IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Parameter Fisika dan Kimia
Parameter perairan yang diamati pada penelitian ini meliputi parameter suhu, kekeruhan, salinitas, derajat keasaman (pH) dan oksigen terlarut (DO) perairan.
Hasil pengamatan kondisi fisika dan kimia perairan yang dilakukan selama penelitian memberikan gambaran mengenai kondisi Perairan Kamal Muara seperti terlihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Parameter kualitas fisika dan kimia perairan Muara Kamal
Stasiun Parameter
Suhu Kekeruhan Salinitas pH DO
( o C) (NTU) (‰) (mg/L)
1 28,7 31,2 64,9 84,9 10 20 7,59 8,00 0,45 0,82 2 31,1 31,5 4,18 5,13 26 31 8,44 8,46 4,21 5,21 3 29,9 30,0 4,54 4,73 27 30 8,54 8,56 4,46 5,45 4 28,9 31,0 3,79 5,83 28 33 8,28 8,59 4,94 6,45 5 29,5 30,9 5.92 6,47 28 30 8,27 8,56 5,92 6,47 B. Mutu 28,0 – 30,0 < 5 0,5 30 7,00 8,50 > 5
4.1.1. Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor fisika yang sangat penting dalam lingkungan perairan. Perubahan suhu perairan akan mempengaruhi proses fisika, kimia perairan, demikian pula bagi biota perairan. Peningkatan suhu dapat menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi biota air dan selanjutnya meningkatkan konsumsi oksigen (Effendi, 2003). Hutagalung (1984) mengatakan bahwa kenaikan suhu tidak hanya akan meningkatkan metabolisme biota perairan, namun juga dapat meningkatkan toksisitas logam berat diperairan.
Berdasarkan hasil pengukuran suhu air permukaan selama pengamatan yang dilakukan, suhu permukaan Perairan Muara Kamal berkisar antara 28,731,5 o C.
Suhu terendah terletak pada stasiun 1, sedangkan suhu tertinggi terletak pada stasiun 2. Rentang suhu tertinggi terletak pada stasiun 1 di muara sungai, yaitu
28,731,2 o C. Menurut Nybakken (1992) variasi suhu yang tinggi pada daerah estuari terjadi karena adanya volume air yang lebih kecil, sedangkan luas permukaan lebih besar sehingga air lebih cepat panas dan lebih cepat dingin. Selain itu kondisi tersebut juga dipengaruhi oleh masukan air tawar (sungai) yang lebih dipengaruhi oleh suhu musiman dibandingkan dengan air laut.
Kisaran suhu secara umum di Perairan Indonesia berkisar 2831 o C (Nontji, 2007), kisaran suhu yang mampu ditoleransi suatu biota laut yaitu berkisar 2035 0 C (Rahman, 2006). Sedangkan berdasarkan baku mutu Kepmen LH No 51 tahun 2004 untuk biota laut berkisar 2830 o C. Berdasarkan hal tersebut, kisaran suhu permukaan air Perairan Kamal Muara selama pengamatan masih pada kisaran normal dan dapat ditoleransi oleh biota perairan.
4.1.2. Kekeruhan
Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahanbahan yang terdapat di dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut, maupun bahan anorganik dan organik berupa plankton dan mikroorganisme lain (Davis dan Cornwell, 1991 in Effendi, 2003).
Berdasarkan hasil pengukuran kekeruhan air selama pengamatan yang dilakukan, kekeruhan Perairan Kamal Muara berkisar antara 3,7984,9 NTU. Nilai kekeruhan terendah 3,79 NTU pada stasiun 4 dan nilai tertinggi pada stasiun 1.
Stasiun 1 memiliki nilai kekeruhan lebih tinggi dibandingkan stasiun lainnya (64,984,9 NTU) disebabkan stasiun tersebut terletak pada daerah muara sungai yang menerima limbah padatan tersuspensi. Padatanpadatan tersebut berasal dari buangan organik dan anorganik hasil industri dan pemukiman. Selain itu lokasi stasiun ini berada di darmaga dan memiliki kedalaman dangkal sehingga tingginya aktivitas transportasi laut yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya proses pengadukan sedimen dasar perairan yang juga turut berperan dalam meningkatkan nilai kekeruhan perairan.
Dahlia (2009) melaporkan jumlah beban limbah pada Perairan Muara Kamal tahun 2008 untuk limbah organik sebesar 868,49 ton/bulan, beban limbah BOD sebesar 624,13 ton/bulan, sedangkan untuk beban limbah COD 1450,78 ton/bulan.
Tingginya beban limbah baik yang berasal dari limbah industri, limbah rumah tangga maupun aktivitas transportasi yang menghasilkan minyak dan timbal ini berdampak pada perubahan warna perairan menjadi hitam.
Tingginya nilai kekeruhan dan warna perairan yang hitam dapat mengganggu kehidupan biota perairan, misalnya mengganggu penetrasi cahaya matahari ke kolom perairan, sehingga menyebabkan terganggunya proses fotosintesis yang beperan dalam penyediaan oksigen di perairan. Kekeruhan juga dapat mengganggu penglihatan biota dalam mencari makanan, menutup saluran pernapasan sehingga biota perairan sulit bernapas kemudian menyebabkan kematian biota.
Nilai kekeruhan menunjukkan penurunan pada stasiun 2, 3, dan 4 yang jauh dari daratan dan sedikit meningkat pada stasiun 5 yang dekat dengan jalur pelayaran nelayan. Penurunan nilai kekeruhan juga disebabkan adanya pengaruh arus dan gelombang yang menyebabkan beban pencemaran tersebar ke laut lepas dengan konsentrasi yang kecil.
Berdasarkan hasil pengamatan, nilai kekeruhan di Perairan Kamal Muara pada stasiun 2, 3, dan 4 masih memenuhi syarat baku mutu Kepmen LH No 51 tahun 2004 untuk kehidupan biota air laut. Sedangkan pada stasiun 1 dan 5 sudah melebihi baku mutu baku mutu Kepmen LH No 51 tahun 2004 sebesar < 5 NTU.
4.1.3. Salinitas
Salinitas menggambarkan padatan total di dalam air, setelah semua karbonat (CO3 2 ) telah diubah menjadi oksida, bromida dan iodida diganti oleh klorida dan semua bahan organik telah dioksidasi sempurna (Forch et al., 1902 in Sanusi, 2006).
Salinitas memiliki nilai yang berbeda di setiap lokasi. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai (Nontji, 1987). Pada umumnya perairan laut lepas (off shore) memilki salinitas sebesar 35 o /oo.
Salinitas menggambarkan kandungan konsentrasi total ion yang terdapat pada perairan baik organik maupun anorganik. Adanya kandungan ion yang banyak akan meningkatkan kemampuan perairan tersebut dalam menghantarkan listrik sehingga biasanya akan diikuti dengan tingginya DHL (Rahman, 2006). Dengan tinggginya DHL mengambarkan kandungan ion serta banyaknya total padatan
terlarut (TDS) yang cukup banyak. TDS biasanya menggambarkan bahan anorganik yang berupa ionion yang ditemukan diperairan (Effendi,2003)
Hasil pengamatan berdasarkan parameter salinitas, selama tiga kali pengamatan di Perairan Kamal Muara menunjukkan salinitas perairan berkisar 1033 o /oo. Berdasarkan kisaran salinitas tersebut, Perairan Kamal Muara tergolong pada perairan mixohaline, yang memiliki kisaran salinitas antara 0,530 o /oo.
Stasiun yang berada dekat muara (stasiun 1 dan 2) cenderung memiliki nilai salinitas yang lebih rendah dibandingkan dengan nilai salinitas pada stasiun yang menuju laut lepas. Hal juga terjadi pada perairan umumnya, dimana semakin ke arah laut nilai salinitas perairan akan semakin tinggi.
Nilai salinitas pada stasiun 1 menunjukkan rentang nilai yang luas dibandingkan dengan stasiun lainnya. Hal ini disebabkan stasiun 1 merupakan daerah muara, dimana pada daerah tersebut terjadi pertemuan antara air tawar (sungai) dan air laut (laut lepas) yang mempengaruhi kondisi salinitas di daerah tersebut. Kondisi ini sesuai seperti yang dikemukakan oleh Nybakken (1992) bahwa kondisi perairan daerah estuari dipengaruhi oleh pengaruh daratan dan lautan.
Dimana nilai salinitas tinggi terjadi saat pengaruh dari lautan lebih dominan dibandingkan pengaruh dari daratan, yaitu ketika terjadi pasang. Sedangkan nilai salinitas rendah disebabkan oleh pengaruh daratan, yaitu ketika air tawar masuk ke perairan melalui aliran sungai. Hal inilah yang menyebabkan stasiun 1 memiliki kisaran salinitas yang luas, sedangkan pada stasiun lainnya cenderung menunjukkan nilai kisaran yang rendah.
4.1.4. Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) adalah suatu ukuran dari konsentrasi ion hidrogen dan menunjukkan kondisi air. Dengan mengetahui nilai pH perairan kita dapat mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan dalam perairan. Nilai pH suatu perairan memiliki ciri yang khusus, adanya keseimbangan antara asam dan basa dalam air dan yang diukur adalah konsentrasi ion hidrogen. Dengan adanya asamasam mineral bebas dan asam karbonat menaikkan pH, sementara adanya karbonat, hidroksida dan bikarbonat dapat menaikkan kebasaan air (Alaert dan Santika, 1984).
Berdasarkan hasil pengukuran nilai pH perairan selama tiga kali pengamatan di Perairan Kamal Muara menunjukkan nilai pH perairan basa dan cenderung stabil pada kisaran nilai 7,598,59. Nilai terendah terletak pada stasiun 1 dan tertinggi pada stasiun 4. Berdasarkan kisaran nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa, kondisi Perairan Kamal Muara masih tergolong baik menurut baku mutu Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 51 Tahun 2004 yang berkisar pada pH 7,0 8,5.
Nilai pH perairan memiliki hubungan yang erat dengan sifat kelarutan logam berat. Pada pH alami laut logam berat sukar terurai dan dalam bentuk partikel atau padatan tersuspensi. Pada pH rendah, ion bebas logam berat dilepaskan ke dalam kolom air. Selain hal tersebut, pH juga mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia. Secara umum logam berat akan meningkat toksisitas nya pada pH rendah, sedangkan pada pH tinggi logam berat akan mengalami pengendapan (Novotny dan dan musiman, tergantung pada pencampuran (mixing) dan pergerakan massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi dan limbah yang masuk perairan (Effendi, 2003).
Hasil pengukuran DO selama pengamatan menunjukkan kisaran nilai 0,456,47 mg/l. Nilai konsentrasi DO tertinggi terjadi pada stasiun 5 dan nilai DO terendah di temukan pada stasiun 1. Rendahnya nilai konsentrasi DO pada stasiun 1 disebabkan oksigen dimanfaatkan untuk mengurai limbah yang masuk ke perairan.
Hal disebabkan juga pada stasiun 1 menerima beban limbah lebih tinggi dibandingkan stasiun lainnya. Dahlia (2009) melaporkan jumlah beban limbah pada Perairan Muara Kamal tahun 2008 untuk limbah organik sebesar 868,49 ton/bulan, beban limbah BOD sebesar 624,13 ton/bulan, sedangkan untuk beban limbah COD 1450,78 ton/bulan. Selain tingginya beban limbah yang masuk perairan, proses pengadukan sedimen oleh arus menyebabkan perairan menjadi keruh diduga turut mempengaruhi sinar matahari tidak dapat menembus kolom perairan, sehingga proses fotosintesis tidak dapat berlangsung dengan baik.
Secara umum nilai konsentrasi DO perairan menunjukkan nilai yang semakin tinggi ke arah laut lepas. Hal ini diduga disebabkan pengaruh pergerakan massa air baik arus dan gelombang yang menyebabkan konsentrasi limbah pencemaran tersebar, sehingga konsentrasinya relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan stasiun yang dekat dengan muara. Pergerakan arus maupun gelombang juga menyebabkan difusi oksigen dari udara ke kolom perairan terjadi dengan baik.
Rendahnya nilai kekeruhan pada stasiun juga turut berpengaruh dalam proses fotosintesis, sehingga nilai konsentrasi DO relatif tercukupi.
Proses pengadukan sedimen oleh arus tidak hanya menyebabkan terangkatnya sedimen dasar perairan, tetapi bersamaan dengan itu juga menyebabkan terangkatnya bahanbahan organik dan anorganik yang bersifat toksik.
Hal ini menyebabkan oksigen digunakan untuk mendekomposisi bahan organik dan mengoksidasi bahan anorganik, sehingga kandungan oksigen dalam air menjadi rendah. Rendahnya nilai kandungan oksigen terlarut dapat menyebabkan tingkat toksisitas logam berat meningkat, sehingga daerah tersebut tidak menunjang untuk kehidupan biota perairan.
Hasil pengamatan terhadap DO perairan selama pengamatan dapat disimpulkan bahwa Perairan Kamal Muara konsentrasi DO perairan telah berada jauh di bawah baku mutu Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 51 Tahun 2004 yang bernilai diatas 5 mgO2/l. Hanya pada stasiun 5 yang selama pengamatan selalu menunjukkan nilai DO di atas 5 mgO2/l.