• Tidak ada hasil yang ditemukan

Parameter Kualitas Air

Dalam dokumen EFEKTIFITAS EKSTRAK DAUN PEPAYA (Halaman 31-42)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.3 Uji In Vitro

4.1.4.6 Parameter Kualitas Air

Air merupakan media yang paling vital bagi kehidupan ikan lele dumbo. Kualitas air yang baik dan optimum serta didukung oleh kondisi ikan lele dumbo yang prima karena berasal dari benih-benih yang berkualitas dan diberi pakan yang bergizi, cukup dan tepat waktu, dapat meningkatkan ketahanan tubuh ikan lele dumbo (Ghufran dan Kordi, 2004). Parameter kualitas air yang diamati adalah

suhu, pH, DO (Dissolved Oksigen), dan TAN (Total Amoniak Nitrogen) yang diukur di awal dan akhir perlakuan. Kisaran kualitas air selama perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Kisaran kualitas air selama perlakuan Parameter

Perlakuan Suhu (°C) pH DO (mg/ml) TAN (mg/l) Kontrol Negatif 27 - 31 6.6 - 7.3 4.64 - 7.24 0.014 - 1.65 Kontrol Positif 28 - 31 6.6 - 7.3 5.84 - 7.24 0.014 - 1.22 Pencegahan 29 - 31 6.6 - 7.3 4.97 - 7.24 0.014 - 1.37 Pengobatan 30 - 31 6.6 - 7.3 5.16 - 7.24 0.014 - 1.66

Kualitas air selama perlakuan menunjukkan kisaran suhu antara 27-31 oC, pH antara 6,6-7,3, DO antara 4,64-7,24 mg/ml, dan TAN antara 0,014-1,66. Sehingga kualitas air selama perlakuan menunjukkan kualitas air yang layak untuk kehidupan ikan lele dumbo.

4.2 Pembahasan

Identifikasi bakteri yang dilakukan terhadap bakteri hasil fasase menunjukkan bahwa bakteri tersebut adalah bakteri Aeromonas hydrophila. Hal tersebut dapat diketahui dari pengamatan morfologi koloni, uji karakterisasi biokimia, dan pewarnaan Gram yang hasilnya sesuai dengan ciri-ciri bakteri

Aeromonas hydrophila seperti yang dinyatakan oleh Aoki (1999).

Berdasarkan hasil uji LD50, konsentrasi bakteri yang dapat mematikan 50% populasi ikan adalah 105 cfu/ml. Isolat bakteri Aeromonas hydrophila yang digunakan termasuk dalam kategori bakteri virulen karena memiliki nilai LD50 sebesar 105 cfu/ml (Mittal et al., 1980 dalam Lallier et al.,1984). Berdasarkan penelitian Supriyadi (1986) menunjukkan bahwa ikan lele sangat rentan terinfeksi oleh bakteri Aeromonas hydrophila. Hal ini ditunjukkan dalam penelitiannya menggunakan ikan mas (Cyprinus carpio), Taiwan dan Sinyonya, ikan lele (Clarias batrachus), dan ikan gurame (Osphronemus gouramy), yang ditantang melalui injeksi peritoneal dengan tiga level dosis : 103, 105, dan 107 sel bakteri per ikan. Hasilnya menunjukkan bahwa mortalitas tertinggi berada pada konsentrasi 105 cfu/ml bakteri per ikan. Selain itu ikan gurame lebih resisten dari pada ikan lele tapi resistensinya tak sebanyak ikan mas Sinyonya dan Taiwan.

Kemampuan ekstrak daun pepaya dalam menghambat pertumbuhan bakteri

Aeromonas hydrophila telah diuji secara in vitro. Dari uji tersebut didapatkan

dosis ektrak daun pepaya yang efektif menghambat pertumbuhan bakteri

Aeromonas hydrophila yaitu 20 mg/ml. Ekstrak daun pepaya pada dosis 20 mg/ml

memiliki kekuatan antibakteri sedang karena diameter rata-rata zona hambatnya 8,5 mm. Menurut Davis Stout dalam Hasim (2003b), daerah hambatan 20 mm atau lebih berarti sangat kuat, daerah hambatan 10-20 mm berarti kuat, diameter hambat 5-10 mm berarti sedang, dan diameter hambat 5 mm atau kurang berarti lemah.

Zona hambat yang terbentuk dikarenakan adanya bahan aktif yang bersifat antimikroba dan antibakteri. Bahan aktif pada ekstrak daun pepaya yang berfungsi sebagai antimikroba adalah enzim papain, sedangkan yang berfungsi sebagai antibakteri adalah carpain (Ardina, 2007) atau alkaloid carpain (C14H25NO2) yang banyak terdapat pada daun muda (Kalie, 2006). Selain itu terdapat pula senyawa aktif dari golongan fenolik, yaitu flavonoid dan tocophenol yang juga berkontribusi dalam pembentukan zona hambat disekitar kertas cakram. Cara kerja zat antimikrobial alkaloid, flavonoid, dan tocophenol terhadap bakteri

Aeromonas hydrophila diduga dengan menghambat kerja enzim bakteri sehingga

mengganggu reaksi biokimiawi dan mengakibatkan terganggunya metabolisme atau matinya sel bakteri Aeromonas hydrophila dan diduga pula adanya penghambatan pembentukan enzim berupa toksin ekstraseluler yang merupakan faktor virulensi bakteri Aeromonas hydrophila (Buckly et al.,1981). Menurut Katzung (1989) dalam Naiborhu (2002) menjelaskan bahwa mekanisme kerja senyawa antimikroba dimulai dengan penghambatan sintesis dinding sel, perubahan permeabilitas membran sel atau transpor aktif melalui membran sel, penghambatan sintesis protein yaitu penghambatan penerjemahan dan transkripsi material genetik dan penghambatan sintesis asam nukleat. Kerusakan membran sel menyebabkan tidak berlangsungnya transpor senyawa dan ion ke dalam sel bakteri sehingga bakteri mengalami kekurangan nutrisi yang diperlukan bagi pertumbuhannya dan akhirnya mati.

Dari hasil uji in vivo, pada perlakuan pencegahan ikan lele dumbo

positif, dan pengobatan pun menunjukkan respon makan yang sangat baik. Selama 7 hari pemeliharaan, ikan lele dumbo menunjukkan kondisi kesehatan yang baik, sehingga nafsu makan ikan dalam kondisi yang normal, hal ini didukung dengan sifat ikan lele dumbo yang rakus. Setelah ikan lele dumbo diinfeksi dengan bakteri

Aeromonas hydrophila dengan volume 0,1 ml/ikan secara intramuskuler, ikan lele

dumbo menunjukkan respon makan yang sedikit atau tidak sama sekali kecuali pada ikan perlakuan kontrol negatif karena tidak diberi perlakuan injeksi bakteri

Aeromonas hydrophila. Menurut Kabata (1985) ikan yang terserang bakteri Aeromonas hydrophila akan menolak makanan yang diberikan. Menurut Nabib

dan Pasaribu (1989) menjelaskan bahwa penolakan terhadap makanan sering dialami pada ikan yang tidak sehat. Hal ini terjadi karena ikan mengalami stres pasca penyuntikan, sehingga respon makannya sangat sedikit. Stres dapat mengakibatkan ikan menjadi shock, tidak mau makan, kanibalisme, dan meningkatnya kepekaan terhadap penyakit (Ghufran dan Kordi, 2004). Stres adalah kondisi dimana pertahanan tubuh ikan menurun, dan stres merupakan salah satu kunci terjadinya infeksi yang peranannya sangat dominan (Affandi dan Usman, 2002). Kondisi stres yang dialami ikan lele dumbo setelah diinjeksikan bakteri Aeromonas hydrophila secara intramuskuler ditunjang dengan aktivitas toksin yang dihasilkan bakteri Aeromonas hydrophila dalam tubuh ikan memudahkan terjadinya infeksi dan kerusakan jaringan tubuh ikan lele dumbo. Penyuntikan bakteri Aeromonas hydrophila secara intramuskuler mengakibatkan ikan tidak memiliki nafsu makan dan menyebabkan adanya perubahan patologis pada tubuh ikan (Haliman, 1993; Riyanto, 1993; dan Husein, 1993). Persentase pertambahan bobot rata-rata ikan lele dumbo pada perlakuan pencegahan dan perlakuan pengobatan lebih tinggi dari pada kontrol positif, yaitu pada perlakuan pencegahan 55,17% dan perlakuan pengobatan 51,78%, sedangkan kontrol positif 38,56%. Energi yang diperoleh dari pakan yang dikonsumsi oleh ikan lele dumbo kontrol positif, perlakuan pencegahan, dan pengobatan digunakan ikan lele dumbo untuk pemulihan dan pembentukan jaringan yang telah rusak. Berdasarkan uji statistik dapat diketahui bahwa perlakuan pencegahan, perlakuan pengobatan, dan kontrol positif memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap persentase pertambahan bobot rata-rata ikan lele dumbo selama perlakuan.

Menurut Effendie (2002) beberapa sebab kematian terhadap populasi ikan adalah diambil oleh orang (fishing), pemangsaan, penyakit, dan kecelakaan. Jadi, penyakit merupakan bagian dari mortalitas. Persentase mortalitas tertinggi selama perlakuan terjadi pada perlakuan kontrol positif sebesar 33,33%, sedangkan persentase mortalitas terendah terjadi pada kontrol negatif yaitu 0%, pada perlakuan pencegahan persentase mortalitas akhir yaitu 6,67%, lebih kecil dari persentase mortalitas pengobatan yaitu sebesar 20%. Hal ini berarti kelangsungan hidup tertinggi secara berturut-turut terdapat pada kontrol negatif, pencegahan, pengobatan, kemudian kontrol positif. Kematian tertinggi pada perlakuan kontrol positif terjadi pada hari pertama sebanyak 4 ekor diikuti pada hari ke-5 sebanyak 1 ekor, hal ini menujukkan patogenitas bakteri Aereomonas hydrophila dapat membunuh ikan dalam waktu kurang dari 24 jam dengan gejala klinis berupa radang dan hemoragi. Bakteri Aeromonas hydrophila merupakan bakteri yang bekerja secara sistemik atau melalui peredaran darah sehingga penyebarannya dapat ke organ-organ dalam. Luka terparah dialami pada daerah sekitar injeksi karena merupakan daerah yang pertama kali kontak dengan bakteri Aeromonas

hydrophila. Menurut Affandi dan Usman (2002) Adanya luka pada kulit

merupakan jalan masuk utama (port of entry) untuk beberapa infeksi bakteri. Proses injeksi merupakan jalan masuk yang sangat cepat bagi bakteri Aeromonas

hydrophila untuk menginfeksi. Kematian tertinggi pada perlakuan pengobatan

terjadi pada hari pertama sebanyak 2 ekor dan diikuti pada hari ke-2 sebanyak 1 ekor. Gejala klinis berupa radang dan hemoragi. Injeksi ekstrak daun pepaya pada perlakuan pengobatan dilakukan pada hari ke-2 dan terdapat 1 ekor ikan yang mati. Kematian ikan lele dumbo pada perlakuan pencegahan terjadi pada hari ke-3 dengan kondisi tukak pada daerah injeksi. Ikan yang mati dalam kondisi yang parah dengan diameter tukak 1,8 cm. Hal ini diduga karena kondisi ikan yang sedang mengalami stres akibat aktifitas bakteri Aeromonas hydrophila dalam tubuhnya.

Berdasarkan uji statistik dapat diketahui bahwa perlakuan pencegahan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap persentase mortalitas ikan lele dumbo, sehingga perlakuan pencegahan efektif dalam menekan persentase mortalitas ikan lele dumbo selama perlakuan. Hal ini

dikarenakan pada perlakuan pencegahan dilakukan injeksi ekstrak daun pepaya dengan dosis 20 mg/ml pada hari ke-7 sebelum dilakukan infeksi Aeromonas

hydrophila. Bahan aktif yang terdapat dalam ekstrak daun pepaya bekerja

menstimulasi dan meningkatkan produksi antibodi tubuh ikan, sehingga daya tahan tubuh ikan saat diinfeksi bakteri dalam kondisi kuat

Gejala klinis yang terlihat selama perlakuan tampak pada ikan lele dumbo kontrol positif, pencegahan, dan pengobatan. Secara umum gejala klinis yang terjadi berupa kulit yang membengkak dan berwarna putih pada daerah bekas injeksi, lalu berkembang menjadi bintik-bintik merah, ikan mulai mengalami peradangan, kemudian berkembang menjadi hemoragi, dan berkembang menjadi tukak, dan beberapa ikan mati. Menurut Kabata (1985) penyakit yang disebabkan

Aeromonas hydrophila menunjukkan tiga ciri yang nyata yaitu: (a) perut

menggembung ditandai dengan rongga perut yang berisi cairan, (b) daging rusak atau borok ditandai dengan kulit dan daging yang terluka, dan (c) kehilangan banyak darah. Ikan lele dumbo memiliki sistem imunitas yang dapat melawan berbagai macam penyakit, yang meliputi sistem pertahanan spesifik dan non spesifik. Sehingga tidak semua ikan lele dumbo pada perlakuan memiliki laju gejala klinis yang sama, bahkan bisa saja ikan tidak mengalami sakit. Secara umum respon imun dapat dibedakan menjadi dua, yaitu respon imun bersifat spesifik dan non spesifik yang merupakan komponen penting sistem pertahanan tubuh (Anderson, 1974; Tizard, 1988 dalam Affandi dan Usman, 2002). Pertahanan tubuh non spesifik meliputi barier mekanik dan kimiawi (mukus, kulit, sisik, dan insang) dan pertahanan seluler (sel makrofag, leukosit seperti monosit, neutrofil, eosinofil, dan basofil). Mukus ikan lele dumbo yang menyelimuti permukaan tubuh, insang dan terdapat juga pada lapisan mukosa usus berperan untuk memperangkap patogen secara mekanik dan eleminasi patogen secara kimiawi dengan lisosim dan enzim proteolitik lainnya (Anderson, 1974 dalam Affandi dan Usman, 2002). Mekanisme kerja kedua respon imun tersebut saling menunjang antara satu dengan yang lainnya melalui mediator seperti limfokin dan sitokin. Sistem pertahanan tubuh ini diperlukan untuk proteksi tubuh terhadap serangan patogen seperti virus, bakteri, cendawan, dan parasit, dengan demikian

homeostasi tubuh tetap terkendali dan kondisi patosiologinya seimbang (Anderson, 1990 dalam Affandi dan Usman, 2002).

Kebanyakan dari galur Aeromonas hydrophila yang diisolasi dari ikan menghasilkan toksin hemolisin, sitotoksin, faktor dermonekrotik, dan enterotoksin (Saitanu, 1986). Toksin ini apabila masuk dalam peredaran darah maka akan berinteraksi dengan sel darah. Menurut Fujaya (2004) darah membawa substansi dari tempatnya dibentuk ke semua bagian tubuh dan menjaga tubuh dapat melakukan fungsinya dengan baik. Di dalam sel darah terdapat haemoglobin yang dapat mengikat oksigen, sel darah putih menjaga serangan tubuh dari serangan organisme penyerbu, sedangkan kombinasi trombosit dan faktor pembeku, berperan menyumbat kebocoran pembuluh darah tanpa menghambat aliran. Sehingga apabila jumlah patogen berlebih dan memiliki tingkat patogenitas tinggi akan mengakibatkan kerusakan sel darah berupa lisis.

Dalam Darmanto (2003) dijelaskan bahwa setelah diinjeksikan bakteri

Aeromonas hydrophila ke dalam tubuh ikan maka bakteri akan langsung melalui

garis sistem pertahanan pertama yang berupa lapisan mukus, baik pada permukaan tubuh maupun organ dalam seperti insang. Garis sistem pertahanan ke dua dalam melawan infeksi adalah sistem pertahanan humoral non spesifik, yaitu dapat berupa protease, lisine dan aglutinin hasil sekresi mukus yang berada di luar sel mukus. Sel-sel darah khususnya granulosit dan monosit akan menghancurkan antigen yang masuk ke dalam sirkulasi darah, dan ini merupakan garis sistem pertahanan ke tiga. Garis sistem pertahanan terakhir berupa sel-sel aktif endosithelial, yaitu sel-sel endothelial, makrofag dan granulosit dalam organ dan jaringan yang akan menangkap dan mendegradasi antigen dan produknya.

Adanya patogen dalam tubuh ikan, akan direspon oleh sel B yang dibantu pula oleh sel T helpher untuk menstimulir pembentukan antibodi. Adanya antibodi maka akan terbentuk sistem pertahanan humoral (sel B) yang akan bekerja secara sinergis dengan sistem pertahanan seluler (sel T). Sistem pertahanan tersebut disamping menghancurkan patogen juga akan mengaktifkan sistem memori, sehingga apabila ada serangan kembali oleh patogen yang sama akan segera direspon lebih optimal daripada saat serangan pertama.

Bakteri Aeromonas hydrophila disamping memakan dan merusak jaringan

organ tubuh, diduga juga mengeluarkan toksin yang disebarkan ke seluruh tubuh melalui aliran darah sehingga mengakibatkan warna kemerahan pada tubuh ikan. Bakteri Aeromonas hydrophila yang diinjeksikan ke dalam tubuh ikan lele dumbo akan berlipat ganda di dalam jaringan usus, menyebabkan pendarahan dan berlendir. Toksin yang dihasilkan bakteri Aeromonas hydrophila akan terserap dari usus dan menyebabkan darah tercemar racun. Pembuluh dermis dari sirip dan tubuh serta lapisan submukosa dari kulit mengalami hemoragi (perdarahan). Sel hati dan jaringan epitelia ginjal mengalami kerusakan (kemerosotan fungsional) (Aoki, 1999).

Reaksi radang merupakan reaksi untuk mencegah masuknya mikroorganisme di sekitar tempat infeksi. Reaksi peradangan dapat terjadi di sekitar situs masuknya patogen, dalam hal ini komponen lainnya yang berperan dalam proses pertahanan seluler seperti leukosit akan membanjiri situs untuk memfagosit patogen yang ada tersebut (Anderson, 1974 dalam Affandi dan Usman, 2002). Pandangan ini dimaksudkan untuk membatasi meluasnya penyebaran patogen dalam tubuh inang. Selain itu, pada proses peradangan juga terjadi reaksi antara fibrinogen dan faktor-faktor penggumpal lainnya dalam darah dan membentuk jaringan fibrin untuk mencegah keluarnya cairan tubuh dan mencegah masuknya benda asing ke dalam tubuh (Anderson, 1974 dalam Normalina, 2007).

Luka di permukaan tubuh ikan dan bagian lainnya disebabkan karena pada

Aeromonas hydrophila terdapat produk ekstraseluler yang berupa enterotoksin,

sitotoksin, hemolisin, lipase dan protease (Noga, 2000). Pada reaksi peradangan terjadi penurunan jumlah sel leukosit yang dimungkinkan karena sel-sel tersebut lisis. Pelepasan enzim intraseluler merupakan suatu konsekuensi dari sel leukosit yang lisis sehingga akan merugikan patogen, dan bahkan diperkirakan neutrofil secara aktif mengeluarkan enzim ekstraselulernya sebagai mekanisme membunuh patogen.

Skor rata-rata gejala klinis harian pasca infeksi menujukkan bahwa perlakuan pencegahan memiliki gejala klinis yang lebih ringan dibandingkan perlakuan pengobatan dan kontrol positif. Berdasarkan skor gejala klinis harian

pasca infeksi, penyembuhan gejala klinis pada perlakuan pencegahan mulai terjadi pada hari ke-3 dan terus mengalami peningkatan penyembuhan sampai akhirnya ada yang mengalami penyembuhan berupa penutupan luka karena tukak. Jaringan-jaringan otot tersusun kembali dan jaringan kulit terbentuk dan menutup bekas luka. Hal ini diduga karena energi yang diperoleh dari pakan yang dikonsumsi oleh ikan lele dumbo digunakan untuk pemulihan dan pembentukan jaringan baru, sehingga luka karena tukak dapat tertutup kembali. Selain itu, penyembuhan gejala klinis ini disebabkan karena adanya bahan aktif dari ekstrak daun pepaya berupa enzim papain, senyawa alkaloid carpain, flavonoid, dan tocophenol yang masuk ke dalam tubuh dan darah sehingga mampu meningkatkan ketahanan tubuh terhadap serangan patogen Aeromonas hydrophila dan mempercepat pemulihan organ dalam ikan lele dumbo. Berdasarkan uji statistik dapat diketahui bahwa perlakuan pencegahan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap skor rata-rata gejala klinis ikan lele dumbo. Sehingga perlakuan pencegahan efektif dalam mengurangi tingkat keparahan ikan lele dumbo selama terinfeksi Aeromonas hydrophila.

Gejala klinis yang terjadi selama perlakuan adalah peradangan kulit dengan perdarahan, kulit ikan terlihat kasat karena lendir tubuh berkurang atau hilang sama sekali, sirip menjadi rapuh, jaringan kulit pada daerah injeksi mulai rapuh dan mengelupas sehingga mengakibatkan tubuh ikan berlubang hingga mencapai tulang membuat tubuh ikan menjadi bengkok. Kemudian ikan lele mengalami tukak (borok). Tukak yang terjadi dikarenakan kematian sel-sel luar lebih cepat dari pada regenerasi dan pergantian sel baru (Runnels et al., 1965 dalam Abdullah, 2008). Hari ke-1 pasca infeksi pada perlakuan pengobatan memiliki diameter kelainan klinis yang lebih tinggi dari perlakuan pencegahan dan kontrol positif. Ikan lele dumbo yang mengalami hemoragi berjumlah 8 ekor, lebih tinggi dari ikan perlakuan pencegahan yang berjumlah 5 ekor, dan kontrol positif berjumlah 4 ekor. Setelah diinjeksi ekstrak daun pepaya dengan dosis 40 mg/ml, ikan memperoleh pertahanan yang diperoleh dari luar. Bahan aktif yang berfungsi sebagai antibakteri dan antimikroba bekerja di dalam jaringan tubuh ikan. Membantu sel leukosit mengurangi jumlah dan patogenitas bakteri Aeromonas

Menurut Ghufran dan Kordi (2004) ikan yang mengalami sakit setelah dibedah akan terlihat perubahan warna pada organ hati, jantung dan limpa menjadi warna kekuning-kuningan, kemerahan atau terjadi perdarahan. Patogenitas bakteri Aeromonas hydrophila mengakibatkan menurunnya fungsi organ hati, ginjal, limpa, dan empedu. Organ-organ tersebut mengalami pembengkakan dan perubahan warna. Hati merupakan organ yang penting yang mensekresikan bahan untuk proses pencernaan. Organ ini umumnya merupakan suatu kelenjar yang kompak, berwarna merah kecoklatan, tersusun oleh sel-sel hati (hepatosit). Di sekitar hati terdapat organ berbentuk kantung kecil bulat, oval atau memanjang dan berwarna hijau kebiruan, organ ini disebut kantung empedu yang berfungsi menampung cairan empedu, yakni cairan bile yang telah mengalami pemekatan (Fujaya, 2004). Karena fungsi hati terganggu akibat infeksi bakteri Aeromonas hydrophila maka kantung empedu menampung cairan bile yang kurang maksimal dalam mengalami pemekatan dan berwarna kuning. Seperti yang terlihat pada hati dan empedu ikan kontrol positif.

Menurut penjelasan Affandi dan Usman (2002) ginjal merupakan suatu organ yang berperan dalam filtrasi (penyaringan) beberapa bahan buangan sisa metabolisme. Bahan-bahan yang dibuang lewat ginjal, antara lain ureum [CO(NH2)2], air, dan garam mineral. Sel yang bertanggung jawab pada filtrasi di ginjal adalah sel glomerulus. Bagian sel glomerulus yang berperan dalam proses filtrasi ini adalah kapsul bowman. Sedangkan bagian lain yang berperan dalam proses reabsorbsi ion adalah tubuli ginjal. Unit terkecil dari ginjal adalah nepron yang terdiri dari badan malphigi dan tubuli ginjal. Badan malphigi berfungsi untuk menyaring hasil buangan metabolik yang terdapat dalam darah. Darah tidak ikut tersaring dan masuk ke dalam pembuluh darah balik ginjal (vena renalis). Protein tertahan dalam darah. Cairan ekskresi ini kemudian masuk ke tubuli ginjal. Karena fungsi utamanya mensekresikan sebagian besar produk akhir metabolisme tubuh dan mengatur konsentrasi cairan tubuh (Fujaya, 2004), maka ginjal rentan untuk terserang bakteri Aeromonas hydrophila yang bersifat sistemik. Seperti yang terlihat pada ikan kontrol positif.

Limpa merupakan organ yang berperan dalam pemecahan eritrosit tua dan membentuk sel darah baru (Chinabut et al., 1991 dalam Abdullah, 2008).

Perubahan warna pada organ limpa mungkin disebabkan oleh peningkatan jumlah pigmen dan hemosiderin pada organ limpa. Sedangkan Ventura et al. (1988)

dalam Abdullah (2008) menyatakan bahwa peningkatan jumlah pigmen dan

hemosiderin pada organ limpa disebabkan oleh aktivitas toksin bakteri dalam menghancurkan sel-sel darah.

Parameter kualitas air yang diamati adalah suhu, pH, DO (Dissolved Oksigen), dan TAN (Total Amoniak Nitrogen) yang diukur di awal dan di akhir perlakuan. Jumlah oksigen tidak terlalu berpengaruh karena lele dumbo bisa mengambil oksigen langsung dari udara. Suhu air selama perlakuan mengalami fluktuasi tetapi tetap berada dalam kisaran suhu yang baik bagi ikan lele dumbo. Nilai pH air berada pada kisaran yang baik bagi kehidupan ikan lele dumbo. Menurut Ghufran dan Kordi (2004) ikan akan mengalami pertumbuhan yang optimal pada nilai pH antara 6,5-9,0. Nilai TAN berada pada kisaran yang normal, karena selama perlakuan dilakukan penyiponan sisa pakan dan feses ikan lele dumbo sehingga kualitas air tetap terjaga. Kualitas air selama perlakuan menunjukkan kualitas air yang layak untuk kehidupan ikan lele dumbo.

Dalam dokumen EFEKTIFITAS EKSTRAK DAUN PEPAYA (Halaman 31-42)

Dokumen terkait