbeda-beda. Alkaloid merupakan golongan senyawa yang memiliki berat molekul rendah, mengandung nitrogen dan ±20% ditemukan pada tanaman yang berfungsi sebagai pertahanan diri terhadap herbivora dan bakteri patogen. Keberadaan senyawa alkaloid pada ekstrak metanol gonad bulu babi menunjukkan bahwa senyawa ini

Jenis Uji Pelarut

n-heksana Etil asetat Metanol

Alkaloid

(36)

mudah larut dalam pelarut polar, ini sejalan dengan Septiadi et al. (2013) yang menyatakan bahwa alkaloid bersifat basa sehingga sangat mudah larut dalam pelarut metanol dan air. Harborne (1984) menyatakan bahwa secara umum prekursor alkaloid adalah asam-asam amino, walaupun biosintesisnya lebih kompleks.

Toksisitas ekstrak gonad bulu babi

Analisis toksisitas merupakan uji pendahuluan untuk mengamati sifat farmakologi suatu senyawa dari tumbuhan (Carballo et al. 2002) dan penapisan bahan-bahan yang diduga memiliki sifat antitumor atau antikanker sebelum dilanjutkan pada uji in vitro menggunakan sel lestari kanker (Widjhati et al. 2004). Nilai LC50 ekstrak kasar gonad bulu babi dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Nilai LC50 ekstrak gonad bulu babi

Hasil analisis toksisitas BSLT menunjukkan bahwa nilai LC50 tertinggi adalah ekstrak n-heksana dan terendah ekstrak etil asetat. Hasil uji BSLT menunjukkan bahwa ekstrak gonad bulu babi bersifat toksik. Hasil ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Bragadeeswaran et al. (2013), yakni nilai LC50 ekstrak air Temnopleurus toreumaticus sebesar 120 g/mL. Ini menunjukkan bahwa ekstrak air T. toreumaticus lebih toksik dibandingkan dengan ekstrak gonad Diadema setosum. Toksisitas dari suatu senyawa sangat menentukan penggunaannya dalam aplikasi bidang obat-obatan yakni penentuan dosis. Menurut Moshi et al. (2010) terdapat 3 kategori toksisitas bahan berdasarkan nilai LC50 yakni kategori sangat toksik dengan nilai LC50<30 ppm, toksik dengan nilai LC50 30-1000 ppm, dan tidak toksik dengan nilai LC50>1.000 ppm.

Aktivitas antimikroba ekstrak gonad bulu babi

Aktivitas antimikroba ekstrak gonad bulu babi ditunjukkan dengan terbentuknya zona hambat. Pengamatan aktivitas antibakteri dilakukan tiap 2 jam selama 24 jam, sedangkan pengamatan aktivitas antijamur dilakukan tiap 6 jam selama 48 jam. Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak gonad bulu babi disajikan pada Gambar 5.

Berdasarkan hasil uji univariate terhadap ekstrak etil asetat (Lampiran 5a dan 5c) dapat dikatakan bahwa jenis bakteri, konsentrasi ekstrak dan interaksinya mempengaruhi diameter zona hambat pada jam ke-6, sedangkan pada jam ke-8 diameter zona hambat hanya dipengaruhi oleh konsentrasi ekstrak (p<0,05). Hasil uji Duncan (Lampiran 5b dan 5d) menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak yang menunjukkan aktivitas antibakteri terbaik dengan diameter zona hambat tertinggi adalah konsentrasi 2 mg, sedangkan interaksinya menunjukkan konsentrasi ekstrak etil asetat gonad bulu babi 2 mg menunjukkan diameter zona hambat tertinggi terhadap bakteri S. aureus.

Jenis ekstrak Nilai LC50 (ppm)

n-heksana etil asetat metanol

(37)

Berdasarkan uji univariate terhadap ekstrak n-heksana (Lampiran 5g) diketahui bahwa jenis bakteri dan konsentrasi ekstrak mempengaruhi diameter zona hambat (p<0,05). Hasil uji Duncan (Lampiran 5h) menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi menunjukkan perbedaan yang signifikan terhadap aktivitas antibakteri.

Uji univariate terhadap ekstrak metanol (Lampiran 5j dan 5k) tidak menunjukkan adanya pengaruh jenis bakteri, konsentrasi ekstrak dan interaksi keduanya terhadap aktivitas antibakteri (diameter zona hambat) (p>0,05).

Keterangan : Huruf a adalah hasil uji lanjut Duncan terhadap perbedaan konsentrasi ekstrak yang menunjukkan beda nyata (p<0,05). Huruf *k menunjukkan hasil uji Duncan terhadap interaksi bakteri uji dengan konsentrasi ekstrak yang menunjukkan beda nyata (p<0,05)

Gambar 5 Aktivitas antibakteri ekstrak gonad bulu babi ( ) 2 mg, ( ) 1 mg, ( ) 0,5 mg (n=3).

Penelitian antibakteri pada bulu babi telah dilakukan oleh beberapa peneliti diantaranya Shamsudin et al. (2010) yang menyatakan bahwa ekstrak etanol bulu babi Diadema savignyi menunjukkan aktivitas antibakteri terbaik dibandingkan dengan pelarut metanol dan buffer fosfat yakni 12 mm terhadap bakteri S. aureus. Uma dan Parvathavarthini (2010) menyatakan bahwa ekstrak n-heksana bulu babi Temnopleurus alexandri menunjukkan aktivitas antibakteri tertinggi pada bakteri Bacillus subtilis dan Pseudomonas aeruginosa dengan diameter zona hambat secara berurutan 16 mm dan 15 mm. Hasil ini menunjukkan bahwa bulu babi memiliki kemampuan sebagai antibakteri terhadap berbagai jenis bakteri.

Menurut Darsana et al. (2012) komponen bioaktif yang berperan dalam menghambat aktivitas bakteri umumnya berasal dari golongan saponin, steroid/triterpenoid, alkaloid, dan flavonoid dengan mekanisme kerjanya yakni merusak membran sel bakteri Pendapat ini sejalan dengan hasil yang diperoleh yakni senyawa aktif yang terdeteksi pada ekstrak etil asetat gonad bulu babi berasal dari golongan senyawa saponin, steroid/triterpenoid, dan flavonoid, yang menunjukkan aktivitas antibakteri tertinggi dibandingkan ekstrak n-heksana dan ekstrak metanol.

S. aureus E.coli S. aureus E.coli S. aureus E.coli

(38)

Hasil pengamatan selama 24 jam menunjukkan bahwa zona hambat yang terbentuk terlihat pada jam ke 6 sampai dengan jam ke 12 (Gambar 6,7, dan 8). Hal ini mengindikasikan bahwa ekstrak memiliki sifat bakteriostatik (menghambat pertumbuhan) terhadap bakteri uji. Sifat agen antimikroba terdiri atas 2 yakni bakterisidal dan bakteriostatik. Pankey dan Sabath (2004) menyatakan bahwa bakteriostatik adalah agen penghambat pertumbuhan bakteri, sedangkan bakterisidal adalah agen pembunuh bakteri. Sifat ini umumnya dipengaruhi oleh kondisi pertumbuhan bakteri, densitas bakteri, lamanya waktu pengamatan, dan jumlah penurunan bakteri. Perbedaan jenis bakteri juga mempengaruhi efektivitas dari ekstrak yang digunakan.

(A)

(B)

Gambar 6 Aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat gonad bulu babi terhadap bakteri S. aureus (A) dan E. coli (B) ( : konsentrasi 0,5 mg, : konsentrasi 1 mg, : konsentrasi 2 mg) (n=3).

Sifat bakteri baik itu bakteriostatik atau bakterisidal berhubungan dengan pertumbuhan bakteri. Fase pertumbuhan bakteri umumnya dibagi menjadi empat, yakni fase lag, fase log (eksponensial), fase stasioner, dan fase kematian (Al-qiari et al. 2008). Eng et al. (1991) menyatakan bahwa pertumbuhan bakteri E.coli dan S. aureus dimulai pada jam ke 3 sampai jam ke 24. Berdasarkan pengamatan terhadap aktivitas antibakteri tiap 2 jam diketahui bahwa penghambatan ekstrak terhadap bakteri hanya terjadi pada jam ke 6 sampai jam ke 12.

Menurut Madigan et al. (2010) pada fase log, bakteri sangat sensitif terhadap lingkungan seperti pH, nutrien, suhu dan kelembaban, sehingga diameter zona

(39)

hambat yang dihasilkan tidak stabil. Hal lainnya yang juga mempengaruhi adalah rendahnya konsentrasi ekstrak yang digunakan sehingga tidak mampu menghambat pertumbuhan bakteri sampai waktu pengamatan 24 jam. Menurut Nemeth et al. (2014) bahwa suatu agen antibakteri yang bersifat bakteriostatik dapat bersifat bakterisidal saat konsentrasinya ditingkatkan. Ariyanti et al. (2012) menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi bahan antibakteri maka semakin kuat aktivitas antibakterinya.

(40)

(B)

Gambar 8 Aktivitas antibakteri ekstrak n-heksana gonad bulu babi terhadap bakteri S. aureus (A) dan E. coli (B) ( : konsentrasi 0,5 mg, : konsentrasi 1 mg, : konsentrasi 2 mg) (n=3).

Hasil pengujian aktivitas antibakteri terhadap Escherichia coli dan Staphylococcus aureus menunjukkan hasil yang berbeda. Ekstrak gonad bulu babi menghambat bakteri S. aureus lebih tinggi dibandingkan bakteri E.coli. Hasil ini menunjukkan bakteri Gram-positif (S. aureus) lebih mudah dihambat oleh ekstrak gonad bulu babi dibandingkan bakteri Gram-negatif (E. coli). Menurut Jawetz et al. (2001) bakteri Gram-positif memiliki struktur dinding sel yang lebih sederhana dibandingkan dengan bakteri Gram-negatif yakni berlapis tunggal dengan kandungan lipid yang rendah (1-4%) sehingga bahan aktif dengan mudah masuk ke dalam sel, sedangkan bakteri Gram-negatif memiliki struktur dinding sel berlapis tiga yang terdiri dari lapisan luar lipoprotein, lapisan tengah lipopolisakarida yang menjadi penghalang masuknya bahan aktif, dan lapisan dalam yakni peptidoglikan yang mengandung lipid tinggi (11-12%).

Kontrol positif yang digunakan dalam penelitian ini adalah kloramfenikol 300 g yang menunjukkan diameter zona hambat tertinggi yakni 30 mm. Menurut Balbi (2004) kloramfenikol mampu menghambat sintesis protein. Cara kerja kloramfenikol terhadap bakteri adalah bakteriostatik, walaupun sebenarnya kloramfenikol ini bersifat bakteriosidal terhadap 3 jenis bakteri yang menyebabkan meningitis pada anak-anak yakni H. influenzae, S. pneumoniae, dan N. meningitidis dan merupakan antibiotik dengan spektrum yang luas terhadap aktivitas bakteri Gram-positif dan Gram-negatif dan bakteri anaerob.

(41)

terhadap ekstrak dan juga antibiotik kloramfenikol sebagai kontrol positif. Pfaller (2012) menyatakan bahwa resistensi mikrobiologik terjadi ketika pertumbuhan infeksi mikroorganisme/patogen dihambat dengan konsentrasi agen antimikroba yang tinggi dibandingkan dengan range toleransi strain, dengan kata lain patogen dihambat dengan konsentrasi agen antimikroba yang lebih tinggi dibandingkan dengan dosis normal yang aman digunakan.

Penelitian mengenai senyawa aktif yang berperan sebagai antimikroba telah banyak dilakukan. Gunawan (2008) menyatakan bahwa senyawa terpenoid yang berperan sebagai antibakteri adalah monoterpenoid linalool, diterpenoid (hardwicklic acid, phytol), triterpenoid saponin dan triterpenoid glikosida, sedangkan Van Thanh (2006) telah mengisolasi agen antijamur, antibakteri dan sitotoksik dari teripang pasir yakni triterpen glikosida. Triterpen glikosida ini dapat dimurnikan menjadi holothurin yang bersifat toksis sehingga mampu dimanfaatkan sebagai antijamur.

Konsentrasi hambat minimum ekstrak gonad bulu babi

Penentuan konsentrasi hambat minimum merupakan dasar dalam pengujian antimikroba secara in vitro. Bakteri uji yang digunakan pada pengamatan ini yakni Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Hasil pengamatan kosentrasi hambat minimum ekstrak gonad bulu babi disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Hasil analisis konsentrasi hambat minimum ekstrak gonad bulu babi

Konsentrasi ekstrak

(ppm)

Ekstrak n-heksana Ekstrak etil asetat Ekstrak metanol

S. aureus E. coli S. aureus E. coli S. aureus E. coli

700 - + - + + +

500 - + - + + +

300 + + + + + +

100 + + + + + +

Keterangan : (-) jernih : tidak ada pertumbuhan, (+) keruh : ada pertumbuhan

Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai KHM ekstrak gonad bulu babi terhadap bakteri S. aureus adalah 500 ppm pada ekstrak n-heksana dan etil asetat, sedangkan untuk bakteri E.coli tidak terlihat penghambatan. Konsentrasi hambat minimum ekstrak gonad bulu babi lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Prabhu dan Bragadeeswaran (2013) yang menunjukkan bahwa nilai KHM ekstrak metanol dan etanol bintang laut mampu menghambat bakteri S. aureus dan E. coli pada konsentrasi terendah yakni 250 ppm.

(42)

pengamatan selama 24 jam, ekstrak etil asetat dan ekstrak n-heksana mampu menghambat pertumbuhan S. aureus dibandingkan dengan E.coli.

Analisis KHM memiliki kelebihan dan kekurangan, kelebihan pengujian ini adalah dapat menentukan konsentrasi minimum ekstrak yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri uji, namun kelemahannya adalah metode ini tidak dapat dijadikan sebagai indikator untuk menentukan sifat bakteri (bakterisidal atau bakteriostatik), bahkan kalau digunakan untuk menentukan sifat bakteri, nilai KHM sendiri tidak dapat memprediksi efisiensi obat dalam pengujian secara in vivo (Wiegand et al. 2008).

Fraksi dengan KLT dan uji aktivitas ekstrak gonad bulu babi (bioautografi)

Kromatografi lapis tipis merupakan metode kromatografi yang sederhana, cepat, dan umum digunakan untuk mengidentifikasi zat farmasi. Pemisahan senyawa dilakukan dengan beberapa perbandingan pelarut. Gritter et al. (1991) menyatakan bahwa pemisahan senyawa yang baik pada KLT dicirikan dengan terbentuknya banyak bercak dan pemisahannya terlihat jelas. Ekstrak yang digunakan pada analisis ini merupakan ekstrak etil asetat yang menunjukkan aktivitas antibakteri terbaik dibandingkan dengan ekstrak metanol dan n-heksana. Hasil fraksinasi ekstrak etil asetat disajikan pada Tabel 6 dan Gambar 9.

Ekstrak etil asetat gonad bulu babi yang difraksinasi menghasilkan 4-5 komponen senyawa yang dikarenakan penggunaan perbandingan eluen yang berbeda. Rahalison et al. (1991) menyatakan bahwa pemisahan molekul-molekul zat yang terdapat dalam bahan (sampel) dipengaruhi oleh penggunaan pelarut dengan perbandingan yang berbeda. Bercak yang dihasilkan kemudian disemprotkan dengan penampak warna anisaldehid-asam sulfat, kemudian plat dioven pada suhu 100 ºC selama 10 menit, setelah itu diamati warna yang tampak pada plat. Menurutp Purwanto et al. (2011) anisaldehid-asam sulfat merupakan

Tabel 6 Perbandingan eluen terbaik dan nilai Rf

ekstrak etil asetat gonad bulu babi

Perbandingan pelarut Nilai Rf

(43)

penampak noda yang dapat digunakan untuk mendeteksi senyawa yang berasal dari golongan steroid/triterpenoid dan senyawa gula.

Wagner (1996) menyatakan bahwa jika setelah disemprotkan penampak warna anisaldehid-asam sulfat dan tampak warna ungu-merah atau ungu menunjukkan ekstrak yang diuji positif mengandung steroid/triterpenoid. Hasil analisis dengan penampak warna anisaldehid disajikan pada Gambar 10.

Gambar 10 menunjukkan bahwa pada plat (b) terdapat spot berwarna ungu yakni pada Rf 0,03 dan 0,59. Hasil ini menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat gonad bulu babi mengandung senyawa steroid/triterpenoid. Hasil yang diperoleh sejalan dengan hasil penelitian Prabhu dan Bragadeeswaran (2013) yakni pada bintang laut terdeteksi senyawa steroid setelah diberi penampak warna ninhidrin. Abad et al. (2011) menyatakan bahwa senyawa steroid banyak ditemukan pada hewan laut salah satunya bulu babi. Pada ketiga plat KLT juga terlihat spot berwarna cokelat. Purwanto et al. (2011) menyatakan bahwa, spot yang berwarna cokelat yang nampak pada plat KLT mengindikasikan keberadaan senyawa cis-trans poliisoprenoid alkohol.

Gambar 10 Hasil analisis dengan penampak warna anisaldehid-asan sulfat Fraksi hasil pemisahan KLT selanjutnya diuji aktivitas dengan metode bioautografi. Menurut Rahalison et al. (1991) metode bioautografi dapat dipertimbangkan sebagai uji yang akurat untuk mendeteksi senyawa antibakteri, karena dapat menunjukkan letak aktivitas bahkan dalam matriks yang kompleks. Uji ini bertujuan untuk melihat bercak yang dihasilkan dari pemisahan dengan KLT dapat menghambat bakteri uji yakni Escherichia coli dan Staphylococcus aureus.

Bioautografi ekstrak gonad bulu babi tidak memiliki aktivitas antibakteri yang ditunjukkan dengan tidak adanya zona hambat terhadap bakteri uji. Hasil yang sama juga diperoleh Sudirman (2005) yakni ekstrak Lentinus tidak menunjukkan adanya zona hambat pada analisis bioautografi, ini diduga karena adanya senyawa pengotor atau jenis senyawa aktif yang tidak terdeteksi dengan bakteri Bacillus subtilis. Menurut Schmourlo et al. (2005) menyatakan bahwa tidak terbentuknya zona hambat pada analisis bioautografi karena terjadi gangguan sinergisme antara komponen bioaktif akibat proses pemisahan dengan

Gambar

Gambar 1 Diagram alir penelitian
Gambar 5 Aktivitas antibakteri ekstrak gonad bulu babi (    ) 2 mg, (    ) 1 mg,
Gambar 6 Aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat gonad bulu babi terhadap bakteri
Gambar 7 Aktivitas antibakteri ekstrak metanol gonad bulu babi terhadap bakteri
+3

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini meliputi pemeriksaan terhadap karakteristik simplisia, skrining golongan senyawa kimia, ekstraksi simplisia dan isolasi senyawa steroid/triterpenoid

Uji fitokimia menunjukkan kulit durian mengangung tanin, alkaloid, triterpenoid dan flavonoid sebagai senyawa anti bakteri dan saponin yang dapat menghasilkan busa di dalam

Buah, daun, batang, dan rimpang wualae (Etlingera elatior) mengandung senyawa bioaktif seperti polifenol, alkaloid, flavonoid, steroid, saponin, dan minyak atsiri

golongan senyawa kimia yang terdapat di dalam daun nipah adalah tanin,. glikosida, steroid/triterpenoid, flavonoid

Pada ekstrak rumput grinting dilakukan uji fitokimia untuk mengetahui kandungan senyawa aktif alkaloid, flavonoid, steroid, terpenoid, steroid, polifenol dan

Skrining fitokimia serbuk simplisia dan ekstrak etanol daun beluntas diperoleh adanya senyawa steroid/triterpenoid, alkaloid, glikosida, flavonoid, saponin dan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik simplisia, golongan senyawa kimia, ekstraksi dan isolasi senyawa steroid/triterpenoid dari simplisia

• Penetapan kadar abu total Skrining fitokimia meliputi golongan senyawa: • Alkaloid • Glikosida • Antrakuinon • Flavonoid • Steroid • Saponin • Tanin Fraksi