• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.4 Kualitas Air Sungai

2.4.2 Parameter kualitas air

Kualitas air terkait dengan sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat, energi atau komponen lain di dalam air. Kualitas air juga menggambarkan kesesuaian air dari segi pemanfaatannya, misalnya untuk air minum, perikanan,

irigasi, industri, rekreasi, dan sebagainya. Kualitas air dinyatakan dengan beberapa parameter, yaitu parameter fisika, kimia, dan biologi.

Karakteristik fisik yang biasa digunakan untuk menentukan kualitas air meliputi suhu, konduktivitas, padatan terlarut, padatan tersuspensi, salinitas, dan lain-lain. Parameter Fisika ditandai dengan perubahan warna, bau, kekeruhan, padatan dan suhu

Kekeruhan (turbidity).

Kekeruhan merupakan ukuran transparasi warna perairan yang ditentukan secara visual. Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut (misalnya lumpur dan pasir halus) maupun plankton dan mikroorganisme lain. Kekeruhan adalah ukuran yang menggunakan efek cahaya sebagai dasar untuk mengukur keadaan air baku dengan skala NTU (Nephelo Metrix Turbidity Unit). Semakin keruh air menunjukkan semakin banyak butir-butir tanah dan kotoran yang terkandung di dalamnya. Ini menghambat proses fotosintesis fitoplankton, ganggang laut, dan makro alga lainnya.

Suhu.

Kehidupan biota air tergantung pada suhu dimana beberapa biota air sangat sensitive terhadap perubahan suhu seperti fitoplankton dan zooplankton.

Suhu air memiliki pengaruh terhadap kemampuan air menyerap oksigen dari udara. Suhu air juga dapat berpengaruh terhadap kecepatan reaksi-reaksi kimia yang berlangsung dalam air (Puspitasari, et al. 2017). Semakin tinggi temperatur akan semakin cepat proses berlangsungnya reaksi kimia yang memungkinkan terjadi pelarutan yang lebih cepat terhadap bahan-bahan pencemar tertentu, atau

pembentukan senyawa-senyawa tertentu dari bahan pencemar tersebut. Suhu air mempunyai peranan dalam proses metabolisme suatu organisme dan kenaikan suhu menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen, namun di lain pihak juga mengakibatkan turunnya kelarutan oksigen dalam air (Bai, et al. 2009).

Total suspended solids (TSS).

Zat padat tersuspensi merupakan residu dari padatan total yang tertahan oleh saringan dengan ukuran partikel maksimal 2 μm atau lebih besar dari ukuran partikel koloid. TSS merupakan padatan yang terdapat pada larutan namun tidak terlarut, dapat menyebabkan larutan menjadi keruh, dan tidak dapat langsung mengendap pada dasar larutan, yang termasuk TSS adalah lumpur, tanah liat, logam oksida, sulfida, ganggang, bakteri dan jamur. TSS terdiri dari partikel -partikel yang berat dan ukurannya lebih kecil dibandingkan dengan sedimen. TSS berhubungan erat dengan erosi tanah dan erosi dari saluran sungai (Effendi, et al.

2015). TSS tidak hanya menjadi ukuran penting erosi di alur sungai, juga berhubungan erat dengan transportasi melalui sistem sungai nutrisi (terutama fosfor), logam, dan berbagai bahan kimia industri dan pertanian. Padatan tersuspensi mempengaruhi kekeruhan dan kecerahan air.

Parameter kimia berdasarkan komponen organik, anorganik dan berupa gas. Komponen organik berupa lemak, karbohidrat, protein dan sebagainya.

Karakteristik kimia yang biasa digunakan untuk menentukan kualitas air meliputi pH, DO, BOD, COD, NH3, NO3, NO2-, PO43-,, kadar logam berat, dan lain-lain.

Derajat keasaman (pH).

Derajat keasaman atau pH merupakan parameter kimia yang menunjukkan konsentrasi ion hidrogen pada perairan. Perubahan pH dalam perairan akan

mempengaruhi perubahan dan aktivitas biologis (proses fotosintesis, respirasi).

Konsentrasi ion hidrogen tersebut dapat mempengaruhi reaksi kimia yang terjadi di lingkungan perairan. Tinggi rendahnya pH dipengaruhi oleh fluktuasi kandungan O2 maupun CO2. Tingkat pH lebih kecil dari 6 dan lebih besar dari 9 sudah dapat dianggap tercemar. Organisme perairan dapat hidup dengan pH netral umumnya 7-8,5 (Puspitasari, et al. 2017).

BOD (biochemical oxygen demand).

BOD adalah angka yang menunjukan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk melakukan proses dekomposisi zat pencemar organik dalam keadaan aerob. Konsumsi oksigen terlarut di perairan digunakan untuk mendegradasi/mengoksidasi buangan/limbah oleh mikroorganisme, terutama buangan yang bersifak organik. BOD merupakan parameter yang umum dipakai dalam menentukan pencemaran oleh bahan organik dalam air buangan (Marlena, 2012). Konsentrasi BOD ini menandakan bahwa kondisi perairan badan sungai mengalami penurunan fungsi atau pencemaran air (Priyambada dan Suprapto.

2008). BOD sebagai parameter pencemaran perairan berupa bahan organik dan kaitannya dengan penurunan kandungan oksigen terlarut perairan (oksigen penting bagi kehidupan biota air dan ekosistem perairan pada umumnya) (Atima, 2015). BOD tinggi, DO rendah sehingga mempengaruhi kehidupan organisme perairan.

DO (dissolved oxygen).

DO adalah konsentrasi oksigen yang terlarut dalam air. Parameter penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem perairan dan kebutuhan vital bagi kelangsungan hidup organisme di dalam perairan (Said, et al. 2004). Respirasi

untuk proses pertumbuhan, reproduksi, dan kesuburan membutuhkan oksigen dan pada proses oksidasi bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik.

DO dalam perairan berlawanan dengan keadaan BOD. Semakin tinggi BOD maka semakin rendah oksigen terlarut. Kehadirannya sangat penting dalam air untuk mempertahankan kehidupan biologis dan efek pembuangan limbah dalam badan air sangat ditentukan oleh system keseimbangan oksigen (Saksena, et al 2008). Ketersediaan oksigen terlarut dibutuhkan dalam kemampuan air untuk mengadakan pemulihan secara alami (Ginting, 2008). Pencemaran oleh zat organik ditandai rendahnya oksigen terlarut (Suwari, 2010). Kadar oksigen tinggi pada perairan bervariasi tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air, dan tekanan atmosfer (Effendi, et al. 2015). Sungai dengan nilai konsentarasi DO 4 mg/l atau lebih dianggap perairan yang sehat mendukung banyak jenis kehidupan (Lohani and Bee, 1983).

Chemical oxygen demand (COD).

COD adalah kapasitas air untuk menggunakan oksigen selama peruraian senyawa organik terlarut dan mengoksidasi senyawa anorganik seperti amonia.

Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat organik yang secara alamiah dapat dioksidasi melalui proses biologis dan dapat menyebabkan berkurangnya oksigen terlarut dalam air. Konsentrasi COD yang tinggi mengindikasikan semakin besar tingkat pencemaran yang terjadi pada suatu perairan. Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/liter (Yudo, 2018).

Amonia (nitrat, nitrit).

Amonia merupakan produk pertama dari pembusukan oksidatif senyawa organik nitrogen yang secara alami hadir di sebagian besar badan air dan limbah cair. Dalam kondisi aerobik, ammonia teroksidasi menjadi nitrit dan nitrat dengan menggunakan oksigen terlarut. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan (Ali, 2013). Nitrat (NO) adalah nitrogen yang sangat mudah larut dalam air. Nitrogen merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae dan merupakan bentuk utama nitrogen diperairan alami (Effendi, et al. 2015).

Fosfat.

Konsentrasi fosfat terlarut pada sungai umumnya sekitar 0,1 mg/L atau kurang, penting untuk proses metabolisme dan konsentrasi fosfat dipengaruhi oleh sedimen. Fosfat adalah bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan tumbuhan dan karakteristiknya berbeda dengan unsur-unsur penyusun biosfer lainnya. Kenaikan kandungan fosfat dalam perairan menyebabkan munculnya algae atau tumbuhan lain yang dapat memicu terjadinya eutrophication (Lambert and Davy, 2011).

Khusus daerah pertanian, phosfat berasal dari pupuk yang masuk ke dalam sungai melalui aliran hujan dan saluran drainase (Ali, et al. 2013).

Total coliform

Parameter biologi ditandai dengan adanya bakteri coliform, faecal coliform, bakteri pantogen dan virus. Keberadaan coliform faecal yang tinggi merupakan indikasi bahwa badan air atau sungai telah tercemar secara signifikan (du Plessis, et al. 2014). Indikator secara biologi mulai banyak dikembangkan untuk menganalisis kualitas air sungai (Rudiyanti, 2009) yaitu dengan

menganalisis keberadaan jumlah dan jenis organisme yang hidup dalam suatu perairan (Basmi, 2000).

Bakteri coliform merupakan salah satu indikator pencemaran mikroba, jenis bakteri yang memiliki sebaran cukup luas di perairan (Ari Wahyuni, 2016).

Jumlah koloni dari bakteri coliform fekal berkorelasi positif dengan keberadaan bakteri pantogen menyebabkan penyakit (du Plessis, et al. 2014). Pembuangan limbah domestik (sumber utamanya berasal dari tinja dan air seni manusia) menyebabkan eksistensi bakteri total Coliform dalam air sungai (Samudro, et al.

2012).

Dokumen terkait