• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I : PENDAHULUAN

C. Paradigma dan Tujuan Bisnis

50

Islam memberikan kebebasan, tetapi kebebasan yang diakui adalah kebebasan yang terkendali dan terikat dengan prinsip keadilan, agama dan moral.50

C. Paradigma dan Tujuan Bisnis

Disadari atau tidak, sistem ekonomi konvensional yang berpaham kapitalisme, yang selama ini menjadi kiblat masyarakat modern, telah banyak merusak sendi-sendi kehidupan ekonomi masyarakat. Paradigma yang dikedepankan adalah mengumpulkan modal yang sebesar-besarnya agar bisnis terus berkembang.51 Paradigma ini berorientasi materialistik dan memotivasi pengikutnya agar memacu diri memburui harta yang sebanyak-banyaknya. Dalam melakukan bisnis harus berangkat dari motif atau niat mencari harta kekayaan, dengan modus menurut cara mereka sendiri demi mencapai tujuan akhir yang dicita-citakan yakni menumpuk harta yang sebanyak-banyaknya.52

Bagi mereka harta adalah Tuhannya dan segalanya. Menurut mereka harta yang dimilikinya lah yang bisa menghidupi dan menyejahterakan sekaigus menjadi penyelamat bagi mereka. Kedudukan harta sangat penting, sehingga harus dimiliki dengan berbagai cara. Harta menjadi ukuran dan media untuk menikmati kehidupan dunia.53 Paham kapitalisme terlienasi dari nilai-nilai rubu>biyyah, nilai-nilai ulu>hiyyah, atau nilai-nilai teologi yang menjadi sumber pokok kekuatan spiritual manusia dalam melakukan

50 Djakfar, Agama, Etika dan Ekonomi..., 80.

51 Afzalurrahman, Doktrin Ekonomi Islam jilid 1, terj Soerojo dan Nastangin (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995), 4.

52 Djakfar, Teologi Ekonomi..., 1.

51

aktivitas bisnis. Para pelaku bisnis lebih banyak dikendalikan oleh kepuasan rasio dan hawa nafsu yang tendensius pada kepentingan individu. Kepentingan bersama diabaikan, nilai etika lebih sering diabaikan karena ukuran baik atau tidak baik sangat tergantung pada siapa yang menguasai bisnis. Kontrol Tuhan nampaknya dikesampingkan oleh mereka dengan prinsip bahwa bisnis adalah bisnis. Nilai keadilan, keterbukaan, kebersamaan, kejujuran, simpati, empati, altruistik dan lain sebagainya hanyalah slogan semata. Tidak banyak diaplikasikan dalam sektor riil, yang pada gilirannya muncul slogan ”yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin”.

Untuk menyelamatkan kondisi tersebut, maka para pelaku ekonomi dan bisnis harus dipalingkan ke paradigma bisnis dalam agama Islam, paradigma yang berbasis teologi, sebagaimana yang diajarkan di dalam Islam melalui kitab sucinya, yaitu Alquran dan hadis Rasulullah saw. Paradigma ini pada dasarnya mengajak para pelaku bisnis agar hendaknya dalam memasuki dunia usaha harus termotivasi karena Allah Swt. Begitu juga dalam melakukan aktivitas bisnis harus selalu dalam koridor ketentuan Allah Swt. Selain itu tujuan akhir dari semua aktivitas bisnis adalah sebagai sarana untuk beribadah kepada Allah. Paradigma ini sebenarnya bertolak dari ajaran Alquran bahwa Tuhan menciptakan jin dan manusia adalah untuk mengabdi kepada-Nya. Selain itu juga dari ajaran bahwa sesungguhnya kita milik Allah dan akan kembali kepada Allah (Inna> lillla>hi wa inna> ilaihi ra>ji’u>n).54

54 Djakfar, Wacana Teologi Ekonomi..., 3.

52

Oleh karena itu, sangat tepat apabila setiap pelaku bisnis sebelum beraktivitas dalam profesinya perlu berangkat (starting point) dari sebuah paradigma teologi bisnis, yakni ”dari Allah, karena Allah, untuk Allah”. Dari Allah maksudnya motivasi atau niatnya tulus karena Allah yang mengajarkan bahwa manusia dalam mengarungi hidupnya dengan sendirinya harus bekerja, antara lain dengan melakukan bisnis.55

Selanjutnya karena Allah, dimaksudkan bagi seorang pelaku bisnis dalam melakukan aktivitas bisnisnya harus semata-mata karena Allah. Sedangkan yang dimaksud dengan untuk Allah adalah karena goal dari semua aktivitas itu tidaklah sebatas hanya untuk makan atau memenuhi isi perut dan untuk memenuhi sandang serta papan semata, tetapi juga sebagai sarana untuk bekal akhirat. Paradigma teologi bisnis Islam dapat dijelaskan dalam bagan di bawah ini:

Gambar 2.1: Paradigma Teologi Ekonomi Islam Sumber: Muhammad Djakfar. (2010)

55 Ibid., 6.

53

Tujuan berbisnis dalam Islam, bukanlah sekedar memenuhi naluri yakni hidup untuk kepentingan perut. Berbisnis bagi umat Islam tentu tidak hanya dilandasi oleh tujuan-tujuan yang bersifat duniawi belaka. Lebih dari itu, berbisnis adalah untuk beribadah, berta’abbud, memperhambakan diri, mencari keridaan Allah Swt.56 Sesuai dengan pola hidup yang diajarkan Islam, bahwa seluruh kegiatan hidup, harta, kematian semata-mata dipersembahkan kepada Allah Swt. Ucapan yang selalu dinyatakan dalam do’a iftita>h salat, merupakan bukti nyata bahwa tujuan yang paling tinggi dari segala tingkah laku menurut pandangan etika Islam adalah mendapatkan rida dari Allah Swt.57

Dengan kendali syariah, bisnis bertujuan untuk mencapai 4 hal utama, yaitu:58

1. Target Hasil

Tujuan bisnis tidak hanya untuk memperoleh profit (qi>mah ma>diyah atau nilai materi) setinggi-tingginya, tetapi juga harus dapat memperoleh

benefit (keuntungan atau manfaat) non materi. Dalam islam, bisnis tidak

hanya mencari qi>mah ma>diyah, tetapi juga qi>mah insa>niyyah59, qi>mah khulu>qiyah60 dan qi>mah ru>hiyah61. Dalam setiap aktivitas bisnisnya, seorang muslim selain harus meraih qi>mah yang dituju, upaya yang

56 Hamzah Ya’qub, Etos Kerja Islami (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1992), 13.

57 Rafik Issa Beekum, Etika Bisnis Islami (Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2004), 15.

58 Yusanto dan Muhammad Karebet Widjajakusuma, Menggagas Bisnis..., 18-19.

59Qi>mah insa>niyyah adalah bisnis dapat memberikan manfaat yang bersifat kemanusiaan melalui kesempatan kerja, bantuan sosial (sedekah), dan bantuan lainnya. Ibid.

60Qi>mah khulu>qiyah mengandung pengertian bahwa nilai-nilai akhla>q al-kari>mah menjadi suatu kemestian yang harus muncul dalam setiap aktivitas bisnis.

61 Qi>mah ru>hiyah berarti segala aktivtas bisnis tersebut harus dimaksudkan untuk tujuan mendekatkan diri kepada Allah.

54

dilakukan itu juga haruslah sesuai dengan aturan Islam. Dengan kata lain, ketika melakukan suatu aktivitas harus disertai dengan kesadaran hubungannya dengan Allah Swt.

2. Pertumbuhan

Dalam bisnis harus diupayakan adanya pertumbuhan atau kenaikan terus menerus dari setiap profit atau benefit.

3. Keberlangsungan

Belum sempurna orientasi manajemen suatu bisnis bila hanya berhenti pada pencapaian target hasil dan pertumbuhan, karena itu perlu diupayakan terus agar pertumbuhan target hasil yang telah diraih dapat dijaga keberlangsungannya dalam kurun waktu yang cukup lama.

4. Keberkahan atau keridaan Allah

Faktor keberkahan merupakan puncak kebahagiaan manusia muslim. Bila ini tercapai, menandakan terpenuhinya dua syarat diterimanya amal manusia yakni adanya elemen niat ikhlas dan cara yang sesuai dengan tuntunan syariat.

Tujuan bisnis pada akhirnya adalah untuk beribadah dan mencari rida Allah Swt.62 Tujuan yang dimaksudkan adalah merupakan tujuan akhir yang berdimensi jangka panjang dan berdimensi nilai-nilai keakhiratan yang memang secara teologis merupakan konsekuensi logis bahwa buah hasil karya menjalankan kegiatan bisnis di dunia akan kita petik di akhirat nanti. Kegiatan bisnis di dunia merupakan jembatan untuk mengisi bekal

62 Ibid.

55

kehidupan di akhirat. Sukses yang diperoleh seseorang hendaknya menjadi pembuka dan melapangkan jalannya ke akhirat. Dalam ajaran Islam tidak ada dikotomi antara dunia dan akhirat. Setiap manusia harus mampu memanfaatkan sukses yang diperolehnya dalam hal materi di dunia, untuk membawanya ke kampung akhirat kelak, sehingga manusia betul-betul mampu hidup dengan bahagia baik di dunia maupun di akhirat (Al-Fala>h).63

Dokumen terkait