• Tidak ada hasil yang ditemukan

a. Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor yang mengontrol dekomposisi bahan organik yang dilakukan oleh fungi. Kondisi temperatur yang rendah dapat menghambat metabolisme fungi sehingga memperlambat laju dekomposisi bahan organik yang ada di perairan (Lindblom dan Tranvik 2003).

Karakteristik Hasil Pengukuran

Suhu Padatan terendap Padatan tersuspensi Padatan total Warna Amonia-Nitrogen Nitrit-Nitrogen Nitrat-Nitrogen pH

Kebutuhan oksigen biologi (BOD) Kebutuhan oksigen kimia (COD)

37 - 45oC 175 - 190 mg/l 635 - 660 mg/l 810 - 850 mg/l 2225 - 2250 Pt.co 23,3 - 23,5 mg/l 3,5 - 4,0 mg/l 32 - 40 mg/l 4 - 6 6000 - 8000 mg/l 7500 - 14000 mg/l

Pertumbuhan dan kelangsungan hidup mikroorganisme dipengaruhi pula oleh suhu. Fungi termasuk organisme termofilik yang dapat tumbuh pada suhu lebih dari 550C. Salah satu contoh, Mucor pusillus, dapat tumbuh dengan suhu minimum 21-23, suhu optimum 45-50, dan suhu maksimum 50-58. Mikroorganisme seperti fungi dapat tumbuh dalam kisaran suhu yang luas. Bagi kebanyakan spesies saprofitik berkisar 22 sampai 30°C, sedangkan untuk spesies patogenik mempunyai suhu optimum lebih tinggi, biasanya mencapai 30-37°C (Sigee 2004).

b. TSS, TDS, dan kekeruhan

Berdasarkan ukuran padatannya yang terdapat di perairan dapat diklasifikasikan menjadi: padatan terlarut (< 10-6 mm), koloid (10-6 sampai 10-3 mm), dan padatan tersuspensi (> 10-3 mm). Total Suspendid Solid adalah padatan

yang tertahan pada saringan milipore dengan diameter pori 0,45 μm (Effendi

2003). Total Dissolved Solid adalah bahan-bahan terlarut (diameter <10-6 mm) dan koloid (diameter 10-6 mm-10-3 mm) yang berupa senyawa-senyawa kimia dan bahan-bahan lain, yang tidak tersaring pada kertas saring berdiameter pori 0,45

μm (Rao, 1992 in Effendi 2003). TDS biasanya disebabkan oleh adanya bahan

anorganik yang berupa ion-ion yang biasa ditemukan di perairan. Air buangan atau limbah, selain banyak mengandung padatan tersuspensi, juga mengandung bahan-bahan yang bersifat koloid, misalnya protein (Yusuf 2001).

Kekeruhan merupakan sifat optik yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di dalam air, yang dapat diukur dengan turbidimeter. Dengan demikian kekeruhan (optical

density) dari media fungi dapat digunakan untuk memperkirakan laju

pertumbuhan mikrofungi. Padatan tersuspensi berkolerasi positif dengan kekeruhan. Semakin tinggi nilai padatan tersuspensi, nilai kekeruhannya juga semakin tinggi. Akan tetapi, tingginya padatan terlarut tidak selalu diikuti dengan tingginya kekeruhan (Meletiadis et al. 2001; Effendi 2003).

2.3.2. Parameter kimia

a. Dissolved Oxygen (DO)

Keberadaan oksigen menentukan proses dekomposisi bahan organik yang ada di peraiaran. Rendahnya oksigen terlarut dapat memperlambat berjalannya

dekomposisi, serta dapat menghasilkan senyawa-senyawa sampingan, seperti CH4,CO2,N2, dan H2S. Keadaan ini dapat disebut sebagai anaerob (Lindblom dan Tranvik 2003; Pagliuso et al. 2002). Menurut Gray (2004), oksigen terlarut kurang dari 2 mg/l menyebabkan keadaan anaerob.

Burges dan Fenton (1953) in Panseseko (1967), menyebutkan bahwa fungi dapat dibedakan menjadi tiga kelompok berdasarkan keberadaan oksigen. Kelompok pertama adalah kelompok fungi yang dapat hidup pada kondisi aerobik; kelompok kedua adalah kelompok fungi yang memiliki toleransi terhadap karbondioksida dan sebagian anaerobik; sedangkan kelompok ketiga adalah mikrofungi yang dapat hidup baik pada kondisi aerob maupun anaerob.

c. Chemical Oxygen Demand (COD)

COD limbah adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang ada dalam satu liter limbah secara kimiawi. Nilai COD yang tinggi menunjukkan adanya pencemaran oleh zat-zat organik yang tinggi

(Suhardi, 1991 in Yusuf, 2001). Zat organik dalam limbah dibedakan menjadi

dua, yaitu yang mudah didegradasi oleh mikroba, dan yang sulit didegradasi oleh mikroba. Parameter COD menunjukkan oksidasi bahan organik, baik yang dapat

didegradasi secara biologis (biodegradable) maupun yang sukar didegradasi

secara biologis (non biodegradable) menjadi CO2 dan H2O (Effendi 2003).

Keberadaan bahan organik dapat berasal dari alam ataupun dari aktivitas rumah tangga, dan industri. Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/l, sedangkan nilai COD pada perairan yang tercemar

dapat mencapai lebih dari 200 mg/l (UNESCO/WHO/UNEP, 1992 in Effendi

2003). d. Nilai pH

Nilai pH mencirikan keseimbangan antara asam dan basa dalam limbah, dan merupakan pengukuran konsentrasi ion hidrogen. pH mempengaruhi pertumbuhan mikrofungi melalui proses-proses yang terjadi di dalam sel, salah satunya adalah aktivitas enzim (Busa et al., 1986 in Robson et al. 1996).

Pada umumnya, mikroba dapat tumbuh pada lingkungan yang asam hingga sangat alkalin (pH 0 - 12), yang dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu acidophil (pH 0 – 5,5); neutrophil (pH 5,5 – 8,5); dan alkalophil (pH 8,5 – 12). Fungi dapat

tergolong ke dalam kelompok acidophil dan neutrophil, namun biasanya fungi lebih menyukai pH rendah atau dalam kondisi asam, yaitu antara 4 – 6 (Sigee 2004).

e. Amonia nitrogen

Sumber amonia di perairan dapat berasal dari pemecahan nitrogen organik, dapat berupa protein atau pun urea. Nitrogen organik terikat pada unsur pokok sel makhluk hidup, seperti protein. Fungi dan mikroorganisme lainnya mentransformasi bahan organik tersebut menjadi nitrogen anorganik, yaitu amonia, nitrit, nitrat, dan gas nitrogen (Lyon et al. 1943). Proses perubahan nitrogen organik menjadi amonia ini dikenal dengan amonifikasi. Hal ini ditunjukkan dalam persamaan reaksi sebagai berikut (Effendi 2003):

N organik + O2 NH3-N + O2 N02 -N + O2 N03-N (1)

Amonifikasi nitrifikasi

Amonia yang terukur di perairan berupa amonia total (NH3 dan NH4+). Amonia (NH3) beserta garam-garamnya bersifat mudah larut dalam air, sedangkan

amonium (NH4+) adalah bentuk transisinya. Amonia bebas yang tidak dapat

terionisasi bersifat toksik terhadap organisme aquatik. Kadar amonia bebas yang tidak terionisasi (NH3) pada perairan tawar sebaiknya tidak lebih dari 0,02 mg/liter. Jika kadar amonia bebas lebih dari 0,2 mg/liter, perairan bersifat toksik

bagi beberapa biota air (Sawyer dan McCarty, 1978 in Effendi 2003). Kadar

amonia yang tinggi dapat merupakan indikasi adanya pencemaran bahan organik yang berasal dari limbah domestik, industri, dan run off (Effendi 2003).

f. Nitrat nitrogen dan nitrit nitrogen

Nitrat (N03) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami, dan sangat mudah larut dalam air. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempuma senyawa nitrogen di perairan, dan nitrit merupakan hasil antara dari reduksi ammonia menjadi nitrat (Gundersen 1967). Nitrit, sebagai hasil antara, memiliki

sifat tidak stabil dan mudah berubah dalam bentuk lainnya (Sedlak 1991 in

Nitrifikasi merupakan proses oksidasi amonia menjadi nitrit dan nitrat (persamaan 1). Nitrifikasi merupakan proses yang penting dalam siklus nitrogen dan berlangsung pada kondisi aerob (Effendi 2003). Pada kondisi anaerob, nitrat dapat berubah menjadi nitrit atau nitrogen dalam bentuk gas (N2), yang biasa dikenal dengan istilah denitrifikasi. Perubahan nitrat menjadi nitrogen menurut Gray (2004), dapat dilihat pada persamaan (2) berikut ini:

Dokumen terkait