• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

4.1.3. Parameter kualitas air yang melebihi baku mutu

Kualitas air Waduk Cirata yang tercemar disebabkan oleh beberpa parameter yang melebihi baku mutu. Setiap parameter yang mencemari perairan memiliki sumber yang berbeda-beda. Berikut adalah parameter-paremeter yang menyebabkan tercemarnya perairan Waduk Cirata.

a. Sulfida (H2S)

Secara parsial rata-rata konsentrasi sulfida di perairan Waduk Cirata dari 5 stasiun pengamatan adalah sebesar 0,069 mg/l. Nilai tertinggi terdapat pada Stasiun 3 sebesar 0,144 mg/l dan nilai terendah terdapat pada Stasiun 1A sebesar 0,005 mg/l.

Gambar 10. Grafik sulfida rata-rata secara spasial dari tahun 2007-2011 (– baku mutu, I rentang)

Berdasarkan Gambar 10 telihat bahwa rentang nilai konsentrasi tertinggi terdapat pada Stasiun 2 dan Stasiun 3. Tingginya rata-rata konsentrasi sulfida pada stasiun tersebut disebabkan konsentrasi sulfida yang berada pada lapisan dasar. Sumber pencemaran sulfida diduga berasal dari limbah rumah tangga, sisa pakan, dan kotoran ikan dari KJA yang terurai menjadi H2S.

b. Amonia (NH3-N)

Secara parsial rata-rata konsentrasi amonia di perairan Waduk Cirata dari 5 stasiun pengamatan adalah sebesar 0,014 mg/l. Nilai tertinggi terdapat pada Stasiun 1B sebesar 0,018 mg/l dan nilai terendah terdapat pada Stasiun 2 sebesar 0,008 mg/l.

Gambar 11. Grafik amonia rata-rata secara spasial (– baku mutu, I rentang) Berdasarkan Gambar 11 terlihat bahwa ada penurunan konsentrasi NH3-N baik muara Sungai Citarum maupun Sungai Cisokan ke arah tengah waduk, namun terjadi peningkatan kembali pada stasiun outlet waduk.

c. Nitrit (NO2-N)

Secara parsial rata-rata konsentrasi nitrit di perairan Waduk Cirata dari 5 stasiun pengamatan adalah sebesar 0,052 mg/l. Nilai tertinggi terdapat pada Stasiun 3 sebesar 0,082 mg/l dan nilai terendah terdapat pada Stasiun 1A sebesar 0,035 mg/l.

Gambar 12. Grafik nitrit rata-rata secara spasial (– baku mutu, I rentang) Berdasarkan Gambar 12 terlihat bahwa rentang nilai konsentrasi pada seluruh stasiun telah melebihi baku mutu. Tingginya nilai konsentrasi nitrit pada Stasiun 1A dan 1B diduga berasal dari limbah pertanian, pemukiman, dan industri di DAS. Sumber nitrit yang terdapat dalam waduk biasanya berasal dari sungai (Goldman dan Horne 1983).

d. Klorin Bebas (Cl2)

Secara parsial rata-rata konsentrasi klorin bebas di perairan Waduk Cirata dari 5 Stasiun pengamatan adalah sebesar 0,308 mg/l. Nilai tertinggi terdapat pada stasiun A1 sebesar 0,576 mg/l dan nilai terendah terdapat pada Stasiun 1B sebesar 0,131 mg/l.

Gambar 13. Grafik klorin bebas rata-rata secara spasial (– baku mutu, I rentang) Berdasarkan Gambar 13 terlihat bahwa rentang nilai konsentrasi klorin bebas tertinggi pada stasiun 1A, hal ini diduga berasal dari limbah pabrik yang ada di bagian hulu Sungai Citarum. Terdapat sekitar 394 industri yang membuang limbah langsung ke badan air Sungai Citarum (Garno 2001). Klorin bebas digunakan untuk membunuh bakteri pada pengolahan air limbah, apabila terdapat dalam konsentrasi yang tinggi di perairan akan membunuh alga, plankton, dan larva (Goldman dan Horne 1983).

e. Oksigen terlarut/Dissolved Oxygen (DO)

Secara parsial rata-rata konsentrasi oksigen terlarut (DO) di perairan Waduk Cirata dari 5 stasiun pengamatan adalah sebesar 3,29 mg/l. Nilai tertinggi terdapat pada Stasiun 1B sebesar 3,59 mg/l dan nilai terendah terdapat pada Stasiun 3 sebesar 2,81 mg/l. Berdasarkan Gambar 14 terlihat bahwa konsentrasi DO secara rata-rata masih berada dalam batas baku mutu, tetapi berdasarkan selang nilai konsentrasi terlihat pada Stasiun 3 memiliki nilai DO di bawah baku mutu.

Gambar 14. Grafik DO rata-rata secara spasial (– baku mutu, I rentang) Berdasarkan hasil penelitian pada tahun 2000-2004, konsentrasi DO di Waduk Cirata berkisar antara 4,4-5,7 mg/L. Berikut perkembangan nilai konsentrasi DO dari tahun 2000-2011 disajikan pada Gambar 15. Berdasarkan Gambar 16 terlihat adanya penurunan nilai rata-rata konsentrasi DO dari tahun 2000-2011.

Gambar 15. Grafik DO rata-rata secara temporal (– baku mutu)

g. Biological Oxygen Demand (BOD)

Secara parsial rata-rata konsentrasi Biological Oxygen Demand (BOD) di perairan Waduk Cirata dari 5 stasiun pengamatan adalah sebesar 10,104 mg/l. Konsentrasi pada stasiun 3 sebesar 11,049 mg/l dan nilai terendah terdapat pada stasiun 4 sebesar 8,769mg/l.

Gambar 16. Grafik BOD rata-rata secara spasial (– baku mutu, I rentang) Berdasarkan Gambar 16 terlihat adanya perbedaan selang nilai konsentrasi BOD antara Stasiun 3 dengan stasiun lainnya. Tingginya konsentrasi BOD di stasiun 3 diduga berasal dari limbah organik aktivitas KJA. Limbah organik yang dihasilkan oleh budidaya ikan KJA sekitar 148.782 ton/tahun atau 425 ton/hari (Garno 2001). Tingginya rata-rata konsentrasi BOD di Stasiun 3 disebabkan konsentrasi BOD yang berada pada lapisan dasar.

h. Tembaga (Cu)

Secara parsial rata-rata konsentrasi tembaga (Cu) di perairan Waduk Cirata dari 5 stasiun pengamatan adalah sebesar 0,033 mg/l. Nilai tertinggi terdapat pada stasiun 4 sebesar 0,038 mg/l dan nilai terendah terdapat pada stasiun 1A sebesar

0,030 mg/l. Berdasarkan Gambar 17 terlihat adanya peningkatan nilai tembaga baik dari muara Sungai Citarum maupaun Sungai Cisokan ke arah tegah dan terus meningkat pada outlet waduk.

i. Seng (Zn)

Secara parsial rata-rata konsentrasi seng (Zn) di perairan Waduk Cirata dari 5 stasiun pengamatan adalah sebesar 0,034 mg/l. Nilai tertinggi terdapat pada stasiun 1B sebesar 0,022 mg/l dan nilai terendah terdapat pada stasiun 2 sebesar

0,045 mg/l. Berdasarkan Gambar 18 terlihat adanya sedikit peningkatan

konsentrasi seng dari muara Sungai Citarum, sedangkan dari muara Sungai Cisokan terlihat peningkatan konsentrasi seng yang cukup signifikan ke arah tengah, namun kembali menurun ke arah outlet waduk. Tingginya konsentrasi seng di Stasiun 1A diduga berasal dari limbah industri yang berada di hulu Sungai Citarum.

Gambar 18. Grafik seng rata-rata secara spasial (– baku mutu, I rentang)

j. Timbal (Pb)

Secara parsial rata-rata konsentrasi timbal (Pb) di perairan Waduk Cirata dari 5 stasiun pengamatan adalah sebesar 0,021 mg/l. Nilai tertinggi terdapat pada stasiun 1B sebesar 0,033 mg/l dan nilai terendah terdapat pada stasiun 2 sebesar

0,018 mg/l. Berdasarkan Gambar 19 terlihat nilai konsentrasi timbal dari muara Sungai Citarum hingga outlet terjadi fluktuasi namun tidak terlalu besar. Sedangkan dari muara Sungai Cisokan terlihat penurunan konsentrasi hingga tengah dan kembali sedikit meningkat ke arah outlet waduk.

Gambar 19. Grafik timbal rata-rata secara spasial (– baku mutu, I rentang)

4.1.4. Status mutu air dengan dan tanpa parameter mikrobiologi

Pada perhitungan nilai indeks STORET sebelumnya tidak disertakan parameter-paremeter mikrobiologi seperti fecal colifom dan total coliform. Hal ini kurang sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 tentang pengolahan kualitas air dan pengendalian limbah perairan. Menurut peraturan tersebut, parameter mikrobiologi memiliki bobot nilai indeks STORET yang lebih besar dari pada parameter fisika dan kimia. Alasan tidak disertakannya parameter biologi dalam perhitungan sebelumnya karena parameter mikrobiologi tidak tersedianya data parameter mikrobiologi pada setiap kedalaman. Data parameter mikrobiologi hanya ada pada lapisan permukaan.

Perhitungan nilai indeks STORET pada setiap lapisan kedalaman tidak disertakan parameter mikrobiologi. Apabila parameter mikrobiologi disertakan dalam perhitungan, maka hasil nilai indeks STORET pada lapisan permukaan akan memiliki nilai yang lebih rendah disebabkan jumlah parameter yang disertakan dalam perhitungan lebih banyak. Berdasarkan informasi tersebut maka lapisan permukaan tidak bisa dibandingkan dengan lapisan kedalaman 5 meter dan kedalaman dekat dasar. Tabel 15 ditampilkan perbedaan hasil perhitungan nilai indeks STORET dengan dan tanpa parameter mikrobiologi.

Tabel 15. Nilai indeks STORET dengan dan tanpa parameter mikrobiologi

Stasiun Baku Mutu

Dengan PM* Tanpa PM* C** D** C** D** 1A -166 -52 -116 -20 1B -140 -52 -120 -8 2 -132 -52 -112 -8 3 -136 -52 -120 -8 4 -140 -10 -124 -8 Keterangan : * Parameter Mikrobiologi

** Baku mutu menurut Perda Prov. Jawa Barat No.39 tahun 2000 0 Baik sekali (memenuhi baku mutu)

-1 s.d. -10 Baik (cemar ringan) -11 s.d. -30 Sedang (cemar sedang) -31 Buruk (cemar berat)

Berdasarkan Tabel 15 terlihat adanya perbedaan antara perhitungan nilai indeks STORET yang menggunakan dan tanpa parameter biologi. Nilai indeks STORET golongan D yang tidak menggunakan parameter biologi memiliki status cemar ringan, tetapi apabila ditambahkan parameter biologi dalam perhitungan nilai indeks STORET, statusnya berubah menjadi cemar berat. Perbedaan nilai ini dikarenakan oleh bobot nilai parameter biologi lebih tinggi dibandingkan dengan parameter fisika dan kimia (PPRI 2001). Selain itu jumlah pengamatan terhadap stasiun pengamatan juga mempengaruhi nilai indeks STORET. Pada perhitungan Tabel 15 digunakan data dari tahun 2007-2012 sebanyak 21 data sehingga nilainya dua kali lipat lebih besar dalam perhitungan-perhitungan sebelumnya. Bobot nilai tiap parameter dapat dilihat pada Tabel 3.

Dokumen terkait